BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI KETERASINGAN
SEORANG LESBI DI SEMOLOWOWARU SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Muhammad Qomaruddin B03212040
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRAK
Muhammad Qomaruddin (B03212040), BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY DALAM MENANGANI KETERASINGAN SEORANG LESBI DI SEMOLOWARU SURABAYA
Dalam skripsi terdapat dua fokus permasalahan yang dikaji, yaitu (1) Bagaimana proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy
dalam menangani keterasingan seorang lesbi? (2) Bagaimana hasil pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam menangani keterasingan seorang lesbi?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan. Sedangkan dalam mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, serta peneliti turun langsung kelapangan untuk mengumpulkan data. Setelah data terkumpul, analisa dilakukan untuk mengetahui proses serta hasil dengan membandingkan kondisi konseli sebelum dan sesudah pelaksanaan konseling.
Proses yang dilakukan oleh konselor yang pertama adalah identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, selanjutnya treatment dengan langkah pertama, konselor merubah pikiran-pikiran irrasionalnya kearah yang lebih rasional. Kedua, memperbaiki cara berfikir konseli dan menyadarkan bahwa pemikiran irrasional negatif dapat dirubah menjadi positif dan ketiga, memberi alternative pemecahan masalah, dengan member tugas-tugas dalam memperbaiki perilaku negatif konseli. Setelah proses konseli selesai yaitu langkah terakhir menindakk lanjuti masalah yang dialami oleh konseli setelah dilakukannya proses konseling. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masalah yang terjadi adalah keterasingan yang disebabkan pola pikir dan perilaku konseli yang negative. Perilaku tersebut sangat dilarang oleh norma agama. Dalam penelitian ini proses konseling yang dilaksanakan menggunakan Rational Emotive Behavior Therapy, yang mana peneliti menggunakan beberapa teknik untuk menangani masalah tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan konseli bisa menerima kenyataan pada perilakunya saat ini dan bisa merubah perilaku buruknya menjadi perilaku yang baik. Sedangkan hasil akhir dari proses konseling terhadap konseli dalam penelitian ini cukup berhasil yang mana hasil tersebut dapat diliihat dari adanya perubahan perilaku yang terjadi pada konseli yang sudah bisa berbaur dengan masyarakat dan meninggalkan perilaku negatifnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi konsep ... 9
1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 7
2. REBT ... 10
3. Keterasingan... 10
F. Metode Penelitian ... 11
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 11
2. Sasaran dan lokasi Penelitian ... 12
3. Jenis dan Sumber data Penelitian... 13
4. Tahap-tahap Penelitian... 14
G. Sistematika Pembahasan... 23
BAB II : KAJIAN TEORITIK A. Bimbingan Konseling Islam ... 24
1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam... 24
3. Fungsi Bimbingan Konseling Islam... 27
4. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam... 29
5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam... 31
6. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling Islam... 37
7. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam... 38
B. Teknik Rasional Emotive Behavior Therapy... 40
1. Pengertian REBT ... 40
2. Teori Kepribadian REBT ... 41
3. Tujuan REBT ... 43
4. Teknik REBT ... 45
C. Keterasingan ... 50
1. Pengertian Keterasingan... 50
2. Penyebab Keterasingan ... 53
3. Ciri-ciri Individu yang Keterasingkan ... 55
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 56
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 58
1. Kelurahan Semolowaru ... 58
2. Deskripsi Konselor & Konseli ... 60
3. Deskripsi Maslah... 65
B. Deskripsi Pelaksanaan Konseling ... 64
1. Deskripsi Proses Bimbingan dan Konseling Islam ... 67
2. Deskripsi Hasil Bimbingan dan Konseling Islam ... 86
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Proses Penelitian ... 89
B. Analisis Hasil Akhir Penelitian... 93
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 97
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam hidupnya tak lepas dari permasalahan. Manusia dalam
hidupnya pasti pernah mengalami kegelisahan. Gelisah merupakan penyakit
batin, penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dari golongan apa, dan bangsa
apapun. Bila dibandingkan dengan rasa takut, daerah operasinya lebih luas.
Sebab orang pemberani tidak mungkin diserang oleh rasa takut. Atau orang yang
mempunyai obat penangkal takut juga tidak akan dijelmahnya. Umpama orang
yang pernah mengerjakan perbuatan salah sudah pasti tidak akan takut dituntut.
Begitu pula orang kaya, pasti tidak akan takut kelaparan, dan sebagainya. Tetapi
walaupun benar, kaya, pandai, jujur, dan sebagainya pasti akan dilanda perasaan
gelisah.
Kegelisaan merupakan rasa kekhawatiran yang ada dalam diri manusia,
rasa ini disebabkan karena kurang tentramnya jiwa seseorang tersebut, atau rasa
tidak tenang (tidak sabar) yang menyebabkan rasa gelisah ini muncul. Pada
hakikatnya sebab-sebab orang gelisah disebabkan karena rasa takut pada
hak-haknya. Namun terlepas dari itu usaha untuk mengatasi kegelisahan sangatlah
perlu. Yaitu dengann dimulai dari diri kita sendiri, dengan bersikap tenang dan
tidak terbawa pengaruh emosi dalam jiwa kita. Karena jiwa kita sendirilah yang
2
Kegelisahan yang sering terjadi pada manusia adalah disaat seseorang
melakukan sebuah perbuatan buruk. Hal inilah yang membuat seseorang
mengalami kegelisahan. Hatinya tidak tenang, dia merasa cemas. Karena terlalu
memikirkan perbuatan buruk yang sudah dilakukannya. Akhirnya dia terlihat
murung, menyendiri, merasa kesepian dan terasingkan.
Salah satu masalah kegelisahan manusia yaitu keterasingan diri,
khususnya keterasingan diri yang dialami oleh seorang lesbi. Masalah
keterasingan diri adalah masalah yang paling rumit dihadapi seorang lesbi.
Tingkat penerimaan diri seseorang akan identitas dirinya atau identitas seksual
mempengaruhi aspek-aspek kepribadiannya. Seperti halnya yang dialami oleh
klien Boey yang mengalami keterasingan dalam lingkungannya, yang mana
keterasingan tersebut muncul akibat perilaku klien yang menjadi seorang lesbian
yang tidak disukai oleh warga lingkungan sekitar, sehingga banyak dari warga
yang menjahui klien akibat perilakunya tersebut.
Keterasingan artinya keadaan yang membuat tersisih, terpisah, dan
terpencil dari pergaulan masyarakat baik-baik. Hal yang menjadi sumber
keterasingan adalah perilaku yang tidak dapat diterima atau tidak dapat
dibenarkan oleh masyarakat atau karena kekurangan yang ada pada diri sendiri,
sehingga dia tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat.
