• Tidak ada hasil yang ditemukan

62. INDUSTRY GOVERNMENT ACADEMICIAN COLLABORATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "62. INDUSTRY GOVERNMENT ACADEMICIAN COLLABORATION"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

“INDUSTRY-GOVERNMENT-ACADEMICIAN COLLABORATION” MENUJU GOOD MANUFACTURING PRACTICE INDUSTRI OBAT

TRADISIONAL DI WILAYAH SLEMAN YOGYAKARTA

Farida Hayati1*, Lutfi Chabib1, Hady Anshory1, Jamalul Lail1

1Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta-Indonesia Email:*farida_hayati@yahoo.com

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun temurun digunakan sebagai obat tradisional. Jamu merupakan obat tradisional Indonesia yang telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam. Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Indonesia mempunyai prospek untuk pengembangan jamu. Persoalan yang dihadapi oleh perajin herbal diantaranya kesulitan dalam mengontrol kualitas dari produk para perajin herbal rumahan karena sulitnya mendapatkan bahan baku yang sesuai standar, edukasi dalam proses pengolahan yang sesuai standar, serta jaringan pemasaran dan tidak adanya lokasi di Jogjakarta sebagai sentra bahan baku. Kegiatan pengemba ngan industri obat tradisional dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) dan analisis matriks SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan agroindustri jamu instan. Workshop dan kunjungan ke laboratorium yang dimiliki Prodi Farmasi UII serta kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul dengan kolaborasi pemerintah, akademisi, dan industri yang diwakili oleh pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman dilakukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat terkait pengembangan industri obat herbal. Dampak positif dirasakan sebagai hasil dari kegiatan ini dengan dibentuknya struktur organisasi kepengurusan industri obat herbal dan terbentuknya miniatur taman tanaman herbal di kawasan Kecamatan Harjobinangun.

Kata kunci: Obat tradisional, FGD, SWOT, industri oba t herbal

ABSTRACT

Indonesia is a tropical country with potential crops that have historically been used as a traditional medicine. Jamu is a traditional medicine of Indonesia that has been the culture of Indonesian society since centuries ago. With such potential, Indonesia has prospects for the development of herbal medicine. The problem faced by the herbs artisans include the difficulty in controlling the quality of the products of home herbal craftmens because of the difficulty in obtaining the standard raw materials, education in the processing of the corresponding to the standards, as well as the marketing network and absence of locations in Jogjakarta as the center of raw material. Traditional medicine industry development activities were conducted with the Focus Group Discussion (FGD) and SWOT matrix analysis to obtain the strategy formulation of the development of instant herbal medicine agro-industry. The workshop and visitation to laboratories owned by Prodi Farmasi UII and a visit to the Museum Jamu Sidomuncul with the collaboration of government, academia, and industry, represent by herbal craftmens around Sleman undertaken to provide knowledge to the public related to the development of herbal medicine industry. The positive impact is felt as a result of these activities with the creation of the management organizational structure and the establishment of herbal medicine industry miniature herb garden in the District of Harjobinangun.

Keyword: Traditional medicine, FGD, SWOT, Traditional medicine industry

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun temurun

(2)

menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak berabad silam sebagai bagian dari upaya menjaga

kesehatan, menambah kebugaran, dan merawat kecantikan. Industri, usaha dan sub sektor jamu

dan obat tradisional serta kosmetik di Indonesia semakin berkembang sejak tahun 2008 melalui kegiatan ”Jamu Brand Indonesia” yang dicanangkan oleh Presiden RI 2009-2014.

Jamu mempunyai peluang besar dengan adanya kekayaan keanekaragaman hayati.

Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity)

terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah

Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya ditengarai memiliki

khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Anonim,

2014).

Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Indonesia mempunyai prospek untuk

pengembangan jamu bagi kepentingan kesehatan, produk industri, maupun pariwisata, dengan

sasaran pasar dalam negeri maupun internasional. Industri jamu telah masuk ke dalam 10

produk prospektif yang perlu dikembangkan karena memiliki potensi pasar menjanjikan di

pasar lokal maupun global. Terdapatnya tren back to nature mengakibatkan masyarakat

semakin menyadari pentingnya penggunaan bahan alami bagi kesehatan. Masyarakat semakin

memahami keunggulan penggunaan obat tradisional, antara lain: harga yang lebih murah,

kemudahan dalam memperoleh produk, dan mempunyai efek samping yang minimal

(Leonardus, 2013).

