477
•
REFERENDUM ADALAH PEMILIHAN UMUM
DALAM BENTUK LAIN
1)I..--_ _ _ _ _ _
Oleh:
Hannaily Ibrahim,
S.H. _ _ _
- -_ _
Pendahuluan
Mungkin orang akan sepakat, kalau dikatakan, bahwa demokrasi itu adalah pemerintahan rakyat, dan serentak pula kata setuju akan diberikan, ka-lau disebutkan, bahwa orang tidak akan pernah menjumpai rakyat meme-rintah dirinya sendiri. Sebab di negara manapun, bahkan dalam masyarakat apa pun, selalu terdapat sekelompok kecil rakyat yang bertindak se bagai pemimpin, atau pihak yang memerin-tah, dan kekompok lainnya dalam jumlah yang besar, sebagai pihak yang
dip imp in atau yang diperintah.
Sekelompok kecil rakyat terse but, adalah mereka yang ditakdirkan memi-liki kelebihan dibandingkan dengan rakyat umumnya. Kelebihan itu, mungkin, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, kecerdasan yang dibawa sejak lahir, lingkungan yang baik, dan kesempatan untuk mengem-bangkan kecerdasan tersebut. Jadi, ke-samaan keadaan pada saat manusia di-lahirkan, yang dijadikan sebagai lan-dasan harus ada persamaan antara orang seorang dengan orang lain, ka-, rena faktor tersebut, tidak dengan sen-dirinya membawa kesamaan dalam
sta-1)
Pembahasan atas makalah Mr. Yap Thiam Hien, Beberapa Pikiran Tentang Dan Se·kitar Undang-Undang Referendum, pada Diskusi Panel di Hotel Sahid Jaya, Ja· karta, 29 Agustus 1984, dalam rangka HUT PERADIN ke-21.
tus dan atau peranan seseorang dalam
masyarakat. .
Secara agamais, mungkin, dapat di-katakan, bahwa rupanya memang de-mikianlah kehendak Tuhan. Dia cita-kan umatNya yang tidak sarna, masing-rna sing mempunyai kelebihan dan ke-kurangan. Dia jadikan seseoranj!: atau sekelompok kecil orang sebagai pernim-pin, dan umat lainnya yang berjumlah jauh lebih banyak sebagai pihak yang
dipimpin. Menurut pandangan ini, ja-batan apa pun, baik formal maupun non formal, adalah amanah Allah. Bagi mereka yang setuju dengan pandang-an ini, maka pekerjapandang-an memirnpin ada-lah sekaligus ibadah, sehingga ketidak jujuran dalam melaksanakan tugasnya dianggap sebagai dosa, yang akhirnya ia harus pertanggung jawabkan kepada Tuhannya .
Seseoran'g atau sekelompok kecil orang yang sudah ditakdirkan sebagai pemimpin itu , sebelumnya tentu me-lalui proses. Proses itu , umumnya me-lalui pengangkatan at au pemilihan umum. Melalui pemilihan umum ter-ciptalah suatu pemerintahan dengan perwakilan. Hampir semua negara menganut sistem pemerintahan dengan perwakilan ini. Dengan siste~ ini,
maka semula rakyat dapat berperan serta secara langsung dalam bernegara,
maka saat ini, karena jumlah rakyat yang relatif sang at banyak , bertempat
478
tinggal di \Xilayah suatu negara yang cukup luas, peran serta rakyat itu ter-lihat pada saat menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya.
Pemilihan umum itu saat ini sudah
•
merupakan bagian yang tidak terpisah lagi dengan demokrasi. Yang
menentu-•
kan tinggi rendah derajat kedemokra-sian suatu pemerintahan, pada awalnya ditentukan oleh proses pemilihan umum itu sendiri. Karena itu, say a
se-pendapat dengan Pemrasaran, bahwa .
disayangkan pihak Panitia tidak meng-ikut sertakan RUU tentang Pemilihan Urn urn dibicarakan pada kesempatan ini. Dan dengan demikian, maka de
-mokrasi, dewasa ini, dapat pula ber-arti sebagai peran serta rakyat dalam bernegara, yaitu dalam menent.ukan
wakilnya, dan dalam melakukan peng-awasan . Pad a umumnya peran serta
itu dilaksanakan secara tidak langsung, karena dengan pemilihan umum telah terjadi semacam peralihan hak dari rakyat kepada wakilnya.