Perilaku yang tidak dapat diterima atau dibenarkan itu pasti
3
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini akan merugikan harta, nama baik,
martabat, dan harga diri orang lain.
Manusia yang bersifat angkuh, sombong, besar kepala, dan tidak
menghargai orang lain selalu akan tersisih dari pergaulan masyarakat karena
perilaku seperti ini tidak disenangi dan dibenci oleh masyarakat. Manusia lain
akan merassa tersentuh nilai kemanusiaannya apabila bergaul dengan manusia
yang bersikap seperti ini. Oleh karena itu, dia dibenci oleh orang lain sehingga
membuat dia dalam keterasingan.
Kekurangan pada diri seseorang dapat juga menempatkannya dalam
keterasingan. Dalam hal ini, bukan masyarakat yang membuat orang itu terasing.
Melainkan dirinya sendiri karena ketidakmampuannya. Ketidakmampuan ini
berpengaruh pada nama baik atau harga diri orang yang bersangkutan.
Ketidakmampuan disini meliputi rendahnya tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan, hal ini disebabkan karena taraf pendidikannya yang belum sampai
pada taraf tertentu yang dihadapinya kini. Dengan demikian, orang yang
bersangkutan tidak mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat ilmiah yang
dihadapinya. Sehingga dia merasa gelisah dan terasing.
Permasalahan keterasingan diri sangatlah perlu suatu penanganan
bimbingan dan konseling secara profesional juga perlu mendapatkan perhatian.
Karena pada faktanya, dua lingkungan utama yang menjadi proses tumbuh dan
4
dan lingkungan pendidikan kurang atau tidak tepat dalam menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan orientasi seksual dan identitas gendernya.1
Melihat permasalahan tersebut peneliti berencana akan melakukan
konseling dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy yang bertujuan untuk memperbaiki sikap, presepsi serta pandangan yang irasional dan
tidak logis menjadi rasional dan logis. Sehingga klien dapat mengembangkan
diri seoptimal mungkin melalui tingkah laku yang baik yang dapat diterima di
lingkungannya.
Dengan menggunakan teknik-teknik yang ada dalam pendekatan
Rational Emotive Behavior Therapy diharapkan klien mampu mengubah cara
pandang dan tingkah laku yang keliru.
Pendekatan REBT bertujuan untuk menghilangkan kecemasan,
ketakutan, kekhawatiran, ketidakyakinan dan semacamnya dan untuk mencapai
perilaku yang rasional. Pendekatan REBT dikembangkan oleh Albert Ellis, yaitu
pendekatan behavior kognitif yang menekan pada keterkaitan antara perasaan,
tingkah laku dan pikiran. Dan pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia
adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir irasional yang salah
satunya didapat melalui belajar social, disamping iti individu juga memiliki
kapasitas untuk belajar kembali supaya belajar berfikir rasional. Berfikir
irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari
1Zakiyuddin Baidhawy, ed.Wacana Teologi Feminis,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1997) hlm
5
orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berfikir secara irasional akan tercermin
dari kata-kata yang biasa digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan
cara berfikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berfikir yang
benar. Perasaan dan pikiran negative serta penolakan diri harus dilawan dengan
cara berpikir rasional dan logis yang dapat diterima melalui akal sehat.2
Albert Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam
REBT yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu meminimalkan pandangan
yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat
hidup yang lebih realistik.
Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian study kasus,
karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu
secara rinci dan mendalam secara kurun waktu tertentu untuk membantunya
mengatasi masalah yang dialaminya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyimpulkan
beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus peneliti dalam menyelesaikan
penelitian skripsi ini. Antara lain:
1. Bagaimana Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapydalam menangani masalah keterasingan diri seorang lesbi?
2 Rochman Natawidjaya, Konseling Kelompok Konsep Dasar dan Pendekatan (Bandung,
6
2. Sejauh mana keberhasilan Rational Emotive Behavior Therapy dalam menangani masalah keterasingan diri seorang lesbi?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, ada beberapa tujuan penelitian.
Diantaranya:
1. Untuk menjelaskan bagaimana layanan Bimbingan dan Konseling Islam
dengan Rational Emotive Behavior Therapy dalam menangani masalah keterasingan diri seorang lesbi.
2. Untuk menjelaskan sejauh mana keberhasilam Rational Emotive Behavior Therapidalam menangani masalah keterasingan diri seorang lesbi.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan ada manfaat teoritis
maupun manfaat prektis bagi para pembaca, antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Agar dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian-penelitian selanjutnya
dalam bidang bimbingan dan konseling islam, terkait dengan masalah
keterasingan diri dan juga sebagai pedoman proses konseling dalam
penerimaan diri seorang klien yang merasa terasingkan dengan
7
Peneliti diharapkan dapat membantu khususnya kaum LGBT dalam
menangani masalah keterasingan, sehingga dengan diterapkannya
Rasional Emotive Behavior Therapy ini dapat menyadarkan cara sudut pandang yang irasional sehingga dapat mengubah perilaku negative dan
merubah menjadi perilaku yang positive, sehingga dapat diterima
dilingkungannya maupun keluarganya.
E. Definisi Konsep
Dalam pembahasan peneliti perlu membatasi dari sejumlah konsep
yang diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan dan Konseling
Islam dengan Rational Emotive Behavior Therapi Dalam Menangani Keterasingan Seorang Lesbi di Semolowaru Surabaya” yakni peneliti ini
mempunyai definisi konsep sebagai berikut:
1. Bimbingan
Konsep bimbingan berarti menolong individu agar dapat memahami
diri sendiri, sebagai suatu bentuk penidikan, bimbingan berarti pengalaman
yang disediakan untuk dapat menolong individu agar dapat memahami diri
sendiri, sebagai suatu proses program bimbingan mengikuti cara mengatur
dan proses yang disusun untuk mencapai beberapa tujuan pendidikan dan
tujuan pribadi. Secara garis besar bimbingan yaitu proses untuk menolong
individu memahami diri mereka serta dunia mereka.3
3 Abu bakar M. Luddin, Dasar-Dasar Konseling, (Bandung: Cita pustaka Media Perintis,
8
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik
anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat
dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.4 2. Konseling
Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan
dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara
dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru atau
konselor dengan klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih
baik terhadap dirinya, mampu memecahakan masalah yang di hadapinya
dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki secara optimal, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan pribadi
dan kemanfaatan sosial.5
Menurut sukardi definisi konseling sebagai bantuan secara tatap muka
antara konselor dan klien dengan usaha yang unik dan manusiawi yang
dilakukan dalam suasana keahlian dan didasarkan norma-norma yang
berlaku pada klien untuk memperoleh konsep diri dan kepercayaan demi
untuk memperbaiki tingkah laku pada saat ini dan masa yang akan datang.
