• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR KAJIAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN COREWALL PADA GEDUNG BERLANTAI BANYAK DENGAN DENAH TIDAK SIMETRIS DUA ARAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR KAJIAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN COREWALL PADA GEDUNG BERLANTAI BANYAK DENGAN DENAH TIDAK SIMETRIS DUA ARAH"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

BERLANTAI BANYAK DENGAN DENAH TIDAK SIMETRIS DUA ARAH

Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata – 1

Disusun oleh

NAMA : PRASETYO UTOMO NIM : 0110312 – 029

UNIVERSITAS MERCU BUANA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL

TERAKREDITASI A BERDASARKAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI

NO : 012 / BAN – PT / AK – VII / SI / VII / 2003 2008

(2)

Semester : Genap Tahun Akademik : 2007/2008

Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Judul Tugas Akhir : Kajian Efektivitas Penggunaan Corewall Pada Gedung Berlantai Banyak Dengan Denah Tidak Simetris Dua Arah

Disusun oleh :

Nama : Prasetyo Utomo

NIM : 0110312-029

Jurusan/Program studi : Teknik Sipil / S-1

Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana pada tanggal 13 September 2008 Pembimbing Utama

( Ir. Zainal Abidin Shahab, MT ) Jakarta, September 2008

Mengetahui,

Koordinator Tugas Akhir Ketua Program Studi Teknik Sipil

(3)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Prasetyo Utomo

NIM : 0110312-029

Jurusan : Teknik Sipil

Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul, “ Kajian Efektifitas Penggunaan Corewall Pada Gedung Berlantai Banyak Dengan Denah Tidak Simetris Dua Arah”, adalah asli karya sendiri.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 15 September 2008

(4)

i ABSTRAK

Judul : Kajian Efektivitas Penggunaan Corewall pada Gedung Berlantai

Banyak Dengan Denah Tidak Simetris Dua Arah. Nama : Prasetyo Utomo

NIM : 0110312-029

Pembimbing utama : Ir. Zainal Abidin Shahab, MT Tahun : 2008

Pada gedung beton bertulang berlantai banyak yang berada diwilayah rawan gempa, maka diperlukan sistem perkakuan tambahan selain portal (open frame) bangunan itu sendiri. Salah satu sistem perkakuan yang bisa digunakan adalah perkakuan dengan dinding geser, yang berfungsi untuk menahan beban lateral yang terjadi pada bangunan.

Penulisan tugas akhir ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan oleh sdr. Frans Harapan yang dalam penelitiannya mengambil tema Kajian Efektifitas Penggunaan Dinding Core Wall Pada Gedung Berlantai Banyak Dengan Tapak Asimetris dengan bentuk denahnya adalah T.

Bentuk dan penempatan dinding geser pada bangunan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dan ketahanannya. Oleh karena itu dalam Tugas Akhir dicoba menggunakan dinding core wall dengan ketinggian yang sama Hcw = Hbg, lebih pendek Hcw < Hbg dan lebih tinggi dari tinggi gedung Hcw>Hbg itu sendiri. Bangunan yang direncanakan merupakan bangunan sepuluh lantai dengan denah berbentuk asimetris, yaitu L.

Analisis struktur menggunakan program ETABS V.9.0, dimana hasil perbandingan akhir menunjukkan pada bangunan dengan denah L dinding geser tidak selalu mendukung dalam menyerap gaya geser/lateral. Selain itu penggunaan corewall yang lebih rendah dari bangunannya sendiri ternyata lebih efektif dan ekonomis dibandingakan dengan kedua tipe lainnya.

Dalam penelitian dan kajian kasus ini, untuk bangunan bertapak asimetris dinding geser ternyata tidak selalu membantu menyerap gaya geser dan mengurangi gaya geser yang masuk ke kolom. Pada beberapa kombinasi pembebanan, dinding geser malah menambah beban gaya geser pada rangka. Konfigurasi dinding geser lebih efektif dalam menyerap gaya geser dalam arah V2 (memanjang), sedangkan pada arah V3 (melintang) dinding geser malah menambah beban pada rangka.

Makin tinggi dinding geser yang digunakan, maka makin besar gaya geser yang diserap oleh dinding geser dibandingkan oleh rangka, terutama dalam arah V2, sedangkan dalam arah V3 justru menambah beban pada kolom atau rangka.

Dinding geser dalam berbagai kombinasi pembebanan menambah kekakuan struktur, karena mengurangi besarnya perpindahan (displacement) hingga lebih dari 70%. Hal ini berarti dinding geser sangat efektif dalam menambah kekakuan struktur.

(5)

ii

Dengan menggunakan dinding geser perilaku struktur mengikuti perilaku dari struktur corewall, karena tidak mengalami/mempunyai titik belok pada lantai atas strukturnya.

Kata Kunci : Gaya Lateral, gaya Geser Kolom, Corewall, Kekakuan dan Kekuatan.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur penulis panjatkan atas kasih karunia dan anugerah yang telah diberikan oleh Alloh SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dalam rangka melengkapi salah satu syarat guna mencapai jenjang Strata I (S-1) Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana.

Penulis menyusun Tugas Akhir dengan judul “Kajian Efektivitas Penggunaan Corewall pada Gedung Berlantai Banyak Dengan Denah Tidak Simetris Dua Arah” ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku bangunan yang bertapak asimetris dan menggunakan dinding geser dalam menahan beban lateral.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun laporan Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk menambah kesempurnaan dari Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini, terutama kepada :

1. Kedua Orang Tua Saya ( Bp. Suprapto dan Ibunda Syamsiyah ), Istri saya (Yulia Ulfah), Putri kami (Ananda Najma Wafa Humaira) dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan yang sangat besar untuk penulis dan kepada mereka penulis persembahkan.

