Laporan Kasus
ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA (AML)
Oleh:
Gita Pramadewi Fitriani
I1A004017
Pembimbing
dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.A
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Nopember, 2009
PENDAHULUAN
Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan.
Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh Bannet dan Virchoe pada tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang berbeda dari normal, jumlahnya berlebihan dan oleh karena menginfiltrasi sumsum tulang dapat menyebabkan anemia, trombositopenia atau granulositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Kematian sering terjadi karena perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi karena granulositopenia. 1
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel
leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.1
Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi : Leukemia limfositik kronik (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan
jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik (mengenai orang dewasa), leukemia limfositik akut (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan
merupakan 20 % leukemia pada anak). 1,2
Leukemia mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik, AML) akut adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. Pemaparan terhadap radiasi (penyinaran) dosis tinggi dan penggunaan beberapa obat kemoterapi
antikanker akan meningkatkan kemungkinan terjadinya AML.3
Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker sampai habis. Pelaksanaanya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus. Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang. Terapi awal pada AML bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda / remisi. Kemudian, setelah gejala dan tanda menghilang, diberikan terapi lanjutan untuk mencegah kekambuhan / relaps (disebut terapi maintenance). Setelah kemoterapi tahap pertama dan penderita sembuh, bukan berarti seluruh sel kanker telah musnah. Sel kanker yang berjumlah kurang dari satu milyar tak terdeteksi. Sel-sel ini "pingsan" dan tidak aktif bermitosis (membelah diri). Namun, suatu saat akan aktif dan menyebabkan
kekambuhan. Untuk memusnahkan sel-sel ini diperlukan konsolidasi, yaitu kemoterapi dengan dosis 10 kali lipat. Paling lambat satu bulan sesudah remisi (sembuh) pasien kembali kemoterapi.1,3
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relap (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita AML yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis, iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.1,2,3
Berikut dilaporkan sebuah kasus AML relaps pada seorang anak yang dirawat di bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 10 Oktober 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi AML
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum
tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu
banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. 4,5
2. Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh
French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut
menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 7-12:
Subtipe Menurut FAB (French American British)
Nama Lazim ( % Kasus)
MO Leukimia Mieloblastik Akut dengan
diferensiasi Minimal (3%)
M1 Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi
(15-20%)
M2 Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi
granulositik (25-30%)
M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)
M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)
M4Eo Leukimia Mielomonositik Akut dengan
eosinofil abnormal (5-10%)
M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)
M6 Eritroleukimia (3-5%)
M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)
Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML
3. Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20% kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000 penduduk atau sekitar
500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis AML.11-14
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita AML subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun, terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi adanya keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70% anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.1
4. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.14-18
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-20:
• Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom
di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.
• Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
• Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
• Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML
maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita AML.
• Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
• Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,
asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
• Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
• Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga
menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.21
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek
kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 23
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan
bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.25
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.26
6. Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 1,5,6:
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 % mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia. 27
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML13:
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a
dan 50 % M4.Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.28
7. Diagnosis
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). 7,29,30
Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat
mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.31-32
Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute
megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi minimal
dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel berikut :33
Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML
8. Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
34,35
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi 43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.1
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 1
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. 1 Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase &
Thioguanine (DAT).36
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor keluarga.1
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi. Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan
tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable
side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut14:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu
status penampilan ≤ 2
2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml
3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10 5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal 7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia
diatas 70 tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan
kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan
pengobatan seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan hal ini
menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.39
9. Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable), menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal, infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang
baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan hidup 2
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap
kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya
leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun
kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6 Sedangkan
kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) sekitar 40-50% .29
BAB III LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. Fahrul Aditia
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat & tanggal lahir : Buntok, 20 Juli 1995
Umur : 14 tahun 2 bulan
2. Identitas Orang tua/wali
AYAH : Nama : Tn. Muliadi
Pendidikan : S1 (Sarjana Pendidikan)
Pekerjaan : PNS (Kepala Sekolah)
Alamat : Bahaur tengah No.5 RT. 3 Pulang Pisau
Kal-Teng
IBU : Nama : Ny Ani Minarni
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Bahaur tengah No.5 RT. 3 Pulang Pisau
Kal-Teng
II. ANAMNESIS
Kiriman dari : RSU Kapuas
Dengan diagnosis : AML (Acute Myeloblastic Leukemia)
Aloanamnesis dengan : Ibu pasien
Tanggal/jam : 12 Oktober 2009 / 12.00 WITA
1. Keluhan Utama : Pucat
2. Riwayat penyakit sekarang :
Kurang lebih 1 tahun yang lalu (tahun 2008) sebelum masuk RSUD Ulin Banjarmasin, wajah anak bengkak di daerah pipi, mulut serta gusi. Anak mengalami perdarahan gusi sejak 1 minggu setelah gusinya membengkak. Darah keluar sedikit – sedikit berupa darah segar, tapi perdarahan tidak mau berhenti. Anak tidak ada mimisan dan tidak ada berak darah. Anak juga sering mengalami panas. Panasnya tinggi dan tidak mau turun dengan obat penurun panas. Anak juga sering pucat dan lemas. Anak mulai pucat setelah 1 bulan menjalani ibadah puasa 1 tahun yang lalu, sehingga ibu anak mengira anak sering pucat akibat hal tersebut. Anak mulai sering kelelahan kalau beraktivitas sehingga malas untuk melakukan aktivitas. Jika kelelahan, anak langsung pucat, tapi tidak pernah sampai pingsan. Anak tidak pernah mengeluh sesak nafas. Anak juga mengalami
peurunan nafsu makan. Anak tidak ada mengeluh nyeri perut. Setelah lebaran tahun lalu, anak dirawat di RSU Kapuas selama 8 hari dan ditransfusi sebanyak 4 kantong karena datang dengan keluhan pucat dan mudah lelah. Dokter disana mendiagnosis pasien menderita leukemia. Pasien dirujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin untuk menjalani kemoterapi dan sudah menjalani 6 kali kontrol selama 6 bulan. Tetapi sudah 3 bulan terakhir ini pasien tidak kontrol. Anak sering pucat karena sering beraktivitas di luar rumah. Kurang lebih 3 bulan sebelum masuk RS, anak ada mengeluh gusi bengkak dan mudah berdarah, terutama saat sikat gigi. Cucuran darah berhenti kurang lebih sekitar 15 menit. Anak juga mulai sering pucat dan mudah lelah saat beraktivitas sehingga anak malas beraktivitas di luar rumah. Sudah kurang lebih 6 bulan terakhir ini, berat badan anak turun sekitar 10 kg. Kurang lebih 3 hari sebelum masuk RS anak ada pingsan 1 kali setelah berjalan sekitar 500 meter. Anak juga ada demam, tetapi demamnya tidak mendadak tinggi dan tidak ada kejang. Anak sering berkeringat malam, pusing tanpa disertai penurunan kesadaran, sering mual dan nyeri perut serta sering nyeri-nyeri tulang, terutama pada daerah persendian lutut. Tidak ada lebam, tidak ada muncul bintik-bintik perdarahan di kulit, tidak ada hidung berdarah. Anak juga tidak ada nyeri pada daerah kelamin dan inguinal. Anak pernah menjalani kemoterapi 1 protokol dan ditambah 1 siklus. Sejak saat itu keluhan-keluhan mulai berkurang, tetapi dalam 3 bulan terakhir keluhan tersebut muncul kembali. Di keluarga anak, terdapat salah satu anggota keluarga anak yaitu saudara ibunya yang menderita penyakit yang sama dan telah meninggal sekitar 2 tahun yang lalu.
