• Tidak ada hasil yang ditemukan

Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_20_04:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_20_04:"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammadiyah dan “Proyek Kebangsaan” : Zuly Qodir

Menjelang Tanwir Muhammadiyah di Mataram, 2-5 Desember 2004 dengan mengambil tema Revitalisasi peran Kebangsaan dan Sukses Muktamar

Muhammadiyah ke- 45; agaknya ada agenda penting yang harus dipikirkan oleh petinggi-petinggi Muhammadiyah. Mengapa, sebab, Tanwir kali ini sebenarnya merupakan momentum yang bukan saja starategis bagi Muhammadiyah, tetapi juga bagi kemajuan umat Islam dan bangsa ini. Dimana kita tahu, sampai saat ini bangsa kita tengah berada dalam kondisi carut-marut oleh banyaknya goncangan, baik social, politik, ekonomi maupun budaya.

Dalam bidang social, politik dan budaya kita merasakan bahwa bangsa ini tengah berada pada keterpurukkan yang sangat menyedihkan, sehingga bila tidak diperhatikan dan dicarikan terapi-terapi yang memungkinkan untuk kembali pada kondisi normal, bangsa ini akan semakin terpuruk. Konflik horizontal terus terjadi di Aceh, Poso, dan beberapa wilayah Indonesia yang semakin mencemaskan keutuhan bangsa dna Negara ini. Nation-state kita membutuhkan pemikiran dan aksi serius untuk segera diselamatkan. Cara-cara berbangsa dan bernegara kita tampak sekali terlihat cenderung mengarah pada apa yang kita sebut “perebutan kekusaan”, serta hancurnya koletivitas anak-anak bangsa.

Sementara, dalam bidang politik, kita baru saja berlajar berdemokrasi. Dimana sepanjang pengalaman rezim Orde Baru kita diperhadapkan dengan sebuah rezim kekuasaan yang sangat otoriter dan militeristik. Masyarakat sipil hampir

dipastikan tidak mempunyai ruang untuk bergerak secara bebas. Padahal kita tahu kebebasan individu dan masyarakat merupakan elemen penting dalam bangunan democratic civility, sebuah bangsa. Kita benar-benar berhenti dalam keadaban demokrasi yang menjunjung prinsio-prinsip kebebasan, kesetaraan dan toleransi.

Politik kita bahkan diwarnai dengan hadirnya para pecundang politik yang bekerjanya siang dan malam sibuk menumpuk harta kemewahan demi keluarga, kerabat dan kelompok pendukungnya. Amanat kekuasan untuk rakyat hamper-hampir menjadi adagium pepesan kosong belaka. Sebab yang terjadi di tengah-tengah kita adalah perebutan kekuasaan yang tiada henti.

Dalam hal budaya kita juga mengalami alineasi budaya yang berakibat pada tumbuhnya mentalitas budak, babu, dan disorientasi nilai. Nilai-nilai luhur dalam berbangsa dan bernegara tidak lagi menjadi pijakan hidup para politisi dan

penggerak organisasi massa. Saya berharap dalam Muhammadiyah sebagai ormas Islam tidak demikian. Bagaimana, mentalitas budak dan bandit telah merasuk pada pernik-pernik dan seluruh enclave kehidupan bangsa ini. Korupsi, adalah bukti sangat riil tentang terjadinya dis-orientasi nilai dalam kehidupan kita, sehingga korupsi seakan-akan menjadi bagian dari sunah muakadah, untuk setiap pejabat, penguasa, elit partai, elit elit intelektual, bahkan elit agama.

(2)

senantiasa menempati ranking pertama, di Asia Tenggara, dan ranking 5 untuk level dunia. Artinya apa? Sungguh kita dalam kondisi yang sangat

memperihatinkan secara value. Korupsi (rizwah) dalam agama apa saja jelas dilarang, tetapi mengapa hal it uterus terjadi di tanah tercinta ini? Ini jelas membutuhkan kajian dan jawaban yang serius dari banyak elemen masyarakat kita.