Namun, di sisi lain, pelaku usaha industri jamu masih menemui kendala dalam

menciptakan produk berkualitas, berdaya saing tinggi dan berorientasi pasar. Kendala yang

kedua adalah permasalahan akses permodalan pada usaha jamu tersebut. Dalam

mengembangkan usaha jamu di Indonesia, perlu dilakukan kerjasama antara perusahaan/

industri jamu dengan pemerintah dan institusi pendidikan dalam bidang penelitian untuk

mengembangkan teknologi, inovasi proses, pembuatan regulasi dan kebijakan industri jamu,

dan saintifikasi jamu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat (Disca, 2014).

Klasifikasi produk herbal yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat & Makanan

(BPOM) terdiri dari Jamu, Ekstrak terstandar, Fitofarmaka dan Nutrasetika/Suplemen.

Pengembangan produk-produk obat herbal tersebut harus selalu dilandaskan pada paradigma

safety, quality, dan efficacy. tersedianya data scientific back up untuk keamanan dan khasiat yang mencukupi, digunakannya cara preparasi dan formulasi yang terstandar, dilakukannya

metode kontrol kualitas yang teruji, dan diterapkannya panduan Good Manufacturing Practices

(GMP) dalam pembuatan produk jadi obat herbal. Iptek yang telah dihasilkan oleh Pusat Studi

(3)

pendapatan serta bermanfaat bagi masyarakat luas (Anonim, 2014).

Mitra pelaku industri obat tradisional skala rumah tangga di wilayah sleman saat ini dalam

bimbingan Disperindagkop Sleman Jogjakarta. Beberapa kesulitan dalam pengembangan

terlihat mulai dari sulitnya mendapatkan bahan baku yang standar, proses produksi,

pengemasan, hingga pemasaran dikeluhkan oleh para perajin obat tradisional skala rumah

tangga. Sebagai tujuan wisata nasional Jogjakarta memiliki potensi yang bisa dikembangkan

menjadi wisata herbal baik dalam bentuk desa / agro herbal yang bisa dikunjungi oleh

wisatawan, dan merupakan peluang emas untuk memasarkan produk jadi dari para perajin obat

tradisional ini, serta kedepan bisa dimanfaatkan oleh para peneliti dan para pecinta herbal untuk

belajar tentang obat tradisional berbasis tumbuhan.

Persoalan yang dihadapi oleh perajin herbal yang di kemukakan deperindakop sebagai

instansi pembimbing pelaku usaha herbal, diantaranya kesulitan dalam mengontrol kualitas dari

produk para perajin herbal rumahan, salah satu alasannya karena sulitnya mendapatkan bahan

baku / fresh material yang sesuai standar, edukasi / pendampingan dalam proses pengolahan

yang sesuai standar, serta jaringan pemasaran dan tidak adanya lokasi di Jogjakarta sebagai

sentra bahan baku .

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) dengan kegiatan sebagai

berikut:

1. Pemaparan Perwakilan Pelaku Usaha Herbal mengenai kesulitan dalam produksi dari hulu

hingga hilir.

2. Pemaparan Industri Herbal Rumah Tangga yag sudah sesuai dengan GMP oleh dosen Prodi

Farmasi UII bidang Formulasi Obat Herbal

3. Pemaparan melakukan prosedur identifikasi keamanan obat herbal pada uji laboratorium

sebelum release ke pasar, oleh Dosen Prodi Farmasi UII bidang Farmakologi.

4. Pemaparan Keamanan limbah dari bahan baku obat tradisional dari Dosen Ilmu Kimia.

Hasil luaran `Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang Deperidagkop, Prodi

Farmasi Universitas Islam Indonesia, perwakilan pelaku industri rumah tangga herbal di

Kabupaten Sleman.

1. Mengidentifikasi peta agroindustri, bahan baku obat tradisional, jamu instan dan

mengetahui potensi agroindustri herbal (peringkat) di Jogjakarta.

(4)

analisis SWOT dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor strategis

(kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman) dari perajin obat tradisonal (herbal).

Data mengenai faktor strategis dari setiap agroindustri jamu instan kemudian diolah

menggunakan alat analisis matriks SWOT untuk mendapatkan rumusan strategi pengembangan

agroindustri jamu instan. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh agroindustri jamu instan

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis matriks SWOT

digambarkan ke dalam Matriks dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi

kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi

kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies) (Nuning,

2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pendampingan wirausaha pengusaha herbal se-Kabupaten Sleman difasilitasi

oleh Deperidagkop Kabupaten Sleman dengan pemateri yaitu Ibu Dr. Farida Hayati, M.Si.,

Apt., Bapak Hady Anshory, M.Sc., Apt. sebagai perwakilan dari Farmasi UII. Selain itu,

perwakilan dari Dinas Pertanian Kabupaten Sleman juga hadir sebagai pemateri pada kegiatan

ini.