4 Rayitno dan Erman Amti,Dasar-Dasar Bimbingan Konseling,(Jakarta: Rineka Cipta,
2004) hal 99.
9
dengan demikian, aspek penting dalam suatu konseling adalah konseling
sebagai suatu proses bantuan hubungan terapeutik, usaha bantuan,
mengarahkan tercapainya tujuan, dan mengarahkan kemandirian klien.
3. Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk
Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petuniuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia dan di akhirat.
Bimbingan dan konseling islami adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah SWT sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup didunia
dan di akhirat. tolak ukurnya bertumpu pada mampu hidup selaras dengan
petunjuk Allah SWT yang mana maksutnya sebagai berikut :
1.) Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan kodrat yang ditentukan Allah, sesuai dengan sunatulloh, sesuai dengan
hakikatnya sebagai makhluk Allah.
10
3.) Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk
mengabdi kepadanya, mengabdi dalam arti seluas-luasnya.6
Bimbingan dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan
terarah, kontinue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat
mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara
optimal dengan cara menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di
dalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia
dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.7
4. Rasional Emotive Behavior Therapy
Pendekatan Rasional Emotive Behavior Therapy adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterrkaitan antara perasaan,
tingkah laku, dan pikiran. Pendekatan iki dikembangkan oleh Albert Ellis
melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang
manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir irasional
yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu individu
juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berfikir rasional.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah
pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran-pikiran rasional melalui teori ABCDE.
6Muhammad Anas, Psycologi: Menuju Aplikasi Pendidikan
(https://books.google.co.id/books, diakses 20 Maret 2016).
7Samsul Munir,Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2010) hal
11
5. Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata asing. Kata asing berarti sendiri, tidak
dikenal orang, sehingga kata terasing berarti tersisihkan dari pergaulan,
terpisahkan dari yang lain atau terpencil.8
Keterasingan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah keterasingan
seorang lesbian, yang mana hal tersebut muncul akibat dari pemikiran
klien yang masih labil sehingga dengan mudah merubah tampilan dan
perilaku layaknya seorang laki-laki, mudah tersinggung, ringan tangan
(mudah memukul), tertutup. Sehingga dari perilaku tersebut tidak disegani
oleh lingkungan sekitar dengan alasan bahwa lingkungan sekitar takut
anak-anaknya mempunyai perilaku yang sama dengan klien yang menurut
mereka meresahkan warga. Sehingga, warga sekitar menjahui klien dan
mengakibatkan diri klien terasingkan dari lingkungannya.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun langkah-langkah dalam metode
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
12
yang alamiah.9 Penelitian dilakukan untuk memahami fenomena untuk memahai apa yang dialami oleh subyek penelitian. Penelitian dilakukan untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, secara
holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.10Pendekatan kualitatif digunakan peneliti untuk memahami fenomena yang dialami oleh klien, baik perilaku, presepsi, maupun motivasi.
Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan jenis penelitian studi
kasus. Penelitian berbasis kasus adalah penelitian kualitatif yang menjelaskan
kasus untuk menjelaskan suatu fenomena dan mengaitkannya dengan teori
tertentu.11 Penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu untuk
membantunya mengatasi masalah yang dialaminya.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Sasaran dari penelitian ini adalah seorang remaja yang bernama Boey
(nama disamarkan) yang mana dia mempunyai kondisi fisik perempuan akan
tetapi mempunyai perilaku layaknya seorang laki-laki. Dia merupakan anak
dari keluarga yang sederhana. Aktivitas sehari-hari klien yaitu berjualan
untuk mencukupi kebutuhannya hidup di Surabaya. Klien sering mengajak
9Sugiono,Metode Penelitian Kualitatif(Bandung, Alfabeta, 2011) hal 9
10 Lexy J. Moleong, M.A , Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009) hal 20
11Burhan Bunguin,Analisis data penelitian kualitatif,(Jakarta, PT Grafindo Persada, 2003)
13
pasangannya untuk ke kostnya, yang awalnya klien berfikir bahwa tidak
menjadi masalah jika pasangannya bermain maupun menginap di tempat
tinggalnya dengan asumsi bahwa klien dan pasangannya merupakan sama
jenis. Klien mempunyai pemikiran tersebut karena klien mempunyai teman
yang lesbian yang tinggal satu atap. Sehingga hal tersebut juga dilakukan oleh
klien hingga saat ini.
Lokasi penelitian ini bertempat di desa Semolowaru Surabaya. Sebelum
penelitian dilakukan, peneliti sudah mempunyai kedekatan dengan klien.
Alasan dipilihnya lokasi ini karena adanya pemasalahan yang perlu ditangani
dan memerlukan bantuan. Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
pengamat penuh, dimana peneliti mengamati stabilitas emosi dari klien
selama penelitian dilakukan.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
non statistic, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata/verbal
dan bukan dalam bentuk angka.
Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:
a. Data primer
Yaitu data yang diambil dari sumber pertama di lapangan. Dalam data
primer dapat diperoleh keterangan kegiatan keseharian, perilaku, latar
belakang masalah klien, pandangan klien tentang keadaan yang dialami,
14
proses konseling, serta hasil akhir pelaksanaan konseling. Sumber data
primer adalah sumber data yang diperoleh lansung dari lapangan, yaitu
informasi dari klien yakni seorang lesbi yang mengalami keterasingan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Data ini digunakan untuk
melengkapi data primer.12 Data yang diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan
perilaku keseharian klien. Sumber data sekunder adalah sumber data
yang diperoleh dari orang lain guna melengkapi data yang diperoleh dari
sumber data primer. Sumber ini penulis peroleh dari data informan
seperti sahabat klien, dan tetangga klien.
4. Tahap-tahap penelitian
Dengan menggunakan acuan Bogdan yang dikutip dalam buku penelitian
kualitatif Lexy J.Moleong bahwa dalam penelitian kualitatif terdapat tiga
tahapan.13
a. Tahap Pra Lapangan
Merupakan tahap penjajakan penelitian lapangan dalam suatu
penelitian. Yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini yaitu:
1. Menyusun Rancangan Penelitian
12 Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek,(Jakarta, PT Rineka Cipta,
2004) hal 88
15
Peneliti memahami mengenai Bimbingan dan Konseling Islam
dengan Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) untuk mengatasi
keterasingan pada seorang lesbian di Semolowaru Surabaya. Klien adalah rekan kerja ketika bekerja di Kendangsari Surabaya. Klien dapat
dikatakan seorang lesbi karena dapat dipandang dari beberapa sudut,
yaitu:
a. Dari segi penampilan seperti laki-laki.
b. Dari segi berperilaku (lesbi, sering membawa pasangan lesbi ke
kostnya, labil, ringan tangan, tertutup, individual)
Setelah mengetahui hal tersebut maka peneliti membuat latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep
dan membuat rancangan data-data yang diperlukan.
