• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II LEUKIMIA

N/A
N/A
bima anggutar

Academic year: 2024

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II LEUKIMIA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II LEUKIMIA

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKES Insan Unggul Surabaya

Oleh :

ADE RIA CARISNA NIM 13011001

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

INSAN UNGGUL SURABAYA 2017

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...1

KATA PENGANTAR...2

BAB 1...3

PENDAHULUAN...3

BAB 2...5

TINJAUAN PUSTAKA...5

BAB 3...15

ASUHAN KEPERAWATAN...15

BAB 4...42

PENUTUP...42

DAFTAR PUSTAKA...43

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 2 leukimia” dengan tepat waktu.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah. Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini saya buat untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan kita semua. Semoga bermanfaat.

Sidoarjo, 9 Maret 2017

Penyusun

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Leukemia merupakan nama kelompok penyakit maligna yang dikarakteristikan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan aima yang berarti “putih” dan “darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit.

Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian (Jan Tambayong, 2000).

Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker. Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 sampai 2015. Pada tahun 2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita) menderita kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case Fatality Rate/CFR 62%) (WHO, 2003).

Data American Cancer Society (2004), angka kejadian leukemia di Amerika Serikat 33.440 kasus, 19.020 kasus diantaranya pada laki-laki (56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya pada perempuan (43,12%). Insiden rate (IR) leukemia pada laki- laki di Canada 14 per 100.000 penduduk dan pada wanita 8 per 100.000 penduduk pada tahun yang sama. Data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat 1 orang meninggal karena kanker.

Diperkirakan 139.860 orang di Amerika terkena leukemia, lymphoma dan myeloma dan 53.240 orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR leukemia yaitu 12,2 per 100.000 penduduk.

Penyakit tersebut mempunyai banyak faktor penyebab namun belum ada yang mendominasi hingga terjadinya penyakit tersebut. Oleh karena itu, untuk mencegah leukemia atau kanker darah kita harus mengenal lebih jauh tentang leukemia,

(5)

bagaimana gejala-gejalanya, dampak dari penyakit leukemia, cara diagnosa dan penyembuhannya. Penyakit leukimia ini harus ditangani dengan tepat agar penderita tidak terjangkit penyakit lainnya karena tranfusi yang tidak steril. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit leukimia ini.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian penyakit Leukemia?

2. Apa jenis-jenis penyakit Leukemia?

3. Bagaimanakah etiologi penyakit Leukemia?

4. Bagaimana Faktor Risiko Perkembangan penyakit Leukemia?

5. Bagaimanakah Patofisiologi penyakit Leukemia?

6. Apa sajakah manifestasi klinis penyakit Leukemia?

7. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik penyakit Leukemia?

8. Bagaiamankah penatalaksanaan penyakit Leukemia?

9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien penyakit Leukemia?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan sel darah putih (leukemia).

1.3.2. Tujuan khusus\

Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Leukemia.

(6)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Fisiologi

Darah merupakan jaringan tubuh yang berbentuk cairan yang terdapat dalam pembuluh darah, dan termasuk dalam sistem hematologi. Jumlah darah setiap individu berbeda-beda tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung dan pembuluh darah. Normalnya pada orang sehat 1/13 dari berat badan atau 4 sampai 5 Liter. Darah berfungsi sebagai alat pengangkut dan sebagai pertahanan tubuh serta penyebar panas keseluruh tubuh.

Darah mengandung:

1. Air 91%

2. Protein 8% (Albumin, Globulin, Protombin dan Fibrinogen)

3. Mineral 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium dan Asam Amino)

Darah itu sendiri terbagi atas : 1. Eritrosit

Merupakan sel darah merah yang berbentuk cakram bikonkaf dan tidak berinti. Normalnya 5.000/mm3 darah. Eritrosit ini mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin (Hb). Hb normal wanita 11,5 mg% dan Hb normal laki_laki 13 mg%.

Eritrosit berfungsi sebagai pengikat oksigen dari paru-paru lalu diedarkan keseluruh tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh lalu dikeluarkan malalui paru-paru.

2. Leukosit

Leukosit merupakan sel darah putih yang terbagi atas dua kategori : granolosit sebanyak 60% san sel mononuklear (agranosit) sebanyak 40%. Leukosit memiliki inti dan bentuk yang berubah-ubah. Leukosit berfungsi sebagai pertahan tubuh terhadap

(7)

benda asing yang menyerang tubuh. Contoh infasi bakteri Normal leukosit : 5.000- 10.000 mm3.

3. Trombosit

Trombosit merupakan partikel-partikel kecil yang bermacam-macam, ada bulat dan lonjong. Trombosit berwarna putih. Jumlah normalnya 150.000- 450.000/mm3. Leukosit berfungsi sebagai pengontrol pendarahan. Contoh: dalam pembekuan darah.

2.2. Definisi Leukimia

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain (Reeves, Charlene J et al, 2001).

Leukemia tampak merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sumsum tulang.

Karena factor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi sekaligus gangguan klonal. Paa akhirnya, sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia.

2.3. Klasifikasi Leukemia

Leukemia digambarkan sebagai akut atau kronis, bergantung pada cepat tidaknya kemunculan dan bagaimana diferensiasi sel-sel kanker yang bersangkutan.

Sel-sel leukemia akut berdiferensiasi dengan buruk, sedangkan sel-sel leukemia kronis biasanya berdiferensiesi dengan baik.

Leukemia juga digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai contoh, leukemia limfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering di jumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitif.