2. Ir. Zainal Abidin Shahab, MT selaku dosen Pembimbing Akademik, yang telah banyak memberikan masukkan dalam penuliasan tugas akhir ini sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah.

3. Ir. Zainal Abidin Shahab, MT selaku dosen Pembimbing Utama yang rela meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, penjelasan dan motivasi kepada penulis.

(7)

iv

4. Ir. Mawardi Amin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil.

5. Ir. Edifrizal Darma, MT selaku Koordinator Tugas Akhir Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

6. Bapak/ibu dosen yang membimbing penulis dari semester 1 hingga sekarang. 7. Keluarga Besar Mas Solehan yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan studi.

8. Teman-teman FTSP terutama angkatan 2003/2004 9. Semua teman2 di Teknik Sipil & FTSP

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh untuk dikatakan sempurna. Oleh karena itu kritik serta saran yang membangun akan sangat membantu sekali. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, ……… 2008

Penulis

(8)

v DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Abstrak... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Notasi ... ix BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... I – 1 1.2. Tujuan ... I – 2 1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... I – 2 1.4. Metodologi Kajian ... I – 2 1.5. Sistematika Penulisan ... I – 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjaun Umum ... II – 1 2.2. Analisa Pembebanan ... II – 2 2.2.1 Ketentuan Beban Mati... II – 3 2.2.2 Ketentuan Beban Hidup ... II – 3 2.2.3 Ketentuan Beban Gempa ...II – 3 2.3. Daktilitas Struktur ... II – 7 2.4. Desain Kapasitas ... II – 7 2.5. Perkakuan Vertikal dengan Sistem Pembesaran Kolom ...II – 8 2.5.1. Metode Strong Colomn – Weak Beam... II – 10 2.6. Perancangan Dinding Struktur Beton Daktail ... .. II – 11

(9)

vi

2.6.1. Deformasi Dinding Geser ... ... II – 13 2.6.2. Sistem Dinding Geser ( Shear Wall ) ... II – 14 2.6.3. Sistem Frames dan Shear Walls ... II – 15 2.6.4. Sistem Framed Tube ... II – 17 2.6.5. Sistem Trussed Tube ... II – 18 2.7. Konfigurasi Gedung pada Respon Gempa ... II – 19 2.7.1. Struktur Beraturan ... II – 20 2.7.2. Struktru Tidak Beraturan ... II – 21 2.8. Penyebaran Gaya-gaya ... II – 22 2.8.1. Penyebaran Gaya-gaya Vertikal ... II – 22 2.8.2. Penyebaran Gaya-gaya Horisontal ... II – 23 2.9. Pemilihan Sistem Struktur ... II – 23 2.9.1. Sistem Rangka Kaku ( Rigid Frame ) ... II – 24 2.10. Kajian Penelitian Frans harapan... II – 25 BAB III METODOLOGI KAJIAN

3.1. Langkah-langkah perancangan... III – 1 3.2. Persyaratan Kekuatan ... III – 3 3.3. Pelat ... III – 4 3.4. Balok ... III – 4 3.5. Kolom ... III – 5 3.6. Core Wall ... III – 6 BAB IV STUDI KASUS

(10)

vii

4.2. Sketsa Bangunan ... IV – 2 4.3. Perencanaan Awal ( Preleminary Design) ... IV – 4 4.3.1. Perncanaan Pelat ... IV – 4 4.3.2. Perncanaan Balok ... IV – 9 4.3.3. Perncanaan Kolom... IV– 12 4.4. Pemeriksaan Perpindahan Tiap Lantai ... IV – 19

4.4.1. Untuk Struktur Sesuai Prarencana ... IV– 20 4.4.2. Untuk Kolom yang Diperkecil ... IV– 25 4.5. Pembebanan Pada Kasus Studi ... IV– 30 4.5.1. Type 1 ... IV– 31 4.5.1. Type 2 ... IV– 33 4.5.1. Type 3 ... IV– 35 BAB V ANALISIS DATA

5.1. Studi Kasus ... V – 1 5.1.1. Studi Kasus I... V– 1 5.1.2. Studi Kasus II ... V– 10 5.1.3. Studi Kasus III ... V– 18 5.2. Perbandingan Perilaku Kolom dan Dinding Geser ... V – 28

5.2.1. Struktur Type I Arah V2... V– 28 5.2.2. Struktur Type I Arah V3... V – 30 5.2.3. Struktur Type II Arah V2 ... V– 32 5.2.4. Struktur Type II Arah V3 ... V– 34 5.3. Perilaku Struktur dari Segi Perpindahan Struktru ... VI –36

(11)

viii

5.3.1. Akibat Combo 2A... VI– 37 5.3.2. Akibat Combo 3B ... VI– 39 5.4. Perbandingan Penyerapan Gaya Geser Dinding Core Wall ... VI– 40 5.4.1. Akibat Combo 1 Arah V2... VI– 40 5.4.2. Akibat Combo 2A Arah V2 ... VI– 41 5.4.3. Akibat Combo 2B Arah V2 ... VI– 41 5.4.4. Akibat Combo 3A Arah V2 ... VI– 42 5.4.5. Akibat Combo 3B Arah V2 ... VI– 42 5.4.6. Akibat Combo 1 Arah V3... VI– 43 5.4.7. Akibat Combo 2A Arah V3 ... VI– 43 5.4.8. Akibat Combo 2B Arah V3 ... VI– 44 5.4.9. Akibat Combo 3A Arah V3 ... VI– 44 5.4.10. Akibat Combo 3B Arah V3 ... VI– 45 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... VI – 1 6.2. Saran ... VI – 2 DAFTAR PUSTAKA

(12)

1 I-1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mengantisipasi gaya gempa, maka diperlukan suatu sistem struktur yang kuat, kaku dan stabil untuk menahan gaya gempa tersebut. Salah satu sistem yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan dinding geser, baik pada bagian luar gedung (shear wall) atau pada bagian dalam gedung (corewall), yang bertujuan untuk menambah kekakuan gedung tersebut sehingga ketika terkena beban lateral yang besar

gedung tersebut tidak mengalami deformasi yang besar. Selain itu dengan pemakaian

dinding geser ini dapat meningkatkan ketahanan gedung terhadap momen, gaya geser dan torsi.

