• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencemaran Limbah Timah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pencemaran Limbah Timah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK LIMBAH DAN BEKAS TAMBANG TIMAH

TERHADAP LINGKUNGAN

Kasus di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung A. Sutowo Latief

Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang

Jl. Prof. Soedarto,S.H.,Tembalang, KotakPos 6199/SMG, Semarang 503293 Telp. 024-7473417, 024-7466420 (hunting), Fax. 024-7472396

Abstrak

Logam timah diperoleh dari penambangan bijih timah melalui proses metalurgi. Bijih timah sebelum mengalami proses metalurgi, terlebih dulu dilakukn pengerjaan awal. Penggunaannya untuk pelapisan pelat baja tipis bahan kemasan makanan dan minuman, sebagai logam paduan misalnya perunggu dan pateri. Tambang Inconvensional (TI) dan skala usaha yang lebih kecil yaitu Tambang Rakyat (TR) sudah berlangsung lama (400tahun silam) di provinsi Bangka Belitung. Satu unit Tambang Inkonvensional (TI) dapat menghasilkan Rp 4 juta/hari, bayaran buruh mencapai Rp 150.000/hari, dan anak-anak bisa mengumpulkan uang Rp 40.000/hari dari mengumpulkan sisa pencucuian pasir timah. Dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan yang dasyat akibat ekploitasi yang tak memperhatikan keseimbangan ekosistem. Tanah dan lumpur sisa menyebabkan pendangkalan sungai dan hutan bakau di pantai menjadi rusak, lubang-lubang bekas penambangan tandus, serta kekeringan panjang. Timbul penyakit malaria akibat banyaknya lubang tambang yang tergenang air. Muncul penyakit masyarakat, yakni prostitusi dan kebiasaan minum minuman keras, serta penyelundupan pasir timah ke luar negeri. Sektor pertambangan selain memberikan pendapatan bagi negara, membuat pemiskinan disekitar kawasan pertambangan. Semakin besar skala pertambangan, semakin besar pula daya rusaknya terhadap lingkungan dan semakin sulit dipulihkan.

Kata Kunci : ”Limbah”, ”Tambang Timah”,”Kecamatan Belinyu”.

I. Pendahuluan

Timah merupakan logam alotropi, yaitu memiliki perubahan struktur kristal pada keadaan padat. Pada kondisi normal, suhu 13o – 161oC berada pada fase beta (timah beta) berwarna perak dan dapat ditempa. Diatas suhu 161oC berubah menjadi timah gama, pada fase ini sangat rapuh, mudah dihancurkan menjadi serbuk halus. Dibawah 13oC berubah menjadi fase alpha, pada fase ini struktur kristalnya diamond yang sangat keras ( Latief, 2008). Sifat-sifatnya : titik lebur 231,86oC, titik didih 2270ºC, kekerasan dan dan kekuatan tarik rendah, konduktivitas panas dan listrik tinggi, tahan terhadap korosi (Sevryukov, t.t.). Penggunaannya: untuk melapisi plat baja tipis/lunak yang akan dijadikan kaleng untuk tempat makanan dan minuman, sebagai bahan solder/pateri bila dipadu dengan timbal dan bismuth, apabila dipadu dengan tembaga diperoleh logam perunggu.

Bijih timah yang disebut kasiterit (cassiterite) merupakan timah oksida (SnO2), berat

specifik: 6,8 – 7,1 berwarna kuning muda hingga coklat, tergantung unsur pengotornya. Kasiterit berupa partikel ukuran halus 0,001 – 0,02 mm dan ukuran butiran kasar 2 mm lebih. Timah diperoleh dari pemurnian kasiterit (proses metalurgi) dalam dapur lebur (smelter). Logam-logam ikutan lain dalam bijih yang sering menyertai yaitu: wolfram, tembaga, seng, timbal,dan lain-lain (Sevryukov, t.t.). Sebelum dilebur (smelting) bijih timah diproses awal (ores dressing) yang meliputi : pemanggangan (roasting), pelarutan (leaching), dan pemisahan secara magnetik. Pemanggangan bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan yang mudah menjadi gas seperti belerang, arsen, dan antimon. Pelarutan dengan menggunakan asam hidrochlorida (HCl) untuk memisahkan Fe, Pb, As, pada suhu 130 oC. Setelah di leaching bijih dipisahkan secara magnetik, hingga diperoleh consetrate

casiterit.