2. Memilih Lapangan Penelitian
Dengan memilih Bimbingan dan Konseling Islam dengan Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menagani masalah keterasingan seorang lesbi, menjadi obyek penelitian dan menentukan
laporan penelitian perlu mempertimbangkan teori subtantif yaitu untuk
melihat apakah yang terjadi kesesuaian dengan kenyataan di lapangan.
3. Mengurus Perizinan
Sebagai awal dari proses ini peneliti melakukan sejak awal
16
peneliti melanjutkan dengan rencana peneliti mengurus perizinan mulai
dari pihak yang bersangkutan hingga lembaga-lembaga terkait.
4. Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan
Dalam memilih dan menjajaki lapangan, peneliti dapat melakukan
wawancara dengan orang-orang yang dekat dengan klien seperti teman
dekat, tetangga, informasi yang akan membantu peneliti menyelesaikan
penelitiannya.
5. Memilih dan Memanfaatkan Informasi
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang latar belakang penelitian, maka informan harus
benar-benar orang yang memahami tentang hal yang terkait dengan penelitian
ini.
6. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman
wawancara, alat tulis, buku panduan, izin penelitian, dan lain-lain.
Selain itu perlengkapan yang digunakan untuk menyelesaikan laporan
penelitian seperti seperangkat komputer.
7. Persoalan Etika Penelitian
Salah satu ciri untuk peneliti kualitatif adalah orang sebagai alat
mengumpulkan data, sehingga perlu memperhatikan etika dalam
masyarakat yang menjadi obyek penelitian pada dasarnya penelitian ini
17
b. Tahap Persiapan Lapangan
Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki
lapangan dan mempersiapkan yang harus dipersiapkan yaitu jadwal
penelitian yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci.
Kemudian ikut berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di
lapangan.
c. Tahap Pekerjaan Lapangan
Dalam tahap ini peneliti mulai terjun di lapangan penelitian, dan mulai
pendekatan dengan klien, sahabat klien, tetangga klien, dan lain-lain,
sehingga mendapat informasi selengkapnya. Adapun sasaran yang akan
digali adalah informasai keterasingan dan penyebab-penyebabnya.
d. Tahap Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.14
Dalam analisis data ini, peneliti mulai menganalisis data klien dan
menganalisis proses konseling dengan mengkomparasikan terlebih dahulu
proses pelaksanaan konseling tersebut, serta melihat kondisi klien sebelum
dan sesudah dilakukan proses konseling.
Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, mengatur,
mengurutkan dan menyajikan data yang diperoleh bertujuan untuk
18
mengetahui factor penyebab keterasingan, bagaimana pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling Islam, serta bagaimana hasil proses Bimbingan
dan Konseling Islam dengan Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menangani kasus keterasingan seorang lesbi.15
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah instrumen penentuan data yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian. Adapun teknik data yang
peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja,
sistematis mengenai kasus keterasingan untuk kemudian dilakukan
pencatatan.16 Diartikan sebagai pemusatan perhatian terhadap suatu obyek
yang diteliti menggunakan seluruh alat indra dalam penelitian ini,
observasi dilakukan untuk mengamati klien meliputi: kondisi klien,
kegiatan klien, proses konseling yang dilakukan. Pada tahap awal
observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau
informasi sebanyak mungkin. Dengan itu peneliti melakukan observasi di
lingkungan klien bekerja, dan juga sahabat kecil klien, sehingga peneliti
mendapatkan data tentang klien dari tetangga warung klien dan juga
sahabat kecil klien. Adapun hasil dari observasi tersebut peneliti
15Lampiran verbatim
16Jonathan Sarwono,Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,(Yogyakarta: Graha Ilmu,
19
mendapatkan data yang valid bahwa kasus yang dialami oleh klien adalah
keterasingan yang disebabkan akibat prilaku klien yang lesbi, labil, ringan
tangan (mudah memukul), individualis. Dari faktor tersebut, klien
terasingkan dari teman dan lingkungannya.
b. Wawancara
Wawancara merupakan bagian penting dalam penelitian kualitatif
sehingga peneliti dapat memperoleh data dari berbagai informan secara
langsung.Penelitian kualitatif sangat memungkinkan untuk penyatuan
teknik observasi dengan wawancara.Sebagaimana bahwa dalam sebuah
penelitian kualitatif observasi saja, belum memadai itu sebabnya observasi
harus dilengkapi dengan wawancara.Wawancara merupakan metode
pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematis dan berlandaskan tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 macam wawancara:
wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara tak
struktur adalah wawancara yang bebas dimana peniliti tidak menggunakan
pedoman wawancara. Dalam melakukan wawancara tak struktur ini
digunakan peneliti untuk mencari data yang berkaitan dengan
aktivitas-aktivitas klien setiap harinya, berbagai informan berasal dari sahabat
(Pinkan sahabat atau teman dekat klien) mencari informasi tentang cara
pola pikir dan perilaku berteman, apa saja curhatan atau keluh kesah klien
20
klien tinggal saat ini) yang cukup mengenal klien tersebut yang tau
sehari-harinya tentang menganai pergaulan dengan temannya dan sebagainya.
Wawancara terstruktur dalam melakukan wawancara ini peneliti
menyiapkan pertanyaan – pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya
pun telah disiapkan. Dalam melakukan wawancara terstruktur ini peneliti
menyiapkan pertanyaan untuk klien sebagai ukuran berperannya program
konseling dalam mengubah cara pola pikir dan perilaku klien tersebut agar
lebih rasional lagi.17 c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian. Studi dokumentasi ada yang berupa
foto klien, dan karya yang berupa tulisan biasanya berupa gambar kegiatan
harian klien, yang berupa gambar biasanya mengenai foto-foto pribadi.18 Data yang diperoleh dalam metode ini adalah data berupa gambaran
umum mengenai lokasi penelitian dan dalam hal ini penelitian
memperoleh data-data dari sumber data.