(a) (b)

Gambar 1. Kunjungan ke (a) Laboratorium Tanaman Obat, dan (b) Laboratorium Biologi

Farmasi milik Prodi Farmasi UII

Workshop pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman dilakukan di Laboratorium Biologi

Farmasi dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Program Studi Farmasi UII didampingi oleh

Dosen Program Studi Farmasi UII. Dalam kegiatan workshop ini dilakukan kunjungan ke

(5)

dimiliki Prodi Farmasi UII. Workshop ini merupakan kolaborasi antara Pemerintah yang

diwakili oleh Deperindagkop Kabupaten Sleman, akademisi yang diwakili oleh Dosen Prodi

Farmasi UII, serta industri yang diwakili oleh para pengrajin herbal se-Kabupaten Sleman.

Kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul dilakukan untuk memberikan gambaran cara

pengolahan simplisia menjadi jamu. Pada kunjungan tersebut dilakukan praktik pembuatan

jamu menggunakan metode sederhana yang dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat yang

membutuhkan banyak biaya untuk mengoperasikannya. Para peserta juga dilibatkan langsung

dalam praktik tersebut agar memberikan gambaran kepada peserta terkait cara pembuatan jamu.

Setelah melakukan kunjungan tersebut, peserta memiliki bekal pengetahuan untuk merintis

industri jamu.

(a) (b)

(c)

Gambar 2. Kegiatan kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul

Produk yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan ini adalah terbentuknya struktur

organisasi industri herbal yang dalam kegiatan ini yang berperan sebagai pihak industri adalah

(6)

tanaman herbal yang digunakan sebagai tempat penanaman tanaman herbal yang dapat

dijadikan sebagai sumber bahan baku pembuatan produk herbal.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Miniatur taman Tanaman Obat Keluarga (TOGA), dan (b) kegiatan penanaman

tanaman di miniatur taman TOGA

Pendekatan Pemecahan Masalah

Selama ini, para pelaku industri herbal mengalami banyak permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangannya. Diantarnya keterbatasan sumber bahan baku yang akan diolah

menjadi produk jamu atau herbal serta kurangnya dukungan kelembagaan produksi yang

mencukupi untuk pengembangan bahan baku herbal. Petani juga menghadapi kendala struktural

berupa keterbatasan penguasaan keterampilan dan pengetahuan, ketiadaan sumber rujukan dan

informasi produksi, budidaya dan pengolahan yang akan mencirikan kualitas tanaman herbal,

serta kurangnya dukungan kelembagaan produksi (supporting institutions) yang mencukupi

untuk pengembangan tanaman herbal.

Untuk mengatasi berbagai hal di atas, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan

(institutions empowerment and development) petani dipilih sebagai pendekatan pokok untuk

mempromosikan dan sebagai usaha untuk ‘membuka’ jaringan pasar tanaman herbal bagi para

petani. Jaringan kemitraan dan kerjasama para petani dengan Industri Obat Tradisional (IOT)

atau industri lainnya, merupakan prioritas pendekatan yang dilakukan, dengan tidak

mengabaikan peran dari pemerintah (Glover dan Kusterer 1990). Proses penguatan kapasitas

dan kelembagaan harus dilakukan secara berkesinambungan hingga mampu mengembangkan

sistem agribisnis tanaman herbal secara mandiri. Oleh karena itu pendekatan pendampingan

(7)

Gambar 4. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)

Pengetahuan Petani Terkait Jenis dan Kegunaan Tanaman Herbal

Seluruh petani diharapkan mengetahui berbagai rimpang dari tanaman-tanaman seperti

jahe, kunyit, lengkuas, dan temulawak, yang merupakan tanaman yang menjadi sasaran utama

untuk dikembangkan. Dari semua jenis rimpang tersebut, hampir semua petani tidak

mengetahui cara mengolahnya. Selain itu, sebagian besar petani mempersepsikan kegunaan

rimpang tersebut sebagai bumbu atau rempah, dan sebagian yang lain untuk obat terutama

tanaman jahe yang sudah banyak dikenal dan ditanam oleh petani.

