LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
A. Pengertian A. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan
Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensialproduk hail metabolic esensial (sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane semi permiabel.
(sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane semi permiabel.
B. Indikasi B. Indikasi Ø
Ø Penyakit dPenyakit dalam (alam (Medikal)Medikal) -
- ARF- ARF- pre pre renal/renal/post renal/renal/post renal, renal, apabila apabila pengobatan pengobatan konvensional konvensional gagal gagal mempertahankan mempertahankan RFTRFT normal.
normal. -
- CRF, CRF, ketika ketika pengobatan pengobatan konvensional konvensional tidak tidak cukupcukup -
- Snake Snake bitebite - Keracunan - Keracunan -
- Malaria Malaria falciparum falciparum fulminantfulminant - Leptospirosis - Leptospirosis Ø Ginekologi Ø Ginekologi - APH - APH - PPH - PPH -
- Septic Septic abortionabortion Ø
Ø Indikator biokimiawi Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan yang memerlukan tindakan hemodialisahemodialisa -
- Peningkatan Peningkatan BUN BUN > > 20-30 20-30 mg%/harimg%/hari -
- Serum Serum kreatinin kreatinin > > 2 2 mg%/harimg%/hari - Hiperkalemia
- Hiperkalemia -
- Overload Overload cairan cairan yang yang parahparah -
Pada CRF: Pada CRF: Ø Ø BUN > BUN > 200 mg%200 mg% Ø Ø Creatinin > Creatinin > 8 mg%8 mg% Ø Hiperkalemia Ø Hiperkalemia Ø
Ø Asidosis Asidosis metabolik yang metabolik yang parahparah Ø Uremic encepalopati
Ø Uremic encepalopati Ø Overload cairan Ø Overload cairan Hb: < 8 gr% -
Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi9 gr% siap-siap tranfusi
C.
C. Kontra Kontra IndikasiIndikasi Ø
Ø Gangguan Gangguan pembekuan pembekuan darahdarah Ø Anemia berat
Ø Anemia berat Ø
Ø Trombosis/emboli pTrombosis/emboli pembuluh darah embuluh darah yang beratyang berat
D.
D. Komponen Komponen HDHD
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses pemisahan terse
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses pemisahan terse but, yaitu: darah, ginjal buatan danbut, yaitu: darah, ginjal buatan dan dialisat.
dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai selPada prinsipnya dengan memakai selang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara,ang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara, dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga menu
dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga menuju ginjal buatan. ju ginjal buatan. Di dalam ginjal buatan terjadiDi dalam ginjal buatan terjadi proses dialysis yang meliputi difu
proses dialysis yang meliputi difusi, osmosis dan ultra filtrasi. si, osmosis dan ultra filtrasi. Setelah melaui proses dialysis darah akanSetelah melaui proses dialysis darah akan dipompakan kembali ke dalam tubuh pasi
dipompakan kembali ke dalam tubuh pasien. en. Demikian siklus proses dialisia Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulangterjadi berulang-ulang sesuai waktu yang dibutuhkan.
sesuai waktu yang dibutuhkan.
E.