Penempatan dinding geser dapat di dalam, di tengah atau pun diluar dengan bentuk struktur dinding geser yang bervariasi tergantung pada perilaku struktur yang terjadi, serta efektivitas dan efisiensi dinding geser sebagai penahan beban lateral. Penempatan dinding geser yang tepat dapat memaksimalkan kinerja dinding geser tersebut dalam menahan beban lateral.

Namun penggunaan dinding geser pada gedung bertingkat bukan berarti tanpa masalah, hasil penelitian yang dilakukan oleh Paulay & Priestley (1991) menunjukan bahwa dinding geser hanya efektif dalam menahan gaya lateral yang terjadi pada paruh bagian bawah gedung saja, sedangkan pada paruh bagian atas gedung tersebut dinding geser ini malah menambah gaya lateral pada kolom.

Dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba untuk menganalisis penggunaan dinding geser pada gedung bertingkat yang bertapak asimetris dengan bentuk L sebagai perbandingan dan tindak lanjut kajian penelitian oleh Sdr. Frans Harapan yang mengkaji dan meneliti bangunan dalam bentuk denah T . Analisis dilakukan dengan penggunaan corewall yang sama tingginya dengan bangunan itu sendiri, kemudian penggunaan corewall yang lebih tinggi dari gedung itu sendiri dan terakhir dengan penggunaan corewall yang lebih pendek dari gedung itu sendiri.

(13)

2 I-2 Sebagaimana Penelitian sebelumnya penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk : 1. Merancang model struktur atas gedung beton bertulang berlantai banyak dengan

ukuran ukuran perkiraan termasuk sistem perkakuan dinding geser ( coreall ) dengan bentuk denah Asimetris Dua Arah

2. Mengkaji efektivitas corewall dalam menyerap gaya geser akibat beban gempa dengan tinjauan arah vertikal.

3. Mengkaji efektivitas corewall terhadap kekakuan gedung dalam menyerap goyangan.

1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Ruang lingkup pembahasan dari Tugas Akhir ini adalah mencangkup peninjauan struktur beton bertulang berlantai banyak dengan tapak berbentuk L yang menggunakan corewall, dimana ketinggian corewall yang digunakan bervariasi.

Batasan masalahnya, yaitu :

1. Studi kasus dilakukan pada gedung bertingkat 10 lantai (ketinggian ± 40 m). 2. Penggunaan tapak bangunan yang asimetris, yaitu berbentuk L.

3. Penggunaan corewall dengan ketinggian yang sama, lebih rendah dan lebih tinggi dari tinggi bangunannya sendiri.

4. Parameter bangunan yang dikaji yang menjadi ukuran efektifitas adalah jika corewall dapat mengurangi gaya lateral pada kolom dari bangunan tersebut. Syarat kekakuan tetap digunakan goyangan maksimal < goyangan ijin.

5. Pembebanan gaya gempa hanya sebatas beban gempa statis equivalent.

6. Diasumsikan pembebanan gempa dapat dilakukan secara beban gempa statis equivalent.

1.4 Metodologi Kajian

Kajian dilakukan dengan mempelajari buku-buku referensi yang ada yang kemudian diterapkan dalam model-model studi kasus. Setelah itu melakukan analisa dengan menggunakan program ETABS 9.0 dan terakhir menarik kesimpulan-kesimpulan dari hasil penganalisaan.

(14)

3 I-3 Bab I, Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan

batasan masalah, metodologi kajian dan sistematika penulisan.

Bab II, Kajian Pustaka, membahas mengenai konsep dasar perencanaan bangunan berlantai banyak dan jenis-jenis sistem perkakuan struktur.

Bab III, Metodologi Kajian, membahas mengenai dasar-dasar teori yang digunakan dalam perencanaan gedung beton bertulang berlantai banyak.

Bab IV, Studi Kasus, membahas mengenai pengkajian penggunaan corewall yang bervariasi pada gedung yang memiliki model tapak asimetris berbentuk L. Bab V, Analisis Data, membahas mengenai hasil dari pengkajian yang telah

dilakukan pada bab sebelumnya.

Bab VI, Simpulan dan Saran, menarik kesimpulan dari pengkajian yang telah dilakukan dan disertai dengan saran.

(15)

II-1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Struktur bangunan gedung harus dapat menjamin ketahanan struktur baik pada kondisi normal maupun pada waktu terjadi bencana. Struktur bangunan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, yaitu kekuatan, kekakuan, kestabilan dan ekonomis. Dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau untuk maksud desain tertentu. Kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur antara lain :

1. Kemampuan Layan (Serviceability)

Arti dari kemampuan layan yaitu dimana suatu struktur harus mampu memikul beban yang telah didesain serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam batas diijinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan, tolak ukur tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang masih dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Deformasi yang besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi yang terjadi dapat dikontrol oleh kekakuan struktur dimana kekakuan struktur sangat bergantung pada jenis, dimensi, dan distribusi beban pada suatu struktur. 2. Efisiensi

Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran efisiensi yang sering digunakan adalah banyaknya material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan.