Tabel 1.1
Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber Data TPD
1 a) Identitas klien
b) Tempat tanggal lahir klien c) Usia klien
Klien W + O
+D
17Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya(Jakarta: Kencana, 2010),
21
d) Pendidikan klien
e) Masalah yang dihadapi klien f) proses konseling yang dilakukan 2 a) Identitas konselor
b) Pendidikan konselor c) Usia konselor
d) Penggalaman dan proses konseling yang dilakukan
Konselor W + O
3 a) Kebiasaan klien
b) Kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi klien
Informan ( tetangga, teman
dekat)
W + O
4 a) Luas wilayah penelitian b) Jumlah penduduk c) Batas wilayah
Perangkat Desa O + W
Keterangan:
TPD : Teknik Pengumpulan Data
O : Observasi
W : Wawancara
D : Dokumentasi
6. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data ini, peneliti mulai menganalisis data klien dan
menganalisis proses konseling. Di dalam pelaksanaan penelitian, peneliti
akan menganalisis data dengan cara analisis deskriptif. Adapun data yang
akan dianalis adalah:
1. Menguraikan tentang proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan
Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menangani masalah keterasingan seorang lesbi.
2. Menguraikan tentang keberhasilan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
22
3. Menggunakan teknik analisis deskriptif komperatif, yaitu membandingkan
data hasil observasi klien sebelum dan sesudah dilakukannya proses
konseling.
7. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang terjadi
pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. hasil
penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid maka di perlukan
teknik triangulasi. teknik triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang di peroleh untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah di peroleh.
untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. misalnya data yang
diperoleh dengan wawancara lalu di cek dengan observasi dan dokumentasi.
bila dengan kedua teknik pengujian kreadibilitas data tersebut menghasilkan
data yang berbeda maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada
sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana
yang dianggap benar atau mungkin benar namun sudut pandangnya yang
berbeda-beda.19
19Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : ALFABETA,
23
8. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum
yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini yaitu latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan
metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subjek
penelitian, tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data, dan sistematika
pembahasan.
Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian
Bimbingan dan Konseling Islam, tujuan Bimbingan dan Konseling Islam,
fungsi Bimbingan dan Konseling Islam, pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), tujuan Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT), fungsi Rational Emotive Behavior Therapy (REBT). pengertian
keterasingan, sebab-sebabketerasingan.
Bab tiga membahas tentang gambaran umum pada subjek penelitian,
yakni seorang lesbi yang mana peneliti akan mengulas tentang permasalahan
keterasinganyang berdampak pada kehidupannya.
Bab empat mambahas tentang analisa Bimbingan dan Konseling Islam
dengan terapi rasional emotive untuk menangani masalah keterasingan diri
24
Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
25
BAB II
TINJAUAN TEORITIK A. Bimbingan dan Konseling Islam
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan konseling secara etimologi dari kata guidance “guide” yang
diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way), memimpin (leading), memberikan petunjuk (giving instruction), mengatur (regulating), mengarahkan (governing), dan memberikan nasehat (giving advice).1
Menurut Bimo Walgito dalam buku bimbingan dan konseling
perkawinan. Bimbingan adalah “Bantuan kepada individu untuk
mengembangkan kemampuannya dengan baik, serta individu dapat
memecahkan masalahnya sendiri dan dapat mengadakan penyesuaian diri.
Konseling adalah masalah yang akan dipecahkan bersama konselor dan klien
secara face to face”.
Sedangkan menurut Sofyan S. Willis Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar ia mampu memahami dirinya dan
dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat memanfaatkan
potensi-potensinya.2
Konseling menurut Husen adalah konseling secara mendasar
dikembangkan atas dasar metode vocational guidance untuk membantu
1 Thohirin , Bimbingan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah, Berbasis Integral, (Jakarta:
Raja Persada), hal.16
26
individu secara tepat sesuai yang dibutuhkannya. Dengan demikian,
kondeling dalam makna helping relationship dipandang suatu relasi yang terjadi antara dua pihak dimana salah satu mempunyai kehendak untuk
meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki
fungsinya dan kemampuan pihak lain untuk menghadapi dan menangani
kehidupannya sendiri.3
Sedangkan konseling menurut Rogers dalam buku Namora Lumongga
Lubis adalah sebagai hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor)
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain
(Klien), agar dapat menghadapi persoalan atau konflik yang dihadapi dengan
lebih baik.
Disamping itu, Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah swt
kepada hamba-hamba-Nya melalui para Rasul. Sebagai agama, Islam memuat
seperangkat nilai yang menjadi acuan pemeluknya dalam berperilaku.
Aktualisasi nilai yang benar dalam bentuk perilaku akan berimplikasi pada
kehidupan yang positif, pahala dan surga, sedangkan praktik nilai yang salah
akan berimplikasi pada kehidupan yang negatif, dosa dan neraka.4
3Saiful Ahyar Lubis,Konseling Islam(Yogyakarta: eLSAQ press, 2007) hal 29
4 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
27
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar ia mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga
dapat mencapai kebahagian hidup didunia dan diakhirat.5
Dari definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Bimbingan
dan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
secara terarah, continue dan sistematis agar ia dapat hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah swt dengan cara menginternalisasikan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling
islam dapat dirimuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya
sebagai manusia seutuhhnya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat”.
HM. Arifin menyatakan secara garis besar dari tujuan bimbingan dan
konseling islam yaitu “untuk membantu pemecahan problema perseorangan
dengan melalui keinginan. Dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai
dan konseling tersebut, klien diberi insight (kesadaran adanya
hubungan sebab akibat dalam rangkaian problema- problema yang dialami)
dalam pribadinya yang dihubungkan dengan nilai keimanannya yang
mungkin pada saat telah lenyap dari dalam jiwa klien”.6
5Ainur Rahim Faqih, Bimbingandan Konseling Dalam Islam.hal 4
6HM. Arifin,Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama Di Sekolah
28
Adapun tujuan umumnya yaitu: untuk membantu individu
mengembangkan diri secara optimal dengan tahap perkembangan sesuai
dengan kemampuannya dengan berbagai latar belakang yang ada serta sesuai
dengan tuntutan positif lingkungan.7
Sedangkan tujuan secara khusus yaitu:
1. Agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya sehingga bisa
hidup lebih efektif dan terhindar dari masalah.
2. Membantu individu agar bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapinya
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
3. Membantu individu agar bisa memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik tetap menjadi baik, sehingga tidak terjadi adanya
sumber masalah bagi dirinya dan masyarakat.8
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam
Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam ditinjau dari kegunaan atau
manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui pelayanan
tersebut. Fungsi-fungsi Bimbingan dan Konseling Islam dikelompokkan
menjadi empat, yaitu:9
a) Fungsi pemahaman (Undestanding Function)
Yaitu konseling yang menghasilkan pemahaman bagi konseli dari segi
7 Prayitno Erman Ami, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, (Jakarta: PT.Asdi
Mahasatya, 1985), hal.114
8Thohari musnamar,Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam,(Yogyakarta,
UII Press, 1992) hal 34
9Thohirin,Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah(Jakarta: PT, Raja Grafindo
29
psikologis baik fisik maupun intelegensi, lingkungan serta berbagai
informasi yang dibutuhkan seperti karier, keluarga maupun agama.
b) Fungsi Pencegahan (preventif)
Yaitu membantu individu agar dapat berupaya aktif dalam melakukan
pencegahan sebelum mengalami masalah kejiwaan. Upaya ini meliputi
pengembangan strategi dan program yang dapat diguunakan untuk
mengantisipasi resiko hidup yang tidak perlu terjadi.
c) Fungsi remedial atau rehabilitate
Yaitu konseling yang banyak memberikan penekanan pada fungsi
remedial karena sangat dipengaruhi psikologi klinik dan psikiatri. Focus
penekanan remedial adalah: penyesuaian diri, penyembuhan masalah
psikologi yang dihadapi dan mengembalikan kesehatan mental serta
mengatasi gangguan emosional
d) Fungsi edukatif (pengembangan atau developmental).
