LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
PERITONITIS AKUT GENERALISATA
PERITONITIS AKUT GENERALISATA
Disusun oleh: Disusun oleh: Ian Huang Ian Huang 1712008009817120080098 Pembimbing: Pembimbing: dr. Edwin M Kamil, SpB dr. Edwin M Kamil, SpB
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 16 SEPTEMBER 2013 – 22 NOVEMBER 2013 PERIODE 16 SEPTEMBER 2013 – 22 NOVEMBER 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTARDAFTAR ISI...ISI...2...2
BAB
BAB 1 1 PENDAHULUAN...PENDAHULUAN... ...3...3
BAB 2 LAPORAN KASUS...
BAB 2 LAPORAN KASUS...44
2.1
2.1 IDENIDENTITATITAS S PASPASIEN.IEN...4...4 2.2
2.2 ANAANAMNESMNESIS...IS...4...4 2.3
2.3 PEMPEMERIKERIKSAAN SAAN FISFISIK..IK...6...6 2.4
2.4 PEMPEMERIKERIKSAAN SAAN PENUPENUNJANNJANG...G...8...8 2.5
2.5 RESURESUME..ME...10...10 2.6
2.6 DIADIAGNOGNOSIS.SIS...11...11 2.7
2.7 PENPENATALATALAKSAKSANAAANAAN...N...11...11 2.8
2.8 FOLFOLLOW LOW UP..UP...13...13 2.9
2.9 PROPROGNOSGNOSIS..IS...17...17
BAB 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA..TINJAUAN PUSTAKA...18...18
2.1
2.1 DEFDEFINISINISI I & & KLASKLASIFIKIFIKASIASI...18...18 2.2
2.2 ANAANATOMTOMI I & & FISFISIOLOIOLOGI GI PERPERITONITONEUM.EUM...18...18 2.3
2.3 EPIDEPIDEMIOEMIOLOGLOGI...I...24...24 2.4
2.4 ETIOETIOLOGILOGI, , PATPATOFIOFISIOLSIOLOGI OGI & & MANMANIFESIFESTASTASI I KLINKLINIS....IS...25...25 2.5
2.5 DIADIAGNOGNOSIS.SIS...26...26 2.6
2.6 TATATATALAKSLAKSANA.ANA...28...28 2.7 PROGNOSIS...30 2.7 PROGNOSIS...30
BAB
BAB 4 4 DISKUSI...DISKUSI...3232
DAFTAR
DAFTAR PUSTAKA...PUSTAKA...35...35
2 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTARDAFTAR ISI...ISI...2...2
BAB
BAB 1 1 PENDAHULUAN...PENDAHULUAN... ...3...3
BAB 2 LAPORAN KASUS...
BAB 2 LAPORAN KASUS...44
2.1
2.1 IDENIDENTITATITAS S PASPASIEN.IEN...4...4 2.2
2.2 ANAANAMNESMNESIS...IS...4...4 2.3
2.3 PEMPEMERIKERIKSAAN SAAN FISFISIK..IK...6...6 2.4
2.4 PEMPEMERIKERIKSAAN SAAN PENUPENUNJANNJANG...G...8...8 2.5
2.5 RESURESUME..ME...10...10 2.6
2.6 DIADIAGNOGNOSIS.SIS...11...11 2.7
2.7 PENPENATALATALAKSAKSANAAANAAN...N...11...11 2.8
2.8 FOLFOLLOW LOW UP..UP...13...13 2.9
2.9 PROPROGNOSGNOSIS..IS...17...17
BAB 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA..TINJAUAN PUSTAKA...18...18
2.1
2.1 DEFDEFINISINISI I & & KLASKLASIFIKIFIKASIASI...18...18 2.2
2.2 ANAANATOMTOMI I & & FISFISIOLOIOLOGI GI PERPERITONITONEUM.EUM...18...18 2.3
2.3 EPIDEPIDEMIOEMIOLOGLOGI...I...24...24 2.4
2.4 ETIOETIOLOGILOGI, , PATPATOFIOFISIOLSIOLOGI OGI & & MANMANIFESIFESTASTASI I KLINKLINIS....IS...25...25 2.5
2.5 DIADIAGNOGNOSIS.SIS...26...26 2.6
2.6 TATATATALAKSLAKSANA.ANA...28...28 2.7 PROGNOSIS...30 2.7 PROGNOSIS...30
BAB
BAB 4 4 DISKUSI...DISKUSI...3232
DAFTAR
DAFTAR PUSTAKA...PUSTAKA...35...35
2 2
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Peritonitis merupakan suatu kejadian mengancam nyawa yang umumnya disertai Peritonitis merupakan suatu kejadian mengancam nyawa yang umumnya disertai ada
adanyanya bacteremiabacteremia dan sindrom sepsis. dan sindrom sepsis.11 Peritonitis sendiri didefinisikan sebagai Peritonitis sendiri didefinisikan sebagai
ada
adanya nya perperadaadangangan n padpada a perperitoitoneuneum m baibaik k loklokal al ataatau u difdifus us (ge(generaneralisalisata) ta) dardarii lokasinya, akut atau kronik dari
lokasinya, akut atau kronik dari natural historynatural history, da, dann infectiousinfectious atau aseptik dariatau aseptik dari patogenesisnya.
patogenesisnya. Peritonitis Peritonitis akut akut umumnya umumnya bersifatbersifat infeinfectioctiousus dan berhubungandan berhubungan deng
dengan an perfoperforasi rasi holovholoviskus iskus (diseb(disebut ut sebagasebagai i peritoperitonitis sekunder)nitis sekunder)..1,21,2 tiologitiologi
umum dari peritonitis sekunder, antara lain appendisitis perforasi, perforasi ulkus umum dari peritonitis sekunder, antara lain appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum (gaster
peptikum (gaster atau atau duodenum), perforasi duodenum), perforasi colon (sigmoid) colon (sigmoid) karena diverticulkarena diverticulitis,itis, volvulus, kanker, dan strangulasi.
volvulus, kanker, dan strangulasi.22
!ingkat mortalitas dari peritonitis yang terasosiasi dengan perforasi ulkus, !ingkat mortalitas dari peritonitis yang terasosiasi dengan perforasi ulkus, appendiks, dan diverticulum dibawah 1"# pada pasien tanpa riwayat penyakit appendiks, dan diverticulum dibawah 1"# pada pasien tanpa riwayat penyakit penyerta, namun
penyerta, namun tingkat mortalitas tingkat mortalitas sampai sampai $"# dilaporkan $"# dilaporkan pada pasiepada pasien geriatrn geriatrik,ik, pasien
pasien dengan dengan riwayat riwayat penyakit penyakit penyerta, penyerta, dan dan apabila apabila peritonitis peritonitis sudahsudah berlangsung lebih
berlangsung lebih dari $% dari $% jam.jam.11&leh karena itu, sebagai calon dokter umum yang&leh karena itu, sebagai calon dokter umum yang
ak
akan an beberjrjagaga a di di ''nnit it aawawat t aarururarat t sesebubuah ah rurumamah h sasakikit, t, haharurus s dadappatat mendiagnosis dan memberikan penanganan awal yang tepat pada peritonitis akut mendiagnosis dan memberikan penanganan awal yang tepat pada peritonitis akut agar resiko terjadinya mortalitas dapat dihindari.
agar resiko terjadinya mortalitas dapat dihindari.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pria berusia $" tahun yang Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pria berusia $" tahun yang da
datantang g dedengngan an kokondndisi isi klklininis is peperiritotoninititis s gegeneneraralislisata ata akakut ut dedengngan an riwriwayayatat dyspepsia kronis dan hernia skrotalis.
dyspepsia kronis dan hernia skrotalis.