E. Prosedur Prosedur pelaksanaan pelaksanaan HDHD 1. Persiapan 1. Persiapan Ø Persiapan pasien Ø Persiapan pasien Ø Persiapan mesin Ø Persiapan mesin
Ø
Ø Persiapan alat Persiapan alat dan obat-obdan obat-obatanatan 2. Pelaksanaan
2. Pelaksanaan Ø
Ø Urutan awal Urutan awal tindakan Htindakan HDD -
- Setting: Setting: mengeset mengeset alat alat HDHD -
- Priming: Priming: pengisian pengisian pertama pertama kali kali AVBL, AVBL, dialiser dialiser menggunakan menggunakan NaclNacl -
- Soaking: Soaking: (melembabkan) (melembabkan) untuk untuk meningkatkan meningkatkan permeabilitas permeabilitas membranmembran Ø
Ø Menentukan dan Menentukan dan melakukan penumelakukan penusukansukan Ø Memulai hemodialisis
Ø Memulai hemodialisis Ø
Ø Melakukan monMelakukan monitoring saat itoring saat HDHD Ø Mengakhiri HD
Ø Mengakhiri HD
Lama HD: 10-15 jam/minggu Lama HD: 10-15 jam/minggu §
§ Creatinin Creatinin kliren kliren 3-5 3-5 ml/m: ml/m: 10 10 jamjam §
§ Creatinin Creatinin < < 3 3 ml/m: ml/m: 15 15 jam.jam. Tanda-tanda dialysis adekuat: Tanda-tanda dialysis adekuat: §
§ Tercapai Tercapai BB BB keringkering §
§ Pasien Pasien tampak tampak baikbaik §
§ Bebas Bebas simtom simtom uremiauremia §
§ Nafsu Nafsu makan makan baikbaik § Aktif § Aktif § § TD TD terkendaliterkendali § § Hb Hb > > 10 10 gr/dlgr/dl Keunggulan HD Keunggulan HD §
§ Produk Produk sampah sampah nitrogen nitrogen molekul molekul kecil kecil cepat cepat dapat dapat dibersihkandibersihkan §
§
§ Resiko Resiko kesalahan kesalahan tehnis tehnis kecilkecil §
§ Adequasy Adequasy dialisis dialisis dapat dapat ditetapkan ditetapkan segera, segera, underdialisis underdialisis segera segera dapat dapat dibenarkan.dibenarkan. Kelemahan HD
Kelemahan HD §
§ Tergantung Tergantung mesinmesin §
§ Sering Sering terjadi: terjadi: hipotensi, hipotensi, kram kram otot,disequilibrium otot,disequilibrium sindromsindrom §
§ Terjadi Terjadi aktivasi: aktivasi: complement, complement, sitokines sitokines mungkin mungkin timbul timbul amiloidosisamiloidosis §
§ Vaskuler Vaskuler access: access: infeksiinfeksi – – trombosis trombosis §
§ Sisa Sisa fungsi fungsi ginjal ginjal cepat cepat menurun menurun disbanding disbanding peritoneal peritoneal dialysis.dialysis.
F.
F. Proses Proses KeperawatanKeperawatan 1. Pengkajian
1. Pengkajian Pengkajian Pre HD Pengkajian Pre HD §
§ Riwayat Riwayat penyakit, penyakit, tahap tahap penyakitpenyakit § Usia
§ Usia §
§ Keseimbangan Keseimbangan cairan, cairan, elektrolitelektrolit §
§ Nilai Nilai laboratorium: laboratorium: Hb, Hb, ureum, ureum, creatinin, creatinin, PHPH
§
§ Keluhan Keluhan subyektif: subyektif: sesak sesak nafas, nafas, pusing, pusing, palpitasipalpitasi §
§ Respon Respon terhadap terhadap dialysis dialysis sebelumnya.sebelumnya. §
§ Status Status emosionalemosional §
§ Pemeriksaan Pemeriksaan fisik: fisik: BB, BB, suara suara nafas, nafas, edema, edema, TTV, TTV, JVPJVP §
§ Sirkuit Sirkuit pembuluh pembuluh darah.darah. Pengkajian Post HD
Pengkajian Post HD §
§ Tekanan Tekanan darah: darah: hipotensihipotensi §
§
§ Komplikasi Komplikasi HD: HD: kejang, kejang, mual, mual, muntah, muntah, dsbdsb
2.
2. Rencana Rencana keperawatan:keperawatan:
No No Diagnosa kep./ Diagnosa kep./ masalah kolaborasi masalah kolaborasi Rencana keperawatan Rencana keperawatan Tujuan & criteria Tujuan & criteria hasil
hasil
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1
1 Pola nafas tidakPola nafas tidak efektif b.d: efektif b.d: ·
· Edema Edema paruparu · Asidosis · Asidosis metabolic metabolic · Hb · Hb ≤ 7 gr/dl≤ 7 gr/dl · Pneumonitis · Pneumonitis · perikarditis · perikarditis
Pola nafas efektif Pola nafas efektif setelah dilakukan setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam, tindakan HD 4-5 jam, dengan criteria: dengan criteria: · · nafas nafas 16-28 16-28 x/mx/m ·
· edema edema paruparu hilang
hilang ·
· tidak tidak sianosissianosis
1.
1. Kaji Kaji penyebab penyebab nafasnafas tidak efektif
tidak efektif 2.