Peran serta rakyat secara langsung, dewasa ini, masih dapat dilihat dalam bentuk referendum. Referendum itu dapat diartikan sebagai lembaga untuk meminta persetujuan rakyat secara langsung ten tang suatu masalah. Sebe-lum tahun 1982 referendum ini hanya-lah merupakan konsumsi orang kam-pus saja, tetapi setelah tahun 1983 maka referendum , nampa:knya tidak dapat dipisahkan lagi dengan masalah pasal 37 UUD 1945. Dengan kata pengantar yang cukup panjang ini,
saya ingin mencoba untuk menyum-bangkan pikiran dengan berpedoman kep;lda makalahnya pemrasaran.
<
Referendum, pasal 1 ayat
(2),
dan
pasal
37
UUD 1945
Kalau kita mencoba untuk melihat ke belakang tentang ide referendum ini, maka ia berawal dari keinginan pe-merintah untuk lebih
mengdemokratis-Hukum dan Pembangunart
kan susunan MPR. Kalau susunan MPR in gin diubah, maka untuk menjamin agar UUD 1945 tidak diubah, atau pa-ling tidak tidak mudah diu bah., maka harus ada referendum terlebih dulu .
Masalah perubahan UUD 1945, pa-ling tidak sejak tahun 70-an, sudah ra-mai dibicarakan. Bukan persoalan se-tuju at au tidak sese-tuju akan adanya per-u bahan, tapi adanya semacam ketakper-ut- ketakut-an untuk meru bah UUD 1945, sehing
-ga sudah terbiasa kita menden-gar, UUD 1945 tidak boleh diubah. Ucap-an ini jelas tidak konstitusional. Apa
-lagi kalau kita ingat ikrar Orde Baru, untuk melaksanakan UUD 1945 se.cara murni dan konsekwen, maka ucapan itu jelas tidak menggambarkan kekon-sekuensi dalam sikap.
. .
Dipandang dari sudut hukum tat a negara, maka masalah perubahan ter-hadap suatu Konstitusi atau UUD ada-lah masaada-lah biasa-biasa saja. Secara teoritis perubahan terse but tidak mesti melalui pasal tentang perubahan itu sendiri, tapi ia juga tercipta dengan kebiasaan ketatanegaraan . Dengan ke
-biasaan ketatanegaraan ini, sebenarnya Konstitusi atau UUD itu sendiri tidak berubah secara formal , tapi dalam praktek pasal tertentu tidak dijalan-kan .
Contoh perubahan UUD 1945 ber-dasarkan kebiasaan ketatanegaraan umpamanya, perubahan sistem peme-rintahan presidentil di awal ' tahun
1945 menjadi sistem pemerintahan parlementer. MPR selalu menghindar untuk melaksanakan pasal 2 ayat (3), pengambilan keputusan dengan suara terbanyak ..
Kapan suatu Konstitusij UUD akan diu bah, maka persoalar.nya bukan lagi dalam bidang hukum tata negara , ia sudah berada dalam lapangan politik .
Dan keputusan untuk mengubah atau tidak mengubah suatu KonstitusijUUD
Referendum
adalah keputusan politik. Karena itu, betapa pun sukarnya suatu perubahan
yang telah ditentukan dalam pasalnya ,
kalau kekuatan polilitik yang berkuasa menghendaki maka hal itu bukan ti-dak mungkin terjadi. Dalam ilmu
hu-kum tata negara , hampir semua
peng-amat sependapat , bahwa Konstitusi
Amerika Serikat termasuk salah satu konstitusi yang tersukar untuk meng-ubahnya . Nyatanya , sejak tahun 1950c
an saja tepatnya sejak 1951 ,
amande-men ke XXII, sampai tahun 1971 ,
se-suai dengan catatan yang ada pada saya, telah terjadi empat kali peru
bah-• an.
Dilihat dari kekuatan politik yang ada, maka berubah atau tidaknya UUD
1945 sepenuhnya tergantung kepada
Golkar, karena secara formal partai
ini-lah yang memegang kursi mayoritas di MPR. Dan kalau anggota MPR yang lalu sepakat untuk tidak mengubah UUD 1945 maka itu adalahsikap po-litik mereka. Tetapi serentak kemu-dian ditetapkan ketetapan tentang re-ferendum, maka persoalannya menjadi
lain. Referendum itu sendiri, sebagai
salah satu cara untuk mengubah Kon-stitusi/UUD adalah hal yang biasa,
tapi masalahnya adalah , ketentuan
ten-tang perubahan itu sendiri sudah ada
dalam UUD 1945 , yaitu pasal 37 .
Dengan adanya referendum , maka
sebelum anggota MPR memperguna-kan pasal 37 ini, tanya dulu kepada rakyat, apa ia boleh
mempergunakan-nya atau tidak . Kalau rakyat
mengizin-kan maka anggota MPR bersidang
un-. tuk menentukan mana yang diu bah.
Dari proses ini, maka ada tiga tahapan,
pertama , niat /kehendak untuk
merig-ubah, kedua, referendum , dan ketiga
perubahan. Untuk mencapai niat itu saja, secara teoritis sudah tidak
mung-kin , kecuali kalau Golkar
menghen-,
daki. Andaikata rakyat setuju , maka
,
tahapan ketiga juga belum tentu akan
479 terwujud , kecuali kalau Golkar setuju.
Dilihat dari proses tersebut, maka benar apa yang dikatakan oleh
Pem-rasaran , bah wa makna pasal 37 telah
diu bah tanpa mengubahnya melalui pasal. 37 itu sendiri. Di samping itu ,
kalau diperhatik an makna kedaulatan
rakyat , seperti dicantumkan dalam
pa-sal 1 ayat ( 2) UUD 1945 , maka mela-lui pemilihan urn urn sebenarnya telah
terjadi semacam peralihan hak untuk
melaksanakan kedaulatan terse but
ke-pada anggota MPR . Sekarang untuk
melaksanakan wewenang berdasarkan peralihan itu anggota MPR harus
kem-bali bertanya kepada rakyat , apakah
mereka boleh mempergunakan .
wewe-nang terse but.
Kalau pada masa Orde Lama terjadi ,
hal semacam ini, umpamanya
pengang-katan presiden seumur hidup , maka
rasa bersalah tidak begitu besar
diban-dingkan dengan saat ini, karena di
awal Orde Baru kita sudah sempat ber-ikrar untuk melaksanakan UUD 1945
secara murni dan konsekwen. Kalau
pasal 37 diubah oleh ketetapan , maka
ini masih lumayan , walaupun tidak
mempergunakan pasal 37 itu sendiri.
Bagaimana kalau pasal 18 UUD 1945
hanya diu bah dengan UU 5 tahun
1979 .
Referendum adalah pemilihan
umum dalam bentuk lain
Melihat pasa}-pasal dalam RUU
Re-ferendum , maka satu-satunya
kesim-pulan yang dapat ditarik adahih
pelak-sanaannya sarna dengan pemilihan ,
umum. Kalau dalam pemilihan umum rasanya tidak lagi dibutuhkan pene-rangan kepada rakyat akan arti
pemi-lihan umum kecuali untuk mening-,
katkan pendidikan politiknya , maka
dalam hal referendum dibutuhkan
waktu untuk memberikan penerangan
apa itu referendum
,
. Hal ini mengingat tidak saja luas wilayah Indonesia , tapi•
•
480
,
juga jumlah penduduknya yang cukup
banyak dengan latar belakang pendi-dikan yang masih relatif rendah.