3 3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1
IDENTITAS PASIEN
*ama + !n.
*omor .-. + " 2/ 00
enis kelamin + Pria
!empat, tanggal lahir + akarta, 3"43154
'mur + $" tahun
6tatus 7awin + enikah
8gama + 9slam
Pekerjaan + :iraswasta (Pemilik sebuah toko yang
menjual bahan makanan)
8lamat + ;ambu <arangan
!anggal dan jam -6+ 1131"32"1, pk 1%."
!anggal Periksa + 1131"32"1, pk 1%."
2.2
ANAMNESIS
(Autoanamnesis pada tanggal 11 Oktober 2013)
o Keluhan Utama+
*yeri perut hebat mendadak di seluruh bagian perut sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
o Riwaat Pena!it Se!a"an#+
Pasien datang ke ' -6 arinir =ilandak dengan keluhan nyeri hebat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. *yeri tersebut dirasakan muncul
mendadak, seperti ditusuk>tusuk, terus>menerus, dirasakan awalnya hanya di ulu hati kemudian menjadi seluruh bagian perut, dan semakin lama> semakin nyeri, skor nyeri 431", apabila pasien batuk, berdiri, atau berjalan, nyerinya bertambah. 6etelah merasakan nyeri, pasien merasa mual namun
tidak muntah. ;uang angin terakhir 2 jam yang lalu (pukul 1/."") dan buang air besar jam yang lalu (pukul 1.""). ;uang air besar konsistensi
lunak dan berwarna coklat, normal seperti biasanya. ;uang air kecil tidak nyeri, warna urin kuning, dan volum normal seperti biasa. Pasien terakhir makan 2 jam yang lalu dan pada saat itu belum merasakan adanya nyeri, penurunan nafsu makan, dan keluhan apapun. Pasien merasa meriang dan panas ketika sudah hampir sampai di rumah sakit. Pasien belum minum obat apapun dan langsung dibawa oleh keluarga menuju ' -umah 6akit arinir =ilandak.
Pasien memiliki riwayat penyakit maag sejak tahun yang lalu. Pasien sering mengkonsumsi obat maag yang dijual di apotek secara bebas apabila maagnya kambuh. 8walnya pasien pikir sakit yang dirasakannya adalah penyakit maagnya, namun sakit bertambah parah sehingga pasien sadar bahwa ini bukan sakit maag yang biasa dialaminya. Pasien menderita ?turun berok@ sejak / bulan yang lalu dan diobati secara pengobatan alternatif (dipijit). ;enjolan terasa berada di kantung Aakar
nya, sebelumnya dapat hilang timbul (naik turun), namun baru 1 minggu belakangan ini pasien sadar bahwa ?turun beroknya@ tidak dapat naik turun
lagi. Pasien menyangkal adanya benturan terhadap perutnya.
o Riwaat Pena!it Dahulu$
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, maupun penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi, dan asma.
o Riwaat Pena!it Kelua"#a$
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa seperti pasien. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit kencing manis, tekanan darah tinggi maupun sakit jantung.
o Riwaat Ke%ia&aan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dan menggunakan narkoba.
o Riwayat Sosial Ekonomi :
Keadaan sosial ekonomi pasien menengah, pasien dan istrinya adalah seorang pemilik sebuah toko kecil yang menjual bahan makanan di kawasan Jakarta Selatan.
2.'
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Bisik dilakukan di ' pada tanggal 11 &ktober 2"1.
o 6tatus eneralis
• 7eadaan 'mum + 6akit sedang
• 7esadaran + =ompos mentis
• !anda>!anda Cital+ • Tekanan darah : 120/70 mmHg • Pernafasan : 18 kali/menit • Nadi : 72 kali/menit • Suhu : 37,5oC 6
7
Kepala Normosefali tanpa tanda trauma
Mata Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
-/-Pupil bulat isokor, diameter 3 mm / 3 mm
Refleks cahaya langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+
Visus OD/OS: tidak ada kelainan
Telinga Bentuk normal, tidak ada luka, perdarahan, ataupun cairan Hidung Septum nasi tidak deviasi, tidak ada perdarahan aktif, sekret tidak
ada.
Mulut Tidak ada ulkus, gigi-geligi baik, mukosa lembab.
Thorax Dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri,
retraksi atau penggunaan otot pernapasan tambahan (-)
Jantung Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di interkostal V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan pada linea parasternal interkostal III dekstra, batas jantung kiri pada 2 cm medial dari linea
midklavikula interkosta V sinistra, batas atas jantung pada linea parasternal interkosta III sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Vokal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi : Bunyi perkusi sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing
-/-Abdomen Inspeksi : dinding abdomen datar seperti papan dan tidak banyak bergerak ketika inspirasi-ekspirasi , tidak tampak darm contour
atau darm steifung.
Auskultasi : bising usus menurun
Palpasi : defense muscular (+), nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+), nyeri lepas seluruh lapang abdomen (+), Point of
maximal tenderness ditemukan pada regio abdomen kuadran kanan bawah (Macburney’s Point), hepar tidak teraba, limpa tidak
2.(
PEMERIKSAAN PENUN)AN*
<aboratorium + (1131"32"1 pk 15."")