Mekanisme Pemasaran Tanaman Herbal

Ketika hasil panen telah ada, petani langsung menghubungi pedagang pengumpul yang

berada di desa tempat program dilaksanakan. Pedagang pengumpul ini pada umumnya juga

adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani. Sebagian pedagang pengumpul kemudian

menjual hasil panen kepada ketua Kelompok Tani yang merangkap sebagai tengkulak besar

atau kepada tengkulak besar lainnya di luar kecamatan. Pengawasan dan pembinaan pemasaran

telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Balai Penyuluhan Pertanian

Perikanan Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Sleman. Namun pengawasan dan

pembinaan pemasaran tersebut masih terbatas pada penyuluhan dan pengikutsertaan Kelompok

(8)

Gambar 1. Existing pemasaran model tanaman herbal yang akan dikembangkan (modifikasi

dari Sundawati, dkk, 2012).

Analisis Potensi Pengembangan Tanaman Herbal

a. Peningkatan kemampuan produsen dalam diversifikasi produk herbal dengan harga yang

terjangkau pasar.

Kemampuan produsen herbal dalam hal diversifikasi produk masih perlu ditingkatkan,

terutama untuk produk-produk herbal dengan harga yang relatif terjangkau di pasar.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan produsen dalam diversifikasi

produk herbal, antara lain dengan mengembangkan berbagai produk herbal yang sesuai

kebutuhan dan keinginan konsumen.

b. Peningkatan akses pasar bagi diversifikasi produk herbal

Kemampuan akses pasar untuk produk diversifikasi oleh produsen herbal selama ini

masih relatif rendah, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses pasar

(9)

dijadikan pilihan oleh masyarakat luas. Hal tersebut dimungkinkan dapat tercapai mengingat

produk herbal semakin lama semakin banyak produk substitusi di masyarakat.

c. Peningkatan akses permodalan melalui akses lembaga pembiayaan

Produsen herbal selama ini masih mengandalkan modal untuk usahanya dari modal

sendiri, belum banyak produsen herbal yang mengajukan ke lembaga pembiayaan seperti bank,

koperasi, dan lembaga pembiayaan lain. Hal tersebut dikarenakan produsen jamu instan selama

ini masih merasa cukup dengan modal sendiri untuk membiayai usahanya.

Tabel 1. Matrik SWOT pengembangan bahan baku industri herbal (Setyowati, dkk, 2012).

d. Pengembangan diversifikasi produk dengan tetap menjaga kualitas produk

Produk herbal yang selama ini dikembangkan oleh produsen produk herbal masih

monoton, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan aneka ragam jenis produk, yang

semakin lama akan semakin banyak produk substitusi lain. Selain dengan diversifikasi produk

herbal, menjadi berbagai macam produk herbal, juga perlu tetap menjaga kualitas produk

(10)

e. Peningkatan kemampuan produsen dalam akses bahan baku yang berkualitas dengan harga

yang terjangkau

Ketersediaan untuk bahan baku lokal masih kurang terpenuhi dalam jumlah yang besar,

dan kualitas bahan baku herbal juga masih relatif rendah, sehingga produk herbal yang

dihasilkan kurang dapat memberikan hasil produk yang berkualitas tinggi. Masalah bahan baku

selain dari kurangnya ketersediaan bahan baku, juga kualitas bahan baku lokal yang juga masih

kurang baik. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan produsen

herbal dalam mengakses bahan baku yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, melalui

lembaga atau kelompok tani yang berperan dalam penyediaan dan distribusi bahan baku herbal.

Sementara itu perlu dilakukan juga upaya dari penanaman varietas bahan baku herbal seperti

lengkuas, jahe, dan lain-lain, yang berkualitas tinggi.

f. Peningkatan kualitas produk dengan bahan baku lokal

Produsen herbal selama ini masih memproduksi secara monoton, sehingga belum ada

variasi produk herbal. Kualitas herbal yang diproduksi masih cukup baik, dengan masih

mengandalkan bahan baku lokal, yang harganya tergantung waktu panen tanamanan bahan

baku herbal. Hal tersebut menyebabkan produk herbal yang dihasilkan juga berfluktuasi. Oleh

karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas produk herbal dengan kualitas

bahan baku yang baik.