Yaitu berfokus pada membantu meningkatkan keterampilan dalam
kehidupan, mengidentifikasi dan memecahkan masalah hidup serta
meningkatkan kemampuan menghadapi transisi kehidupan.10
e) Developmental Atau Pengembangan Bimbingan Konseling
Merupakan usaha untuk memelihara dan memperkembangkan potensi
individu agar potensi tersebut dapat berkembang dengan baik. Untuk itu
Bimbingan dan Konseling Islam berfungsi untuk memelihara dan
30
mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap lebih baik
atau menjadi lebih baik, sehingga tidak memungkinkan muncul masalah
baru baginya.11
4. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling islam
Ada beberapa unsur dalam Bimbingan dan Konseling Islam, antara lain:
1. Konselor
Konselor adalah orang yang sedia dengan sepenuh hati membantu
konseli dalam menyelesaikan masalahnya berdasarkan pada keterampilan
dan pengetahuan yang dimilikinya.12
Persyaratan menjadi konselor, antara lain:
1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
2) Sifat kepribadian yang baik, jujur, bertanggung jawab, sabar, ramah dan
kreatif.
3) Mempunyai kemampuan, keterampilan dan keahlian (professional)
serta berwawasan luas dalam bidang konseling.13 2. Konseli
Konseli adalah orang yang perlu perhatian sehubungan dengan
masalah yang dihadapinya dan membutuhkan bantuan dari pihak lain
untuk memecahkannya, namun demikian keberhasilan dalam
11Ainur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling Dalam Islam.Hal 37 12Latipun,Psikologi Konseling(malang, UMM press, 2008) hal 55
13Syamsu Yusuf, Juntika Nur Ihsan,Landasan Bimbingan dan Konseling,(Bandung, Remaja
31
menyelesaikan masalah tersebut sangat ditentukan oleh pribadi individu itu
sendiri.
a. Konseli harus bermotivasi kuat untuk mencari penyelesaian masalah
yang dihadapi.
b. Keinsyafan akan tanggung jawab yang dipikul oleh konseli sendiri
dalam mencari penyelesaian masalah dan melaksanakan apa yang
diputuskan pada akhir konseling.
c. Keberanian dan kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya.14 3. Masalah
Dalam kamus psikologi, dikatakan bahwa masalah atau problem
adalah situasi yang tidak pasti, merugikan dan sukar dipahami, masalah
atau pernyataan yang memperlakukan pemecahan.15
Sedang menurut WS. Wingkel dalam bukunya “Bimbingan dan
Konseling di Sekolah Menengah”, masalah adalah sesuatu yang
menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk
mencapai tujuan.16
Masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi atau
mempersulit usaha untuk mencapai tujuan, hal ini perlu ditangani atau
14WS Winkel,Bimbingan dan Penyuluhan di Institute Pendidikan(Jakarta, Grafindo 1991),
hal 309
15Kartini Kartono dan Dani Gulo,Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir Jaya, 1987), hal. 375
16WS. Wingkel,Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1989),
32
dipecahkan oleh konselor bersama konseli, karena masalah bisa timbul
oleh berbagai faktor atau bidang kehidupan, antara lain.17
a. Bidang pernikahan dan keluarga
b. Bidang pendidikan
c. Bidang sosial
d. Bidang pekerjaan (jabatan)
e. Bidang keagamaan.
5. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam
Di dalam Bimbingan dan Konseling Islam selalu mengacu terhadap
asas-asas bimbingan yang diterapkan dalam penyelenggaraan dan
berlandaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah Nabi. Asas-asas
Bimbingan dan Konseling Islam merupakan ketentuan yang harus
diterapkan dalam peyelenggaraan pelayanan konseling.18 Berdasarkan landasan-landasan tersebut dijabarkan asas-asas pelaksanaan Bimbingan
dan Konseling Islam sebagai berikut:
a. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Bimbingan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu
konseli, yakni orang yang dibimbing mencapai kebahagiaan hidup yang
senantiasa didambakan oleh setiap manusia, yakni kebahagiaan dunia
17 Thohari Musnawar, dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam,
(Yogyakarta: UII Press, 1992) hal 41-42
18Ainur Rahim Faqih,Bimbingan dan Konseling Dalam Islam(Yogyakarta: UII Press, 2011)
33
dan akhirat. Semua itu bisa tercapai karena bimbingan yang diberikan
adalah berlandaskan ajaran agama Islam yang bisa menentramkan hati.
Kebahagiaan hidup di dunia bagi seorang muslim hanya
kebahagiaan yang bersifat sementara, kebahagiaan akhiratlah yang
menjadi tujuan utama. Sebab kebahagiaan akhirat merupakan
kebahagiaan yang abadi.
Oleh karena itulah maka Islam mengajarkan hidup dalam
keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hidup keduniaan dan
keakhiratan.
b. Asas Fitrah
Bimbingan konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli
untuk mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya, atau mengenal
kembali fitrahnya tersebut manakala pernah “tersesat” serta
menghayatinya, sehingga dengan demikian akan mampu mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat karena bertingkah laku sesuai
dengan fitrahnya.
Manusia menurut Islam, dilahirkan dengan keadaan membawa
fitrah, yaitu sebagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan
sebagai muslim atauu beragama islam. Bimbingan dan Konseling Islam
membantu klien untuk mengenal dan memahami fitrahnya tersebut.