Pemurnian atau pengambilan logam timah dari konsentrat ini menggunakan proses

(2)

pyrometalurgy, yaitu melibatkan proses pemanasan. Proses peleburan dilakukan dalam dapur nyala api (reverberatory) atau dapat juga dilakukan dalam dapur listrik, hasilnya didapat timah kasar (pig tin). Agar dapat memenuhi permintaan pasar dengan standar tertentu, timah kasar ini diproses lagi (refining).

Berikut ini dikemukakan kegiatan penambangan timah di Provinsi Bangka Belitung yang telah berlangsung sejak lama, dengan berbagai dampaknya terhadap lingkungan.

2. Mekanisme Penambangan Timah

Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung mempunyai 8 (delapan) kecamatan: 1) Bakam, (2) Belinyu, (3) Mendo Barat, (4) Merawang, (5) Pemali, (6) Puding Besar, (7) Riau Silip, (8) Sungailiat. Kecamatan Belinyu terletak dibagian paling utara Kabupaten Bangka, jumlah penduduk 38.681 jiwa (Aditya, 2007) Tambang Inkonvensional (TI) sudah sangat dikenal di kalangan rakyat Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana. Untuk skala penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR), umumnya tidak memiliki izin penambangan.

Sebenarnya TI muncul karena dulu PT. Tambang Timah melihat daerah-daerah yang tidak ekonomis untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT. Tambang Timah sendiri. Oleh karena itulah, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan mekanis yang sederhana. Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan ekskavator, pompa penyemprot air, dan menyiapkan tempat pendulangan pasir timah. Metodenya pun sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian ditempatkan di tempat pendulangan, dan kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan tanah yang benar-benar berupa tanah, dengan sendirinya akan hanyut

terbawa air, dan tersisa biasanya adalah batu dan pasir timah.

Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan (KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang ditentukan oleh PT. Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Mereka kini di luar kontrol karena menambang kebanyakan di luar KP PT. Tambang Timah.

Seiring dengan pesatnya TI, pembangunan

smelter (pabrik peleburan atau pengolahan

bijih timah menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam, menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan

smelter-smelter baru tersebut kurang

mempertimbangkan sisi lingkungan.

3. Dampak bagi Pembangunan

Pengeksplotasian sumberdaya alam yang berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan lingkungan di kecamatan Belinyu. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi yang mengakibatkan krisis sosial dan kekurangsiapan pelaksanaan otonomi daerah.

3.1. Dampak Positif

Bagi masyarakat Bangka, menambang timah merupakan mata pencarian yang sudah dilakukan sejak 400 tahun silam. Sejak zaman Belanda, nenek moyang mereka bersama ribuan kuli kontrak dari China menggali tanah untuk mencari timah. Setelah merdeka, aktivitas pertambangan timah didominasi PT.Timah Tbk. ( dulu PN Timah). Rakyat tidak diizinkan menambang di mana pun karena seluruh Bangka Belitung merupakan wilayah kekuasaan penambangan BUMN itu.

(3)

Sejak krisis ekonomi tahun 1997, Pemerintah Kabupaten Bangka mengizinkan warga menambang timah dan hasilnya dijual kepada PT. Timah. Seiring berjalannya waktu, pertambangan timah rakyat berkembang menggunakan mesin penyedot tanah dan menjadi penambangan inkonvensional yang cepat menghasilkan pasir timah. Selain tambang, muncul juga industri peleburan timah atau smelter swasta. Smelter-smelter itu menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan PT Timah, sehingga mereka berkembang pesat karena banyak mendapat pasokan dari masyarakat.

Jika hasil sedang bagus, satu unit tambang inkonvensional (TI) dapat menghasilkan 4 juta rupiah per hari. Buruh juga mendapat bayaran lumayan besar, mencapai Rp 150.000 per hari. Bahkan, anak-anak yang mengumpulkan sisa pasir timah dari pencucian pasir bisa menghasilkan Rp 40.000 sehari. Uang yang dihasilkan dari pertambangan timah inkonvensional sangat besar sehingga berdampak langsung pada ekonomi rakyat. Warga mampu membeli barang-barang konsumsi dalam jumlah besar sehingga perdagangan ritel bergerak pesat, telah memacu pertumbuhan ekonomi.

