• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS Ileus Paralitik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS Ileus Paralitik"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI - LAKI USIA 53 TAHUN DENGAN KELUHAN NYERI

PERUT

Disusun Oleh :

Muhammad Dhanni Dzuhrisal H2A009035

Pembimbing : dr. Bondan Prasetyo Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2013

(2)

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : jl. Mangunharjo Tugu, Semarang

No CM : 44.81.55

Tanggal masuk : 9 Mei 2014

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 14.00 WIB di bangsal dahlia 3 RSUD Tugurejo Semarang.

II. Keluhan utama

Nyeri perut

III. Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa terus menerus dikatakan seperti mules dan perut terasa kaku. Awalnya rasa tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya terasa nyeri di seluruh bagian perut. Awalnya perut dikatakan tidak nyaman kemudian lama-kelamaan terasa sakit. Nyeri pada perut tidak membaik dengan makanan ataupun diberikan minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah sejak 4 hari yang lalu.

Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan hanya sekali, keluar cairan. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Riwayat BAB pasien dikatakan baik sebelum 4 hari yang lalu, BAB warna kekuningan teratur tanpa darah dan lendir, namun

(3)

setelahnya dikatakakan sama sekali tidak bisa BAB. Pasien tidak bisa kentut juga sejak 4 hari yang lalu. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu makan dan minum dikatakan berkurang karena keluhan ini.

Saat ini pasien sudah bisa buang angin, nyeri perut berkurang, muntah (-), namun masih mual, dan belum buang air besar.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat sakit yang sama (-), riwayat operasi (-), Riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat sakit jantung (-), riwayat sakit ginjal (-).

Riwayat alergi : Pasien mengaku tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan tertentu

ataupun makanan

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal serupa.

Riwayat pribadi dan sosial :

Pasien seorang buruh. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan ekonomi kurang.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Mei 2014 pukul 14.10 WIB di bangsal dahlia 3 RSUD Tugurejo Semarang.

IV. Pemeriksaan Fisik General

 Tanda vital

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

TD : 130/80 mmHg

(4)

Respirasi : 21x/menit

Suhu aksila : 36,6°C

 Pemeriksaan fisik umum Kepala – Leher

Kepala : Normochepali, deformitas (-), tampak makula hiperpigmentasi pada kedua pipi, batas tegas, tidak tertutup skuama tipis

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor, refleks pupil (+/+)

THT : Rhinorea (-), polip (-), othorea (-) Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks Paru

Inspeksi : bentuk simetris, ukuran normal, pergerakan dinding dada simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi sela iga (-), penggunaan otot bantu nafas (-)

Palpasi : pergerakan dan fremitus raba simetris Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : tak tampak iktus kordis Palpasi : iktus kordis teraba

(5)

Perkusi :- batas kanan jantung : SIC II linea parasternal dekstra

- batas kiri jantung : SIC V linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : kulit tampak normal, distensi (-), luka operasi (-) Auskultasi : bising usus (+) menurun

Perkusi : timpani pada semua lapang abdomen Palpasi : nyeri tekan (+), hepar & lien tidak teraba Extremitas

Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), pembesaran KGB (-/-) Ekstremitas bawah: hangat (+/+), edema (-/-)

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratrorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal Darah rutin : Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit H 14,38 4,35 12,36 39,20 88,70 33,8 H 36,10 267 103/ul 106/ul g/dl % Fl Pg g/dl 103/ul 4,5-13 3,8-5,2 12,8-16,8 35-47 80-100 26-34 32-36 154-442

(6)

Diff count : Eosinofil absolute Basofil absolute Netrofil absolute Limfosit absolute Monosit absolute Eosinofil Basofil Netrofil Limfosit Monosit Kimia klinik: Glukosa sewaktu Ureum Creatinin Kalium Natrium Chlorida L 0,000 0,05 H 12,78 2,11 0,97 L 0,00 0,10 H 85,60 L 10,10 5,50 88 11,8 0,32 4,6 136 105 103/ul 103/ul 103/ul 103/ul 103/ul % % % % % Mg/dl mg/dl mg/dl mmol/L mmol/L mmol/L 0,045-0,44 0-0,2 1,8-8 0,9-5,2 0,16-1 2-4 0-1 50-70 25-50 1-6 < 125 10-50 0,70-1,10 3,5-5,0 135-145 95-105

(7)

X Foto Abdomen AP - Lateral

 Preperitoneal fat line tak jelas

 PSOAS line (+) dan kontur ginjal (+)

 Distribusi udara usus dalam batas normal

 Gambaran lusen (+)

 Fecal material (+)

Kesan : Suspect pneumoperitoneum

2. DIAGNOSIS KERJA

Suspect Ileus paralitik

3. PENATALAKSANAAN

IP.Tx :

- Terapi cairan: infus RL 20 tpm - Puasa

(8)

- NGT dekompresi - Ceftriaxon 2 x 1 g iv - Ketorolac 3x1 ampul - Ranitidine 2x1 ampul - Ondansentron 3x1 ampul - Pasang DC

IP.Mx : Keadaan umum, tanda vital, perbaikan tanda dan gejala, pola makan, hasil pemeriksaan penunjang.