Peran Kebangsaan

Dengan kondisi bangsa yang tengah carut marut seperti di atas, sungguh penyelenggaraan Tanwir Muhammadiyah kali ini sangat penting maknanya. Oleh sebab itu jika momentum Tanwir kali ini Muhammadiyah tidak mampu

memberikan sumbangan yang “berarti’ pada kemajuan bangsa sebenarnya peran serta Muhammadiyah seperti pernah dikritik beberapa pihak telah “berhenti berijtihad”.

Berhenti berijitihad dalam hal pemikiran keagamaan, sekaligus berhenti berijtihad dalam hal praksis gerakan, khususnya pemberdayaan dan

pembebebasannya pada kaum dhuafa yang sejak awal sebenarnya menjadi concern Muhammadiyah. Hal ini terbukti pada awalnya Muhammadiyah

mendirikan Pusat Pelayanan Oemat (PKO) yang teraktualkan dalam Rumah Sakit Muhammadiyah di pelbagai tempat. Di samping juga Muhammadiyah bergegas mendirikan PAY-PAY Putra dan Putri di berbagai daerah (kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi). Ini sebenarnya bila boleh dikatakan merupakan ijtihad praksis Ahmad Dahlan atas surat Al-Maun.

Sungguh ijtihad pemikiran dan praksis social Muhammadiyah sejak awal adalah bagian dari kehidupan dalam ber-Muhammadiyah. Ada pelbagai tanggapan positif, dan tentu saja negative atas ijtihad tersebut, tetapi diditulah sebetulnya esensi dari ijtihad yakni terjadi perdebatan-perdebatan, dialog dan dialiektika antarpemikiran dan generasi yang hadir secara bersamaan.

Siapa pun akan memahami, sekaligus menyadari kalau Muhammadiyah merupakan organisasi besar, dan amal usahanya sudah sangat banyak, tidak ada yang mampu menandingi amal usaha yang telah dikerjakan Muhammadiyah. Persoalannya adalah, bagaimana terus melanggengkan ijtihad pemikiran dan praksis gerakan ini yang hemat saya perlu mendaptkan perhatian serius sehingga Muhammadiyah, tidak mengalami kritikan tajam, Muhammadiyah ibarat Gajah kegemukan sehingga sangat lambat jalannya, sehingga selalu tertinggal dengan yang lain dalam merespon masalah-masalah kebangsaan.

Sungguh masalah kebangsaan seperti diatas merupakan masalah serius yang tidak bisa diabaikan oleh Muhammadiyah sebagai elemen bangsa ini. Oleh sebab itu, jika Muhammadiyah sampai melewatkan momentum Tanwir di mataram kali ini sesungguhnya Muhammadiyah juga telah menumbuhsuburkan penyakit-penyakit bangsa yang hari-demi hari semakin subur. Jelas, Muhammadiyah harus bertindak dan berpikir strategis untuk turut “ambil bagian” dalam menjawab problem kebangsaan yang ada tersebut.

(3)

titik penting yang harus senantiasa ditumbuhkan oleh ormas modernis ini. Modernis yang dulu pernah dituduh puritan, sehingga ada stigma negative atas apresiasi Muhammadiyah terhadap tradisi-tradisi local, sebab senantasa

diperhadap-hadapkan secara frontal.

Peran kebangsaan memang bukan peran picisan, sebab itu Muhammadiyah tidak bisa main-main dalam mengambil peran itu. Semakin Muhammadiyah tidak berdiri tegak pada posisi untuk mengambil peran strategis dalam masalah-masalah kebangsaan, sejatinya menjadikan Muhammadiyah tidak memiliki daya tawar yang signifikan dengan jumlah jamaah yang dimiliki. Bahkan yang lebih berbahaya adalah jika Muhamamdiyah terlihat condong kepada kondisi status quo, anti perubahan atas situasi yang tampak terang benderang dihadapan kita selama ini.