Ibu mengaku anak pernah menderita demam tifoid dan urtikaria setelah menjalani kemoterapi. Anak pernah menderita AML.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Riwayat antenatal :
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke posyandu atau puskesmas setiap bulan sekali sejak usia kehamilannya 4 bulan. Ibu pernah diimunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilannya. Ibu tidak ada menderita tekanan darah tinggi, tidak ada punya riwayat penyakit ginjal dan tidak ada mengkonsumsi alkohol saat hamil. Ibu juga tidak pernah melakukan rontgen foto saat hamil. Ibu hanya pernah memeriksakan kehamilannya dengan USG ke dokter dan dinyatakan kehamilannya baik-baik saja.
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan
Berat badan lahir : 3.500 gram
Panjang badan lahir : Ibu lupa
Lingkar kepala : Ibu lupa
Penolong : Bidan
Tempat : Rumah
Bayi lahir langsung menangis, kulit kemerahan dan bergerak aktif. Tidak ada riwayat asfiksia postpartum. Bayi kuat menyusu dan diberikan ASI ekskluusif. 5. Riwayat Perkembangan Tiarap : 4 bulan Merangkak : 6 bulan Duduk : 8 bulan Berdiri : 12 bulan Berjalan : 17 bulan
Saat ini : Saat ini anak duduk di kelas 1 SMU, anak mudah
lelah bila beraktivitas. Sewaktu duduk dibangku SMP anak termasuk siswa yang berprestasi di sekolahnya, tetapi sekarang menurun. Saat ini anak menjadi lebih sensitif, pemarah dan keras kepala.
6. Riwayat Imunisasi Nama Dasar (Umur dalam hari/bulan) Ulangan
(umur dalam bulan)
BCG +
-POLIO + + + +
-DPT + + +
-CAMPAK +
-Keterangan : Imunisasi dasar lengkap sesuai program puskesmas
7. Makanan
0 – 4 bulan : ASI eksklusif
4 bulan – 10 bulan : ASI, Susu Formula Lactogen, SUN Beras Merah 2x1
1 mangkok, tidak habis
10 bulan – 15 bulan : Bubur nasi, sayur, lauk 2x1 1 Mangkok, kadang tidak
habis
15 bulan – 2 tahun : Nasi lembek dengan sayur dan ikan 2x 1, 3-4 sendok
makan.
2 tahun – sekarang: Nasi putih 3x1 piring nasi dengan lauk, tidak mau makan sayur.
8. Riwayat Keluarga
Pasien
Susunan keluarga
No Nama Umur L/P Keterangan
1 Tn. Muliadi 38 tahun L Sehat
2 Ny. Ani Minarni 35 tahun P Sehat
3 Fahrul Aditia 14 tahun L Sakit
4 M. Gilang 6 tahun L Sehat
9. Riwayat Sosial Lingkungan
Anak tinggal bersama kedua orang tua dan satu saudara kandungnya, dalam sebuah rumah yang ukurannya 6 m x 16 m. Rumah terbuat dari kayu
lantai rumah terbuat dari kayu, atapnya dari sirap (kayu). Ventilasi di rumah cukup, cahaya masuk cukup. Rumah terletak di pinggir sengai Kahayan. Untuk mandi,cuci,kakus (MCK) menggunakan air sungai, biasanya air sungai. Untuk memasak, biasanya menggunakan air bersih yang dibeli. Untuk buang air kecil dan buang air besar menggunakan WC, tetapi pembuangannya langsung ke sungai. Ibu anak menyangkal disekitar rumahnya terdapat pabrik yang menggunakan bahan kimia atau sesuatu yang memancarkan radiasi tinggi, ibu juga menyangkal anak sering terkena pestisida baik untuk perkebunan maupun pembersihan lingkungan
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak pucat dan lemah
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 4 – 5 – 6
2. Pengukuran Tanda vital
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 98 X/menit, kualitas : kuat angkat,
regular.
Respirasi : 24 X/menit
Berat badan : 34,5Kg ( 67 % standar BB/U )
Panjang/tinggi badan : 156 cm ( 95 % standar TB/U )
Lingkar Lengan Atas : 18 cm
3. Kulit : Warna : sawo matang
Sianosis : tidak ada
Hemangiom : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Pucat : ada
Lain-lain : petikie pada ekstremitas bawah
4. Kepala : Bentuk : mesosefali
UUB : datar sudah menutup
UUK : datar sudah menutup
- Rambut : Warna : hitam
Tebal/tipis : sedikit tipis
Distribusi : merata
- Mata : Palpebra : tidak edem
Alis dan bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : anemis
Perdarahan subkonjungtiva : ada
Sklera : tidak ikterik
Produksi air mata : cukup
Pupil : Diameter : 3 mm/ 3mm
Simetris : isokor
Reflek cahaya : positif / positif
Kornea : jernih
- Telinga : Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada Lokasi :
- Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan Cuping Hidung : minimal Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
- Mulut : Bentuk : simetris
Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : mudah berdarah, terdapat hipertropi Gigi-geligi : gigi tumbuh lengkap
- Lidah : Bentuk : simetris
Pucat/tidak
Tremor/tidak
Kotor/tidak
Warna : merah muda
- Faring : Hiperemi : tidak ada
Edem : tidak ada
Membran/pseudomembran : tidak ada
- Tonsil : Warna : merah muda
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : tidak ada
- Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat Tekanan : tidak meningkat - Pembesaran kelenjar leher : tidak ada
- Kaku kuduk : tidak ada
- Massa : tidak ada
- Tortikolis : tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada/paru
Inspeksi : - Bentuk : simetris
- Retraksi : tidak ada
- Dispnea : tidak ada
- Pernafasan : thorakal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris kanan dan kiri Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Vesikuler
Suara Tambahan : Ronkhi (negatif / negatif)
Wheezing (negatif / negatif)
Inspeksi : Iktus : Terlihat, ICS V LMK sinister
Palpasi : Apeks : Teraba
Thrill + / - : +
Perkusi : Batas kanan : ICS II – ICS IV LPS dexter
Batas kiri : ICS II LPS sinister – ICS IV LMK sinister
Batas atas : ICS II LPS dexter – ICS II LPS sinister Auskultasi : Frekuensi : 98 X/menit, Irama : ireguler
Suara Dasar : S1=S2 tunggal Bising : ada 7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cekung
Palpasi : Hati : teraba 5 cm di bawah arcus costae dan 3 cm di bawah processus xipoideus, nyeri tekan(-)
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba Massa : tidak teraba
Nyeri tekan : ada
Perkusi : timpani
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus positif normal
8. Ekstremitas :
- Umum: akral hangat, perfusi jaringan baik, tidak ada edem dan tidak ada parese di semua ekstremitas
- Neurologis
Tanda
Lengan
Tungkai Kanan
Kiri Kanan Kiri
Gerakan aktif Aktif Aktif aktif
Tonus eutoni Eutoni Eutoni eutoni
Trofi eutrofi Eutrofi eutrofi eutrofi
Klonus - - - -Refleks Fisiologis BPR (+) TPR (+) BPR (+) TPR (+) KPR (+) APR (+) KPR (+) APR (+) Refleks patologis Hoffman (-) Tromner (-) Hoffman (-) Tromner (-) Babinsky (-) Chaddok (-) Babinsky (-) Chaddok (-)
Sensibilitas Normal Normal normal Normal
Tanda
9. Susunan Saraf : N.I s/d N.XII dalam batas normal
10. Genitalia : laki-laki , tidak ada kelainan
11. Anus : ada, tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA
Darah: Rutin : Hb : 6,7 g/dl WBC : 57,9 ribu /mm3 RBC : 2,28 juta /mm3 HCT : 20 vol % PLT : 28 ribu/mm3 Eosinofil : 3,36 (103/uL) 0,0 % Basofil : 0,62 (103/uL) 1,1 % - Kimia : LDH : 565 U/l Albumin : 4,7 g/dl
Urine : tidak ada
Feses : tidak ada
Nama : An. Fahrul Aditia
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun 2 bulan
Berat badan : 34,5 Kg
Keluhan Utama : Pucat
Uraian : Perdarahan gusi, hipertrofi gusi 3 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Demam intermiten, pucat, pusing dan lemas serta arthralgia. Anoreksia dan penurunan berat badan. Terdapat keluarga yang menderita penyakit yang sama dan keganasan lain. Anak pernah menjalani terapi AML (kemoterapi) 1 protokol dan ditambah 1 siklus.
Pemeriksaaan Fisik
Keadaan umum : tampak pucat dan lemah
Kesadaran : komposmentis GCS : 4 - 5 - 6
Tensi : 110/70 mmHg
Suhu : 36,5 °C
Kulit : Sawo matang, turgor cepat kembali, pucat, kelembaban cukup
Kepala : Mesosefali
Mata : Anemis, ikterik tidak ada
Hidung : Pernapasan cuping hidung minimal, sekret tidak ada
Telinga : Simetris, sekret tidak ada
Mulut : Simetris, mukosa bibir basah.
Toraks/Paru : Simetris, retraksi tidak ada, ronkhi dan wheezing tidak
ada
Jantung : Iktus terlihat, apek teraba, thrill dan bising ada
Abdomen : Cekung, H teraba, L/M tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi jaringan baik, tidak ada edem,
tidak ada parese
Susunan saraf : Tidak ada kelainan
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
1. Diagnosis Banding :
• AML (Acute Myeloblastic Leukemia)
• ALL (Acute Limfloblastic Leukemia)
• Anemia aplastik
2. Diagnosis Kerja : AML (Acute Myeloblastic Leukemia)
3. Status Gizi :
NCHS – WHO: BB/U = (34,5 – 51,8)/8 = -2,16 (gizi baik) TB/U = (94 – 105,4)/4,4 = -0,95 (normal) IMT = 34,5 / (1,56)2 = 14,19 CDC 2000 = 34,5 x 100% 46 = 75 % (Moderate malnutrition) VII. PENATALAKSANAAN - Pro transfusi PRC
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
- Rencana kemoterapi
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
X. PENCEGAHAN
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup.
BAB IV DISKUSI
Dilaporkan seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan berat 34,5 kg dan tinggi 156 cm yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 10 Oktober 2009 dengan diagnosis AML.
Pada pasien ini, diagnosis AML didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik
serta gambaran darah tepi dan dibuktikan dengan aspirasi sumsum tulang belakang.
4,6-11
1. Anamnesis
Manifestasi klinis pasien AML khas terjadi akibat desakan sel leukimia ke sel normal dan inflitrasi sel leukimia ke organ lain seperti hepar, lien dan tulang. 1
Gejala awal pasien AML menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan
kegagalan fungsi sumsum tulang. 2 Setiap anak dengan gejala klinis berupa demam
yang lama, pucat, infeksi dan atau perdarahan, timbulnya benjolan pada leher atau dan sekitarnya serta adanya keluhan tentang perut yang membesar harus didiagnosa banding sebagai AML. 2,3,8-12 Gejala umum yang lain pada pasien
leukemia yaitu : lemah atau cepat lelah, sakit kepala yang sering, mudah memar, nyeri pada tulang dan atau sendi, sesak nafas dan penurunan berat badan. 4,8-12
Dari hasil autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis AML, antara lain:
1. Perdarahan
Anak mengalami bengkak dan perdarahan pada gusi sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit, darah keluar sedikit – sedikit berupa darah segar, tapi perdarahan tidak mau berhenti. Menurut ibu pasien, sejak saat itu pipi, dan mulut pasien juga membengkak.
2. Pucat
Menurut pengakuan ibu pasien, anak tampak pucat sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Satu tahun yang lalu anak juga mulai sering pucat, tepatnya satu bulan setelah menjalankan ibadah puasa satu tahun yang lalu. 3. Demam
Anak sering mengalami panas sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, sifat panasnya naik turun yaitu turun dengan pemberian obat penurun panas tetapi kemudian panas lagi, ada keringat malam, saat panas kesadaran anak tidak menurun, anak tidak ada menggigil, dan anak juga tidak ada kejang.
4. Pusing, lemas dan mudah lelah
Anak sering mengalami pusing, lemas dan mudah lelah sejak 3 bulan yang lalu, anak mulai terlihat lemas dan malas beraktivitas, serta mudah lelah bila beraktivitas.
5. Nafsu makan dan berat badan menurun
Menurut ibu pasien, berat badan anak turun dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit.
6. Nyeri tekan perut
Menurut ibu pasien, anak juga sering mengeluh nyeri perut yang bertambah jika ditekan tetapi perut anak tidak membesar.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita AML, sering ditemukan hepatomegali, spenomegali, dan kadang-kadang ditemukan limpadenopati, hipertrofi gingiva atau pembengkakan kelenjar parotis, serta massa lokal dari sel leukemia (kloroma) 2,8-13.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anak, ditemukan konjungtiva anemis, hepatomegali, dan hipertrofi gingiva.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien AML yaitu pemeriksaan darah rutin, morfologi darah tepi dan aspirasi sumsum tulang. Hasil laboratorium darah rutin dari pasien AML biasanya menunjukkan granulositopenia, trombositopenia, atau anemi, dengan atau tanpa leukositosis. 14-18
Diagnosis AML ditegakkan atas dasar identifikasi morfologi dari leukemi mieloblas pada preparat apusan darah tepi dan dibuktikan dengan hasil aspirasi sumsum tulang. 4,6,17
Hasil morfologi darah tepi pada AML menunjukkan mieloblas dalam sirkulasi yang meningkat, normal, atau menurun dan penurunan jumlah granulosit serta trombosit juga menurun. 16-17 Hasil aspirasi sumsum tulang umumnya
hiperseluler, anak inti yang irreguler, jelas, dan sitoplasma yang sangat kecil. 30% sampai 90% mieloblas mengandung batang Auer yang merupakan struktur seperti batang dalam sitoplasma mieloblas, eosinofil dan basofil biasanya meningkat pada AML. 4,6,8,16-18
Berikut hasil morfologi darah tepi pada pasien :
− Eritrosit : normokromik normositik
− Leukosit : kesan jumlah meningkat, tampak dominasi sel blas (Aeur
Root)
− Tombosit : kesan jumlah menurun
− Kesan : Leukemia Akut
− Saran : Bone Marrow Aspiration
Hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang atau Bone Marrow Aspiration (BMA) pada kasus, menunjukkan kesan : Sumsum tulang normoseluler dengan M/E ratio = 0,84. Sistem eritropoetik aktivitas agak meningkat dengan dysplasia sedang (inti bizarre, bridging, inti 2). Sistem granulopoetik aktivitas sedang, proporsi mieloblas (6,5%), promielosit (4,5%), monosit (3%). Sistem trombopoetik aktivitas sedang, megakaryosit mudah ditemukan. Kesimpulan : AML tipe M4 dengan remisi sebagian.
Adapun diagnosis banding dari kasus ini adalah Acute Limfositic Leukemia (ALL) dan Anemia aplastik. ALL dan AML memiliki gambaran klinis yang sangat mirip sehingga sukar dibedakan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding ALL, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu, apusan darah tepi dan aspirasi sumsum tulang, hasilnya pada ALL sel blas yang dominan adalah tipe limpoid sedangkan pada AML sel blas yang dominan adalah tipe mieloid. Sedangkan diagnosa banding lainnya adalah anemia aplastik. Sebenarnya anemia aplastik sukar dibedakan dengan pre-leukemia akut. Persamaan gambaran klinis AML dan anemia aplastik antara lain pucat, panas, perdarahan. Namun anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat menjelaskan perbedaan ciri-ciri dari kesamaan tersebut seperti pucat pada AML sering timbul di tengah-tengah dari perjalanan penyakit, sedangkan pada anemia aplastik pucat biasanya dimulai pada awal perjalanan penyakit yaitu sejak lahir. Yang khasnya pada AML awal perdarahan biasanya dimulai pada gusi. Perbedaan gambaran klinis yang cukup mencolok adalah tidak ditemukannya hepatosplenomegali pada anemia aplastik, selain itu pada anemia aplastik tidak ditemukannya kanker metastatik yang menyerang sum-sum tulang, hal ini disebabkan pada anemia aplastik tidak terjadi inflitrasi sel-sel patologik ke organ-organ seperti pada AML. Untuk menyingkirkan diagnosa banding anemia aplastik secara pasti, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia, yaitu keadaan dimana kadar Hb, eritrosit, trombosit, leukosithematologi menurun. Sedangkan pada AML kadar leukosit meningkat (leukositosis) sedangkan komponen hematologi lain juga menurun.
Terapi yang diberikan pada pasien berupa: 1. Terapi suportif
= (11-6,7) x 34,5 x 4 = 600 cc
(Catatan : * Hb saat ini yang digunakan dalam perhitungan di atas adalah Hb saat
pertama kali pasien masuk rumah sakit yaitu tanggal 10.10.09) 2. Terapi simptomatis
Parasetamol 3 x 1 tablet, ditujukan untuk menurunkan demam. Pada hari perawatan ke 8, anak dikonsulkan ke bagian psikologi karena anak tidak mau melanjutkan kemoterapi dan tampak depresi. Oleh dokter ahli jiwa diberikan obat kalcetin 2 x 1 dan clobazam 2 x 1.
3. Terapi kausatif
Pada pasien ini direncanakan dilakukan kemoterapi, tetapi pasien menolak dilakukan kemoterapi.
Pada hari ke 8 perawatan, keluarga menyatakan untuk tidak melanjutkan rawat inap dan pengobatan, karena anak tidak mau melanjutkan kemoterapi. Akhirnya pasien pulang atas permintaan sendiri, dan tidak dilakukan kemoterapi lanjutan.
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus Acute Myeloblastic Leukemia (AML) pada seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan berat 34,5 kg dan tinggi 156 cm yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosa leukemia mieloid akut (LMA) didapatkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang, seperti perdarahan, pucat, demam, pusing, lemas dan mudah lelah, dan nyeri perut, serta nafsu makan dan berat badan turun. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, kadar hemoglobin di bawah normal, eritropenia, trombositopenia, hematokrit di bawah normal. Pada hasil apusan darah tepi ditemukan eritrosit yang normokromik normositik, jumlah leukosit yang meningkat, tampak dominasi sel blas. Dari hasil aspirasi sumsum tulang didapatkan hasil sumsum tulang normoseluler dengan M/E ratio = 0,84. Sistem eritropoetik aktivitas agak meningkat dengan dysplasia sedang (inti bizarre, bridging, inti 2). Sistem granulopoetik aktivitas sedang, proporsi mieloblas (6,5%), promielosit (4,5%), monosit (3%). Sistem trombopoetik aktivitas sedang, megakaryosit mudah ditemukan. Kesimpulan : AML tipe M4 dengan remisi sebagian.
Anak mendapatkan terapi suportif berupa tranfusi PRC. Terapi simptomatis berupa paracetamol 3 x 1 tablet, kalcetin 2 x 1 dan clobazam 2 x 1. Terapi kausatif
yang utama adalah kemoterapi. Tetapi keluarga menyatakan menghentikan perawatan dan tidak dilakukan kemoterapi atas permintaan sendiri.