IP.Ex :

Penjelasan mengenai penyakit dan prognosisnya, minum obat teratur, cukup istirahat.

4. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ILEUS PARALITIK Definisi

Ileus merupakan keadaan penderita mengalami gangguan pasase atau jalannya makanan dalam usus.1,4 Ileus paralitik termasuk salah satu kondisi kegawatan akut abdomen. Suatu keadaan akut abdomen yang berupa keadaan usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas. Ileus paralitik atau disebut juga adinamik usus merupakan kondisi dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.2,3 Ileus paralitik terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.

Epidemiologi

Pada bagian penyakit dalam, ileus paralitik lebih sering diakibatkan peritonitis atau sepsis.5 Penyebab yang lain disebutkan sering disebabkan pankreatitis akut.6 Data spesifik angka insiden ileus paralitik masih belum diketahui karena dipertimbangkan sebagai kejadian transien gastrointestinal dengan prognosis yang baik.5 Di Amerika, kejadian ileus akibat pembedahan pasca operasi disebutkan bahkan mencapai 50% pada pasien terutama yang menjalani operasi bedah mayor.6 Sumber lain kejadian ileus pasca operasi pada pembedahan saluran pencernaan berkisar 15-20%, terjadi pada histerektomi (4%), pada kolesistektomi (8,5%), appendektomi (6%), dan rata-rata 9% untuk prosedur lainnya.4

Etiologi

Ileus paralitik ini sering terjadi akibat penyakit lainnya, seperti tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi otot polos. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Ilues paralitik bersifat primer bila tidak terdapat penyebab lain yang berkontribusi dan disebut sekunder bila adanya penyakit lain ikut berkontribusi terjadinya ileus.4

(10)

Gerakan usus merpakan kondisi yang terkoordinasi dengan baik dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan lain-lain. Ileus paralitik biasanya dijumpai pada pasien pasca operasi yang tergantung dari lamanya operasi, beratnya anastesi dan manipulasi yang dilakukan terhadap usus. Keadaan ini biasanya berlangsung antara 24-72 jam sampai ada juga yang menyebutkan sampai 5 hari.4 Pencemaran rongga peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin menimbulkan paralisis usus.

Ileus paralitik dapat disebabkan beberapa hal seperti iritasi peritoneum. Iritasi peritoneum dapat disebabkan melalui peritonitis yang menyebabkan radang pada dinding usus kemudian hilangnya stimulus kontraksi ileus, penyebab lain yang merangsang iritasi peritoneum yaitu adanya kolesistitis akut, appendisitis akut, dan post laparotomi yang lama.2,3 Hal kedua yaitu melalui penyebab ekstra peritoneal seperti trauma abdomen menyebabkan perdarahan intra peritoneal menyebakan ileus paralitik, kemudian trauma ginjal menyebabkan perdarahan retriperitoneal mengganggu persarafan, kolik ureter.2,3 Penyebab yang lain yaitu adanya gangguan elektrolit seperti hipokalemi yang menyebabkan gangguan kontraksi otot polos, syok, uremia, komplikasi dari DM, dan infeksi abdomen seperti peritonitis. Penyebab lain yaitu neurogenik melalui lesi saraf, kerusakan medulla spinalis, pada fraktur vertebra, atau fraktur costa bagian bawah, penyebab lain seperti adanya pemakaian obat-obatan seperti opioid, antihipertensi, narkotika, dan obat lainnya.2,3,5

Kausa Ileus Paralitik :1,2,3,6 1.Neurologik

-Pasca operasi

-Kerusakan medula spinalis -Iritasi persarafan splanknikus -Trauma pada tulang belakang 2.Metabolik

-Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia) -Uremia

-Komplikasi DM -Penyakit sistemik 3.Obat-obatan

(11)

-Narkotik -Antikolinergik -Antihipertensi 4.Infeksi -Urosepsis -Peritonitis

-Infeksi sistemik berat lainnya

Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf simpatis dengan dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin pada otot polos, dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.4,7

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik. Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga menyebabkan perkembangan ileus.7