Sehingga dengan demikian mampu mencapai kebahagiaan hidup di
34
c. Asas Lillahi Ta’ala
Asas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh
keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang dibimbing pun menerima
atau meminta bimbingan pun dengan ikhlas dan rela, karena semua
pihak merasa bahwa semua yang dilakukan adalah karena dan untuk
pengabdian kepada Allah semata, sesuai dengan fungsi dan tugasnya
sebagai makhluk Allah yang harus senantiasa mengabdi kepada-Nya.
d. Asas Bimbingan Seumur Hidup
Manusia hidup betapapun tidak ada yang sempurna dan selalu
bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai
berbagai kesulitan dan kesusahan. Maka bimbingan konseling Islam
diperlukan selama hayat masih dikandung badan.
e. Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani
Manusia dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan
jasmaniah-rohaniah. Sehingga bimbingan konseling Islam
memperlakukan konselinya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak
memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk
rohaniah semata. Bimbingan konseling Islam membantu individu untuk
hidup dalam keseimbangan jasmaniah dan rohaniah.
f. Asas Keseimbangan Ruhaniah
Dalam asas ini orang yang dibimbing diajak mengetahui apa-apa
35
dipikirkan, sehingga memperoleh keyakinan, tidak menerima begitu
saja, tetapi juga tidak menolak begitu saja. Konseli juga diajak untuk
menginternalisasikan norma dengan mempergunakan semua
kemampuan rohaniah potensialnya tersebut, bukan cuma mengikuti
hawa nafsu semata.
g. Asas Kemaujudan Individu
Bimbingan konseling Islam memandang seseorang individu
merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu merupakan
hak, perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai
kemerdekaan pribadi sebagai kosekuensi dari haknya dan kemampuan
fundamental potensial rohaniah. Artinya individu mampu
merealisasikan dirinya secara optimal, termasuk dalam mengambil
keputusan.
h. Asas Sosialitas Manusia
Manusia merupakan makhluk sosial, hal ini diakui dan diakui
dalam Bimbingan dan Konseling Islam. Pegaulan, cinta, kasih, rasa
aman, penghhargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa ingin
memiliki dan dimiliki, semua merupakan aspek-aspek yang
diperhatikan dalam Bimbingan dan Konseling Islam, karena merupakan
36
Dalam bimbingan konseling Islam, sosialitas manusia diakui
dengan memperhatikan hak individu, hak individu juga diakui dalam
batas tanggung jawab sosial. Jadi bukan pula liberalism, dan masih
pula ada hal “alam” yang harus dipenuhi manusia, begitu pula hak
tuhan.
i. Asas Kekhalifahan Manusia
Manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola
alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus
memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem
kehidupan kerapkali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut
yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. Di sinilah fungsi bimbingan
konseling Islam, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dirinya dan umat
manusia.
Kedudukan manusia sebagai khalifah itu dalam keseimbangan
kedudukan sebagai makhluk Allah yang harus mengabdi kepada-Nya.
Dengan demikian, jika memiliki kedudukan tidak akan
memperuntukkan hawa nafsu semata.
j. Asas Keselarasan dan Keadilan
Islam menghendaki keharmonisan, keselarasan, keseimbangan,
keserasian dalam segala segi. Sehingga dengan bimbingan konseling
37
terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, hak alam semesta dan juga
hak Tuhan.
k. Asas Pembinaan Akhlaqul Karim
Disini bimbingan konseling memelihara, mengembangkan,
menyempurnakan sifat-sifat yang baik, seperti mulia, berlaku adil
kepada semua orang, dan sebagainya.
l. Asas Kasih Sayang
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang
lain. Rasa kasih sayang ini dapat mengalahkan dan menundukkan
banyak hal. Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan berlandaskan
kasih dan sayang, sebab hanya dengan kasih sayanglah bimbingan
konseling Islam akan berhasil.
m. Asas Saling Menghargai
Dalam bimbingan konseling Islam, kedudukan konselor dan
konseli adalah sama atau sederajat, perbedaannya hanya terletak pada
fungsinya, yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu
lagi menerima bantuan. Sehingga hubungan yang terjalin diantara
kedua pihak adalah saling menghormati sesuai dengan kedudukan
masing-masing sebagai makhluk Allah.
n. Asas musyawarah
Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah,
38
lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan
keinginan tertekan.
o. Asas Keahlian
Bimbingan konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang
memang memiliki kemampuan, keahlian di bidang tertentu, baik
keahlian dalam metodologi, teknik-teknik bimbingan dan konseling
maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan bimbingan dan
konseling.19
6. Prinsip-prisip Bimbingan dan Konseling Islam
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai landasan bagi
layanan bimbingan. Prinsip ini berasal dari konsep filosofi tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau
bimbingan. Prinsip-prinsip resebut antara lain:
1. Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diperuntukkan bagi semua
individu yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria
maupun wanita, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini
pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan
pengembangan daripada kuratif.
2. Bimbingan bersifat individualisasi
Setiap individu bersifat unik (berbeda satu samma lain) dan melalui
19 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta; LPPAI UII
39
bimbingan, individu dibantu untuk memaksimalkan keunikannya tersebut.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif
Selama ini, bimbingan sering dipandang satu cara yang menekan
aspirasi, namun sebenarnya bimbingan merupakan proes bantuan yang
menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara
untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri
4. Bimbingan merupakan usaha bersama
Bimbingan bukan hanya tugas konselor tapi juga tugas guru dan
kepala sekolah, jika dalam layanan bimbingan di sekolah, namun pada
umumnya yang berperan tidak hanya konselor tapi juga klien dan pihak
lain yang terkait.
5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan,
Bimbingan diarahkan klien agar dapat melakukan pilihan dan
mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan
motifasi dan nasihat kepada klien, dan semua itu sangat penting dalam
mengambil suatu keputusan. Kehidupan klien diarakan oleh tujuannya dan
bimbingan menfasilitasi klien untuk mempertimbangkan, menyesuaikan
diri dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang
tepat.
Kemampuan untuk mengambil pilihan secara tepat bukan kemampuan
bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama
40
masalah dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan berlangsung dalam berbagai adegan kehidupan.
Pemberian layanan bimbingan tidak hanya berlansung di sekolah,
tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan, industi, lembaga
pemerintahan/swasta dan masyarakat pada umumnya.20
7. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam Bimbingan Konseling Islam, ada beberapa langkah yang harus di
lakukan, antara lain:
1. Identifikasi Masalah
Yaitu langkah pengumpulan data dari berbagai sumber yang bertujuan
untuk mengetahui kasus dan gejala-gejala yang Nampak yang diperoleh
melalui interview, observasi dan analisis data. Pada langkah ini, konselor
mencatat semua kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus
mana yang harus ditangani terlebih dahulu.
2. Diagnosis
Yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi kasus beserta
latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah
mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data dengan cara wawancara
terhadap klien, sahabat klien, dan juga warga sekitar klien tinggal,
20 Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
41
kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi oleh klien serta latar belakang
masalah keterasingan yang dialami klien.