Oleh sebab itu, dalam merumuskan bagaimana peran yang hendak diambil Muhammadiyah dalam dimensi nation-state, tentu harus melalui sebuah diskursus yang mendalam dan tajam. Disitulah kita akan melihat, apakah Muhammadiyah sebagai ormas Islam modernis yang akarnya mentolerir adanya pemnggunaan rasio secara maksimal akan mendapatkan tempat secara memadai ataukah

Muhamamdiyah akan “mengerangkeng” penggunaan akal dengan tuduhan liberal, terlalu mengotak-atik doktrin, mengutak-atik maqosidu syariah dan setersunya. Jika yang terjadi adalah pelbagai bentuk pengerangkengan penggunakan

rasionalitas secara maksimal, maka terang saja pelbagai corak pemikiran baru yang belakangan lahir dalam komunitas Muhammadiyah akan mendapatkan tempatnya pada posisi bukan saja marjinal, tetapi “pemberangusan”.

Itulah yang hemat saya akan berbahaya bagi masa depan Muhammadiyah untuk terus mampu merumuskan sejarah panjang ijtihad pemikiran dan praksis gerakan dalam Muhammadiyah. Di samping juga ada bahaya lain yang akan berakibat pada tereleminasinya pemikiran progresif, pemikiran-pemikiran berpespektif baru dalam tradisi Muhammadiyah. Sekalipun memang, tradisi pemberangusan pemikiran dalam Muhammadiyah belum pernah terjadi sampai sekarang, namun jika tidak diwanti-wanti dan diawasi saya khawatir akan benar-benar muncul keharusan adanya pemikiran yang seragam (monolitik) yang dianggap sebagai manstream berpikir Muhammadiyah.

Penutup

Peran kebangsaan adalah peran artikulatif yang harus diambil Muhammadiyah sebagai salah satu entitas Islam terbesar kedua di negeri ini. Artikulasi peran Muhammadiyah dapat bermacam-macam polanya, namun yang paling jelas adalah keharusan adanya cerminan bagi tumbuhnya civic culture dan democratic civility yang menjadi dambaan semua orang, termasuk warga Muhammadiyah.

Tanpa adanya kesadaran dan semangat menumbuhkan toleransi dalam perbedaan, memberikan kebebasan pada individu-individu untuk

mengartikulasikan pendapatnya, serta mensejajarkan semua pimpinan dan warga dalam koridor yang tepat, saya khawatir apa yang menjadi kritik atas

Muhammadiyah benar-benar menemukan bentuknya yang paling nyata. Selamat ber-Tanwir, semoga ada gairah baru dalam ber-Muhammadiyah.

(4)

Referensi

Dokumen terkait

Semua hadiah, produk dan/atau perkhidmatan ditawarkan dan/atau diberi semata-mata oleh penjual-penjual dan pembekal-pembekal yang berkenaan, di bawah terma-terma

Melalui pengamatan gambar, siswa dapat menceritakan pengalaman yang mengesankan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami dengan tepat..  Karakter siswa yang diharapkan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pencapaian prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia materi pokok Konsep Mol dengan metode pembelajaran STAD (Student

Oleh itu, penggunabiasanya membeli ayam kampung dengan peratusan yang lebih tinggi hasil bangkai bahagian yang boleh dimakan untuk berat badan kerana ia melambangkancadanganekonomi

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merancang dan membangun sistem informasi belajar mengajar secara online antara guru, siswa dan orang tua sehingga dapat

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Hipotesis pertama ditolak yang berarti tidak ditemukannya pengaruh CSR terhadap nilai

[r]

Langkah-langkah penulis dalam menganalisis kualitas buku teks bahasa Arab ini adalah 1) menganalisis kesesuaian antara materi dari ketiga buku teks pelajaran