3. Konstruksi

Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemem-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit.

(16)

II-2 Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu :

a. Keamanan

Suatu struktur harus aman dan kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja pada strutur tersebut, beban-beban tersebut antara lain :

1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban Gempa b. Kekakuan

Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari faktor tekuk.

c. Stabilitas

Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap momen-momen yang bekerja pada suatu struktur tersebut, seperti momen guling, momen geser, dan gaya uplift.

2.2 Analisa Pembebanan

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (SNI 2002, Psl.11, hal.2847/S-87 s.d 2847/S-90), beban dibagi menjadi, beban mati (M), beban hidup (H), beban angin (A), beban gempa (G) dan beban khusus (K).

Pembebanan pada portal yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini adalah beban mati (M), beban hidup (H) dan beban gempa (G) tanpa meninjau beban angin dan beban khusus.

Ketentuan-ketentuan pembebanan pada struktur berlaku sebagai berikut : a) Pelat mendukung beban mati dan beban hidup termasuk berat sendiri. b) Balok anak mendukung beban yang didukung pelat dan berat sendiri. c) Balok induk mendukung beban yang didukung balok anak dan berat

sendiri.

d) Beban dari balok induk diteruskan ke kolom kemudian ke pondasi. 2.2.1 Ketentuan Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat permanen, termasuk dinding, kolom, lantai, atap, finishing serta peralatan tetap

(17)

II-3 yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur. Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau didalam menentukan beban mati dari suatu gedung, harus diambil menurut PPIUG 1983 tabel2.1, hal.11 sampai dengan 12.

2.2.2 Ketentuan Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian dan penggunaan suatu gedung, dan didalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat pindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Menurut PPIUG 1983 beban hidup lantai gedung harus diambil menurut tabel 3.1, halaman17. Sedangkan untuk beban hidup terpusat pada atap berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar 100 kg.

Dalam PPIUG 1983 dijelaskan, bahwa pada perencanaan balok-balok induk dan portal-portal dari sistem struktur pemikul beban dari suatu gedung, maka untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai-nilai beban hidup yang berubah-ubah, nilai beban hidup dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya bergantung pada penggunaan gedung yang ditinjau dan yang dicantumkan dalam PPIUG Tabel 3.3, halaman 21.

2.2.3 Ketentuan Beban Gempa

Beban gempa tidak sama dengan beban angin. Kerusakan gedung oleh getaran permukaan tanah saat terlanda gempa bukan oleh gaya luar (seperti pada angin) melainkan oleh gaya dalam, karena titik tangkap beban gempa berimpit dengan titik berat massa gedung. Gaya gempa itu timbul karena adanya gerakan massa itu sendiri.

Massa gedung, ukuran maupun bentuknya, secara sendiri-sendiri mempengaruhi sifat beban gempa dan sifat ketahanan strukturnya. Gaya inersia merupakan sifat beban gempa dan sifat ketahanan strukturnya. Gaya inersia merupakan hasil perkalian antara massa dan percepatannya ( F = m.a ). Percepatan ialah perubahan kecepatan pada suatu waktu, dan sangat dipengaruhi oleh gerakan gempa. Besar massa merupakan suatu besaran yang tergantung pada

(18)

II-4 massa gedung itu sendiri. Gempa menggoncang gedung pada tiga arah dimensi, yaitu dua arah horizontal dan satu arah vertical. Walaupun demikian biasanya gaya vertikal tidak diperhitungkan dengan alasan:

1. Pembesaran gaya batang akibat beban gempa arah vertikal tidak begitu berpengaruh karena pemberian angka keamanan pada beban mati dan beban hidup yang sudah cukup besar, yaitu :

A L

D

U1 =1,2 +1,6 +0,5 (2.1)

sedangkan jika diberi beban gempa, maka E

L D

U2 =1,2 +1,0 ±1,0 atau U2 =0,9±1,0E (2.2)

2. Bentuk struktur umumnya sudah kuat terhadap beban vertikal, namun kurang kuat terhadap beban horizontal.

Dalam Tugas Akhir ini analisis yang dipakai adalah analisis ragam spektrum respons, dimana pada suatu model matematik dari struktur diberlakukan suatu spektrum respon gempa rencana, dan berdasarkan itu ditentukan respon struktur terhadap gempa rencana tersebut melalui superposisi dari respon masing-masing ragamnya.

Spektrum respons adalah pemetaan yang menunjukkan variasi dari harga maksimum suatu respons parameter tertentu, misalnya: perpindahan, kecepatan, percepatan, tegangan dan lain sebagainya terhadap waktu getar suatu sistem SDOF kalau terkena suatu fungsi gaya tertentu.

Gaya yang menyebabkan getaran diambil dari hasil rekaman accelerogram suatu gempa bumi yang pernah dicatat. Tentu saja untuk mendapatkan respons tersebut hasil pencatatan accelerogram harus dinyatakan dalam bentuk pencatatan angka percepatan sebagai data masukan untuk accelerogram ground motion.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan analisis ragam spektrum respons menurut Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987), adalah sebagai berikut :

a. Wilayah gempa dan Spektrum respons

Sebagai spektrum percepatan respons gempa rencana harus dipakai diagram koefisien gempa dasar C untuk wilayah gempa. Menurut Pedoman ini Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.3,

(19)

II-5 dimana wilayah 1 adalah wilayah dengan intensitas gempa terendah dan wilayah 6 dengan intensitas gempa tertinggi. Untuk menentukan pembebanan nominal gempa akibat pengaruh gempa rencana pada struktur bangunan, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons nominal C-T seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1. Dua jenis tanah bawah harus dibedakan dalam memilih nilai C, yaitu tanah keras dan tanah lunak.