g. Perkuatan permodalan terutama dalam hal pengadaan bahan baku

Produsen herbal selama ini masih mengandalkan modal sendiri dalam penyediaan

modal bagi usahanya, sehingga dalam pengembangan usahanya memerlukan modal dari luar

modal sendiri untuk mengembangkan usaha jamu instan. Selama ini dengan modal sendiri,

produsen herbal masih kesulitan dalam hal pembelian bahan baku terutama bahan baku dengan

kualitas baik, yang harganya relatif tinggi, terutama pada saat harga bahan baku herbal yang

berfluktuasi. Apabila pada saat harga bahan baku meningkat cukup banyak, produsen kesulitan

untuk membeli, karena keterbatasan modal sendiri. Oleh karena itu, perlu upaya untuk

memperkuat modal usaha bagi produsen herbal, terutama dengan meningkatkan akses produsen

herbal kepada lembaga pembiayaan, terutama perbankan. Selain itu juga dengan pola kredit

bahan baku bisa dilakukan melalui koperasi atau kelompok produsen untuk memudahkan

produsen herbal dalam mengakses bahan baku.

h. Pengembangan kemitraan usaha dalam hal pengadaan bahan baku

Upaya mengembangkan jejaring kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain perlu

(11)

yang khusus menangani tata niaga bahan baku jamu instan (koperasi/KUD, kelompok tani, dan

lain-lain). Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku produk herbal selama ini masih

berfluktuasi.

KESIMPULAN

Kegiatan pengembangan industri obat tradisional yang dilakukan dengan menggunakan metode

Focus Group Discussion (FGD) memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan industri obat tradisional di Kecamatan Harjobinangun, Kabupaten Sleman dengan dibentuknya

struktur organisasi kepengurusan industri obat herbal dan terbentuknya miniatur taman tanaman

herbal di kawasan Kecamatan Harjobinangun.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini didanai oleh skema Pengabdian Masyarakat Kolaborasi Nasional Direktorat

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Warta Ekspor Obat Herbal Tradisional No.5 tahun 2014, Deperindag.

Disca, C.A. 2014. Kajian Etnobotani Tanaman Obat (Herbal) Dan Kemanfaatannya Dalam

Usaha Menunjang Kesehatan Keluarga Di Dusun Turgo, Purwobinangun, Pakem,

Sleman, Skripsi, Fakultas Biologi, UIN.

Glover, D., Kusterer, K. 1990. Small Farmers Big Business: Contract Farming and Rural

Development. Macmillan. Basingstoke and London.

Leonardus, B. 2013. Kemitraan Global Dalam Penelitian dan Pengembangan Bahan Baku Obat

Untuk Mencapai Tujuan Milenium Indonesia, Pusat Penelitian LIPI.

Setyowati, N., Fajarningsih, R.U., Adi, K. 2012. Analisis potensi dan strategi pengembangan

jamu instan di Kabupaten Karanganyar.

Sundawati, L., Purnaningsih, N., Purwakusumah, E.D. 2012. Pengembangan model kemitraan

dan pemasaran terpadu biofarmaka dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar hutan

di Kabupaten Sukabumi, propinsi Jawa Barat. Seminar Nasional Ekspose Hasil Insentif

Gambar

Gambar 1. Kunjungan ke  (a) Laboratorium Tanaman Obat, dan (b) Laboratorium Biologi
Gambar 2. Kegiatan kunjungan ke Museum Jamu Sidomuncul
Gambar 3. (a) Miniatur taman Tanaman Obat Keluarga (TOGA), dan (b) kegiatan penanaman tanaman di miniatur taman TOGA
Gambar 4. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini akan mengelaborasi bertujuan untuk menganalisis dan mengkaji kebijakan luar negeri Jepang dalam merespon pemberlakuan Zona Identifikasi Pertahanan Udara

RTH Taman jalan da Kota Mojokerto seluas 8137 dapat berupa pulau jalan jalan yang tersebar di beb Total daya serap CO 2 te pada taman kerp empun dengan luas taman

Masing-masing Pihak bertanggung jawab atas klaim apapun yang dibuat oleh pihak ketiga manapun terkait dengan kepemilikan dan keabsahan penggunaan hak-hak milik

Anak-anak sekarang ini terperangkap di dalam suatu subkultur remaja yang selanjutnya, paling tidak, akan berperan dalam membentuk nilai-nilai dasar yang sama bobotnya dengan

Perlindungan hukum yang dapat ditempuh investor pada kondisi ini adalah melakukan tindakan pencegahan atau melakukan tindakan hukum berupa gugatan perdata baik yang dilakukan

Then, the method of data analyze is logistic regression (binomial and ordinal).The results show that level of dependence, wealth, expenditure, follow up on audit findings and

[r]

Informasi Stock Faktur Jual Ambil Barang Faktur Jual Laporan penjualan bulanan Laporan EOQ Laporan EOQ ACC Laporan EOQ ACC Laporan EOQ ACC Laporan Persediaan Barang Laporan