2. Kaji Kaji respirasi respirasi & & nadinadi 3.
3. Berikan Berikan posisi posisi semisemi fowler
fowler
4.
4. Ajarkan Ajarkan cara cara nafasnafas yang efektif
yang efektif 5.
5. Berikan Berikan O2O2
6.
6. Lakukan Lakukan SU SU padapada saat HD saat HD 7. Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian tranfusi pemberian tranfusi darah darah 8. Kolaborasi 8. Kolaborasi - Untuk menentukan - Untuk menentukan tindakan yang harus tindakan yang harus segera dilakukan segera dilakukan
- Menentukan tindakan - Menentukan tindakan - Melapangkan dada klien - Melapangkan dada klien sehingga nafas lebih sehingga nafas lebih longgar
longgar
- Hemat energi sehingga - Hemat energi sehingga nafas tidak semakin berat nafas tidak semakin berat - Hb rendah, edema, paru - Hb rendah, edema, paru pneumonitis, asidosis, pneumonitis, asidosis, perikarditis perikarditis menyebabkan suplai O2 menyebabkan suplai O2 ke jaringan < ke jaringan < - SU adalah penarikan - SU adalah penarikan secara cepat pada HD, secara cepat pada HD, mempercepat mempercepat pengurangan edema pengurangan edema paru paru
-- Untuk ↑Hb, sehinggaUntuk ↑Hb, sehingga suplai O2 ke jaringan suplai O2 ke jaringan cukup
cukup
- Untuk mengatasi infeksi - Untuk mengatasi infeksi
pemberian antibiotic 9. Kolaborasi foto torak
10. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya 11. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya
paru & perikard - Follou up penyebab nafas tidak efektif
- Mengukur keberhasilan tindakan
- Untuk follou up kondisi klien
2 Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler Pasien tidak mengalami cedera dg kriteria:
· kulit pada sekitar AV shunt utuh/tidak rusak · Pasien tidak mengalami komplikasi HD 1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum HD 2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam
3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt 4. Monitor TD setelah HD 5. Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD 6. Cegah terjadinya infeksi pd area
- AV yg sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture vaskuler - Posisi kateter yg berubah dapat terjadi rupture vaskuler/emboli - Kerusakan jaringan dapat didahului tanda kelemahan pada kulit, lecet bengkak, ↓sensasi - Posisi baring lama stlh HD dpt menyebabkan orthostatik hipotensi - Shunt dapat mengalami sumbatan & dapat
dihilangkan dg heparin - Infeksi dpt
mempermudahkerusakan jaringan
shunt/penusukan kateter 3 Kelebihan volume cairan b.d: · penurunan haluaran urine · diet cairan berlebih
· retensi cairan & natrium Keseimbangan volume cairan tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam dengan kriteria: · BB post HD sesuai dry weight · Udema hilang · Retensi 16-28 x/m · kadar natrium darah 132-145 mEq/l
1. Kaji status cairan · Timbang bb pre dan post hd
· Keseimbangan masukan dan haluaran · Turgor kulit dan edema
· Distensi vena leher · Monitor vital sign 2. Batasi masukan cairan
· Pada saat priming & wash out hd
3. Lakukan hd dengan uf & tmp sesuai dg kenaikan bb interdialisis
4. Identifikasi sumber masukan cairan masa interdialisis
5. Jelaskan pada
keluarga & klien rasional pembatasan cairan 6. Motivasi klien untuk ↑ kebersihan mulut
1. Pengkajian
merupakan dasar untuk memperoleh data, pemantauan 7 evaluasi dari intervensi
2. Pembatasan cairan akan menetukan dry weight, haluaran urine & respon terhadap terapi. 3. UF & TMP yang sesuai akan ↓ kelebihan volume cairan sesuai dg target BB edeal/dry weight
4. Sumber kelebihan cairan dapat diketahui 5. Pemahaman ↑kerjasama klien & keluarga dalam pembatasan cairan 6. Kebersihan mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga ↓ keinginan klien untuk minum
4 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari
Keseimbangan nutrisi tercapai
1. Kaji status nutrisi: 1. Sebagai dasar untuk memantau perubahan
kebutuhan tubuh b.d: · anoreksia, mual & muntah · pembatasan diet · perubahan membrane mukosa oral setelah dilakukan HD yang sdekuat (10-12 jam/mg) selama 3
bulan, diet protein terpenuhi, dengan kriteria: · tidak terjadi penambahan atau ↓ BB yang cepat · turgor kulit
normal tanpa udema · kadar albumin plasma
3,5-5,0 gr/dl · konsumsi diet nilai protein tinggi
· Perubahan BB · Pengukuran antropometri
· Nilai lab. (elektrolit, BUN, kreatinin, kadar albumin, protein 2. kaji pola diet
3. kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi 4. kolaborasi menentukan tindakan HD 4-5 jam 2-3 minggu 5. kolaborasi pemberian infus albunin 1 jam terakhir HD
6. Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu 7. Anjurkan camilan rendah protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara waktu makan 8. Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan
&intervensi yang sesuai
2. Pola diet dahulu & sekarang berguna untuk menentukan menu 3. Memberikan informasi, faktor mana yang bisa dimodifikasi. 4. Tindakan HD yang adekuat, ↓ kejadian mual-muntah & anoreksia, sehingga ↑ nafsu makan 5. Pemberian albumin lewat infus iv akan ↑ albumin serum
6. Protein lengkap akan ↑ keseimbangan
nitrogen
7. Kalori akan ↑ energi, memberikan kesempatan protein untuk pertumbuhan 8. ↑ pemahaman klien sehingga mudah menerima masukan 9. untuk menentukan status cairan & nutrisi
↑urea dan kreatinin 9. Anjurkan timbang BB tiap hari
10. Kaji adanya masukan protein yang tidak adekuat
· Edema
· Penyembuhan yang lama
· Albumin serum turun
10. penurunan protein dapat ↓ albumin, pembentukan udema & perlambatan penyembuhan 5 Intoleransi aktivitas b.d.: · Keletihan · Anemia · Retensi produk sampah · Prosedur dialisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan & HD, klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi, dengan kriteria: · berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih · berpartisipasi dalam ↑ aktivitas dan latihan · istirahat & aktivitas seimbang/bergantian
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: - Anemia
- Ketidakseimbangan cairan & elektrolit
- Retensi produk sampah
- depresi 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4. Anjurkan untuk
1. Menyediakan informasi tentang
indikasi tingkat keletihan
2. Meningkatkan
aktifitas ringan/sedang & memperbaiki harga diri
3. Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi & istirahat yang adekuat
4. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, karena adanya perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat
istirahat setelah dialisis pada proses dialisis sangat melelahkan
5 Harga diri rendah b.d:
· Ketergantungan · Perubahan peran
· Perubahan citra tubuh dan fungsi seksual
Memperbaiki konsep diri, dengan criteria: · Pola koping klien dan keluarga efektif · Klien & keluarga bisa mengungkapkan perasaan & reaksinya terhadap perubahan hidup yang
diperlukan
1. Kaji respon & reaksi klien & keluarganya terhadap penyakit & penanganannya.
2. Kaji hubungan klien dan keluarga terdekat 3. Kaji pola koping klien & keluarganya
4. Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit & penangannya · Perubahan peran · Perubahan gaya hidup · Perubahan dalam pekerjaan · Perubahan seksual · Ketergantungan dg center dialisis
5. Gali cara alternatif untuk ekspresikan seksual lain selain hubungan seks
6. Diskusikan peran
1. Menyediakan data klien & keluarga dalam menghadapi perubahan hidup
2. Penguatan &
dukungan terhadap klien diidentifikasi
3. Pola koping yang efektif dimasa lalu bisa berubah jika menghadapi penyakit & penanganan yang ditetapkan sekarang 4. Klien dapat
mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang harus dihadapi
5. Bentuk alternatif aktifitas seksual dapat diterima.
6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap
memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan
individu, tergantung dari maturitasnya. 7 Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang Pasien tidak mengalami infeskis dg criteria: · Duhu dbn · Al dbn · Tak ada kemerahan sekitar shunt
· Area shunt tidak nyeri/bengkak
1. pertahankan area steril selama penusukan kateter
2. Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler: penusukan, pelepasan kateter 3. Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri 4. Beri pernjelasan pd pasien pentingnya ↑satus gizi 5. Kolaborasi pemberian antibiotik 1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat insersi kateter
2. Kuman tidak masuk kedalam area insersi
3. Inflamasi/infeksi ditandai dg kemerahan, nyeri, bengkak
4. Gizi yang baik ↑daya tahan tubuh
5. Pasien HD
mengalami sakit khonis, ↓imunitas
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk pe rencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and c lassification,Philadelphia, USA
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
askep45,health....