3.2. Dampak Negative

Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian sumberdaya alam berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan lingkungan di wilayah Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak berkelanjutan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan TI.

Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan sungai. Lumpur-lumpur tanah dari TI dan TR telah membuat hampir seluruh aliran sungai di Kecamatan Belinyu menjadi berwarna coklat muda dan keruh.

3.2.1. Kerusakan Lingkungan Abiotik

Gambar 3. Air Sungai Tercemar oleh Limbah TI

(sumber: Aditya, 2007)

Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan. Kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke pantai, tempat bermuara sungai- sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut, mengumpulkan sedikit demi sedikit.

(4)

Gambar 4. Lubang-lubang pada Permukaan Tanah (sumber: Aditya, 2007)

Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa ada upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima hektar, lubang-lubang besar pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.

3.2.2. Kerusakan Lingkungan Biotik

Penambangan timah inkonvensional di Bangka belitung kini masih terus berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di kawasan terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak direklamasi.

Gambar 5. Lokasi TI yang Berlangsung di Daerah Gunung Pelawan, Belinyu (sumber: Aditya, 2007)

Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan hebat pada musim kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi tempat subur perkembangan nyamuk anofeles. Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.

Gambar 6. Wajah Bumi Bangka Dilihat dari Pesawat Udara

Saat ini, kegiatan tambang inkonvensional bukan hanya terjadi pada lahan-lahan baru, namun lahan-lahan lama yang dulu dikelola PT Timah pun, kini digarap lagi. Padahal, lahan tersebut sedang dalam proses reklamasi yang ditandai dengan penanaman tanaman mudah tumbuh. Meruyaknya tambang rakyat itu tidak lepas dari keyakinan masih banyaknya cadangan timah, baik di lahan baru maupun di lahan yang sudah direklamasi. Banyak kebun lada yang berubah menjadi ladang timah. Hal ini dikarenakan untuk menunggu panen lada dalam beberapa tahun, mereka hanya bisa menghasilkan Rp 39.000 per kg, sedangkan timah, hasilnya lebih baik karena harganya bisa mencapai Rp 95.000 per kg.

3.2.3. Kerusakan Lingkungan Sosio-Kultural

Maraknya TI dan tingginya perputaran uang dari aktivitas itu dituding menjadi penyebab munculnya penyakit masyarakat, yakni prostitusi dan kebiasaan minum minuman

(5)

keras. Bahkan, Bangka Belitung disinyalir menjadi salah satu tujuan perdagangan manusia (trafficking) baru karena tingginya permintaan akan pekerja seks komersial. TI juga dituding pemerintah sebagai biang kekacauan pembayaran royalti dari pertambangan timah. Banyak dan tidak terkendalinya penambangan inkonvensional menyebabkan sulitnya pemungutan royalti. Maraknya TI juga dirasakan berdampak pada sulitnya bahan bakar minyak, terutama solar. Di semua stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di pulau itu selalu terjadi antrean jerigen penampung solar. Solar dari SPBU itu digunakan untuk keperluan operasional TI.

Di sisi lain, tataniaga timah juga memunculkan persoalan baru yaitu praktik penyelundupan pasir timah ke luar negeri, khususnya ke Singapura. Menurut aturan yang resmi, sebenarnya hanya kepada PT.Koba Tin atau PT.Timah sajalah para penambang, pengumpul, maupun kontraktor timah bisa menjual hasilnya. Akan tetapi, dengan tingkat permintaan pasar dunia yang sedang lesu, PT.Timah maupun PT.Koba Tin kesulitan jika harus membeli semua pasir timah hasil TI maupun TR. Dengan tingkat harga yang relatif rendah di tingkat penambang, tidak mengherankan bila muncul praktik penyelundupan timah ke Singapura. Oleh karena ada pembeli di Singapura yang berani membeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang ditawarkan PT.Timah. Dari sisi negara, praktik penyelundupan berarti hilangnya pemasukan pajak yang semestinya diperoleh pemerintah. Dari sisi lingkungan, praktik penyelundupan berarti tidak disisihkannya dana untuk memperbaiki lingkungan bekas tambang karena pembeli di Singapura pastilah tidak peduli dengan bagaimana rusaknya bumi Bangka Belitung untuk memperoleh pasir-pasir timah itu.