1. Neurogenik

Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Dalam keadaan terstimulasi, parasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan motilitas usus, sedangkan saraf simpatis melepaskan nordrenalin yang menghambat peristaltik usus.6

(12)

Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa. Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut. Pleksus mienterikus atau Auerbach terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa atau Meissner terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.6

2. Hormonal

Beberapa hormon yang disekresi saat proses pencernaan yaitu seperti gastrin, kolesistokinin, motiline, P substance, dan insulin meningkatkan peristaltik usus, sedangkan hormon vasoaktif intestinal polipeptida, dan glukagon menghambat aktivitas peristaltik usus.6 Kolesistokinin salah satu contohnya, disekresi oleh sel dalam mukosa duodenum dan jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.6

3. Inflamasi

Mediator mediator inflamasi juga menyebabkan terjadinya ileus. Mediator seperti prostaglandin dapat menginhibisi kontraksi otot polos usus.

4. Farmakologi

Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat gerak peristaltik yang diperlukan untuk gerakan propulsi. Opioid dengan efek inhibitor menghambat excitatory neurons yang mempersarafi otot polos usus.4

(13)

Gangguan elektrolit dapat menimbulkan terjadinya ileus. Keadaan yang paling sering yaitu hipokalemia selain juga bisa terjadi pada hipermagnesemia atau hipokalsemia. Hipokalemia dapat akibat diare kronis, atau kelebihan penggunaan diuretic. Ketidakseimbangan elektrolit mempengaruhi transpor kalsium melalui otot polos yang diperlukan untuk kontraksi otot polos.

Perubahan patofisiologi utama pada usus adalah lumen usus secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas. Akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Distensi intestinal yang berat, secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

Manifestasi Klinis

Ileus paralitik ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuskular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal dalam 2-3 hari. Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention). Nyeri abdomen bersifat sedang dapat sampai difus. Keluhan mual dapat terasa. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pasien juga akan mengeluh anorexia, obstipasi sampai keadaan susah flatus.2,3,6

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi

(14)

peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.2,3,6

Diagnosis

Tanda klinis ileus paralitik yaitu distensi, bunyi peristaltis usus kurang atau menghilang, tidak ada nyeri tekan lokal atau strangulasi, nyeri hebat sekali, nyeri tekan kurang jelas.

Perut kembung (distensi), muntah, tidak bisa buang air besar, dapat disertai demam, keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan. kesadaran, auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level. 2,3,6

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.2,3,6

Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.

2. Palpasi

Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup „defence muscular‟ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.

3. Perkusi

Hipertimpani

4. Auskultasi

Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi2,3,6

(15)

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, ureum, glukosa darah. Foto abdomen 3 posisi tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance (gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Pada ileus paralitik tampak gambaran air fluid level yang segaris (line up) berbeda pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance.6,8 Bila dianggap perlu dapat dilakukan pemeriksaan seperti ultrasonografi atau bahkan CT scan.

Dari gambaran radiologis yaitu:

• Terdapat distensi baik pada usus halus maupun usus besar, termasuk lambung dan rektosigmoid

• Air-fluid level pada usus halus dan usus besar muncul hanya jika ileus bertahan sampai 5-7 hari.

• Seluruh rongga usus terisi udara

• Preperitoneal fat menjadi tipis atau kadang menghilang • Membentuk gambaran herring bone (duri ikan)6,8

Tabel Perbedaan Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik6,8

Kriteria Obstrktif Paralitik

Distribusi gas Udara lebih banyak pada

proksimal obstruksi

daripada pada distal

Tidak ada preferensi

khusus gas, distribusi gas mencakup dari lambung sampai seluruh usus

Dilatasi usus Dilatasi lebih proksimal

dari obstruksi

Dilatasi umum seluruh abdomen

Air fluid level Banyak gambaran air

fluid level

Sedikit gambaran air

fluid level

Gambaran lengkungan

usus

“Step Ladder Pattern” seperti gambaran susunan

(16)

anak tangga

Preperitoneal Fat (+) (-)

Diagnosis Banding

Tabel perbandingan diagnosis ileus:

Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah, borborigmi Bising usus Obstruksi simple tinggi ++ (kolik) + +++ Meningkat Obstruksi simple rendah +++ (Kolik) +++ + Lambat Meningkat Obstruksi strangulasi ++++ (terus-menerus, terlokalisir) ++ +++ Tak tentu biasanya meningkat Paralitik + ++++ + Menurun Penanganan Ileus