Saya Ingin Berbagi, Kepada Teman-Teman Mahasiswa dan Profesi Keperawatan, Semoga Berm anfaat. Terimakasih.
JUMAT, 23 DESEMBER 2011
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain. Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik.Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran.Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh. 4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
B. INDIKASI
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi: a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah.Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring.Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial.Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
6. Pengkajian dan penatalaksanaan
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari
beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari
sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “ arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser
melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.Selang dan dialiser
dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah.Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa 1. Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc f. Hubungkan set infus ke slang arteri
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan b. Mengatur posisi pasien c. Observasi keadaan umum d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino 2) Dengan external A-V shunt / schungula 3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera sete lah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi) d. Hipovolemia
e. Hipotensi f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit a. Natrium serum b. Kalium c. Bikarbonat d. Kalsium e. Fosfor f. Magnesium 3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi 5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan b. Aliran dialisat c. Konsentrat Dialisat d. Suhu e. Aliran Darah f. Kebocoran Darah g. Emboli Udara 6. Akses ke sirkulasi a. Fistula Arteriovenosa b. Ototandur c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi.
3. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit
4. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan.
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, yang me nyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (adanya retensi urea dan sampah hydrogen lain dalam darah).
B. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis à anemia, oleh karena: a. Retensi toksin uremia atau dialyzable substances b. Defisiensi hormon eritropoetin
2. Kelainan saluran cerna a. mual, muntah, cegukan
b. stomatitis uremia à mukosa kering, lesi ulcerasi luas (bright – redstomatis) c. Pankreatitis
d. Gastritis erosive, ulkus peptic dan colitis uremik 3. Kelainan mata
a. Visus hilang
b. Kelainan saraf mata à nistagamus, miosis dan pupil asimetris
c. Kelainan retina (retinopati) à oleh karena anemia maupun hipertensi d. Keratopatina à akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder tersier
e. Red eye syndrom à oleh karena penimbunan deposit garam kalsium pada konjunctiva akibat iritasi dan hipervaskularisasi
4. Kelainan kulit
a. Gatal à berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Pada klien yang sudah menjalani dialysis rutin, gatal mungkin karena:
1) Toksin uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan Ca phospor (deposit kristal kalsium – fosfat pada kulit) 3) Alergi terhadap bahan-bahan yang dipakai pada proses hemodialisis.
b. Kering dan bersisik à disebut “ure frost” oleh karena penimbunan kristal urea di bawah permukaan kulit.
c. Easy Bruishing à kulit mudah memar oleh karena gangguan faal trombosit dan kenaikan permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah.
Misalnya : pleuritis dan perikarditis à indikasi mutlak hemodialisis. 6. Kelainan neuropsikiatri
a. Kelainan psikiatri : emosi labil, dilusi, insomnia, depresi, kelainan mental berat (konfusi bahkan gejala psikosis)
b. Kelainan neurology
1) Kejang otot, oleh karena hiponatremi yang menyebabkan sembab pada jaringan otak, ensefalopati hipertensi, tetapi hipokalsemia keadaan azetemia.
2) Neropati perifer à gangguan metabolic dengan gejala 3) Syndrome restless leg : creeping, itching,
C. Patofisiologi
abuzzahra's
EKG dan KEPERAWATAN Kamis, 23 Mei 2013
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP KLIEN DENGAN HEMODIALISA
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTEK NERS STASE GADAR RUANG HEMODIALISA A. Pendahuluan
Bagian terbesar pasien yang menjalani hemodialisa didiagnosa dengan AKI dan CKD. 1. AKI
Berdasarkan KDIGO (Kidney Disease: Improving Global Outcomes) definisi acute kidney injury bila didapatkan salah satu dari kriteria :
a. Serum kreatinin meningkat ≥ 26μmol/L dalam 48 jam
b. Serum kreatinin meningkat ≥ 1.5 kali dari nilai referens pasien, yang diketahui telah terjadi selama 1 minggu, atau dianggap telah terjadi selama 1 minggu.
c. urine output < 0.5ml/kg/jam selama >6 jam berturut-turut.