TES HASIL UNIT NILAI NORMAL
Darah Rutin Hemoglobin 14,9 g/dL 12 – 16 Hematokrit 45 % 3 – 54 Leukosit 13.300 /!L 5"### – 1#"### $romboit 323"### /!L 15#"### – 4##"### &$ 5 menit 2 – 6 '$ 3 menit 1 – 3 (lukoa )e*aktu 1+9 mg/dL 2## )(-$ 25 u/l 35 )(.$ 43 u/l 35 reum Darah 19 mg% 2# – 5# 0reatinin Darah #,4+ mg/dL #,+ – 1,1 Pemeriksaan 7 8
9nterpretasi + 6inus ritme, aritmia (>), segmen 6! normal *am%a" 1. Ha&il EK*
2.+
RESUME
Pasien !n. berusia $" tahun, datang ke ' -6 arinir =ilandak dengan keluhan nyeri perut hebat di seluruh perutnya sejak 1 jam 6-6, awalnya hanya dirasakan di ulu hati saja namun tidak lama kemudian dirasakan di seluruh perutnya, nyeri perut dirasakan seperti ditusuk>tusuk, terus menerus, semakin lama semakin nyeri, skala nyeri 431", dan nyeri semakin bertambah parah apabia pasien berjalan, batuk atau mengedan, berdiri atau berjalan. ual muncul setelah dirasakan muncul nyeri dan pasien tidak muntah. Pasien merasa badannya meriang dan demam ketika dibawa menuju rumah sakit. ;8; dan ;87 pasien normal. Pasien memiliki riwayat maag kronis sejak tahun yang lalu dan ?turun berok@ sejak / bulan yang lalu yang dalam 1 minggu belakangan tidak dapat ? naik turun@ seperti biasanya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, penyakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi, asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit berat , kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 18x/menit, nadi 72x/menit, dan suhu 37,5oC. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan perut datar dengan hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-ekspirasi, bising usus menurun, nyeri tekan dan nyeri lepas positif pada seluruh lapang abdomen, dan defense muscular positif. Pemeriksaan genitalia ditemukan benjolan pada skrotum sinistra tanpa tanda-tanda peradangan, dapat dimasukan ke rongga abdomen, konsistensi lunak, invagination dan occlusion test positif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis yakni 13.300/ µ L.
2.,
DIA*NOSIS
Dia#n-&i& Ke"a
Peritonitis akut generalisata ec suspek appendicitis perforasi
Dernia skrotalis sinistra reponibilis Dia#n-&i& Ban/in#
Peritonitis generalisata ec suspek perforasi ulkus peptikum
2.0
PENATALAKSANAAN
'mum +
=airan + 9nfus -< 2""" ml 3 2$ jam (" tetes per menit)
edikamentosa + > =eftriaEone 1E2 gram (9C)
> etronidaAole E"" mg (9C)
> 7etorolac E " mg (9C)
> -aniditine 2 E " mg (9C)
Puasa makan dan minum untuk persiapan operasi cito laparotomi
7husus +
Pasien direncanakan dilakukan laparatomi pada pk 21."" (dilakukan pada 11 &ktober 2"1 pk 22." F "2."" ) +
1. Penderita posisi terlentang, dilakukan desinfeksi seluruh abdomen dan dada bagian bawah, kemudian dipersempit dengan doek steril
2. 9nsisi mediana pada linea alba sampai rongga abdomen terbuka (sampai peritoneum terbuka)
. Pus sekitar 2"" cc keluar, dilakukan eksplorasi, perlengketan G G, omentum dibebaskan secara tajam dan tumpul
$. 8ppendiE ditemukan retrocaecal dengan panjang sekitar cm, diameter 2 cm, hiperemis G, perforasi G
. ilakukan appendectomy
/. encuci seluruh abdomen dengan *a=l 4. emasang drain
%. <uka operasi dijahit lapis demi lapis
5. kemudian dilanjutkan dengan operasi hernioraphy dengan mesh 1". &perasi selesai
9nstruksi Post>&perasi+
o Pasien dipuasakan hingga flatus G
o 9CB -inger <aktat " tpm (drip !ramadol 1""mg dalam
kolf pertama)
o =eftriaEone 1E2gr 9C (drip dalam *a=l 1""cc) o etronidaAole E "" mg 9C
o 7etorolac E" mg 9C
o 8sam !raneksamat E"" mg 9C o &ndansetron E% mg 9C
o -anitidin 2E" mg 9C
*am%a" 2. Aen/i!& /an -mentum an# telah /ian#!at
2.
FOLLO3 UP
12 Oktober 2013
S : Pasien mengeluhkan kembung, nyeri pada luka bekas operasi, flatus (-), mual muntah (-)
O : KU : sakit sedang, Kes : CM
TD: 120/80 mmHg T : 36,5HC N : 88x/menit RR: 18x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring tenang, tonsil T1/T1
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen midline terdapat luka operasi ± 25 cm, datar, supel, defense muscular (-), BU (-), pus (-), rembesan darah (-), nyeri tekan (+), terpasang drain dengan produksi 1 cc3 2$ jam
A : Post laparatomi + hernioraphy hari I
P : Dipasang nasogastric tube untuk dekompresi IVFD RL:D5 1:1 2000 ml/24 jam
=eftriaEone 1E2gr 9C (drip dalam *a=l 1""cc) etronidaAole E "" mg 9C
7etorolac E" mg 9C
8sam !raneksamat E"" mg 9C &ndansetron E% mg 9C
-anitidin 2E" mg 9C Cit 7 E1 9C
13 Oktober 2013
S : Kembung berkurang, nyeri pada luka bekas operasi, flatus (+) O : KU : sakit sedang, Kes : CM
TD: 110/80 mmHg T : 36,7HC N : 86x/menit RR: 18x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring tenang, tonsil T1/T1, NGT (+)
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen midline terdapat luka operasi ± 25 cm, datar, supel, defense muscular (-), BU (+), pus (-), rembesan darah (-), nyeri tekan (+), terpasang drain dengan produksi cc3 2$ jam
A : Post laparatomi + hernioraphy hari II P : IVFD RL:D5 1:1 2000 ml/24 jam
=eftriaEone 1E2gr 9C (drip dalam *a=l 1""cc) etronidaAole E "" mg 9C
7etorolac E" mg 9C
8sam !raneksamat E"" mg 9C &ndansetron E% mg 9C
-anitidin 2E" mg 9C Cit 7 E1 9C
14 Oktober 2013
S : Nyeri pada luka bekas operasi berkurang, kembung (-), flatus (+), BAB (-)
O : KU : sakit sedang, Kes : CM
TD: 120/80 mmHg T : 36,5HC N : 76x/menit RR: 18x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring tenang, tonsil T1/T1, NGT (+)
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen midline terdapat luka operasi ± 25 cm, datar, supel, defense muscular (-), BU (+), pus (-), rembesan darah (-), nyeri tekan (+),terpasang drain dengan produksi cc3 2$ jam
A : Post laparatomi + hernioraphy hari III P : Aff NGT, diet lunak
IVFD RL:D5 1:1 2000 ml/24 jam
=eftriaEone 1E2gr 9C (drip dalam *a=l 1""cc) etronidaAole E "" mg 9C 7etorolac E" mg 9C &ndansetron E% mg 9C -anitidin 2E" mg 9C Cit 7 E1 9C 15 Oktober 2013
S : Nyeri pada luka bekas operasi berkurang, flatus (+), BAB (+), sudah bisa duduk dan bergerak, makan/minum (+)
O : KU : sakit sedang, Kes : CM
TD: 120/70 mmHg T : 36,5HC N : 79x/menit RR: 20x/menit
Status generalis:
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring tenang, tonsil T1/T1
Leher : KGB normal
Thorax : Jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru SN vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
Status Lokalis :
Pada regio abdomen midline terdapat luka operasi ± 25 cm, datar, supel, defense muscular (-), BU (+), pus (-), rembesan darah (-), nyeri tekan (+),terpasang drain dengan produksi " cc3 2$ jam
A : Post laparatomi + hernioraphy hari IV
P : pasien diganti verban, aff drain, boleh rawat jalan. Obat pulang: Cefixime 2x200 mg Ketesse 2x 25 mg Ranitidine 2x150 mg Neurodex 1x1
2.4
PRO*NOSIS
ad vitam + bonam ad fungsionam + bonam ad sanationam + bonam 15BAB '
TIN)AUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI 5 KLASIFIKASI
Peritonitis sendiri didefinisikan sebagai adanya peradangan pada peritoneum baik lokal atau difus (generalisata) dari lokasinya, akut atau kronik dari natural history, dan infectious atau aseptik dari patogenesisnya.1 Peritonitis umumnya dikategorikan menjadi primary peritonitis (primer), secondary peritonitis (sekunder) , dan tertiary peritonitis (tersier).1,2,3 Peritonitis primer merupakan
peradangan pada peritoneum yang penyebabnya berasal dari ekstraperitoneal dan umumnya dari hematogenous dissemination.4 Peritonitis sekunder adalah
peritonitis akibat hilangnya integritas dari traktus gastrointestinal yang umumnya disebabkan perforasi traktus gastrointestinal karena organ intra-abdomen yang terinfeksi.3,4 Adanya peritonitis persisten atau rekuren setelah penanganan yang
adekuat terhadap peritonitis primer atau sekunder dinamakan dengan istilah peritonitis tersier.4
Pembahasan mengenai peritonitis seringkali tidak terlepas dari istilah yang disebut sebagai intra-abdominal infections (IAI) dan abdominal sepsis.4
Intra-abdominal infections dibagi menjadi dua bagian besar, antara lain uncomplicated IAI yang didefinisikan sebagai proses infeksi hanya mengenai organ tunggal
(organ viscera) dan complicated IAI yang adalah proses infeksi yang lebih lanjut, tidak hanya melibatkan organ tunggal tersebut dan menyebabkan peradangan peritoneum lokal maupun difus,3 sedangkan abdominal sepsis didefinisikan
sebagai manifestasi sistemik (tanda sepsis) akibat dari peradangan peritonitis yang berat.4
2.2
ANATOMI 5 FISIOLO*I PERITONEUM
2.2.1 Anatomi Peritoneum
Peritoneum merupakan membran serosa transparan yang terbesar di dalam tubuh manusia dan terdiri dari 2 lapisan yang berkesinambungan, antara lain peritoneum 16
parietal yang melapisi bagian internal dari dinding abdominopelvis dan peritoneum visceral yang melapisi organ-organ abdomen.5,6 Hubungan peritoneum
dan organ-organ dalam kavitas intra abdomen dikelompokkan menjadi, antara lain organ intraperitoneal yang terlapisi seluruhnya dengan peritoneum, dan retroperitoneal (duodenum, kolon asendens, colon desendens, dan rectum) yang tidak terlapisi maupun terlapisi hanya sebagian peritonum. Peritoneum visceral yang membungkus atau menunjang organ-organ bersama-sama dengan jaringan ikat disekitarnya dalam kavitas peritoneum, dikenal dengan istilah ligamen peritoneum, omentum atau mesenterium.6 Mesenterium merupakan dua lapis
peritoneum yang terjadi akibat invaginasi peritoneum karena suatu organ dan berfungsi melekatkan organ tersebut dengan dinding posterior abdomen (mesenterium dari usus halus dan transverse mesokolon).5,6 Ligamen peritoneum
terdiri dari dua lapis peritoneum yang menghubungkan organ satu dengan lainnya atau dengan dinding abdomen ( falciform ligament yang menghubungkan liver dengan dinding abdomen anterior).5 Berbeda dengan ligamen peritoneum dan
mesenterium, greater omentum terdiri dari 4 lapisan peritoneum (karena peritoneum melipat sehingga terdiri dari 4 lapisan) dengan sejumlah jaringan adiposa dan terdiri dari 3 bagian, antara lain gastrophrenic ligament, gastrosplenic ligament, dan gastrocolic ligament , sedangkan lesser omentum terdiri dari hepatogastric dan hepatoduodenal ligament .5,6
Gambar 3. Potongan sagittal dari abdomen yang memperlihatkan peritoneum parietal dan visceral
Gambar dikutip dari: Standring S. Chapter 64. Peritoneum and Peritoneal Cavity. In: Standring S. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 40th Edition. Churchill
Livingstone El Sevier. 2008.
Gambar 4. Ligamen peritoneum dan omentum
Gambar dikutip dari: Moore KL, Agur AMR. Chapter 2. Abdomen. In: Moore KL, Agur AMR. Essential Clinical Anatomy. 3rd Edition. Lippincott & Williams Wilkins. 2007. p. 118-204
Peritoneum parietal dipersarafi dari cabang saraf somatis eferen dan aferen yang mempersarafi otot-otot dan kulit dari dinding abdomen,6 sedangkan
peritoneum visceral dipersarafi dari cabang saraf visceral aferen yang juga memberikan suplai saraf otonom pada organ visceral tersebut (Gambar 5).7
Adanya persarafan yang berbeda ini mengakibatkan perbedaan respon sensasi apabila terjadi kondisi patologis yang menstimulasi peritoneum visceral atau parietal. Nyeri yang terlokalisir terjadi akibat stimulus mekanik, termal, atau kimiawi pada reseptor nyeri (nociceptor ) di peritoneum parietal. Sensasi nyeri umumnya terjadi di satu atau dua level dermatom pada setiap lokasi peritoneum parietal yang terstimulasi. Saraf somatis tersebut selain menghantarkan sensasi
nyeri terlokalisir, juga menghantarkan refleks kontraksi otot apabila terjadi iritasi dari parietal peritoneum. Refleks inilah yang menyebabkan localized hypercontractility (muscle guarding) dan perut papan (rigidity of abdominal wall).6 Di sisi lain, iritasi dari peritoneum visceral tidak memberikan sensasi nyeri
dan refleks otot yang serupa seperti pada iritasi peritoneum parietal. Ketika saraf visceral peritoneum visceral terstimulasi sensasi nyeri akan dialihkan ke salah satu daerah dari tiga lokasi, antara lain lokasi epigastrium (struktur foregut), periumbilikal (struktur midgut), dan suprapubik (struktur hindgut).6,7
Gambar 5. Jalur medulla spinalis untuk sensasi visceral
Gambar dikutip dari: Neurobiology of Visceral Pain. International Association for the Study of Pain 2012. Accessed in: http://www.iasp-pain.org/AM/Template.cfm?
Section=Fact_Sheets5&Template=/CM/ContentDisplay.cfm&ContentID=16194
2.2.2 Mekanisme pertahanan peritoneum
Peritoneum terdiri dari selapis sel-sel mesothelium yang berdiri dibawah membran basalis, dan sekumpulan jaringan ikat yang dibentuk dari sel adiposa, makrofag, fibroblast, limfosit, dan jaringan ikat elastik kollagen.4 Total luas
permukaan peritoneum sekitar 1,7 m2. Dalam kondisi normal, peritoneum sifatnya
steril dan berisi sekitar 50 mL cairan kekuningan yang berisikan makrofag, sel mesotelium, dan limfosit. Membran peritoneum memiliki sifat difusi semipermeabel untuk air dan zat-zat terlarut tertentu sehingga terjadi difusi secara terus-menerus dari cairan peritoneum dengan cairan interselullar. Tidak seperti cairan dan zat-zat terlarut lainnya, partikel yang lebih besar dieliminasi lewat orifisum yang dibentuk oleh sel-sel mesotelium terspesialisasi yang terletak di permukaan subdiafragma dalam rongga peritoneum menuju sirkulasi limfatik.4
Eliminasi ini difasilitasi oleh pergerakan diafragman dan tekanan thorako-abdominal. Proses eliminasi ini merupakan salah mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga peritoneum tetap steril.
Mekanisme pertahanan peritoneum lainnya adalah adanya makrofag pada rongga peritoneum.4 Pada fase inisial hanya makrofag yang berperan terjadinya inflamasi, namun adanya rangsangan sitokin akan memanggil neutrophil dalam 2-4 jam dan sel-sel PMN (Polymorphonuclear ) tersebut akan mendominasi dalam 48-72 jam pertama. Sel-sel PMN akan mengeluarkan sitokin, antara lain interleukin (IL)-1, IL-6, TNF (tumor necrosis factor ), leukotriene, platelet activating factor , C3A, dan C5A yang akan membentuk terjadinya inflamasi lokal pada daerah tersebut. Reaksi peradangan ini mengakibatkan pembentukan fibrinogen pada fokus septik dan benang-benang fibrin membentuk sebuah mesh yang secara temporer menurunkan dan menge-blok reabsorpsi cairan dari rongga peritoneum serta menjerat bakteri dalam sebuah “perangkap”.4 Mekanisme pertahanan inilah yang menyebabkan pembentukan sebuah abses. Selain itu, omentum juga bermigrasi pada daerah peradangan untuk memfasilitasi pembentukan abses lebih lanjut. Daerah yang paling umum adalah daerah subphrenic.
Kedua mekanisme pertahanan ini (eliminasi mekanik dan pembentukan eksudat) memiliki efek paradoks.4 Eliminasi mekanik pada mekanisme pertahanan
yang pertama sebenarnya menyebabkan bakteremia, dan apabila masif dapat mengakibatkan shok septik dan berakhir dengan kematian. Pembentukan eksudat dan reaksi peradangan yang kaya akan sel fagositik dan opsonin dapat menyebabkan migrasi cairan dan protein pada “rongga ketiga”, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya hipovolemia dan shok karena albumin berpindah pada rongga abdomen.
2.3
EPIDEMIOLOGI
Data mengenai tingkat insidensi peritonitis sangat terbatas,2 namun yang pasti
diketahui adalah diantara seluruh jenis peritonitis, peritonitis sekunder merupakan peritonitis yang paling sering ditemukan dalam praktik klinik.2,3 Hampir 80%
kasus peritonitis disebabkan oleh nekrosis dari traktus gastrointestinal.4 Penyebab umum dari peritonitis sekunder, antara lain appendicitis perforasi, perforasi ulkus peptikum (gaster atau duodenum), perforasi kolon karena diverticulitis, volvulus, atau keganasan, dan strangulasi dari usus halus.2 Terdapat perbedaan etiologi peritonitis sekunder pada negara berkembang (berpendapatan rendah) dengan negara maju. Pada negara berpendapatan rendah, etiologi peritonitis sekunder yang paling umum, antara lain appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, dan perforasi tifoid.9 Sedangkan, di negara-negara barat appendisitis perforasi
tetap merupakan penyebab utama peritonitis sekunder, diikuti dengan perforasi kolon akibat divertikulitis.10 Tingkat insidensi peritonitis pascaoperatif bervariasi
antara 1%-20% pada pasien yang menjalani laparatomi.
Pada era pre-antibiotik peritonitis primer mencakup sekitar 10% dari seluruh akut abdomen, namun dewasa ini hanya mencakup kurang dari 1-2%.8
Penurunan yang bermakna diduga dikarenakan penemuan dari antibiotik. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) ditemukan terutama pada pasien sirosis hepatis Pugh class C (Pasien yang mengalami SBP, 70% merupakan
Pugh class C).2 Peritonitis tersier ditemukan umumnya pada pasien immunocompromised .
2.(
ETIOLO*I6 PATOFISIOLO*I 5 MANIFESTASI KLINIS
Sesuai dengan definisinya, peritonitis secara prinsip merupakan peradangan yang terjadi pada peritoneum akibat adanya kerusakan pada peritoneum. Peritonitis primer dan sekunder secara prinsip memiliki etiologi yang berbeda dalam patogenesisnya. Pada peritonitis primer, etiologi terjadinya peritonitis tidak berasal dari traktus gastrointestinal (infeksi yang nantinya terjadi tidak berhubungan langsung dengan gangguan organ gastrointestinal),3,8 sedangkan pada sekunder ditemukan adanya kerusakan integritas traktus (perforasi) tersebut baik akibat strangulasi maupun akibat infeksi.3
Pada peritonitis sekunder terjadi kontaminasi rongga peritoneum yang steril terhadap mikroorganisme yang berasal dari traktus gastrointestinal.8 Dalam
keadaan fisiologis tidak ada hubungan langsung antara lumen gastrointestinal dengan rongga peritoneum, namun apabila terjadi kerusakan integritas dari traktus gastrointestinal hubungan tersebut tercipta. Kerusakan integritas dari traktus gastrointestinal terjadi pada beberapa kondisi, seperti appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum (gaster atau duodenum), perforasi colon (sigmoid) karena diverticulitis, sampai volvulus, kanker, dan strangulasi (hernia inguinalis, femoralis, atau obturator).2Akibat kontaminasi tersebut, flora normal usus seperti
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (serta bakteri gram negatif dan anaerobik lainnya) masuk dalam rongga peritoneum. Infeksi pada peritonitis sekunder secara tipikal bersifat polimikrobial (gram negatif aerob dan anaerob). Adanya invasi dari bakteri-bakteri tersebut menyebabkan reaksi peradangan seperti yang mengaktifkan seluruh mekanisme pertahanan peritoneum (dari eliminasi mekanik sampai pembentukan eksudat). Eliminasi mekanik menjadi salah satu jalur utama bagi bakteri-bakteri masuk dalam pembuluh darah (bakteremia) yang pada akhirnya dapat berlanjut menjadi sepsis, sepsis berat, syok
sepsis, dan MODS ( Multiple Organ Dysfunction Syndrome). Reaksi peradangan lokal menyebabkan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah kapiler sehingga terjadi perpindahan cairan ke “rongga ketiga” yang dapat berlanjut menjadi hipovolemia. Reaksi peradangan tersebut dapat berlanjut menjadi SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome), dimana dapat ditemukan dua tanda berikut, antara lain suhu >38° C atau <36° C, nadi >90 kali/menit, laju nafas >20 kali/menit, or PaCO2 <32 mmHg, WBC >12,000 sel/mm3 or <4000 sel/mm3, or <10% imatur (neutrofil batang). Proses inflamasi akut dalam rongga abdomen mengakibatkan terjadinya aktivasi saraf simpatis dan supresi dari peristalsis (ileus). Absorbsi cairan dalam usus akan terganggu sehingga cairan tidak hanya terdapat pada rongga peritoneum, tetapi juga dalam lumen usus. Selain itu, ileus paralitik menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak terkontrol.
Manifestasi klinis dibagi berdasarkan manifestasi lokal dan sistemik sesuai patofisiologi terjadinya peritonitis.11 Pada manifestasi lokal ditemukan adanya
nyeri perut hebat, nyeri tekan seluruh lapang abdomen (pada peritonitis umum), rebound tenderness, adanya muscle guarding atau rigidity (perut papan), dan manifestasi klinis akibat ileus paralitik (distensi abdomen, penurunan bising usus), sedangkan pada tanda klinis sistemik dapat ditemukan adanya demam, takikardia, takipnea, dehidrasi, oliguria, disorientasi, dan syok (manifestasi SIRS).
2.+
DIA*NOSIS
Peritonitis merupakan sebuah diagnosis klinis, berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.2,4 Gejala utama pada seluruh kasus peritonitis adalah nyeri
perut yang hebat, tajam, dirasakan terus-menerus, dan diperparah dengan adanya pergerakan.4 Mayoritas pasien cenderung diam terlentang di tempat tidur dengan sedikit menekuk lutut untuk mengurangi nyeri perut (karena maneuver tersebut mengurangi tekanan pada dinding abdomen). Adanya anoreksia, mual, dan muntah seringkali pula ditemukan, namun bervariasi tergantung etiologi dari peritonitis. Anamnesis harus pula mencari kemungkinan sumber etiologi dari peritonitis sekunder sehingga harus ditanyakan mengenai riwayat penyakit
sekarang (riwayat dyspepsia kronis mengarahkan ke perforasi ulkus peptikum, riwayat inflammatory bowel disease atau divertikulum mengarahkan perforasi kolon karena divertikulitis, riwayat demam lebih dari 1 minggu disertai pola demam dan tanda-tanda klinis khas untuk tifoid mengarahkan ke perforasi tifoid, adanya riwayat hernia daerah inguinal (inguinalis atau femoralis) harus disuspek kemungkinan adanya strangulasi, sedangkan nyeri mendadak tanpa disertai adanya riwayat penyakit apapun mengarahkan ke appendisitis perforasi), riwayat operasi abdomen sebelumnya.2 Berbeda dengan peritonitis sekunder, peritonitis
primer patut dicurigai pada pasien-pasien dengan tanda klinis asites dan riwayat penyakit liver kronis (terutama sirosis hepatis).4,8
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien sakit berat, dengan temuan tanda-tanda SIRS (tanda sistemik), dan tanda-tanda lokal seperti dijelaskan pada manifestasi klinis. Pada tanda-tanda lokal dapat dicari point of maximal tenderness (daerah dimana terjadi iritasi maksimal dari peritoneum) untuk menentukan lokasi proses patologis awal (etiologi dari peritonitis).2
Pemeriksaan colok dubur umumnya akan menunjukan adanya nyeri pada seluruh lokasi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis (ditemukan leukositosis, dengan shift to the left yaitu peningkatan sel batang PMN), kimia darah dapat ditemukan kelainan seperti peningkatan ureum dan kreatinin (tanda syok hipovolemik atau sepsis berat), dan pemeriksaan ABG (arterial blood gas) dapat menunjukan adanya asidosis metabolik, pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan diagnosis dari traktus urinarius. Selain pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologis seperti x-ray dapat berguna ( free air under diaphragm yang terlihat pada posisi upright pada perforasi ulkus peptikum (Gambar 6),12 tetapi jarang pada etiologi lainnya).
Pemeriksaan CT-scan umumnya tidak diperlukan dan hanya akan menunda penanganan pembedahan (apabila peritonitis dapat ditegakkan berdasarkan klinis).4Apabila diagnosis klinis tidak konklusif dapat dilaksanakan diagnostic
peritoneal lavage (DPL) untuk analisis cairan peritoneum,4 ditemukannya hasil
yang positif (>500 leukosit/mL) mengarahkan diagnosis peritonitis.2,4
Gambar 6. Pneumoperitoneum (free air under diaphragm)
Gambar dikutip dari: Baron MJ, Kasper DL. Chapter 127. Intraabdominal Infections and Abscesses. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18 edition. The McGraw Hill Companies. 2012. Accessed in: http://ezproxy.library.uph.edu:2076/content.aspx?aID=9119694&searchStr=peritonitis
2.,
TATALAKSANA
Penanganan pada peritonitis primer mencakup pemberian antibiotik broad spectrum, seperti sefalosporin generasi ke-3 (cefotaxime intravena 3x 2 gram atau ceftriaxone 1x2 gram), penicillin/ β-lactamase inhibitor (piperacillin/tazobactam 4x 3,375 gram pada orang dewasa dengan fungsi ginjal normal). 12 Terapi empiris
untuk bakteri anaerob tidak dibutuhkan pada pasien dengan primary bacterial peritonitis (PBP atau SBP). Pasien peritonitis primer umumnya mengalami 26
perbaikan gejala dalam 72 jam pemberian antibiotik yang tepat. Antibiotik dapat diberikan selama 5 hari – 2 minggu (tergantung perbaikan gejala dan kultur darah yang negatif). Hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya rekurensi pada SBP, sampai 70% pasien mengalami rekurensi dalam 1 tahun. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan tingkat rekurensi menjadi <20%. Regimen yang diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal baik, antara lain ciprofloxacin 750 mg/minggu, norfloxacin 400mg/hari, atau trimethoprim-sulfamethoxazole.12
Pendekatan utama pada pasien peritonitis sekunder, antara lain koreksi etiologi (source control terutama dengan tindakan pembedahan), pemberian antibiotik sistemik, dan terapi suportif (resusitasi).2 Tidak seperti penanganan
peritonitis primer yang secara prinsip adalah tindakan non-pembedahan, sine qua non penanganan peritonitis sekunder adalah tindakan pembedahan dan bersifat life-saving.12 Tindakan pembedahan tidak hanya dapat “ early and definitive
source control” dengan mengoreksi etiologi peritonitis sekunder, tetapi juga dapat mengeliminasi bakteri dan toksinnya dalam rongga abdomen.13 Keterlambatan
dan tidak adekuatnya tindakan pembedahan dapat memperburuk prognosis.
Tindakan preoperatif meliputi, pemberian antibiotik sistemik dan resusitasi cairan (resusitasi hemodinamik, berikan vasopressor bila dibutuhkan) untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik (dan syok septik) yang memperparah disfungsi organ.2,13 Pemberian antibiotik mencakup bakteri gram positif dan
negatif serta bakteri anaerob (walaupun secara umum perforasi upper GI tract lebih mengarah ke gram positif dan perforasi pada usus halus distal dan colon lebih mengarah ke polimikrobial aerob dan anaerob).2,4 Beberapa pilihan regimen
antibiotik yang direkomendasikan, antara lain gabungan dari golongan penicillin/ β-lactamase inhibitor (ticarcilin/clavulanate 4x 3,1 gram intravena), atau golongan fluorokuinolon (levofloksasin 1x 750 mg intravena), atau sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone 1x2 gram intravena), dengan metronidazole 3x500 mg intravena (pada pasien yang masuk Intensive Care Unit dapat diberikan
imipenem 4x 500 mg intravena atau meropenem 3x 1gram intravena).12Pemberian antibiotik dilanjutkan sampai pasien afebris dengan leukosit normal dan hitung jenis batang < 3%.11 Resusitasi cairan dan monitoring hemodinamik perlu untuk
dilakukan, target resusitasi, antara lain mean arterial pressure >65 mmHg, dan urine output >0,5cc/kgBB/jam (bila dipasang central venous pressure CVP antara 8-12mmHg).4 Tindakan lainnya, meliputi pemasangan nasogastric tube (NGT) pada pasien ileus dengan distensi perut dan mual-muntah yang dominan.13 Pada
pasien penurunan kesadaran dan adanya syok septik perlu dipertimbangkan pemasangan intubasi.
Tujuan utama tindakan pembedahan adalah eliminasi penyebab dari kontaminasi (koreksi etiologi), mengurangi atau eliminasi inokulum bakteri, dan mencegah sepsis.4,13 Pendekatan bedah dilakukan dengan insisi midline dengan
tujuan agar eksplorasi rongga abdomen yang adekuat dan komplit tercapai.13
Secara umum, kontrol dan koreksi etiologi tercapai bila bagian yang mengalami perforasi di reseksi (perforasi apendiks) atau repair (perforasi ulkus).4,11 Pada
perforasi kolon lebih aman dipasangkan stoma usus secara sementara sebelum dilakukan tindakan anastomosis usus di kemudian hari (beberapa minggu setelah keadaan umum pasien membaik).11 Pembilasan ( peritoneal lavage) menggunakan
cairan normal saline (>3L) hangat dilakukan hingga cairan bilasan jernih dengan tujuan mengurangi bacterial load dan mengeluarkan pus (mencegah sepsis dan re-akumulasi dari pus).4,11,13 Tidak direkomendasikan pembilasan dengan
menggunakan iodine atau agen kimia lainnya. Setelah selesai, maka rongga abdomen ditutup kembali. Secara ideal, fascia ditutup dengan benang non-absorbable dan kutis dibiarkan terbuka dan ditutup dengan kasa basah selama 48-72 jam. Apabila tidak terdapat infeksi pada luka, penjahitan dapat dilakukan (delayed primary closure technique). Teknik ini merupakan teknik closed-abdomen, pada laporan kasus ini tidak akan dibahas secara mendalam mengenai teknik open-abdomen).
2.0
PRO*NOSIS
!ingkat mortalitas pada peritonitis umum adalah bervariasi dari dibawah 1"#> $"# pada perforasi kolon (!abel 1).11 Baktor yang mempengaruhi tingkat
mortalitias yang tinggi adalah etiologi penyebab peritonitis dan durasi penyakitnya, adanya kegagalan organ sebelum penanganan, usia pasien, dan keadaan umum pasien.!ingkat mortalitas dibawah 1"# ditemukan pada pasien dengan perforasi ulkus atau appendicitis, pasien usia muda, kontaminasi bakteri yang minim, dan diagnosis>penanganan dini. 6kor indeks fisiologis yang buruk (8P8=D 99 atau annheim Peritonitis 9ndeE), riwayat penyakit jantung, dan tingkat serum albumin preoperatif yang rendah merupakan pasien resiko tinggi yang membutuhkan penanganan intensif (9=') untuk menurunkan angka mortalitas yang tinggi.
Ta%el 1. Tin#!at m-"talita& e"it-niti& umum %e"/a&a"!an eti-l-#i
!abel dikutip dari+ Doherty GM. Chapter 22. Peritoneal Cavity. In: Doherty GM, ed.CURRENT
Diagnosis & Treatment: Surgery. 13th ed. New York: McGraw-Hill; 2010.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5215855. Accessed November 11, 2013.
BAB (
DISKUSI
Pasien yang dibahas dalam laporan kasus ini adalah seorang pria berusia $" tahun mengeluhkan adanya nyeri perut hebat yang muncul mendadak di seluruh perutnya sejak 1 jam yang lalu. 8kut abdomen merupakan istilah yang umum digunakan untuk kondisi pasien ini, yaitu adanya nyeri perut mendadak yang tidak diketahui penyebabnya (namun berasal dari gangguan intra>abdomen) yang hebat yang muncul kurang dari 2$ jam dan umumnya membutuhkan diagnosis dini dan penanganan pembedahan emergency.1$ 8kut abdomen memiliki variasi diagnosis
banding yang cukup banyak sehingga membutuhkan evaluasi lebih lanjut. valuasi awal yang memudahkan klinisi untuk mengetahui etiologi dari akut abdomen adalah lokasi nyeri.1$ 7eluhan nyeri beserta seluruh karakteristik nyeri
pada pasien ini sebenarnya sugestif sudah terjadi peritonitis akut (karena nyeri dirasakan di seluruh lapang abdomen), namun hal penting yang perlu diketahui adalah awalnya nyeri hanya dirasakan di ulu hati saja (regio epigastrium). *yeri epigastrik sebelum terjadinya nyeri di seluruh abdomen disertai adanya riwayat dyspepsia kronis (sejak tahun yang lalu) mengarahkan kemungkinan diagnosis pada perforasi ulkus peptikum. *amun begitu, pasien juga memiliki riwayat
hernia skrotalis sejak / bulan lalu yang dalam 1 minggu ini dirasakan tidak dapat ?naik turun@ seperti biasanya sehingga kemungkinan terjadinya strangulasi harus dipikirkan. 8ppendisitis perforasi sebagai salah satu diagnosis banding etiologi dari peritonitis harus selalu dipikirkan kemungkinannya karena merupakan penyebab utama yang paling sering menyebabkan peritonitis (walaupun nyeri
kuadran kanan bawah tidak dikeluhkan oleh pasien).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan suhu (4, celcius) pada tanda>tanda vital (lainnya dalam batas normal). Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan adanya perut datar seperti papan (hampir tidak pergerakan ketika inspirasi-ekspirasi), bising usus (+) tetapi menurun, tidak supel, nyeri tekan dan nyeri lepas positif pada seluruh lapang abdomen, dan defense muscular positif.
Pemeriksaan genitalia ditemukan benjolan pada skrotum sinistra tanpa tanda-tanda peradangan, dapat dimasukan ke rongga abdomen, konsistensi lunak, invagination dan occlusion test positif.
Pemeriksaan abdomen pada pasien ini jelas menunjukan adanya peritonitis umum. karena ditemukan trias peritonitis yang sering digunakan secara klinis adalah adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan defense muscular pada seluruh lapang abdomen. Bising usus yang menurun merupakan tanda paralisis peristalsis usus (ileus paralitik) yang umum ditemukan pada pasien peritonitis. Point of maximal tenderness ditemukan pada Macburney’s Point disertai tes reduksi, tes invaginasi dan oklusi yang positif, tanpa adanya nyeri tekan dan tegang pada daerah tersebut, menunjukan hernia skrotalis sinistra masih reponibilis (bukan strangulata) dan diagnosis etiologi peritonitis generalisata mengarah ke appendisitis perforasi. Pemeriksaan penunjang berupa ekg tidak ditemukan adanya kelainan dan pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis yakni 13.300/ µ L, namun tidak mengarahkan diagnosis secara spesifik.
Dari seluruh gejala-tanda klinis, serta pemeriksaan penunjang, ditetapkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah peritonitis akut generalisata ec suspek appendisitis perforasi (dengan diagnosis banding perforasi ulkus peptikum) serta adanya hernia skrotalis sinistra reponibilis. Pasien direncanakan untuk dilakukan operasi cito laparatomi (pasien datang ke UGD pada pukul 18.30 dan operasi dilaksanakan pada pukul 21.00). Pasien langsung dipuasakan makan dan minum, diberikan infus RL sebanyak 30tpm (2000 mL/24 jam), antibiotik (sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxone dengan dosis 1x2 gram intravena dikombinasikan dengan metronidazole untuk bakteri anaerob yaitu 3x500 mg intravena), analgetik untuk mengurangi nyeri pasien karena pasien sangat kesakitan (ketorolac 3x30 mg), dan ranitidine 2x50 mg untuk mengurangi ekskresi asam lambung (karena pasien dipuasakan).
Operasi laparatomi dilaksanakan dengan insisi midline dan pada saat peritoneum dibuka, pus keluar sekitar 200 cc. Dilakukan irigasi dengan NaCl,
kemudian dieksplorasi, ditemukan adanya perlengketan, sehingga dilakukan pemotongan omentum. Appendiks ditemukan retrocaecal, panjang sekitar 5 cm, hiperemis, dan perforasi. Appendektomi dilakukan, rongga peritoneum kembali diirigasi dengan NaCl, dan drain dipasang. Operasi laparatomi berlangsung selama 2,5 jam. Selanjutnya, operasi hernioraphy dilaksanakan untuk hernia skrotalis sinistra. Total durasi operasi adalah 3,5 jam. Instruks pascaoperasi: pasien dipuasakan hingga bising usus (+) dan flatus (+), pemberian obat-obatan: 9CB -inger <aktat " tpm (drip !ramadol 1""mg dalam kolf pertama) , =eftriaEone 1E2gr 9C (drip dalam *a=l 1""cc) , etronidaAole E "" mg 9C, 7etorolac E" mg 9C, 8sam !raneksamat E"" mg 9C , &ndansetron E% mg 9C, -anitidin 2E" mg 9C.
Pada pascaoperatif laparatomi yang harus diperhatikan adalah adanya tanda>tanda klinis peritonitis pascaoperatif (defense muscular dan adanya pus yang banyak pada drain). Pascaoperasi hari pertama, pasien merasa sangat kembung dan masih belum flatus, oleh karena itu dipasang *! untuk dekompresi lambung, pasien masih dipuasakan, dan infus diganti -<+ (2+2).!idak ditemukan adanya tanda defense muscular , drain terpasang dengan volume darah cc32$ jam. Pada hari kedua, keluhan kembung pasien sudah berkurang dan flatus (G), bising usus (G) namun masih belum normal sehingga pasien masih dipuasakan. Dari berikutnya (Pascaoperasi hari 999) bising usus sudah membaik, *! dilepas, dan diet lunak dijalankan. Pada pascaoperasi hari ke 9C pasien dipulangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. 6ilen :. =hapter "". 8cute 8ppendicitis and Peritonitis. 9n+ <ongo <, Bauci 86, 7asper <, Dauser 6<, ameson <, <oscalAo . DarrisonIs Principles of 9nternal edicine. 1% edition. !he craw Dill =ompanies. 2"12. 8ccessed in+ http+33eAproEy.library.uph.edu+2"4/3content.aspEJa9K5125"%
2. aley ;, 7atA . Peritonitis and 8bdominal 6epsis. Emedicine Medscape 2"1. 8ccessed in+ http+33emedicine.medscape.com3article31%"2$>overviewLshowall . 6artelli . 8 Bocus on 9ntra>8bdominal 9nfections. W J Emerg Surg 2"1"M+5 $. &rdoNeA =8, Puyana =. anagement of Peritonitis in the =ritically 9ll Patient.
Surg Clin North Am 2""/M %/(/)+ 12F$5
. oore 7<, 8gur 8-. =hapter 2. 8bdomen. 9n+ oore 7<, 8gur 8-. ssential =linical 8natomy. rd dition. <ippincott O :illiams :ilkins. 2""4. p.
11%>2"$
/. 6tandring 6. =hapter /$. Peritoneum and Peritoneal =avity. 9n+ 6tandring 6. rayIs 8natomy+ !he 8natomical ;asis of =linical Practice. $"th dition.
=hurchill <ivingstone l 6evier. 2""%.
4. *eurobiology of Cisceral Pain. 9nternational 8ssociation for the 6tudy of Pain
2"12. 8ccessed in+ http+33www.iasp>pain.org383!emplate.cfmJ
6ectionKBact6heetsO!emplateK3=3=ontentisplay.cfmO=ontent9K1/15$ %. ohnson ==, ;aldessarre , <evison . Peritonitis+ 'pdate on Pathophysiology,
=linical anifestations, and anagement. Clin Inf Dis 1554M2$+1">$4
5. upta 6, 7aushik -. Peritonitis > the astern eEperience. World J Emerg Surg 2""/M 1+1.
1". alangoni , 9nui !. Peritonitis > the :estern eEperience. World J Emerg Surg 2""/M 1(1)+2.
11. oherty . =hapter 22. Peritoneal =avity. 9n+ oherty , ed. C!!EN" Diagnosis # "reatment$ Surgery. 1th ed. *ew Qork+ craw>DillM 2"1".
http+33www.accessmedicine.com3content.aspEJa9K21%. 8ccessed
*ovember 11, 2"1.