Gambar 2.2. Koefisien gempa dasar untuk berbagai wilayah gempa Gambar 2.1. Pembagian wilayah gempa untuk Indonesia

(20)

II-6 c. Arah pembebanan gempa

Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap struktur bangunan keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.

2.3 Daktilitas Struktur

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk menyimpang jauh melampaui simpangan pada batas elastisitasnya tanpa runtuh, dan perlu faktor daktilitas m yaitu rasio antara simpangan maksimum agar dapat dicapai oleh suatu struktur sebelum runtuh dan simpangan pada batas elastisnya.

Perencanaan struktur dengan tingkat daktlitas 3 (daktilitas penuh, m = 4,0), mempunyai arti bahwa struktur bangunan harus direncanakan agar mampu menjamin terbentuknya sendi-sendi plastis dengan kapasitas pemencaran energi yang diperlukan. Hal ini beban gempa rencana dapat diperhitungkan dengan menggunakan faktor jenis struktur (K) minimum sebesar 1,0.

2.4 Desain Kapasitas

Pada konsep desain kapasitas perlu ditentukan tempat-tempat mana dalam suatu struktur yang akan direncanakan sebagai sendi-sendi plastis dan dibuatkan pendetailannya supaya struktur yang bersangkutan dapat berperilaku daktail. Mekanisme terbentuknya sendi plastis dikendalikan dan diarahkan agar timbul di tempat-tempat yang direncanakan dengan cara meningkatkan kuat komponen-komponen struktur yang bersebelahan. Komponen-komponen-komponen struktur lain tersebut harus diberi cukup cadangan kekuatan untuk menjamin berlangsungnya mekanisme pemencaran energi selama gempa berlangsung.

Dalam mekanisme goyangan rangka portal, sendi-sendi platis terbentuk dalam balok-balok, jumlah kekuatan kolom-kolom pada suatu titik buhul harus dibuat

(21)

II-7 lebih besar dari kekuatan baloknya untuk memaksa terjadinya sendi plastis di dalam balok.

Menurut Dipohusodo (1994) dua mekanisme goyangan portal yang di alami oleh struktur rangka gedung ketika mendapatkan beban gempa :

Gambar 2.3 Dua kemungkinan kondisi sendi platis akibat beban gempa

Dari dua kondisi di atas, kondisi “b” (sendi plastis pada kolom) harus di-hindari karena struktur dapat mengalami keruntuhan secara mendadak apabila terjadi gempa yang cukup kuat.

Kondisi pertama yaitu kondisi “a” (sendi platis terjadi di ujung balok) adalah kondisi yang ideal dan sering digunakan untuk perencanaan struktur bertingkat tinggi karena :

1) Pemencaran energi jauh lebih baik karena tersebar dalam banyak komponen.

2) Bahaya ketidakstabilan struktur akibat efek PD hanya kecil.

3) Sendi-sendi plastis di dalam balok dapat berfungsi dengan sangat baik se-hingga kemungkinkan berlangsungnya rotasi-rotasi platis cukup besar.

4) Daktilitas balok yang dituntut untuk mencapai tingkat 3 pada umumnya dengan mudah dapat tercapai.

Metode kondisi “a” ini sering disebut dengan istilah metode strong columns weak beams

2.5 Perkakuan Vertikal dengan Sistem Perbesaran Kolom

Penggunaan perkakuan tambahan berupa perbesaran kolom sudut serta balok lantai atas dan bawah sangat bermanfaat untuk meningkatkan faktor kekakuan

(22)

kolom-II-8 pada sepanjang rangka. Selain mampu memperkecil terjadinya lendutan juga dapat mereduksi momen-momen dalamnya, sehingga momennya mengecil dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan.

Manfaat yang dapat dilihat dari segi lendutan yang terjadi akibat adanya gaya lateral (Maya Kumala Sari, 1999) adalah :

1. Kekakuan rangka mampu menahan gaya lateral hingga lantai ke-9 dengan mengurangi goyangan lateral dari 34% sampai 26.35%, sedangkan pada lantai ke-10 goyangannya sedikit bertambah besar (0,18 %) tetapi tidak berarti.

2. Dari pola lendutan, pada rangka yang diperkaku perilakunya menyerupai rangka sederhana.

Pada gedung berbentuk persegi panjang sistem perkakuan tambahan ini meninbilkan efek yang agak berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. Sistem perkakuan hanya mampu memperkecil goyangan pada lantai 1 dan ke-2 sedangkan lantai ke-3 dan seterusnya ke atas goyangan yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan..

Sistem ini juga dikembangkan agar rangka dapat bergerak serempak, sehingga dapat mengurangi efek perbesaran gaya/lintang pada kolom akibat gaya lateral seperti yang dapat terjadi pada sistem perkakuan dinding geser. Dengan pola deformasi demikian diharapkan juga distribusi gaya dalam/momen pada balok-balok daan kolom-kolom normal di sebelah dalam akan mengecil dibanding tanpa perkakuan tambahan. Sistem perkakuan ini dapat dimodifikasi dengan menempatkan kolom yang dengan menempatkan kolom yang diperbesar pada kolom sudut sebelah dalam, sehingga selain sebagai penahan lentur akibat gaya lateral, juga menampung gaya normal paling maksimal, karena area gaya normalnya paling maksimal.

Berdasarkan distribusi momen akibat beban vertikal dan beban lateral, sistem perkakuan untuk gedung berbentuk bujur sangkar diperoleh momen tumpuan (negatif) yang bertambah besar dan momen lapangan (positif) yang relative kecil. Sedangkan pada kolom, peningkatan momen hanya terjadi pada kolom-kolom sudutnya. Selebihnya momen pada kolom lainya mengecil akibat pengaruh

(23)

II-9 distribusi momen. Pengaruh perkakuan redistribusi momen gedung berbentuk persegi panjang tidak jauh berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. 2.5.1 Metode Strong Column – Weak Beam

Desain struktur perlu memegang prinsip mengendalikan dan mempertahankan perilaku daktail struktur pada waktu menahan gaya gempa, yakni perilaku struktur yang direncanakan setelah melampaui batas elastis harus tetap terjamin dengan baik. Pada sistem struktur direncanakan daerah sendi plastisnya untuk pemencaran energi, sedemikian rupa sehingga komponen struktur yang bersangkutan benar-benar berperilaku daktail. Dengan demikian, mekanisme goyangan portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk dalam balok-balok, bukan pada kolom-kolom (strong column-weak beam). Prinsip ini (Andriono dan Kusuma, 1996) akan memeberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

a. pemencaran energi tersebar dalam banyak komponen, b. bahaya ketidakstabilan struktur akabat P-delta kecil,

c. sendi-sendi plastis dalam balok dapat berfungsi dengan baik yang memungkinkan berlangsungnya rotasi plastis yang besar,

d. daktilitas balok yang dituntut dapat tercapai.

Dengan menggunakan balok kuat dan lebih kaku mekanisme goyang portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk pada kolom-kolom. Yang pada umumnya hanya diizinkan pada rangka struktur rendah, karena alasan sebagai berikut :

a. pemencaran energi berlangsung terpusat didalam sejumlah kecil komponen struktur kolom,

b. daktilitas yang tinggi yang dituntutpada kolom-kolom akan sulit dipenuhi, c. simpangan besar yang terjadi pada struktur mengakibatkan timbulnya

efek P-delta yang merupakan kondisi berbahaya bagi daktilitas struktur. Dengan mengikuti persyaratan dasar strong column – weak beam ini diharapkan struktur beton dapat menunda keruntuhan totalnya, karena balok-balok dan pelat beton bertulang pada umumnya tidak akan segera runtuh meskipun sudah terjadi kerusakan yang besar pada lokasi sendi-sendi plastis, sedangkan kolom-kolom akan runtuh segera walaupun baru terjadi kerusakan kecil (Andriono dan kusuma, 1996).

(24)

II-10 2.6 Perancangan Dinding Struktur Beton Daktail

Tujuan utama penggunaan dinding struktur beton daerah gempa adalah untuk memberikan kekakuan dan keamanan yang cukup pada struktur, sehingga lendutan horizontal antar tingkat menjadi kecil, yang sama juga dapat minimumkan kerusakan non-struktur yang seringkali membutuhkan biaya yang relatif besar dalam perbaikanya.

Perencanaan dinding struktur yang baik tidak terlepas dari pemilihan bentuk dinding, lokasi penempatannya pada denah struktur serta bentuk ragam keruntuhannya. Agar ada jaminan struktur terhadap beban gempa, maka ragam keruntuhan yang bersifat getas akibat lentur, geser, gaya angkur dan ketidakstabilan local perlu dihindari.

Suatu dinding struktur beton dianggap memiliki daktilitas yang cukup bila dinding tersebut mampu bertahan terhadap 4 kali lendutan horisaontal leleh pertama dengan kehilangan kekuatan tidak lebih besar dari 20% kekuatan batasnya.

Dinding merupakan elemen struktur yang banyak digunakan untuk penahan beban lateral akibat gempa karena memiliki kekakuan lateral dalam arah bidang dinding yang besar.

Dengan adanya dinding struktur bangunan menjadi lebih kaku sehingga deformasi lateral menjadi lebih kecil. Resiko terjadinya kerusakan pada elemen non-struktural lainnya dapat dikurangi.

Disipasi energy pada struktur terutama terjadi melalui kelelehan pada kaki dinding. Dinding geser masih mampu memikul beban vertical walaupun telah terjadi palsitisitas yang berlebihan pada dasar dinding, hal seperti ini umumnya tidak dimiliki oleh kolom.

Perkiraan dimensi struktur elemen kolom atau dinding geser yang menggunakan bahan beton bertulang, dapat digunakan sebagai berikut :

Seluruh gaya aksial dipikul oleh beton :

(

3.22

)

L L L L L L L F P = s

(25)

II-11

(

3.23

)

L L L L L L L b kolom kolom P s = A

Dimana : adalah tegangan tekan ijin beton (lihat table PBI)

Selanjutnya untuk menghitung ketebalan dinding geser dihitung dengan menggunakan rumus :

(

3.24

)

. b LLLLLLL er dindinhges dg I P

t

= s

Dimana :

t

dg adalah tebal dinding geser dan L adalah panjang dinding geser

Gambar 2.4 Contoh penulangan pada dinding biasa

Beban yang diterima oleh elemen struktur vertical (kolom dan dinding geser) merupakan akumulasi dari beban-beban lantai diatasnya. Jadi makin kebawah gaya aksialnya makin besar. Oleh sebab itu dimensinya pun makin kebawah makin besar.