Akibat tidak langsung berupa turunnya harga logam timah karena stok timah dunia saat ini di

atas normal, atau sekitar 12.000 ton yang berasal dari Indonesia. Lebih jauh akan terjadi

over supply di pasar dunia dan harga timah

jatuh. Ditambah adanya kenaikan harga BBM mengakibatkan PT Timah, PT Koba Tin dan smelter independen makin merugi. Bahkan PT Koba Tin telah menutup tambangnya dan terpaksa melepas karyawannya sehingga hal ini berpotensi menimbulkan konflik.

4. Kebijakan Pemerintah

Pengambilalihan urusan pertambangan dari komunitas kekuasaan lokal di Nusantara pertama kali pada tahun 1850 oleh pemerintah Hindia Belanda. Sejak saat itu pengurusan sektor pertambangan tak berubah meskipun telah terbit UU No 11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan Umum. Arah pengelolaan sektor pertambangan saat itu oleh UU No 1 tahun 1967 tentang penanaman Modal Asing.

Sektor pertambangan selain memberikan pendapatan bagi negara, daya rusaknya adalah membuat pemiskinan disekitar kawasan pertambangan. Semakin besar skala pertambangan, semakin besar pula daya rusaknya terhadap lingkungan dan semakin sulit dipulihkan.

Undang-undang No 11 tahun 1967 menjadi pintu masuk daya rusak, misalnya pasal 26 UU No 11 tahun 1967 menyebutkan ”...apabila telah didapatkan ijin kuasa pertambangan atas suatu daerah atau wilayah menurut hukum yang berlaku, maka kepada mereka yang berhak atas tanah diwajibkan memperoleh pekerjaan pemegang kuasa pertambangan atas tanah yang bersangkutan atas dasar mufakat kepadanya”. Akibatnya jika perusahaan tambang akan beroperasi, pilihan bagi penduduk lokal hanya dua: (1) menerima ganti rugi pelepasan tanah sepihak, atau (2) digusur karena menolak ganti rugi. Konflik selalu terjadi antara masyarakat lokal dengan perusahaan tambang diawal operasi

(6)

pertambangan hampir disemua lokasi pertambangan di Indonesia.

Saat perusahaan tambang berproduksi, pemiskinan terus berlangsung melalui menurunnya kualitas lingkungan dan produktivitas rakyat yang berhubungan dengan sumberdaya tanah dan air. Krisis air selalu dijumpai di semua lokasi pertambangan karena operasinya membutuhkan air dalam jumlah besar, sementara kualitas air menurun karena rusaknya sistem hidrologi tanah, rembesan air asam tambang, rembesan logam berat dan buangan lumpur tailing

Investor pertambangan menunggu kepastian hukum di Indonesia, banyak investor pertambangan yang menunggu penyelesaian persoalan penting di bidang pertambangan untuk berinvestasi di Indonesia. Persoalan yang penting, antara lain: tumpang tindih kehutanan, peti, masalah perpajakan, dan otonomi daerah. Konsep penyusunan draft Undang-Undang Pertambangan Batubara dan Mineral, telah mendapat masukan dari lintas sektoral dan sudah dikirim ke Sekretariat Negara, targetnya pada akhir Mei ke DPR. Kalau undang-undang selesai, persoalannya makin tuntas, makin ada kepastian hukum. Pengelolaan sumberdaya alam berupa pertambangan umum di Kabupaten Bangka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku merupakan kewenangan Kabupaten Bangka. Sumberdaya alam berupa pertambangan agar dapat dikelola secara efektif, efesien, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat dan Daerah, maka dipandang perlu diatur pengelolaannya dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, sambil menunggu diberlakukannya Undang-undang Pertambangan Batubara dan Mineral. Dalam bab II pasal 2 Peraturan Daerah tersebut dinyatakan bahwa : ”Setiap pengelolaan pengusahaan pertambangan hanya dapat

dilakukan setelah mendapat IUP (Izin Usaha Pertambangan), IUPR (Izin Usaha Pertambangan Rakyat) dan/atau Perjanjian Usaha Pertambangan.