Berpengalaman kepada pemilihan umum 1971, 1977, 1983, maka kalau referetrdum ini jadi dijalankan, maka
•
tidak saja mengenai biaya, tapi juga sejauh mana jaminan pelaksanaannya yang demokratis.
Sehubungan dengan penyusunan RUU tentang referendum ini, apa se-babnya Tap IV/1983 memerintahkan penyusunan itu kepada Pre sid en tidak kepada DPR, demikian pertanyaan pemrasaran dalam halaman 4. Masalah penyusunan undang-undang, yang oleh teori Trias Politiqa diserahkan kepada bidang legislatif, maka nampaknya de-wasa ini teori terse but sudah tidak di-anut lagi seratus prosen. Baik dalam negara yaJ1g menganut sistem presiden-til, seperti di Amerika Serikat, maupun di negara-negara yang menganut sistem parlementer, maka dalam hal penyu-sunan RUU peranan eksekutif lebih menonjol. ~
Dalam hal penyusunan
undang-un-dang ini, maka sebenarnya kit a harus ,
kagum dengan pemikiran penyusunan UUD 1945. Menurut pasal 5 ayat (1)
Presiden memegang kekuasaan mem-bentuk undang-undang dengan perse-tujuan DPR. Dan pasal 21 ayat (1)
hanya menyebutkan, anggota DPR berhak mengajukan rancangan undang-undang. Kalau dalam pasal 5 ayat (1)
itu disebutkan memegang kekuasaan, maka dalam pasal 21 ayat (1) hanya dipakai istilah hak. Kalau kedudukan Presiden dalam terse but dihubungkan dengan kedudukan se.,bagai Mandataris
~
Lihat Ivor Jennings. Parliament. Cam-bridge University Press. 1 969. hal. 6juga dapat diliyat Gerhard Loewenberg/ Samuel C. Patterson. An Analytic Study
Comparing Legislatures. Bbston Toron-to. Little. Brown And Company. 1979. hal. 61. .
Hukum dan Pembangunan
MPR, Kepala Eksekutif, maka say a berpendapat bahwa memegang kekua-saan itu harus diartikan semacam ke-wajiban. Sedangkan dengan hak berarti bahwa boleh diajukan tidak pun tidak menjadi soal. Dengan begitu penyusun UUD 1945 memang telah menempat-kan Presiden sebagai legislator utama. Apalagi kalau dihubungkan dengan ke-nyataan yang ada, maka sebenarnya kedudukan Presiden ibarat timbangan yang seharusnya sederajat dengan
DPR, sekarang sudah terlalu berat ke-pada Presiden. Karena itu pembahas setuju dengan pendapat Pemrasaran, bahwa "Kedaulatan Rakyat Indonesia tidaklah lebih daripada nama belaka".
.
Apakah mungkin referendum
di-laksanakan ?
Setiap peraturan perundangan, be-gitu pula dengan ketetapan MPR, tidak dapat mengikat bad an perundangan atau MPR yang akan datang. Dengan dasar pemikiran ini, maka Tap MPR
IV /1983 paling tidak sampai tahun 1987 belum tentu akan dilaksanakan, karena bukankah saat ini MPR hanya tinggal Pimpinannya saja lagi. Badan Pekerja tidak diketahui apakah masih bertugas atau tidak. Sedangkan Pim-pinannya pun yang aktif hanya wakil
ketua dari unsur daerah, sebab pim-pinan dari unsur pimpim-pinan DPR sudah
sangat sibuk di DPR.
Kalau begitu yang diharapkah ada-lah agar Tap IV /1983 ini berlaku pula untuk MPR 1987-1992. Melihat keada-an dua partai lainnya, yaitu PPP dkeada-an PDI, maka untuk pemilihan umum
1987 nanti kalau tidak ada aral melin-tang maka partai Golkar juga akan ke-luar sebagai pemenang. Artinya tetap tidaknya ketetapan itu tergantung ke-pada Golkar sendiri.
Itu adlilah pertimbangan dari sudut juridis konstitusional. Pertimbangan
di-Referendum
bayangkan kalau kita nanti akan me-laksanakan pemilihan umum dua kali.
•
Kalau mau menghitung biaya referen-dum, maka tidak akan terpaut banyak dengan biaya pemilihan umum.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka pembahas berpendapat bahwa referendum itu, paling tidak sampai
1987, tidak akan mungkin dilaksana-kan, dan untuk tahun-tahun
berikut-nya tergantung kepada Golkar. Pemba
-has tetap berpendapat , bahwa
betapa-pun sukarnya untuk mengubah suatu
konstitusi/ UUD , apabila kekuatan
po-litik yang berkuasa menghendaki
ada-nya peru bahan , maka perubahan itu
dapat terjadi. DR.A.HirnZ3hSH. . Rp4.S00,-279 hal. 0(:."" ' _ •
_
.... '-.,.... "e D,_
.
,
122£ ' 7 FFb i Rp3.000,-169 hal.JUGA TERSEDIA BUKU-BUKU:
481 Dengan demikian sebenarnya pem-bahasan RUU tentang Referendum sa-at ini di DPR susa-atu hal yang mubazir, karena tidak saja dalam masa jabatan anggota DPR yang sekarang
referen-dum tidak mungkin dilaksanakan, te-tapi juga mengharuskan anggota DPR yang akan datang menerima
Undang-Undang tentang Referendum, kalau
su-dah disahkan , juga tidak
konstitu-sional.
Namun demikian, satu hal yang perlu dicatat, bahwa dengan adanya Tap MPR tentang referendum ini, maka pandangan bahwa UUD 1945
tidak boleh diubah sudah ditinggalkan. Dengan demikian sudah tidak mungkin UUD 1945 itu menjadi benda kenlmat.
Pl!N<Wn'AR pn 'VAT HIJIWM. Rp2.S00, -118 hal. £S LEI 2 7 _ , _ Rp3.600,-268 hal.
- Hukum Acara Pidana Dalam Prospeksi . . . Prof. Oemar Seno Adji, S.H .
Rp3.900,- Rp4.S00,- RpS.600,- Rp4.600,- Rp3.200,- Rp2.000,- Rp1.800,- RpS.SOO,- Rp6.300,- Rp3.300,- Rp1.800,-
Rp3.000,-- Hukum Hakim Pidana •. . . • . . • . . • . . . Prof. Oemar Seno Adji, S.H.
- Herzienning, Ganti Rugi, Perkembangan Delik Prof. Oemar Seno Adji, S.H.
- Pers Aspek·Aspek Hukum . . . Prof. Oemar Seno Adji, S.H.
- Masmedia dan Hukum . . . . . . Prof. Oemar Seno Adji, S.H.
- Pengetahuan dan Hukum Dagang . . . Iting Partadireja
- Suplemen Pengetahuan dan Hukum Dagang . . . • .• . Iting Partadireja
- Peradilan Belias Negara Hukum . . . Prof. Oemar Seno Adji, S.H.
- Peraturan J abatan Notaris . . . • . . . : . . GHSL Tobing, S.H.
- Praktek Hukum Peraturan Perundangan di Indonesia. Drs. CST. Kansil, S.H.
_ lkhtisar Hukum Lingkungan Hidup . . . M.L. Tobing, S.H.
- Saku Hukum . . . Drs. C.S. T. Kansil , S.H.
- Dan lain·1ain buku ilmu pengetahuan . . . . • • • • • • • • • • • • • • •
HUBUNGI:
JL. KRAMAT IV (KERNOLO'tG) No.1'
TELP 358583 - JAKARTA PUSAT