Agar supaya dimensi kolom/dinding geser relative sama dengan dimensi yang ada diatasnya, maka dapat dilakukan beberapa upaya diantaranya :

1. Mutu beton yang digunakan kolom/dinding geser pada bagian bawah bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan yang digunakan pada kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

2. Prosentase tulangan pada kolom/dinding geser pada bagian pada bagian bawah bangunan lebih besar dibandingkan yang ada pada kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

3. Mutu tulangan baja yang digunakan kolom/dinding geser pada bagian bawah bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

10#9 # 4 horisontal strrups # 4 horisontal strrups 10#9 10" 8"

(26)

II-12 2.6.1 Deformasi Dinding Geser

Dinding geser (shear wall) pada gedung gedung umumnya dihubungkan dengan portal-portal dan tidak seperti gedung bertingkat satu, pengaruh sambungan (Pengaruh perbatasan/bondari) antara dinding dan portal sangat besar dan kelakuannya (behavior) jauh berbeda dari dinding geser yang berdiri sendiri. Penanganan masalah ini yang akan dijabarkan kemudian relative rumit. Namun sifat-sifat lendutan (deflection) dapat langsung diturunkan dari lendutan dinding geser yang berdiri sendiri (independent) dan metode perhitungan untuk dinding geser yang berdiri sendiri merupakan dasar metode perhitungan untuk dinding geser dengan pengaruh perbatasan. Atas alas an ini, karakteristik lendutan dinding geser yang berdiri sendiri akan diajabarkan terlebih dahulu.

Sama halnya seperti kasus dinding geser bertingkat satu, lendutan dinding geser bertingkat banyak bisa dibedakan atas :

a. Deformasi lentur b. Deformasi geser

c. Deformasi akibat rotasi pondasi

Diantara ketiga jenis deformasi ini, deformasi akibat lentur dan rotasi pondasi merupakan yang tersebar pada gedung bertingkat banyak. Karakteristik lendutan dinding berbeda jauh dengan karakteristik lendutan portal dan lendutan dinding terutama dipengaruhi oleh deformasi tipe geser. Perpindahan relative tingkat-tingkat atas suatu dinding geser jauh lebih besar daripada tingkat-tingkat-tingkat-tingkat bawah, sedang perpindahan relative tingkat-tingkat atas dan bawah pada portal hampir sama.

Dengan demikian pada gedung yang sesungguhnya bila beban lateral dipukul oleh dinding geser dan portal secara bersama-sama, bagian yang diterima oleh tingkat yang lebih atas dan yang lebih bawah akan berlainan. Distribusi gaya geser pada portal dan dinding dijabarkandalam makalah Penelitian Teoritis tentang Distribusi gaya Geser pada Dinding Geser Berlantai Banyak (Trannsactions of the Architectural Institute Of Japan, No. 46, 1953) dari pengarang dan penelitiny lainnya.

(27)

II-13 1. Hipotesa praktis yang menyatakan bahwa koefesien distribusi gaya geser suatu

dinding tidak berakaitan dengan letak tingkat harus ditinggalkan.

2. Koefesien distribusi gaya geser yang dipengaruhi oleh karakteristik ketegaran (rigidity) lentur dinding dan umumnya gaya geser yang dipikul ditingkat-tingkat atas jauh lebih kecil. Khususnya bila dindingsangat tinggi dan langsing serta ketegaran lenturnya kecil, kapasitas pemikul gaya geser akan hilang dan pengaruh yang merugikan juga dijumpai pada beberapa kasus serta gaya geser pada kolom menjadi besar.

3. Pada bebrapa kasus struktur akan lebih efektif bila dinding geser yang kecil (sempit) dibatasi hanya sampai pada tingkat-tingkat tengan an tidak diperpanjang hingga tingkat-tingkat atas.

4. Bila derajat jepitan diperletakan tidak memadai, koefesien distribusi gaya geser akan mengecil.

Sampai sekitar tahun 1950, penentuan koefesien distribusi gaya geser dinding didasarkan pada definisi yang menyatakan bahwa koefesien ini adalah rasio pembagian gaya geser akibat beban gempa dan dengan tanpa mempertimbangkan ketegaran dinding yang sesungguhnya, gaya geser pada dinding dianggap 10 sampai 20 kali gaya geser kolom. Pengarang dan peneliti lain telah membuktikan bahayanya anggapan seperti ini dan mengusulkan cara penentuan koefesien distribusi gaya geser dengan memakai besaran-besaran dasar perhitungan ketegaran (rigidity) elemen.

2.6.2 Sistim Dinding geser (Shear Wall)

Dinding geser adalah elemen struktur berupa dinding yang relatif tipis yang ditempatkan secara vertikal, sehingga seolah-olah menyerupai balok kantilever yang berdiri vertikal.

1. Susunan Dinding Geser

Sistem dinding geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi

a. sistem terbuka, terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometris. Bentuk-bentuk ini adalah L, X, V, Y, T dan H.

b. sistem tertutup, melingkupi ruang geometris. Bentuk-bentuk yang sering dijumpai adalah bujur sangkar, segitiga, persegi panjang, dan bulat.

(28)

II-14 Sistem dinding geser, baik didalam maupun diluar bangunan dapat disusun secara simetris atau asimetris.

Bentuk dan penempatan dinding geser mempunyai akibat yang besar terhadap perilaku struktural apabila dibebani secara lateral. Inti yang diletakkan asimetris terhadap bentuk bangunan harus memikul torsi selain lentur dan geser langsung. Akan tetapi, perlawanan yang optimal terhadap torsi diperoleh pada penampang inti tertutup.

2. Perilaku Dinding Geser yang Dibebani

Lantai yang berlaku sebagai diafragma horizontal meneruskan beban lateral secara merata ke dinding geser. Penyebaran gaya lateral tersebut adalah fungsi dari susunan geometris sistem dinding geser.

Apabila resultan dari gaya lateral melalui titik berat dari kekakuan relatif bangunan, maka yang dihasilkan hanyalah reaksi translasi. Kasus yang paling jelas adalah pada bangunan dinding geser murni. Pada bangunan dinding geser rangka kaku, sebagai perkiraan awal dianggap bahwa dinding geser akan dipikul seluruhnya oleh inti. Ini adalah karena kekakuannya jauh melebihi kekakuan lateral rangka.