Leukemia granulostik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil. Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mielobastik akut. Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada jenis sel yang

(8)

terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak, merupakan angka statistik yang luar biasa karena penyakit ini hamper bersifat fatal. Pembagian penyakit leukemia terdiri dari:

1. Leukemia limfositik akut (LLA)

Leukemia limfoblastik akut adalah leukemia utama pada masa anak-anak, dan membentuk hamper semua leukemia pada anak berusia kurang dari 4 tahun, dan lebih dari separuh leukemia selama masa pubertas. Penyakit ini jarang pada pasien berusia lebih dari 30 tahun. Walaupun LLA dijumpai pada sekitar 15% leukemia pada orang dewasa, namun dari kasus ini mungkin sebenarnya adalah gambaran awal dari transformasi akut LMK. (Ronald A. Sacher, 2004)

Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan yang paling sering dijumpai pada populasi anak-anak. Di Amerika Serikat, leukemia limfoblastik akut lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan lebih sering pada ras kaukasia daripada Afrika-Amerika. Puncak usia terjadinya leukemia limfoblastik akut adalah kira-kira 4 tahun, walaupun walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia.

Individu-individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-telangieksis sangat beresiko mengalami penyakit ini. Penyebabnya tidak di ketahui, walaupun dapat berkaitan dengan factor genetic, lingkungan, infeksi, dan di pengaruhi imun.

Gejala pada saat pasien datang berobat adalah pucat, fatigue, demam, pendarahan, memar. Nyeri tulang sering di jumpai, dan anak kecil dapat datang untuk dievaluasi karena karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada pemeriksaaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan hepatosplenomegali. Evaluasi laboratorium dapat menunjukan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada kira- kira 50% pasien pasien di temukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3. Neutopenia (jumlah neutrofil absolute kurang dari 500/mm3) sering dijumpai. Limfoblas dapat melaporkan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai limfosit atipik. Diagnosis pasti leukemia di tegakkan

(9)

dengan melakukan aspirasi sumsum tulang yang meperlihatkan limfoblas lebih dari 25%. Sebaikmya juga dilakukan pe,eriksaan imunologik,sitogenik, dan karakter biokimiawi sel. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Factor-faktor prognostic seperti jumlah leukosit awal dan usia pasien menetukan pengobatan yang diindikasikan. Pasien-pasien yang berisiko tinggi memrlukan terapi yang lebih intensif. Kebanyakan rencana-rencana pengobatan berlangsung selama 2-3 tahun dan dimulai dengan fase induksi remisi yang bertujuan untuk menurunkan beban leukemik yang berdeteksi menjadi kurang dari 5%. Fase terapi berikutnya bertujuan untuk menurunkan dan akhirnya menghilangkan semua sel leukemik dari tubuh.

Terapi preventif pada saraf pusat termasuk didalam semjua protocol terapi.

Kemoterapi dengan beberapa obat merupakan terapi utama, walaupun pada beberapa pasien yang berisiko tinggi dilakukan radiasi pada sistem saraf pusat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pendekatan pengobatan lain yang dilakukan pada anak yang mengalami relaps sumsum tulang. Tempat relaps lain adalah sistem saraf pusat dan testis. Prognosis untuk daya tahan tubuh hidup bebas penyakit yang lain lama adalah kira-kira 75% pada semua kelompok resiko.

Sindrom lisis tumor (trias metabolic hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfofatemia) merupakan komplikasi terapi yang terjadi ketika sel leukemia mengalami lisis sebagai respons terhadap kemoterapi sitotoksik dan pelepasan, kandungan interaselulernya ke dalam aliran darah. Sindrom ini sering terjadi di dalam sel yang memiliki fraksi pertumbuhan tinggi (leukemia/limfosema sel T dan limfoma burkitt). Hidrasi, alkalinisasi, dan pemberian aluporinal secara agresif sebelum memulai kemoterapi dapat meringankan disfungsi ginjal yang serius. Kedua tidakan pertama membantu ekskresi fosfat dan asam urat, dan alupurinol mengurangi pembentukan asam urat. Kalium sebaiknya tidak ditambahkan ke dalam cairan hidrasi. Dengan memantau konsentrasi elektrolit dan fungsi ginjal secara kilat, seseorang dapat menghindari berkembangnya gagal ginjal. (M.william schawtz,2005).

(10)

2. Leukemia mielositik kronis (CML)

Leukemia mielositik kronis (CML) terhitung kira-kira 3% dari semua kasus leukemia pada anak-anak. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi sebagian besar kasus terjadi pada akhir masa kanak-kanak. Penyakit ini relative lebih lambat disbanding leukima akut. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien sering asimtomatik dan dapt terdapat jumlah leukosit yang tinngi atau splenomegali yang ditemukan pada pemeriksaan rutin anak yang sehat. Akan tetapi, dapat trejadi gejala seperti demam, keringat malam, nyeri abdomen atau nyeri tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya splenomegali nhyata. Hepatomegali dapat juga terjadi. Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis nyata, trombositis, dan anemia ringan.

Sumsum tulang hiperselular tetapi sisertai maturasi myeloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah: kromosom lphiladelphia. Kromosom ini berkaitan dengan t (9;22) klasik.

Ada tiga tipe leukemia mielositik kronis: fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas. Fase kronis dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan menunjukkan hiperproliferasi elemen myeloid matur. Pengobatan selama fase ini ditunjukkan pada sitoreduksi untuk mengurangi resiko berkembangnya leukositosis dan splenomegali massif. Pemberian hidroksiuria merupakan bagian penting pengobatan sitoredutif.

Dengan berjalannya waktu, semua pasien akan memasuki fase akselerasi dan fase blas, mengalami leukemia yang nyata. Pada sebagian besar keadaan, secara morfologis ditemukan mieloblas, tetapi dapat juga terjadi transformasi limfoblas. Saat dimulai fase blas, prognosis biasanya buruk. Transplantasi sumsum tulang (BMT) merupakan satu-satunya terapi kuratif dan sebaiknya dilakukan kaetika pasien masih berada pada fase kronis. ( M.william schawtz, 2005).

3. Multiple Myeloma

Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam

(11)

darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi para protein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan (McPhee, J. Stephen, Maxine A. Papadakis, Jr.

Lawrence M. Tierney, 2008).

2.4. Etiologi

Kanker adalah salah satu jenis penyakit degeneratif yang disebabkan adanya pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Selanjutnya sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga bisa menyebabkan kematian (Irawan, 2001).

Leukimia adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversible dari sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berada.

Sel-sel tersebut, pada berbagai stadia akan membanjiri aliran darah yang berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak. Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi kompetisi metabolik yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia. Apabila proliferasi sel terjadi di limpa maka limpa akan membesar, sehingga dapat terjadi hipersplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia serta trombositopenia (Supandiman, 1997).

Etiologi leukimia sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara keseluruhan.

Banyak para ahli menduga bahwa faktor infeksi sangat berperan dalam etiologi leukimia. Infeksi terjadi oleh suatu bahan yang menyebabkan reaksi seperti infeksi oleh suatu virus. Mereka membuat suatu postulat bahwa kelainan pada leukimia bukan merupakan penyakit primer akan tetapi merupakan suatu bagian dari respon

(12)

pertahanan sekunder dari tubuh terhadap infeksi tersebut. Respon defensif tubuh berbeda pada berbagai tingkat usia oleh karena itu maka kita lihat bahwa leukimia limfoblastik akut terdapat banyak pada anak-anak, leukimia mieoblastik akut pada usia dewasa muda, leukimia granulositik kronik pada dewasa muda dan orang tua dan leukimia limfositik kronik dapat dijumpai pada semua umur (Supandiman, 1997).

Terjadi peningkatan insiden leukimia pada orang-orang yang terkena radiasi sinar rontgen (terkena radiasi ledakan bom aom, yang dapat terapi radiologis dan para dokter ahli radiologis). Diduga peningkatan insiden ini karena akibat radiasi akan merendahkan resistensi terhadap bahan penyebab leukimia tersebut (Supandiman, 1997). Selain faktor diatas ada beberapa faktor yang menjadi penyebab leukimia akut yaitu faktor genetika, lingkungan dan sosial ekonomi, racun, status imunologi, serta kemungkinan paparan virus keduanya.

Obat yang dapat memicu terjadinya leukimia akut yaitu agen pengalkilasi, epindophy ilotoxin. Kondisi genetik yang memicu leukimia akut yaitu Down sindrom, bloom sydrom, fanconi anemia, ataxia telangiectasia. Bahan kimia pemicu leukimia yaitu benzen. Kebiasaan hidup yang memicu leukimia yaitu merokok, minum alkohol (Dipiro, et al, 2005).

2.5. Faktor Risiko Perkembangan Leukemia

Faktor risiko untuk leukemia antara lain adalah predisposisi genetik yang berhubungan dengan insiator (mutasi) yang diketahui atau tidak diketahui. Saudara kandungan dari anak yang menderita leukemia memiliki kecerendungan 2 sampai 4 kali lipat untuk mengalami penyakit ini disbandingkan anak-anak lain. Kromosom abnormalitas kromosom tertentu, termasuk sindrom Down memiliki resiko menderita leukemia. Pajanan terhadap radiasi, beberapa jenis obat yang menekan sumsum tulang, dan berbagai obat kemoterapi telah dianggap meningkatkan risiko leukemia, agens-agens berbahaya di lingkungan juga di duga dapat menjadi faktor risiko.

Riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan dengan hematopoies (pembentukan sel darah ) telah terbukti meningkatkan risiko leukehodgkin, myeloma multiple. Riwayat leukemia kronis meningkatkan risiko leukemia akut.

(13)

2.6. Patofisiologi

Sebuah sel induk majemuk berpotensi untuk mengalami diferensiasi, poliferasi dan maturasi untuk membentuk sel-sel darah matang yang dapat dilihat pada sirkulasi perifer.

Sel neoplasma berpoliferasi didalam sumsum tulang Faktor pencetus : genetic, radiasi,

obat-obatan, kelainan kromosom, infeksi virus, paparan bahan kimia.

Penyebaran

ekstramedular Sel onkogen Infiltrasi sumsum

tulang

Pertumbuhan berlebih

MII Sirkulasi darah MII Sistem

Limfatik Kebutuhan nutrisi meningkat Nodus limfe

Pembesaran hati dan

limfa hipermetabolisme

MK

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Hepatosplenomegali limfadenopati

Peningkatan tekanan intra abdomen Penekanan ruang

abdomen Sel normal digantikan oleh

sel kanker

Gangguan rasa nyaman nyeri

MK

Resiko perdarahan Depresi produksi sumsum

tulang

(14)

c

2.7. Manifestasi klinis

Selain presentasi klinis, laboratorium dan evaluasi patologi diperlukan untuk definitif diagnosis leukimia. Tes yang paling penting adalah sumsum tulang biopsi dan aspirasinya yang disampaikan kepada hematopathology untuk berbagai evaluasi.

Noda cytochemical sangat membantu untuk menentukan apakah leukimia akut adalah keturunan myeloid atau limfoid.

Umum:

Biasanya terjadi 1-3 bulan dengan gejala yang tidak jelas seperti kelelahan, kurangnya toleransi latihan, nyeri dada dan perasaan yang tidak enak.

Gejala:

Pasien melaporkan penurunan berat badan, malaise, kelelahan, dan palpitasi dan dyspnea saat beraktivitas. Gajala lain yang dapat muncul yaitu demam, menggigil, dan kerasnya sugestif infeksi, memar (perdarahan vagina yang berlebihan, epistaksis, ekimosis dan petechiae), nyeri tulang, kejang, sakit kepala, dan diplopia.

2.8. Komplikasi

kecenderungan perdarahan trombositopenia

Penurunan trombosit

MK

Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer Suplai oksigen

kejaringan In adekuat anemia

Penurunan eritrosit

Resiko infeksi Daya tahan tubuh menurun

Penurunan fungsi leukosit

Kelemahan tulang Infiltrasi periosteal

stimulasi saraf C (noticeptor) tulang lunak dan lemah

Gangguan rasa nyaman nyeri fraktur fisiologis

Hambatan mobilitas fisik

(15)

Penyakit leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:

1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari kedaan anemia tersebut. Proses terapi Leukemia juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah.

1. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis.

Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom.

2. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi.

Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang pesat.

3. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.

4. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang abnormal dan mengakibatkan stroke.

5. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.

6. Kematian.

(16)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian A. Anamnesa :

a. Identitas

Meliputi, nama, usia, jk, suku , agama, alamat. Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa. Bisa juga terjadi pada anak-anak.

b. Keluhan utama

Lemas, sesak napas, demam, sakit kepala, lemah, nyeri tulang dan sendi.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang pada penyakit leukemia klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat pucat, anemis, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda- tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

(17)

Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot.

f. Pengkajian Psikososial

Pada pengkajian psikososial perlu dikaji tentang bagaimana respon klien terhadap penyakit leukemia yang sedang dialaminya. Apakah ada perubahan gambaran peran dan fungsinya terhadap penyakit yang dialaminya sekarang.

Kemudian tanyakan bagaimana cara keluarga memberikan dukungan ketika pasien dengan keadaannya sekarang.

B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum

Keadaan umum pada penderita leukemia tampak lemah, kesadaran bersifat composmentis selama belum terjadi komplikasi.

2. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg) Nadi :

Suhu : meningkat jika terjadi infeksi RR : Dispneu, takhipneu

3. Pemeriksaan B1-B6 a. B1 (Breath):

RR 37x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu otot sternokleidomastoid.

b. B2 (Blood):

TD 80/50 mmHg, CRT >3detik, akral dingin, HR 80x/menit, Hb 6,7 gr/dl, leukosit 70.500 ml3, trombosit 44.000ml3

c. B3 (Brain): sakit kepala d. B4 (Bladder):

Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine. Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.

e. B5 (Bowel):

(18)

BB turun, mual, muntah, pembesaran limfa, pembesaran hati f. B6 (Bone):

Nyeri tulang dan sendi C. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Diagnostik Leukimia Limfoblastik Akut (ALL)

Hitung darah lengkap dan diferensiasinya adalah indikasi utama bahwa leukemia tersebut mungkin timbul.Semua jenis leukemia tersebut didiagnosis dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang.Contoh ini biasanya didapat dari tulang iliaka dengan pemberian anestesi lokal dan dapat juga diambil dari tulang sternum (Gale, 2000 : 185).

Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik seperti:

a. Darah tepi

1) Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan timbul cepat.

2) Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l 3) Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun.

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia

4) Menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit, limfoblast, monoblast, erythroblast atau megakariosit) yang melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi.

(19)

Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia

b. Sumsum tulang

Merupakan pemeriksaan yang sifatnya diagnostik.Ditemukan banyak sekali sel primitif.Sumsum tulang kadang-kadang mengaloblastik; dapat sukar untuk membedakannya dengan anemia aplastik. Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukomic gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel antara). System hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam hitung 500 sel pada apusan sumsum tulang).

Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang c. Pemeriksaan sitogenetik

(20)

Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan dengan prognosis.

Gambar Contoh Hasil Interpretasi Pemeriksaan Sitogenik d. Pemeriksaan immunophenotyping

Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.

Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping

2. Pemeriksaan Diagnostik pada Kronik Leukimia Myeloblast (CML) a. Darah Tepi

1) Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.

2) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.

(21)

3) Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast kurang dari 5%.

4) Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.

5) Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu rendah

b. Sumsum Tulang.

Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan.Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi.Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%.

Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.

c. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95%

kasus.

d. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.

e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr – abl pada 99% kasus.

f. Kadar asam urat serum meningkat.

Perubahan CML dari fase kronik ke fase transformasi akut ditandai oleh:

1. Timbulnya demam dan anemia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

2. Respons penurunan leukosit terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak adekuat.

3. Splenomegali membesar yang sebelumnya sudah mengecil.

4. Blast dalam sumsum tulang >10%.

Diangnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO:

1. Blast 10 – 19 % dari WBC pada darah tepi atau dari sel sumsum tulang berinti.

2. Basofil darah tepi > 20%.

(22)

3. Thrombositopenia persisten (<100 x 109/L) yang tidak dihubungkan dengan terapi, atau thrombositosis (>1000 x 109/L) yang tidak responsive pada terapi.

4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.

5. Bukti sitogenetik adanya evolusi klonal.

Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO:

1. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.

2. Proliferasi blast ekstrameduler.

3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsy sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Diagnostik pada Multiple Myeloma a. Laboratorium

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah leukosit umumnya normal. Trombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60%

pasien. Hiperkalsemiadite mukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.

Gambar Hasil Pemeriksaan Adanya Protein M pada Penderita Multyple Myeloma

(23)

Gambar Keganasan Multiple Myeloma b. Radiologi

Gambaran foto x-ray dari multipel mieloma berupa lesi multipel, berbatas tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien mieloma, dengan sedikit pengecualian, mengalami demineralisasi difus.Pada beberapa pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.Saat timbul gejala sekitar 80- 90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:

1) Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan mieloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya pada mieloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.

2) Fraktur kompresi pada badan vertebra, tidak dapat dibedakan dengan osteoprosis senilis.

3) Lesi-lesi litik “punch out” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

4) Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa jaringan lunak.

(24)

5) Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%, tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.

Gambar Radiologi Pasien Multiple Myeloma

c. CT-Scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada mieloma. Namun, kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.

Gambar CT Scan Pada Multiple Myeloma

(25)

d. MRI

MRI potensial digunakan pada multiple mieloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit mieloma berupa suatu intensitas bulat, sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.

Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola menyerupai mieloma.MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak spesifik.Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple mieloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis.Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.

e. Angiografi

Gambaran angiografi tidak spesifik.Tumor dapat memiliki zona perifer dari peningkatan vaskularisasi.Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk mendiagnosis multipel mieloma.

D. Penatalaksanaan Medis

1. Leukimia Limfoblastik Akut (ALL) a. Pengobatan

Pengobatan khusus dan harus dilakukan di rumah sakit.Berbagai regimen pengobatannya bervariasi, karena banyak percobaan pengobatan yang masih terus berlangsung untuk menentukan pengobatan yang optimum.

1) Obat-obatan kombinasi lebih baik daripada pengobatan tunggal.

2) Jika dimungkinkan, maka pengobatan harus diusahakan dengan berobat jalan.

3) Daya tahan tubuh penderita menurun karena sel leukemianya b. Terapi

Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Kemoterapi

a) Induksi Remisi.

(26)

Banyak obat yang dapat membuat remisi pada leukemia limfositik akut.Pada waktu remisi, penderita bebas dari symptom, darah tepi dan sumsum tulang normal secara sitologis, dan pembesaran organ menghilang.Remisi dapat diinduksi dengan obat-obatan yang efeknya hebat tetapi terbatas. Remisi dapat dipertahankan dengan memberikan obat lain yang mempunyai kapasitas untuk tetap mempertahankan penderita bebas dari penyakit ini.

Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi, yaitu suatu keadaan di mana gejala klinis menghilang, disertai blast sumsum tulang kurang dari 5%.Dengan pemeriksaan morfolik tidak dapat dijumpai sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi (Bakta,I Made, 2007 : 131- 133).

Biasanya 3 obat atau lebih diberikan pada pemberian secara berurutan yang tergantung pada regimen atau protocol yang berlaku. Beberapa rencana induksi meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin), daunorubisin (Daunomycin), dan L-asparaginase (Elspar). Obat-obatan lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate).Allopurinol diberikan secara oral dalam dengan gabungan kemoterapi untuk mencegah hiperurisemia dan potensial adanya kerusakan ginjal.Setelah 4 minggu pengobatan, 85-90% anak-anak dan lebih dari 50% orang dewasa dengan ALL dalam remisi komplit.Teniposude (VM- 26) dan sitosin arabinosid (Ara-C) mungkin di gunakan untuk menginduksi remisi juka regimen awal gagal. (Gale, 2000 : 185)

b) Fase postremisi

Suatu fase pengobatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:

(1) Kemoterapi lanjutan, terdiri atas:

Terapi konsolidasi

Terapi pemeliharaan (maintenance) Late intensification

(27)

(2) Transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan permanen pada sebagaian penderita, terutama penderita yang berusia di bawah 40 tahun.

2) Terapi suportif

Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan kemoterapi karena akan menentukan angka keberhasilan terapi.

Kemoterapi intensif harus ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak penderita dapat meninggal karena efek samping obat,.Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.

Terapi suportif yang diberikan adalah;

a) Terapi untuk mengatasi anemia

b) Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas Antibiotika adekuat, Transfusi konsentrat granulosit.

Perawatan khusus (isolasi) dan Hemopoitic growth factor (G-CSF atau GM-CSF)

c) Terapi untuk mengatasi perdarahan

d) Terapi untuk mengatasi hal-hal lain seperti pengelolaan leukostasis, pengelolaan sindrom lisis tumor

2. Leukimia Myeloblastik Akut (CML)

Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu a. Fase kronik, obat pilihannya meliputi:

1) Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (Bakta, 2007).

2) Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi

(28)

biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal.

Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (Bakta, 2007).

3) Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph- (Hoffbrand, 2005).

4) Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat memberikan remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10% kasus (Bakta, 2007;Hoffbrand, 2005).

b. Terapi fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

c. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation.

Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total.

d. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat baru imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (Bakta, 2007).

(29)

3. Multiple Myeloma a. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan obat yang ampuh untuk membunuh sel-sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik, artinya beredar melalui aliran darah dan mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Yang umum sebagian besar efek samping kemoterapi termasuk kelelahan, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, mual dan muntah, kehilangan selera makan, rambut rontok , luka di mulut dan saluran pencernaan, nyeri otot, dan mudah memar atau pendarahan. obat khusus mungkin berunding lainnya khusus efek samping.

b. Terapi radiasi

1) Dalam myeloma, radiasi digunakan terutama untuk mengobati tumor yang lebih besar, atau untuk mencegah fraktur patologis dalam-dikompromikan tulang myeloma.

2) Pada orang dengan penyakit yang luas, radiasi dapat diterapkan ke area yang lebih besar untuk membunuh beberapa situs myeloma.

3) Radiasi dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan gejala lain yang berhubungan dengan area kecil kerusakan parah terutama tulang.

c. Pengobatan ditujukan untuk:

1) Mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi 2) Menghancurkan sel plasma yang abnormal

3) Memperlambat perkembangan penyakit.

d. Penatalaksanaan yang bisa diberikan

1) Obat pereda nyeri (analgetik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.

2) Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus bayak minum untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

3) Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah

(30)

patah. Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang- tulangnya rapuh.

4) Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.

5) Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan eritropoetin.

E. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke perifer (anemia)

2) Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh 3) Resiko perdarahan b.d trombositopenia

4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia)

5) Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologis dari leukemia)

6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (anoreksia)

7) Kerusakan integritas kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

F. Perumusan NANDA NIC-NOC No

.

NANDA (North American Nursing Diagnosis

Asosiation)

NOC (Nursing Outcome

Classification)

NIC

(Nursing Intervertion Classification) Ketidakseimbangan

perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke perifer (anemia)

Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke

1. Status Sirkulasi 2. Tissue perfusion :

cerebral Kriteria hasil :

1. Tekanan sistol dan diastole dalam keadaan rentang yang diharapkan

1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul.

2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan keluarga

untuk mengobsrvasi kulit

(31)

perifer yang dapat mengganggu kesehatan.

Batasan karakteristik : 1. Tidak ada nadi 2. Perubahan fungsi

motoric 3. Perubahan

karakteristik kulit 4. Penurunan nadi 5. Warna kulit pucat

saat elevasi Factor yang berhubungan : 1. Kurang

pengetahuan tentang factor pemberat (merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, imobilitas).

2. Tidak ada ortostatik hipertensi

3. Tidak ada tanda-tanda peningkatan intracranial 4. Menunjukkan fungsi

sensori motoric kranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan- gerakan involunter.

jika ada isi atau laserasi 4. Gunakan sarung tangan

untuk proteksi 5. Batasi gerakan pada

kepala, leher dan punggung

6. Monitor kemapuan BAB 7. Kolaborasi pemberian

analgetik

8. Monitor adanya tromboplebitis

9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

1. Resiko infeksi b.d

penurunan sistem kekebalan tubuh

Status imun

Klien diharapkan mampu:

a. Tidak adanya infeksi berulang

b. Tidak adanya tumor c. Status pencernaan dari

skala yang diharapkan d. Status pernapasan dari

Manajemen lingkungan Intervensi yang dilakukan : a. Ciptakan lingkungan yang

aman untuk pasien.

b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,

berdasarkan tingkat fisik, dan fungsi kognitif dan

(32)

skala yang diharapkan e. Berat badan dalam batas

normal

f. Suhu tubuh normal g. Tidak adanya kelelahan

secara terus menerus h. Jumlah sel darah putih

dalam batas normal Status nitrisi

Klien diharapkan mampu menormalkan:

a. Pemasukan nutrisi b. Pemasukan makanan

dan cairan c. Energi d. Masa tubuh e. Berat badan

pengalaman masa lalu.

c. Hindari lingkungan yang berbahaya (ex : permadani lepas dan kecil, perabotan rumah yang dapat

dipindah-pindahkan).

d. Hindari objek yang

berbahaya dari lingkungan.

e. Usaha perlindungan dengan pinggir

jeruji/pinggir lapisan jeruji, dengan tepat.

f. Dampingi pasien selama aktivitas di luar bangsal.

g. Atur tinggi rendahnya tempat tidur.

h. Sediakan peralatan yang adaptif (ex : tangga yang dapat disandarkan dan susuran tangan), dengan tepat.

i. Tempatkan furniture dalam ruangan dengan susunan yang tepat.

j. Sediakan tabung panjang untuk membuat gerakan lebih leluasa.

k. Tempatkan objek yang digunakan dalam batas jangkauan.

(33)

l. Sediakan kamar untuk 1 orang.

m. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman.

n. Sediakan tempat tidur yang kokoh/kuat.

o. Tempatkan perubahan posisi tempat tidur dalam kondisi yang mudah dijangkau.

p. Kurangi rangsangan dari lingkungan.

q. Hindari pencahayaan yang tidak penting, sirkulasi udara, keadaan yang terlalu panas, ataupun dingin.

r. Atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan pasien, jika suhu tubuhnya berubah.

s. Kontrol/cegah bising yang berlebihan, bila

memungkinkan.

t. Kontrol pencahayaan untuk manfaat terapeutik.

u. Batasi jumlah pengunjung.

v. Batasi kunjungan secara personal kepada pasien, keluarga, kebutuhan penting lainnya.

(34)

w. Lakukan rutinitas sehari- hari sesuai kebutuhan pasien.

Manajemen nutrisi Intervensi yang dilakukan : a. Tanyakan apakah pasien

mempunyai alergi terhadap makanan.

b. Pastikan makanan kesukaan pasien.

c. Dorong kenaikan pemasukan zat besi makanan, dengan tepat.

d. Dorong kenaikan pemasukan protein, zat besi, vitamin C, dengan tepat.

e. Berikan pasien dengan protein tinggi, kalori tinggi, nutrisi makanan cemilan dan minuman itu bisa dengan mudah mengonsumsi denagn tepat.

f. Ajarkan pasien bagaimana menafkahkan buku harian makanan, sesuai dengan kebutuhan.

g. Kontrol catatan pemasukan untuk kandungan nutrisi

(35)

dan kalori.

2. Resiko perdarahan b.d

trombositopenia

Pembekuan darah Klien diharapkan mampu menormalkan :

a. Gumpalan pembentukan b. Waktu protrombin c. Hb

d. Perdarahan e. Memar f. Petechiae

Pencegahan perdarahan Intervensi yang dilakukan :

a. Monitor kemungkinan terjadinya perdarahan pada pasien

b. Catat kadar HB dan Ht setelah pasien mengalami kehilangan banyak darah c. Pantau gejala dan tanda

timbulnya perdarahan yang berkelanjutan 9cek sekresi pasien baik yang terlihat maupun yang tidak disadari perawat)

d. Pantau factor koagulasi, termasuk protrombin (Pt), waktu paruh tromboplastin (PTT), fibrinogen,

degradasi fibrin, dan kadar platelet dalam darah) e. Pantau tanda-tanda vital,

osmotic, termasuk TD f. Atur pasien agar pasien

tetap bed rest juka masih ada indikasi pendarahan g. Atur kepatenan/ kualitas

produk / alat yang berhubungan dengan

(36)

perdarahan

h. Lindungai pasien dari hal- hal yang menimbulkan trauma dan bias

menimbulkan perdarahan i. Jangan lakukan injeksi j. Gunakan sikat gigi yang

lembut untuk perawatan oral pasien

k. Gunakan alat ukur elektrik yang memiliki pinggiran tepi saat pasien mencukur l. Hindari tindakan invasive m. Cegah memasukkan

sesuatu kedalam lubang daerah yang mengalami perdarahan

n. Hindari pengukuran suhu secar rectal

o. Jauhkan alat-alat berat disekitar pasien

p. Instruksikan pasien untuk menghindari/ menjauhi aspirasi atau anti koagulan yang lain

q. Instruksikan pasien untuk menghindar aspirin/

antikoagulan yang lain r. Instruksikan pasien untuk

emngkonsumsi makanan

(37)

yang mengandung vit K s. Cegah terjadi konstipasi t. Ajarkan pasien dan

keluarga untuk mengenali tanda-gejala terjadinya perdarahan dan tindakan pertama untuk penanganan selama perdarahan

berlangsung

3. Intoleransi aktivitas

b.d kelemahan umum (anemia)

Toleransi aktivitas Klien diharapkan mampu untuk menormalkan:

a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas

b. Denyut nadi ketika beraktivitas

c. Laju pernapasan ketika beraktivitas

d. Tekanan darah sistolik e. Tekanan darah diastolic f. Pemeriksaan EKG g. Warna kulit

h. Kekuatan tubuh atas i. Kekuatan tubuh bawah Daya tahan

Klien diharapkan mampu untuk menormalkan:

a. Kinerja dari rutinitas b. Aktivitas

c. Konsentrasi

Terapi aktivitas

Intervensi yang dilakukan:

a. Kolaborasi dengan terapis dalam merncanakan dan memonitor program aktivitas

b. Tingkatkan komitmen pasien dalam beraktivitas c. Bantu mengekplorasi

aktivitas yang bemanfaat bagi pasien

d. Bantu mengidentifikasi sumberdaya yang dimiliki dalam beraktivitas

e. Bantu pasien/keluarga dalam beradaptasi dengan lingkungan

f. Bantu menyusun aktivitas fisik

g. Pastikan lingkungan aman untuk pergerakan otot

(38)

d. Kepulihan energy setelah beraktivitas e. Tingkat oksigen darah

Tingkat kegelisahan Klien diharapkan mampu untuk menormalkan:

a. Nyeri b. Cemas c. Mengerang d. Stress e. Takut f. Kegelisahan g. Nyeri otot h. Meringis i. Sesak nafas j. Mual k. Muntah

h. Jelaskan aktivitas motorik untuk meningkatkan tonus otot

i. Berikan reinforcemen positif selama beraktivitas j. Monitor respon emosional,

fisik, sosial dan spiritual

Manajemen energy Intervensi yang dilakukan

a. Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien b. Jelaskan tanda yang

menyebabkan kelemahan c. Jelaskan penyebab

kelemahan d. Jelaskan apa dan

bagaimana aktivitas yang dibutuhkan untuk

membangun energi e. Monitor intake nutrisi

yang adekuat f. Monitor respon

kardiorespirasi selama aktivitas

g. Monitor pola tidur h. Monitor lokasi

ketidaknyamanan/nyeri i. Batasi stimulus lingkungan j. Anjurkan bedrest

(39)

k. Lakukan ROM aktif/pasif l. Bantu pasien membuat

jadwal istirahat

m. Monitor efek obat stimulan dan depresan

n. Monitor respon oksigenasi pasien

4. Nyeri b.d agen cedera

biologis (efek fisiologis dari leukemia)

Tingkat Kecemasan : Klien diharapkan mampu untuk :

a. Menghindari perasaan gelisah.

b. Menghindari serangan panik

c. Menghindari Rasa cemas yang berlebihan.

d. Mengontrol tekanan darah.

e. Mengontrol peningkatan denyut nadi.

f. Mengontrol peningkatan jumlah pernafasan.

g. Menghindari hal-hal yang bisa mengganggu tidur.

Tingkatan nyeri

Klien diharapkan mampu untuk:

a. Mengendalikan rasa

Mengurangi rasa cemas:

Intervensi yang dilakukan:

a. Tenangkan klien dan melakukan pendekatan.

b. Kaji perspektif situasi stress klien.

c. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, terapi, dan prognosis.

d. Bantu pasien untuk untuk meminimalisir rasa cemas yang timbul.

e. Kaji tanda-tanda kecemasan baik secara verbal maupun non verbal.

Menajemen nyeri

Intervensi yang dilakukan:

a. Ajarkan klien tentang bagaimana cara mengontrol rasa nyeri.

b. Ajarkan klien teknik- teknik relaksasi.

(40)

nyeri.

b. Mengontrol diri dari kehilangan nafsu makan.

c. Ajarkan klien bagaimana cara menghindari diri dari rasa cemas.

5. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (anoreksia)

Status Nutrisi

Klien diharapkan mampu untuk menormalkan:

a. Pemasukan nutrisi b. Pemasukan makanan c. Pemasukan cairan d. Energy

e. Berat badan f. Tonus otot g. Hidrasi

Nafsu makan

Klien diharapkan mampu untuk menormalkan:

a. Menyeimbangkan nafsu makan

b. Menyeimbangkan Pasokan cairan tubuh c. Menyeimbangkan

Pasokan nutrisi tubuh Weight gain behavior : Klien diharapkan mampu : a. Mengidentifikasi

penyebab kehilangan berat badan

b. Memilih sebuah target

Mengontrol nafsu makan:

Intervensi yang dilakukuan:

a. Anjurkan asupan kalori yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup.

b. Kontrol asupan nutrisi dan kalori.

c. Anjurkan kepada klien untuk mengkonsumsi nutrisi yang cukup.

Pengontrolan nutrisi Intervensi yang dilakukuan:

a. Tanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan

b. Tentukan makanan pilihan pasien

c. Tentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan untuk memenuhi nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli makanan, jika diperlukan d. Tunjukkan intake kalori

yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya hidup

(41)

sehat berat badan.

c. Mengidentifikasi pemasukan kalori

d. Memilihara suplai nutrisi makanan dan minuman yg adekuat

e. Meningkatkan nafsu makan

e. Timbang berat badan pasien pad jarak waktu yang tepat

Terapi Nutrisi

Intervensi yang dilakukan f. Monitor pemasukan cairan

dan makanan dan menghitung pemasukan kalori sehari-hari

g. Bantu pasien membentuk posisi duduk yang benar sebelum makan

h. Ajarkan pasien dan kelurga tentang memilih makanan

6. Kerusakan integritas

kulit b.d zat kimia (kemoterapi, radioterapi)

Intregitas jaringan : kulit dan membran mukosa

Klien diharapkan mampu menormalkan :

a. Temperatur b. Sensasi c. Elastisitas d. Pigmentasi e. Warna f. Ketebalan

g. Jaringan bebas lesi.

Pengawasan kulit

Intervensi yang dilakukan:

a. Amati warna kulit, kehangatan (suhu), bengkak, getaran, tekstur kulit, udem.

b. Pantau area yang tidak berwarna dan memar kulit serta membran mukosa.

c. Pantau kelainan kekeringan dan kelembaban kulit.

d. Catat perubahan kulit atau membran mukosa.

e. Periksa keketatan pakaian.

(42)

f. Pantau warna kulit.

g. Pantau suhu kulit.

h. Instruksikan anggota keluarga / pemberi

perawatan tentang tanda – tanda dari kerusakan kulit.

G. Implementasi

Dalam implementasi perawat melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi yang telah disusun. Dilakukan sesuai standar operasional dalam melakukan tindakan. Agar tindakan yang dilakukan perawat ada bukti dan diharus dicatat hasil monitoring tindakan.

H. Evaluasi

Evaluasi wajib dilakukan karena sebagai tolak ukur tindakan yang diberikan pada pasien memiliki hasil yang sudah diharapkan sesuai dengan kriteria hasil atau belum. Dan dalam melakukan tindakan sudah sesuai perencanaan atau tidak.

Evaluasi memberikan nilai atas hasil yang diperoleh dari kondisi pasien. Jika kriteria hasil tidak mencapai tujuan, maka dilakukan pengkajian ulang selanjutnya dilakukan perencanaan tindakan dan dilakukan pelaksanaannya.

BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain. leukemia diturunkan dari bahasa Yunani leukos dan

(43)

aima yang berarti “putih” dan “darah” yang mengacu pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trobositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian.

Etiologi dari leukemia belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor predisposisi penyabab dari leukemia, diantaranya : sel darah putih yang kemungkinan berproliferasi secara tidak terkendali sebagai penyebab tersering, kemudian karena radiasi, zat kimia, gangguan imunologik, virus dan factor genetic.

Sampai saat ini, leukemia merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Adanya mediastinal massa dan infiltrasi ke CNS merupakan faktor yang memperburuk perjalanan penyakit ini.

4.2. Saran

Perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien agar semangat menjalani hidup dan memberikan usaha maksimal untuk mempertahankan hidup pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk selalu mengikuti terapi yang dianjurkan. Perawat juga harus memperhatikan personal hygiene pasien untuk mengurangi dampak bertambah parahnya penyakit leukemia pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

http://www.academia.edu/20618101/ASKEP_LEUKEMIA diakses 9 Maret 2017 10.31 Wib.

(44)

Nurarif, Amin H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Gambar

Gambar Pemeriksaan Darah Tepi pada Pasien Leukemia
Gambar Pemeriksaan Sumsum Tulang c. Pemeriksaan sitogenetik
Gambar Limfoblast pada penderita Leukemia
Gambar Hasil Interpretasi immunophenotyping
+6

Referensi

Dokumen terkait

produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang normal, dengan.. ini sel darah putih terlihat berbeda dengan sel normal dan

Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang (myeloma) dari jaringan sel tulang (sarcoma) sel-sel tulang akan berada pada nodul-nodul limfe, hati dan

Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur..

Asam yang disekresi berasal dari klorida-klorida yang terdapat dalam darah di tambah kation (H+) yang berasal dari kerja satu enzim-anhidrase karbonat. Anhidrase karbonat

Digunakan sel Myeloma karena sel Myeloma meupakan salah satu sel kanker yang sering ditemukan, yang berasal dari sumsum tulang yang menghasilkan sel darah, yang ditandai dengan

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang, disebabkan oleh beberapa faktor resiko selama kehamilan dan pasca natal seperti

Pada penderita leukemia sel darah merah mengalami gangguan atau produksinya di dalam tubuh, karena sumsum tulang memproduksi sel darah yang abnormal, tidak dapat berfungsi dengan baik,

Fungsi dan Kegunaan Sistem Rangka  3 Penghasil Sel-Sel Darah Sel darah merah, sel darah putih, dan komponen darah lainnya dihasilkan pada sumsum tulang merah yang mengisi ruangan