3. Prognosis
Yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi apa yang
akan dilaksanakan untuk membimbing, kasus ditetapkan berdasarkan
kesimpulan dalam langkah diagnosis, dari diagnosis masalah bahwa klien
mengalami keterasingan akibat dari perilaku klien yang dianggap
lingkungan sekitar tidak baik, pasalnya klien sering mengajak pasangan
lesbiannya ke kostnya dan diketahui olehh warga skitar, sehingga banyak
dari warga sekitar yang menjahui klien akibat perilakunya tersebut.
Begitu pula dengan keterasingan klien terhadap teman-temannya,
karena kebanyakan teman-teman klien menjahui klien akibat perilaku klien
yang mudah turun tangan dan klien belum dapat mengendalikan emosinya,
sehingga banyak dari teman-teman klien lebih memilih menjauh dari klien
lantaran takut kepada klien.
4. Treatment
Langkah terapi yaitu langkah pelaksanaan bantuan atau bimbingan
yang akan dilakukan pada saat proses konseling berlangsung, karena
melihat fenomena kasus klien dan penyebab terjadinya klien menjadi
seorang lesbi. Langkah ini merupakan pelaksanaan yang ditetapkan dalam
prognosa.
42
Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sampai
sejauh manakah langkah terapi yang telah dilakukan telah mencapai
hasilnya. Dalam langkah follow up atau tindak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jelas.21
B. Rational Emotive Behavior Therapy.
1. PengertianRational Emotive Behavior Therapy(REBT)
Rational Emotive Behavior Therapyadalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan keterkaitan antara perasaan, tingkah laku, dan pikiran.
Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy dikembangkan oleh albert ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang
manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir irrasional
yang salah satunya didapat melalui belajar social.22 Pendekatan ini
merupakan pengembangan dari behavioral. Pada proses konselingnya, REBT
berfokus pada tingkah laku. Akan tetapi REBT menekankan bahwa tingkah
laku yang bermasalah diaibatkan pemikiran yangh irrasional, sehingga focus
penanganan pada REBT adalah pemikiran individu. REBT adalah pendekatan
yang bersifat direktif, yaitu pendekatan yang membelajarkan kembali konseli
untuk memahami input kognitif yang menyebabkan gangguan emosional,
mencoba mengubah pemikiran konseli agar membiarkan pemikiran
21Djumhur dan Moh. Surya,Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV.ILMU,
1975), hal. 104-106
43
irrasionalnya atau belajar mengantisipasi manfaat atau konsekuensi tingkah
laku.23
2. Teori kepribadian A-B-C-D-E
Secara umum teori kepribadian ABCDE dapat dijelaskan pada table
[image:51.612.145.517.210.704.2]sebagai berikut:
Tabel 2.1
Komponen Proses
A Activity, or Action, or Agent
Hal-hal. Situasi, peristiwa yang mendahului atau menggerakkan individu
External Event
Kejadian diluar atau disekitar individu.
iB
rB
Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irrasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal A
Rational Beliefs, yakni keyakina-keyakinan rasional atau layak dan secara empiric mendukung kejadian eksternal A
Self-Verbalization:
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang secara terus menerus ia katakana berhubungan dengan A terhadap dirinya.
iC
rC
Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi irasional atau tidak layak yang berasal dari (A).
Rational Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari (rB=keyakinan yang rasional).
Rational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan yang
rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A).
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irrasional dalam diri individu saling bertantangan(disputing).
Validate or
invalidate self-verbalizations: yakni suatu proses
44
verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE
BE
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing) dalam keyakinan-keyakinan irasional.
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dalam perilaku yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan keyakinan irasional di atas.
Change Self-Verbalization,
terjadinya
perubahan dalam verbalisasi daripada individu.
Change Behaviour, yakni terjadinya perubahan perilaku
dalam diri
individu.24
Beberapa komponen penting dalam perilaku irrasional dapat dijelaskan
dengan simbol-simbol berikut:
A :Activiting eventatau peristiwa yang menggerakkan individu. iB :Irrational Belief, keyakinan irrasional terhadap A.
iC : Irrational Consequences, konsekuensi dari pemikiran irrasional terhadap emosi, melaluiself-verbalization.
D :Dispute irrational belief, keyakinan yang saling bertentangan.
CE : Cognitive Effect, efek kognitif yang terjadi karena pertentangan dalam keyakinan irrasional.
BE : Behavioral Effect, terjadi perubahan perilaku karena keyakinan irrasional.
3. TujuanRational Emotive Behavior Therapy
24Mohammad Surya,Teori-Teori Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal
45
Tujuan konseling menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi yang
rasional, dengan jjalan mengganti cara berpikir yang irrasional. Cara berpikir
manusia yang irrasional itulah yang menyebabkan indivvidu mengalami
gangguan emosional dan karena itu cara berfikirnya atau iB harus diubah
menjadi cara berpikir yang lebih tepat yaitu cara berpikir yang rasional (rB)
Ellis mengemukakan secara tegas bahwa pengertian tersebut mencakup
meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri (self defeating) dan
mencapai kehidupan yang lebih realistic, falsafah hidup yang toleran,
termasuk didalamnya mencapai keadaan yang dapat mengarahkan diri,
menghargai diri, fleksibel, berfikir secara ilmiah, dan menerima diri.
Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien
bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih menjadi sumber
utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.25 Secara umum REBT mendukung konseli untuk lebih toleran terhadap diri
sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Ellis Bernard mendiskripsikan
beberapa sub tujuan yang sesuai dengan nilai dasar pendekatan REBT. Sub
tujuan ini dapat menjadikan individu mencapai nilai untuk hidup (to survive)
dan untuk menikmati hidup (to enjoy). Tujuan tersebut adalah:
1. Memiliki minat diri (self interest)
2. Memiliki minat social (social interest)
3. Memiliki pengarahan diri (self direction)
25 Rochman Natawidjaya, Konseling Kelompok, Konsep Dasar, & Pendekatan (Bandung:
46
4. Toleransi
5. Fleksibel
6. Memiliki penerimaan
7. Dapat menerima ketidakpastian
8. Dapat menerima diri sendiri
9. Dapat mengambil resiko
10. Memiliki harapan yang realistis
11. Memiliki toleransi terhadap frustasi yang tinggi
12. Memiliki tanggung jawab pribadi.26
Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman
klien tentang system keyakinan atau cara berpikirnya sendiri. Ada tiga
tingkatan insight yang perlu dicapai dalam REBT yaitu:
a. Pemahaman (insight) dicapai ketika konseli memahami tentang perilaku
penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang
sebagaian besar sesuai denga keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa
yang diterima (antecedent event) yang lalu dan saat ini.
b. Pemahaman terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami
bahwa apa yang mengganggu konseli pada saat ini adalah karena
berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh
sebelumnya.
47
c. Pemahaman