Lubang-lubang besar pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan, oleh karena itu Dinas Perikanan dan Kelautan Bangka Belitung (Babel) akan memanfaatkan lubang-lubang bekas pertambangan timah tersebut sebagai kolam untuk budidaya ikan. Dua juta benih ikan disiapkan untuk memanfaatkan potensi lubang bekas tambang yang sudah berubah menjadi seperti danau kecil itu. Menurut Yulistyo, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Babel, ada sekitar 1.000 hektar lubang bekas pertambangan timah yang dapat digunakan menjadi kolam ikan air tawar.

5. Penutup

Timah merupakan logam yang sangat diperlukan, selain sebagai logam paduan untuk bahan teknik, misalnya perunggu, juga banyak digunakan untuk lapisan pelat baja tipis yang dibuat menjadi kaleng tempat makanan dan minuman. Timah diekstrak dari bijihnya, sedangkan bijih timah diperoleh dari penambangan yang banyak terdapat di propinsi Bangka Belitung. Kegiatan penambangan dan proses pengolahan bijih timah menjadi timah (smelting) telah meningkatkan pendapatan asli daerah, namun kerugian yang ditimbulkan terhadap kerusakan lingkungan yang sangat besar tak dapat dinilai dengan harga pasar. Banyaknya lubang-lubang bekas tambang timah yang ditinggalkan tanpa reklamasi, telah merubah rona lingkungan menjadikan pemandangan yang sangat mengenaskan. Semoga dalam waktu yang tidak lama lubang-lubang tersebut dapat berubah secara alami menjadi danau-danau kecil yang dapat ditebari ikan, sehingga bermanfaat bagi rakyat sekitar, dan menuju keseimbangan baru bagi lingkungan.

(7)

6. Daftar Pustaka

Aditya. 2007. Kerusakan Lingkungan di

KecamatanBelinyu. http://alramadona.

ultyply.com/journal/photos/hi-res/upload/RgeScgoKCpgAAFx7tCc1 .htm.[19 Januari 2008].

Anderson B.C. 1991. Material Science. Hongkong : ELBS and Nelson.

Beumer. 1998. Ilmu Bahan Logam jilid I. Jakarta : PT. Bathara Karya Aksara. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006.

Lubang Bekas Tambang Timah diubah Jadi Kolam Ikan.

http://www.microsoft.com/isapi/redir. dll?prd=ie&pver=

6&ar=Clink.htm.[28 Januari 2008]. Latief, A.S. 2008. Teknologi Bahan 1.

Semarang: Penerbit POLINES.

Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka. 2001.

Salinan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum.

Sevryukov, N, B. Kuzmin, Y. Chelishchev. Tanpa Tahun. General Metallurgy. Moskow : Peace Publishers

Gambar

Gambar 3.   Air  Sungai  Tercemar  oleh  Limbah TI
Gambar 5.   Lokasi TI yang Berlangsung  di Daerah Gunung Pelawan, Belinyu             (sumber: Aditya, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Kabupaten Kaur Tahun Anggaran 2013 4 -17 waktu musim kemarau untuk itu perlu mencari alternatif sumber air baku yang baru untuk dapat memenuhi kebutuahan air

Pada saat kontraksi mulai (uterus menjadi bulat atau tali pusat memanjang) tegangkan kembali tali pusat ke arah bawah (dengan hati-hati) bersamaan dengan itu, lakukan

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1) tidak ada pengaruh signifikan secara tidak langsung

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk dapat merealisasikan pola pendidikan karakter di sekolah.Konsep karakter yang tersedia dalam kurikulum tidaklah cukup apabila

Ayam yang terkena heat stress dapat mengalami penurunan bobot badan lebih besar dibandingkan dengan penurunan konsumsi pakan karena sebagian dari energi

Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT,

Berdasarkan hasil pengujian tabung kolimator pesawat sinar-X merk Toshiba type E2739, dapat disimpulkan bahwa hasil uji iluminensi lampu kolimator adalah 124,75 lux,

Data Kecamatan Sukolilo Dalam Angka 2016, diakses dari: