• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIBUALAMO Seri Ilmu-ilmu Sosial dan Kependidikan Volume 2, Nomor 2, Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIBUALAMO Seri Ilmu-ilmu Sosial dan Kependidikan Volume 2, Nomor 2, Tahun"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Online ISSN 2621-0363

http://journal.unhena.ac.id

KONSEP KEPENTINGAN UMUM DALAM PERSPEKTIF PENGADAAN TANAH

OLEH NEGARA

Reli Jevon Laike

Prodi Hukum, Universitas Hein Namotemo

Jl. Vak I, Depan Kantor Bupati Halmahera Utara, Kota Tobelo, Maluku Utara, Kode Pos:97762 E-mail:Rely.laike@gmail.com

ABSTRAK

Pasal 18 Undang-Undang Pokok Aagraria menegaskan bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”. Dalam menggunakan hak atas tanah harus mengedepankan kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat daripada kepentingan pribadinya. Apabila kepentingan umum menghendaki diambilnya hak atas tanah, maka pemegang hak atas tanah harus melepaskan atau menyerakan hak atas tanah dengan pemberian ganti kerugian yang layak melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah. Tulisan ini mengkaji tentang rumusan kepentingan umum dalam pelaksanaan pengadaan tanah oleh negara. Rumusan kepentingan umum inilah yang dapat digunakan oleh negara untuk mengambil alih hak-hak atas tanah baik perorangan maupun badan hukum. Bahwa konsep kepentingan umum tidak memberikan batasan yang menunjukan pengertian yang tepat, sehingga menjadi salah satu pangkal persoalan pengadaan tanah di Indonesia menjadi bertele-tele saling menyalahkan antara rakyat dan Negara, sehingga makna kepentingan umum perlu dikaji kembali untuk dipertegas dalam peraturan perundang-undangan terkait, sehingga dapat mendukung pembangunan di Indonesia.

Kata kunci: Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum, Negara. ABSTRACT

Article 18 of the Aagraria Basic Law affirms that “in the public interest, including the interests of the nation and the State and the common interests of the people, land rights can be revoked, by providing appropriate compensation and in a manner regulated by law”. In using land rights must prioritize public interests, including the interests of the nation and the state and the common interests of the people rather than their personal interests. If the public interest requires the taking of land rights, the holders of land rights must release or attack land rights by providing adequate compensation through the revocation of land rights. This paper examines the formulation of public interest in the implementation of land acquisition by the state. This form of public interest can be used by the state to take over rights to land both individuals and legal entities. That the concept of public interest does not provide a limit that shows the right understanding, so that it becomes one of the bases of the problem of land acquisition in Indonesia to be blatant in blaming each other between the people and the State, so that the meaning of public interest needs to be reviewed again so that it can support development in Indonesia.

Keywords: Land Procurement, Public Interest, State. PENDAHULUAN

1.

Negara sebagai organisasi tertinggi yang menguasai seluruh pengaturan yang menyangkut pertanahan. Hak menguasai dari Negara adalah mengatur peruntukan dan mengatur hubungan antara manusia dengan tanah untuk mencapai tujuan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD 1945 jo. Pasal 2 UU No.5 Tahun 1960) (Mahmud MD, 2014).

Hak mengusai Negara atas tanah bersumber dari hak Bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan Bangsa Indonesia yang mengandung unsur hukum public. Tugas mengelolah seluruh tanah bersama tidak

(2)

mungkin dilakukan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amat tersebut, pada tingkat tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh sarakyat (Urip Santoso, 2010), di pergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan tujuan setiap pengelolaan dan penggunaan sumber alam nasional. Tujuan ini dipandang sebagai kepentingan yang tidak dapat diabaikan, karena selain amant konstitusi, juga didambahkan oleh setiap warga Negara dan menjadi tanggungjawa Negara sebagai konsekwensi dari hak menguasai Negara itu sendiri (Umar Said Sugiharto, dkk, 2015).

Pelaksanaan hak mengusai Negara dalam pengadaan bagi pembangunan untuk kepentingan umum saat ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Diskursus tentang pengadaan tanah selalu memunculkan dua sisi dari satu mata uang, terutama ketika membicarakan tentang hak atau kewenagan Negara untuk mengambil hak atas tanah seseorang guna kepentingan umum dan hak atas tanahnya di ambil tersebut.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang Pokok Aagraria menegaskan bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”. Dalam menggunakan hak atas tanah harus mengedepankan kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat daripada kepentingan pribadinya. Apabila kepentingan umum menghendaki diambilnya hak atas tanah, maka pemegang hak atas tanah harus melepaskan atau menyerakan hak atas tanah dengan pemberian ganti kerugian yang layak melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah. Pemberian ganti kerugian yang layak merupakan pengakuan dan penghormatan terhadap hak individu atas tanah untuk kepentingan umum. Pengambilan tanah untuk kepentingan umum tanpa disertai pemberian ganti kerugian yang layak sama dengan merampas hak atas tanah (Urip Santoso, 2012).

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum saat ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Istilah kepentingan umum yang menjadi kata kunci dalam pengadaan tanah oleh Negara. Istilah kepentingan umum merupakan konsep hukum yang dapat dipergunakan untuk melemahkan penggunaan hak-hak atas tanah rakyat, namun demikian tidak berarti kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.

Kepentingan umum dimaknai oleh pasal 1 angka 6 Undang-Undang Pelaksanaan Pembangu-nan Untuk Kepentingan Umum, yang dikriteriakan

“Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tanpa penjabaran lebih lanjut apa dan jenis kepentingan bangsa dan Negara itu, apa dan jenis kepentingan pembangunan atau pembangu-nan yang bagaimana yang untuk kepentingan umum. Makna kepentingan bangsa dan Negara, kepentingan masyarakat, kemakmuran rakyat, dicontohkan dalam pasal 10, seperti, pembangunan jalan raya, pelabuhan, waduk, air bersih, bandara, listrik, perumahan, dan lain-lain.

Sehubungan dengan berbagai pelaksanaan pembangunan, baik pemerintah maupun swasta untuk kepentingan proyek-proyek yang akan dibangun terpaksa harus melibatkan tanah milik, dan sering pulah terdengar keluhan para pemilik tanah atau pembangkangan para pembangun proyek-proyek tertentu di atas tanah mereka, seperti pembuatan jalan raya, pembangunan, perumahan, pelabuhan, dan lain sebagainya (G. Karta, dkk, 1986). Akar masalahnya adalah kenyataan bahwa luas tanah tidak pernah bertambah, sedangkan manusia penghuninya terus bertamabah dan perkembangan masyarakat dengan berbagai kegiatan industrialnya, infrastr, perumahan, pertanian, perusahan, dan lain-lain.

Dari latar belakang masalah tersebut penulis dapat merumuskan masalah adalah bagaiamanakah konsep kepentingan umum dalam perspektif pengadaan tanah untuk kepentingan umum ?

Pembahasan 2.

Kewenangan Negara Dalam Pengadaan 2.1.

Tanah Untuk Kepentingan Umum

Dalam penjelasan umum alinea ke dua Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyebutkan bahwa “Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara”(Syafrudi Kalo, 2012).

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadikan Negara mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengelola tanah di seluruh wilayah Indonesia. Bertitik tolak dari konsep di atas, Negara menjadi berwenang (berhak) untuk menguasai seluruh wilayahnya, yang mengejawantah didalamnya suatu kewenangan untuk mengatur hubungan hukum antara orang dengan

(3)

tanah. Mengatur hubungan hukum dalam paham di sini adalah keputusan Negara untuk memberikan hak atas tanah kepada warga negaranya, tetapi didalamnya ada kewenangan pulah untuk mengambil alih (mencabut) hak privat tersebut-. Kewenangan Negara yang ada dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut apabila dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Aagraria memberikan kekuasaan kepada Negara untuk (Gunanegara, 2008):

mengatur dan menyelenggarakan 1.

peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

menentukan dan mengatur hubungan-2.

hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-3.

hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Selanjutnya dalam Pasal 6 UU No.2 Tahun 2012, mengaskan bahwa, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun tujuan hak menguasai Negara atas tanah dimuat dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA, yaitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat adil dan makmur (Urip Santoso, 2012).

Konsep Kepentingan Umum 2.2.

Salah satu isu penting dalam pengadaan tanah adalah pengertian kepentingan umum. Pemahaman tentang objektif-rasional dari perspektif hukum tentang kepentingan umum diperlukan karena hukum tersebut merupakan saran untuk menjamin kepentingan umum sekaligus kepentingan individu, dengan tujuan agar keadilan dapat terlaksana. Kekurangtegasan kriteria penentu kepentingan umum yang bersifat substansial muda menjurus pada kebebasan untuk menafsirkannya sesuai dengan selera sesat.

Untuk memahami makna kepentingan umum penulis terlebih dahulu mengemukakan di beberapa Negara misalnya di Barsil terdapat dua tujuan untuk dibenarkan dalam pengadaan tanah, yakni (1) “pablik utility”, yang diterjemahkan dalam suatu daftar yang menyangkut pertahanan dan keamanan nasional, kesehatan masyarakat, pembangunan sarana public dan pengembanagan monopoli pemerintah; (2) “social interest”, suatu pedoman umum yang memperkenankan tujuan untuk mencapai fungsi social atas tanah, termasuk di dalamnya pembagian secara adil. Selanjutnya di Meksiko, yang dimaksud dengan “public utility” adalah : (1) jasa umum, termasuk jalan-jalan, jembatan, terowongan, perluasan/ pemeliharaan/ peremajaan desa-desa dan pelabuhan,

rumah sakit, sekolah, taman, kebun, lapangan olahraga, gedung-gedung perkantoran pemerintah, dan pelestarian peninggalan seni dan sejarah; (2) pertanahan; (3) keamanan dan kesehatan masyarakat; (4) kagiatan yang mencegah keuntungan yang bersifat monopolistic; dan (5) kegiatan lain yang ditentukan oleh peraturan perundang undangan yang khusus (Gunanegara, 2008).

Berdasarkan peraturan di Barasil dan Meksiko lebih jelas dan konkrit menyebutkan jenis dan bentuk pembangunan untuk kepentingan umum, karena ditetapkan secara enumeratif. Penetapan kepentingan umum (public purposes/public interest) di tetapkan secara enumerative semata karena alasan praktis dan sulitnya mendefenisikan suatu konsep hukum yang masuk dalam pengertian kabur (vage begrip). Per konsep kepentingan umum menjadi paramount disbanding kepentingan privat, namun tidaklah dapat dibenarkan apabila suatu kebijakan meskipun atas nama kepentingan umum mengabaikan kepentingan privat. Hukum tidak hanya menjamin kepentingan umum tetapi juga melindungin kepentingan privat secara berimbang. Hukum selain melindungi kepentingan privat sesamanya tetapi juga kepentingan Negara (Gunanegara, 2008).

Dalam diskursus tentang kepentingan ummum berikut diuraikan pengertian kepentingan umum terlebih dahulu dalam konstitusi Indonesia. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( selanjutnya di singkat UUPA) dan peraturan pelaksananya, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya merumuskan kepentingan umum dalam suatu pedoman yang bersifat umum. Pasal 18 UUPA berbunyi “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat…dan seterusnya”, selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 menyatakan bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari bagi rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan… dan seterusnya”. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menegaskan bahwa, kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, Negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Maris Sumardjono, 2015).

Pada umumnya terdapat dua cara untuk men-gungkapkan tentang doktrin kepentingan umum ini, yakni berupa (Maria Sumardjono, 2008) :

Pedoman umum, yang secara umum menyebutkan 1.

bahwa pengadaan tanah harus berdasarkan alasan kepentingan umum. Istilah-istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk mengungkapkan tentang pengertian “umum” tersebut, misalnya: public atau social, general,

(4)

common atau collectife. Sedangkan untuk istilah

“kepentingan” atau “purpeso” sering digantikan dengan need, nescessity, fungtion, utility, atau

use. Sesuai sengan sifanya sebagai pedoman,

maka hal ini memberikan pedoman, maka hal ini memberikan kebebasan bagi eksekutif untuk mengatakan satu proyek memenuhi syarat untuk kepentingan umum dengan menafsirkan pedoman tersebut.

Penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar 2.

kegiatan yang secara jelas mengidentifikasikan tujuannya: sekolah, jalan, bangunan-bangunan dipandang beranfaat untuk kepentingan umum. Segala kegiatan di luar yang tercantum dalam daftar tersebut tidak dapat dijadikan alas an untuk pengadaan tanah.

Dalam kenyataannya, seringkali kedua cara tersebut digabungkan dalam satu ketentuan tentang pengadaan tanah secara merta-merta atau segera (quik-taking), yang memberikan kemungkinan untuk menguasai tanah sebelum ganti kerugian ditentukan atau dibayar. Dilain pihak, untuk pengadaan tanah secara merta-merta hanya boleh dilakukan dalam hal terjadi peperangan, bencana alam, gangguan nyata terhadap perdamaian, dan apabilah tanah-tanah diperlukan untuk pembangunan jalan.

Istilah kepentingan umum merupakan konsep hukum yang dapat dipergunakan untuk melemahkan penggunaan hak-hak rakyat atas tanah, namun demikian tidak berarti kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum. Jadi kepentingan umum bahwa Negara dapat mengambila hak privat untuk kepentingan umum, yang disejajarkan dengan kepntingan bangsa dan Negara, kepentingan bersama dari rakyat dengan kepentingan umum. Seanjutnya dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan menambahkan kategori kepentingan umum dapat ditemukan dalam pasal 10 yang menyebutkan sebagai berikut “Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasa14 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:

Pertahanan dan keamanan nasional; 1.

Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta 2.

api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air 3.

minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

Pelabuhan, bandar udara, dan terminal; 4.

Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; 5.

Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan 6.

distribusi tenaga listrik;

Jaringan telekornunikasi dan inforrnatika 7.

Pemerintah;

Tempat pembuangan dan pengolahan sampah; 8.

Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; 9.

Fasilitas keselamatan umum; 10.

Tempat pemakaman umum Pemerintah/ 11.

Pemerintah Daerah;

Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka 12.

hijau publik;

Ceagar alarn dan eagar budaya; 13.

Kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; 14.

Penataan perrnukiman kurnuh perkotaan dan/ 15.

atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

Prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/ 16.

Pemerintah Daerah;

Prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah 17.

Daerah; dan

Pasar umum dan lapangan parkir umum. 18.

Dari kategori seperti itu maka arti atau makna kepentingan umum secara teoritis-filosofis sulit didefenisikan. Adapun argumentasi hukumnya kenapa konsep kepentingan umum sulit didefinisikan, pertama : apa yang dimaksud kepentingan umum adalah konteks hukum pertanahan akan berbeda dengan makna kepentingan umum dalam konteks ekonomi, juga akan berbeda makananya dalam konteks politik, demikian seterusnya sehingga sangat kontestual, kedua ; apa yang disebut kepentingan oleh satu negara akan berbeda dengan kepentingan umum di negara lain.

Peraturan perundang-undangan menjadi bahan hukum untuk menemukan makna kepentingan umum dasar pemikiran yang melandasinya adalah bahwa norma peraturan merupakan preskripsi atau proposisi yang dibangun dari rangkaian konsep-konsep hukum. Philipus M. Hadjon dan Tatiek S. Djatmiati, menjelaskan bahwa rumusan norma dari peraturan perundang-undangan merupakan suatu proposisi, dengan demikian sesuai dengan hakekat proposisi, norma terdiri atas rangkaian konsep. Sejalan dengan Peter Mahmud Marzuki yang mengatakan bahwa mempelajari norma sama halnya mempelajari perskripsi-perskripsi, dan hal ini tidak dapat disangkan dan memang demikian esensi hukum”. Penggalian makna kepentingan umum dari hukum positif diperlukan sebagai salah satu pendekatan untuk menemukan sayarat dan kriteria kepentingan umum.

Konsep kepentingan umum tidak pernah dirumuskan dengan memadai oleh hukum positif, hal ini merupakan konsekuensi dari kepentingan umum yang tidak dapat didefenisikan pengertiannya. Brunggink dan Gijssel menyatakan bahwa kepentingan umum merupakan pengertian yang kabur sehingga tidak bisa didefenisikan. Syafrudin Kalo mengatakan bahwa masalah kepentingan umum secara konsepsional sangat sulit didefenisikan, terlebih-lebih kalau dilihat secara oprasional, sejalan dengan yang dikatan AP. Parlindungan bahwa, ukurun untuk kepentingan umum sangatlah fleksibel sekalai sehingga terlalu luas, hasilnya jelas bahwa hukum positif Indonesia termasuk jurispurdensi, tela gagal menjelaskan makna dari kepentingan umum (Gunanegara, 2008).

Kembali mengenai persoalan apa hahikat kepentingan umum ?, menurut Bagir Manan yang

(5)

menyatakan bahwa esensi persoalan letak pada defenisi kepentingan umum dan jaminan konsepsi bagi masyarakat, pemerintah dimungkinkan mencabut hak milik pribadi demi kepentingan umum, dan hampir seluruh Negara mempunya peraturan seperti itu. Selanjutnya dijelaskan agar tidak disalah gunakan, maka makna kepentingan umum harus dirumuskan dan kepentingan umum adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya tidak mensyaratkan beban tertentu. Dicontohkan oleh Bagir Manan, bahwa yang dimaksud kepentingan umum adalah seperti pembangunan pembuatan jembatan yang semua orang bisa melewatinya tanpa harus membayar, berbeda dengan hotel meskipun untuk umum tetapi orang harus membayar untuk memasukinya. Karena itu harus ada krriteria khusus dan tegas sehingga pelaksanaan kepentingan umum tidak akan berakhir menjadi kepentingan bisnis (Gunanegara, 2008).

Syarat yang utama dan mendasari semua kepentingan umum adalah cita dan tujuan Negara yang telah diatur oleh pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Cita Negara dalah mewujudkan rakyat, bangsa dan negara yang merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur, sedangkan menjadi tujuan Negara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita dan tujuan Negara tersebut menjadi penentu arah bagi Negara untuk mewujudkan: 1) keadilan, 2) persatuan dan kesatuan, 3) kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta, 4) melindungi seluruh rakyat indonesia.

KESIMPULAN DAN SARAN 3.

Kesimpulan 3.1.

Dari uraian permasalahan latar belakang hingga pembahasan maka dapat ditarik satu kesimpulan adalah sebagai berikut : Bahwa, konsep kepentingan umum tidak memberikan batasan yang menunjukan pengertian yang tepat, sehingga menjadi salah satu pangkal persoalan pengadaan tanah di Indonesia menjadi bertele-tele saling menyalahkan antara rakyat dan Negara. Selanjutnya bahwa makna kepentingan umum yang tidak memberikan defenisi yang tegas dan tepat ini juga akan berdampak pada pelaksanaan pembangunan, mengapa karena dalil kepentingan umum inilah yang kemudian akan melemahkan hak-hak atas tanah yang sudah dikuasai oleh subjek hukum baik individu maupun badan hukum. Sehingga kepentingan umum harus dirumuskan sedemikian rupa baik kriteria dan batasan yang mampu memberikan maanfaat langsung kepada masyarakat secara individu maupun secara sosial.

Saran 3.2.

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan tersebut dapat di berikan saran atau rekomendasi dalam hal ini pemerintah ialah sebagai berikut: bahwa perluh perumusan yang tepat dan tegas baik secara substansi mapun secara praktik, karena salah satu

isu penting dalam pembangunan Indonesia adalah pembagunan untuk kepentingan umum yang cukup banyak memerlukan ketersediaan tanah, yang secara tidak langsung akan melibatkan hak-hak atas tanah yang sudah dihaki oleh subjek hukum. Bahwa batasan makna kepentingan umum perlu dikaji kembali untuk dipertegas dalam peraturan perundang-undangan terkait, sehingga dapat mendukung pembangunan di Indonesia. Bahwa Negara perluh menetapkan kriteria kepentingan umum sehingga benar-benar langsung dinimkmati oleh rakyat secara menyeluruh dan individu, tanpa memberikan pembebanan kepada rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

G. Karta dkk, 1986, Masalah Pertanahan Di Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta.

Gunanegara. 2008, Rakyat Dan Negara dalam

Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, PT

Tatanusa, Jakarta.

Maria S.W. Sumarjono, 2015, Dinamika Pengaturan

Pengadaan Tanah Di Indonesia, PT Gaja Mada

University Press, Yogyakarta.

Maria S.W. Sumarjono, 2008, Tanah Dalam Perspektif

Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, PT Kompas

Media Nusantara, Jakarta.

Mahfud MD, 2014, Politik Hukum Di Indonesia, Enam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Syafruddin Kalo. 2012, Himpunan Peraturan

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PT

Sofmedia.

Urip Santoso, 2010, Pendaftaran Dan Peralihan Hak

Atas Tanah, PT Kencana, Jakarta.

Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian

Komprehensif, PT Kencana, Pertama, Jakarta.

Umar Sahid Sugiharto dkk, 2015, Hukum Pengadaan

(Pengadaan Atas Tanah unutk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi), Kedua, PT

Setara Press, Malang.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui guru PAI, Kepala Sekolah, guru BK, TU, Humas dan peserta didik di SMP SLB Negeri 2 Pemalang dijadikan sebagai sumber data untuk mendapatkan potret peran guru

Database adalah kumpulan dari data yang saling terhubung (interrelated data) yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tanpa ada kerusakan atau kerangkapan

Rumah susun merupakan suatu hal yang mutlak yang dapat digunakan sebagai solusi yang tepat dalam menangani permasalahan lahan yang sempit yang tidak memungkinkan

Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir yang berjudulkan ”Perancangan Algoritma Packet Scheduling, Adaptive Modulation dan Coding pada High Speed

Penyebaran industri mutiara ini semakin meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara tersebut, tetapi

Hamzah Qatha‟ berupa Hamzah yang selalu diucapkan dengan ber-harkah fathah, dhammah atau kasrah.Tidak gugur pengucapannya baik di awal permulaan kalimat atau ditengah-tengah

Untuk menguji keberhasilan proses registrasi yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan pencarian identitas pasien tersebut menggunakan Menu Pencarian Data Pasien Lama,

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan strategi pengadopsian konvergensi media yang dilakukan Koran Tribun dalam membangun pasar