Nilai refferens pasien harus merupakan nilai kreatinin terendah pasien dalam 3 bulan terakhir.
Bila nilai serum kreatinin refferens dalam 3 bulan terakhir tidak tersedia, dan dicurigai terjadi AKI, maka 1. ulang serum kreatinin dalam 24 jam
2. nilai serum kreatinin refferens dapat diperkirakan dari nilai serum kreatinin terendah, bila pasien sembuh dari AKI.
RIFLE Classification System for Acute Kidney Injury
Stage Kriteria GFR Kriteria Urine
Output
Probability
Risk SCr meningkat 1.5 x atau GFR menurun > 25% UO <0.5ml/kg/jam selama 6 jam Tingkat Sensitifitas tinggi (risk>injury>failure) Injury SCr meningkat 2 x atau GFR
menurun > 50 %
UO <0.5ml/kg/jam selama 12 jam Failure SCr meningkat 3 x atau GFR
menurun > 75 %
Atau SCr ≥4mg/dL; meningkat akut ≥ 0.5mg/dL
Loss Persistent acute renal failure; kehilangan fungsi ginjal komplet selama lebih 4 minggu
High specificity ESRD Kehilangan fungsi ginjal komplet lebih 3 bulan
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) staging classification* of acute kidney injury (AKI) Stage Kriteria Serum creatinine (SCr) Kriteria Urine output
1 meningkat ≥ 26 μmol/L dalam 48jam atau meningkat ≥1.5 sampai 1.9 X nilai reference SCr
<0.5 mL/kg/jam selama > 6 jam berturut-turut
>12 jam 3 meningkat ≥3 X nilai reference SCr atau
meningkat 354 μmol/L atau dimulai renal replacement therapy (RRT) pada stage berapapun.
<0.3 mL/kg/jam atau >24 jam atau anuria selama 12 jam
Keuntungan dan Kerugian beragam terapi RRT bagi AKI Modality Use in haemodynamically unstable patients Solute clearance Volume control Anti-coagulation Peritoneal dialysis
Yes Moderate Moderate No
Intermittent haemodialysis
No High Moderate Possible
without Hybrid
techniques
Possible High Good Possible
without
CVVH Yes Moderate/High Good Possible
without
CVVHD Yes Moderate/High Good Possible
without
CVVHDF Yes High Good Possible
without
CVVH: continuous veno-venous haemofiltration, HD: haemodialysis, HDF: haemodiafiltration.
2. CKD
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the NationalKidney
Foundation (NKF) mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR kurang dari 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih.
Stage 1 : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (lebih dari 90mL/menit/1.73m2)
Stage 2 : penurunan GFR ringan (60-89 mL/menit/1.73m2) Stage 3 : penurunan GFR moderate (30-59 mL/menit/1.73m2) Stage 4 : penurunan GFR berat (15-29 mL/menit/1.73m2) Stage 5 : penurunan GFR kurang 15 mL/menit/1.73m2
Pada update sistem klasifikasi CKD, the NKF merekomendasikan level GFR dan albuminuria agar digunakan bersama-sama daripada terpisah, untuk meningkatkan akurasi prognostik pada pengkajian CKD. Perujukan pada spesialis ginjal direkomendasikan pada level GFR kurang dari 15mL/menit atau albuminuria lebih dari 300mg/24jam.
Formula Cockcroft-Gault untuk estimasi kreatinin klirens CrCl (pria) = ([140-umur] x BB(kg) ) / (serum kreatinin x 72) CrCl (wanita) = CrCl (pria) x 0,85
B. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah
keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, AksesDarah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa, Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya, peranan perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa)
1. Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal.Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan.Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal.
Macam-macam ginjal buatan : a. Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. b. Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama.
c. Hollow Fibre Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Tabel perbandingan darah dan dialisat :
Komponen elektrolit Darah Dialisat
Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L
Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L
Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L
Chloride 106mEq/L 106mEq/L
Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat : a. Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.
b. Batch Recirculating/single pas
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.
c. Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.
3. Pengolahan air/ Water Treatment Tujuan :
a. Mencegah infeksi nosokongial (sepsis) b. Mencegah intoksikasi (trace element).
Air untuk mencampur dialisat pekat tidak perlu steril tetapi seharusnya tidak mengandung zat/elektrolit, mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya.Pada kenyataannya kandungan air biasanya c ukup bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh letak geografis jenis sumber air, musim, sistim instalasi dan penjernihan air.
4. Akses Darah
Hemodialisme akan efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6 jam/minggu pada pasien baru, sedangkan pada pasien yang sudah stabil dan menjalani kronik hemodialisa sekitar 6 – 18 jam /minggu.
Untuk mendapatkan aliran darah yang besar ( sekitar 200 -300 cc/menit) selama 2-5 jam sangatlah sulit. Biasannya pada pasien akut kita lakukan pada vena vemoralis, sehingga dapat diperoleh aliran darah yang besar.
Pada pasien dengan program HD berkala yaitu 2 -3 kali/minggu harus disiapkan penyambungan pembuluha darah arteri dan vena.
Ada 2 macam cara :
Kanula khusus yang mengalirkan darah arteri langsung ke vena yang ber dekatan. Kanula arteri dan vena dihubungan dengan konektor sehingga pada saat dialisa konektor dibuka lalu kanula arteri dihubungkan ke slang yang mengalirkan darah ke ginjal buatan dan kanula vena untuk memasukkan darah kembali ketubuh penderita. Komplikasi yang sering terjadi, seperti pembekuan darah infeksi, oleh kare na itu pemakaian pintas ini biasanya dibatasi lama pamakaiannya, paling lama 6 bulan.Hal ini jarang dilakukan lagi.
b. Fistula Arteriovenisa Interna
Fistula Arteriovenisa Interna pertama kali dibuat oleh Brescia dan Cimino pada tahun 1966 yaitu
menghubungan arteri dan vena yang berdekatan dengan cara operatif, biasanya dilakukan pada daerah tangan. Aliran dan tekanan darah dalam vena akan meningkat sehingga menyebabkan pelebaran lumen vena dan arterialisasi vena secara perlahan-lahan. Dengan demikian memudahkan penusukan pembuluh darah sesuai dengan yang diharapkan.
c. Antikoagulan
Selama hemodialisa berlangsung diperlukan antikoagulan agar tidak terjadi pembekuan darah, yang biasanya digunakan heparin.
Pemakaian heparin ini dikenal dengan heparinisasi, macam heparinisasi : 1) Heparinisasi sistemik
Digunakan pada hemodialisa kronik yang stabil.Bolus heparin 1000 – 5000 unit tiap jam. Pada jam terakhir tidak diberikan lagi.
2) Heparinisasi regional
(sedang haid) bolus heparin tetap diberikAN sebanyak 1000 – 5000 unit, selanjutnya diinfuskan sebelum ginjal buatan dan protamine sulfat, sesudah ginjal buatan, sebelum darah masuk kedalam tubuh
penderita. Jadi heparin diberikan pada sirkulasi ekstrakorporeal saja. 3) Heparinisasi minimal
Diberikan hanya 500 unit saja pada awal tusukan karena penderita cenderung berdarah selanjutnya tidak diberikan lagi.
5. Tekhnik hemodialisa
Sebelum berbicara tentang tekhnik hemodialisa terlebih dahulu menjelaskan beberapa istilah : a. Sirkulasi ekstrakorporeal
b. Sirkulasi diluar tubuh selama terjadi hemodialisa. c. Sirkulasi sistemik
d. Sirkulasi dalam tubuh e. Selaput semipermiabel
f. Selaput yang sangat tipis mempunyai pori-pori halus, hanya dapa dilihat dengan mikroskop. g. Blood pump (Roller Pump)
h. Pompa mesin hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik selama proses hemodialisa.
i. Blood Lines, selang darah yang mengalirkan darah dari tubuh penderita ke dyalizer disebut arteria blood lines/inlet, sedangkan selang yang mengalirkan darah dari dyalizer ke tubuh penderita disebut venous blood line/outlet.
6. Persiapan mesin dan perangkat HD
a. Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan b. Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak
c. Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit
d. Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat dialisat yang telah disiiapkan.
e. Tunggu sampai lampu hijau f. Tes conductivity dan temperatur
g. Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing flatboth
h. Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien i. Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak2
j. Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming) k. Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan
l. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu jalankan blood pump (sirkulasi tertutup).
7. Persiapan Penderita : Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, aliguri berat atau anuria, asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum, kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut sperlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
a. Timbang dan catat BB
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan kelebihan cairan) c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk.
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai duk steril.
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril.
f. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonestdan heparin. g. Pakai masker dan sarung tangan steril.
h. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk.
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet sedangkan outlet sebanyak 1000 unit.
j. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan.
k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan perlahan sampai 200 ml/menit.
l. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan.
m. Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.
8. Perawatan pasien Hemodialisa Terbagi 3 yaitu ;
o Mempersiapkan perangkat HD o Mempersiapkan mesin HD
o Mempersiapkan cara pemberian heparin
o Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor BioPsikososial, agar penderita dapat bekerja sama dalam hal program HD
o Mempersiapkan akses darah
o Menimbang berat bada, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan o Menentukan berat badan kering
o Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
b. Perawatan Selama Hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita dan mesin HD 1) Observasi terhadap pasien HD
o Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dalam status o Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status
o Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya dalam status o Akses darah dihentikan
2) Observasi terhadap mesin HD
o Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam o Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
o Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur o Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
o Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam. c. Perawatan sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD pada pasien dan mesin HD 1) Cara mengakhiri HD pada pasien
o Ukur tekanan darah nadi sebelum slang inlet dicabut o Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
o Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
o Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
o Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga darah berhenti dari luka tusukan
o Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat o Timbang berat badan lalu dicatat
o Kirimkan darah ke laboratorium 2) Cara mengakhiri mesin HD
o Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol
o Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu kembalikan ke Hansen connector
o Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya
o Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan formalin 3% sebanyak 250 cc
o Formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan kembali.
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN
a. Biodata 1) Nama :
2) Umur : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun
4) Pekerjaan : 5) Agama : 6) Alamat : 7) Pendidikan : b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis.Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik yang lama atau menerus.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang menderita G GK erat kaitannya dengan penyakitketurunannya seperti GGK akibat DM.
c. Data Biologis 1. Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.
2. Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3. Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya. d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia
Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistim rennin
BB : Biasanya meningkat akibat oedema 1. Inspeksi
- Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
- Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit - Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan natrium 2. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung kongestif.
3. Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas. 4. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi.
e.Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan ketergantungan pada orang lain.
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.
g. Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atropik 2. Laboratorium :
- BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah.
- Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX I : Kelebihan volume cairan berhubungan darah penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan rete nsi urine.
Intervensi Keperawatan : - Kaji status pasien
a. Timbang berat badan harian
b. Keseimbangan masukan dan haluaran c. Turgor kulit dan adanya oedema
d. Tekanan darah, denyut nadi dan irama nadi - Batasi masukan cairan
- Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan Rasionalisasi :
- Pengkajian meruapakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi
- Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon te rhadap terapi - Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi
- Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. Kriteria Evaluasi
- Menunjukkan perubahan berat badan yang lambat - Mempertahankan pembatasan diet dan cairaan - Menunjukkan turgor kulit normal tampa oedema
- Melaporkan adanya kemudahan dalam bernapas atau tidak terjadi napas pendek.
DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
Tujuan : Untuk mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat. Intervensi Keperawatan :
- Kaji faktor berperan dalam merubah masukan nutrisi a. Anoreksia, mual muntah
b. Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien c. Depresi
d. Kurang memahami pembatasan diet e. Stomatis
- Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas diet
- Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis, tinggi, telur, produk susu, daging. Rasionalisasi :
- Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
- Mendorong peningkatan masukan diet.
- Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
Kriteria Evaluasi :
- Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasi diet.
- Menunjukkan turgor kulit yang normal tampa oedema, kadar albumin plasma dapat diterima. DX III : Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
Tujuan : Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan. Intervensi Keperawatan :
Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasionalisasi :
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakitnya. Kriteria Evaluasi :
- Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin. - Menggunakan informasi dan instruksi tertulis.
LAPORAN PENDAHULUAN GGK
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK
(CHRONIC RENAL FAILURE)
I. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
II. ETIOLOGI
1. Gout menyebabkan nefropati gout.
2. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
3. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
4. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
5. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
6. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal
genetik).
III. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi nefron
Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik
BUN dan creatinin meningkat
Penumpukan toksin uranik