Penanganan pada ileus paralitik yaitu mencari kausa, hindari komplikasi, penanganan bersifat konservatif, hindari lavement. Penanganan berupa rehidrasi, elektrolit, antibiotik, obat-obat yang memacu spasmodik seperti pilokarpin, asetilkolin, gangren. Tindakan operatif dilakukan bila terjadi perforasi dengan laparotomi, atau bila terjadi iskemik dan gangrene dengan cara reseksi usus kemudia end to end anastomose.2,3

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Tindakan dekompresi abdomen mempunyai beberapa tujuan yaitu:

1. Mengurangi keluhan nyeri atau tidak nyaman pada abdomen 2. Mengurangi kesulitan bernapas

3. Mengurangi perasaan mual dan muntah

(17)

Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga rectal tube). Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif. Metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, cisapride bermanfaat untuk ileus paralitik pasca operasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien ileus paralitik pasca operasi. Bila bisisng usus sudah mulai ada dapat dilakukan feeding test, bila tidak ada retensi, dapat dimulai dengan diet cair kemudian disesuaikan sejalan dengan intoleransi ususnya.2,3,6

1. Konservatif

-Penderita dirawat di rumah sakit. -Penderita dipuasakan

-Cari kausa penyakit

-Kontrol status airway, breathing and circulation. -Dekompresi dengan nasogastric tube.

-Intravenous fluids and electrolyte

-Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin melalui dubur

-Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

-Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob. -Analgesik apabila nyeri.

-Prokinetik: obat –obat seperti dopamine antagonis dan koliergik agonis seperti metaklopromide secara teoritis dapat meningkatkan fungsi pencernaan. Obat seperti cisapride yang merupakan agonis reseptor serotonin juga dapat digunakan walaupun sudah jarang digunakan di Amerika karena efek samping kardiovaskularnya.4

(18)

-Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin -Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

-Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. -Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

-Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

Komplikasi

Komplikasi dari ileus ini yaitu adanya dehidrasi, timbunan makanan, kotoran, distensi, vasa terjepit, iskemik, gangrene sampai nekrosis usus. Pada keadaan vasa terjepit dapat terjadi toksemia, bakteremia sampai sepsis dan syok. Komplikasi lain dapat terjadinya nekrosis usus, gangguan elektrolit, atau bila tidak tertangani dengan baik juga menyebabkan kematian.

Prognosis

Prognosis dari ileus berbeda tergantung dari penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus akibat kondisi operasi perut biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus dengan kematian jaringan usus, operasi menjadi pertimbangan untuk menghilangkan jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik. Prognosis juga membaik bila ileus cepat terdiagnosa dan cepat tertangani.6

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong Wim, Sjamsuhidayat R, Gawat Abdomen. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2004; p182-192.

2. Syam AF, Daldiyono. Nyeri Abdomen Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 303-304.

3. Syam AF, Djumhana A. Ileus Paralitik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 226.

4. Elizabeth AM. Preventing Paralytic Ileus: Can The Anesthesiologist Help. M.E.J. Anesth. 2009; 20(2): p. 159-65.

5. Elizabeth MW, Ari FS, Marcellus S, Chudahman M. Management of Paralytic Ileus. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy. 2003: 4(3): p. 80-88..

6. Nicolas TS, Donna BS, Richard LS et al. Pathogenesis of Paralytic: Ileus Intestinal Manipulation Opens a Transient Pathway Between the Intestinal Lumen and the Leukocytic Infiltrate of the Jejunal Muscularis. Annals of Surgery. 2002; 235: p. 31-40.

7. Bickle IC, Kelly B. Abdominal X Ray Made Easy: Normal Radiographs. Student BMJ; 2002; 10: p. 102-3.

Gambar

Tabel Perbedaan Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik 6,8
Tabel perbandingan diagnosis ileus:

Referensi

Dokumen terkait

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri

Ischialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang merupakan manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus ( Sidharta,1999

Sistem simpatis ini berperan pada fase pengisian yaitu menyebabkan terjadinya: (1) relaksasi otot detrusor karena stimulasi adrenergik βdan (2) kontraksi sfingter interna

Pada peritonitis primer, etiologi terjadinya peritonitis tidak  berasal dari traktus gastrointestinal (infeksi yang nantinya terjadi tidak  berhubungan langsung dengan

Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di dalam tubuh terjadi aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin-aldosteron, serta penglepasan arginin

Alamat email : J500170079@student.ums.ac.id ABSTRAK Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik merupakan gangguan patensi lumen usus akibat hambatan mekanis pada bagian

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight reaksi fisik tubuh terhadap

Temuan pemeriksaan fisik sirosis hepatis Status generalis Temuan pemeriksaan fisik Umum Atrofi otot Sistem saraf pusat Tremor, mengantuk, kebingungan Kepala Fetor hepaticus: bau