Apabila susunan dinding geser itu asimetris, maka resultan gaya lateral tidak melalui titik berat kekakuan bangunan. Yang terjadi adalah rotasi dari dinding geser ditambah dengan translasi. Penyebaran tegangan bergantung pad bentuk sistem dinding geser.

2.6.3 Sistem Frames dan Shear Walls

Secara struktural, jika dinding geser dikenai beban lateral, maka dinding geser tersebut akan berperilaku seperti kantilever bebas. Sedangkan portal jika dikenai beban lateral tidak berperilaku seperti kantilever bebas. Ketika terkena beban lateral, maka sistem portal-dinding geser (dual system) ini bereaksi secara berbeda dengan periode getar alami yang berbeda, sehingga sistem perkakuan dinding geser ini tidak selalu mendukung dual system ini dalam menyerap energi lateral. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.5.

(29)

II-15 Gambar 2.5 Kompatibilitas open frame dan dinding geser (dual system)

Hal ini telah dibuktikan oleh percobaan yang dilakukan oleh Paulay dan Priestly (1991), yang menunjukan bahwa dinding geser hanya efektif dalam menahan gaya lateral yang terjadi pada paruh bagian bawah gedung saja, sedangkan pada paruh bagian atas gedung tersebut dinding geser ini malah menambah gaya lateral yang terjadi. Hal ini diperlihatkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kontribusi portal dan dinding geser dalam menahan momen guling dan gaya lateral pada dual system

Dari gambar diatas, maka dapat dikatakan bahwa dinding geser akan efektif menyerap gaya geser, apabila :

1. Diagram prosentase bagian bawah lebih luas, sehingga gaya geser yang terserap dinding geser lebih besar, maka akan semakin kaku.

2. Pertemuan titik singgung dengan garis netral semakin keatas semakin baik, karena titik tersebut merupakan tingkat terakhir dinding geser melawan gaya lateral.

3. Semakin kecil bagian atas dari diagram prosentase, semakin kecil dinding geser ikut memberikan tambahan gaya geser pada bangunan, maka akan semakin efektif.

(30)

II-16 2.6.4 Sistem Framed Tube

Bila dibandingkan dengan sistem shear walls dan frames, sistem struktur ini sangat efisien dalam melawan beban lateral. Praktis seluruh perlawanan tergadap beban lateral ditumpukkan pada sistem perimeter frames yang searah dengan beban lateral yang ditinjau yang seolah berfungsi sebagai shear walls. Untuk itu sistem perimeter frames ini umumnya mempunyai balok (spandrel beams) yang relatif kaku dengan jarak kolom yang relatif rapat. Gambar 2.7a menunjukkan bentuk sistem framed tube dan perilakunya ketika diberi gaya lateral.

Untuk struktur yang lebih tinggi, sistem ini dikembangkan menjadi sistem Tube in Tube atau dikombinasikan dengan sistem outrigger dan belt trusses, gambar 2.7b. Konsep bekerjanya sistem outrigger dan belt trusses dapat dilihat pada gambar 2.8a. Secara phisik sistem outrigger dan belt trusses ini seolah memperkenalkan, pada level tersebut, sebuah balok dengan kekakuan yang jauh lebih kaku bila dibandingkan dengan kekakuan sistem yang ada dibawahnya. Dengan demiian secara otomatis akan menghasilkan suatu hambatan terhadap deformasi lateral total yang bisa terjadi.

Gambar 2.7 (a) Perlawanan dari sistem Framed Tube terhadap beban lateral (b) Sistem struktur gedung Outrigger dan Belt Trusses

Sistem outrigger dan belt trusses ini bisa juga digantikan dengan suatu sistem balok beton dengan ketinggian ± 1 lantai. Pada gedung yang sangat tinggi, sistem outrigger dan belt trusses ini bisa dipasang pada beberapa level sehingga seolah tiap level merupakan suatu unit tersendiri. Pengaruh dari adanya sistem

(31)

II-17 outrigger dan belt trusses ini juga terlihat pada besarnya momen yang terjadi sepanjang komponen vertikal yang ada, gambar 2.8b.

Gambar 2.8 (a) Deformasi kantilever dari sistem core (b) Respon dari gedung tinggi terhadap beban lateral

2.6.5 Sistem Trussed Tube

Kelemahan dari sistem framed tube terletak pada fleksibilitas spandrel beams. Masalah ini diatasi dengan menambahkan komponen diagonal yang langsung meningkatkan kekakuan dari sistem secara keseluruhan, sehingga gaya geser yang bekerja akibat beban lateral dipikul oleh komponen diagonal tersebut. Komponen diagonal melawan gaya geser tadi terutama dengan aksi aksial sehingga dapat mengurangi pengaruh dari shear lag dan struktur memberikan respon hampir sebagai kantilever murni, gambar 2.9.

Gambar 2.9 Perbandingan respon sistem Framed Tube dengan Trussed Tube

Dalam sistem Coloumn-Diagonal Trussed Tube, disamping menahan mayoritas dari beban lateral, sistem diagonal juga sekaligus berfungsi sebagai kolom miring yang menahan beban gravitasi. Sistem ini memungkinkan terjadinya

(32)

II-18 pendistribusian beban gravitasi terpusat secara efisien dan merata keapada seluruh komponen struktur, gambar 2.9. Sistem ini sangat efektif untuk gedung sangat tinggi (hingga 100 lantai untuk gedung dengan struktur baja). Dalam hal ini balok sprandel menahan beban gravitasi dan juga sebagai pengikat terhadap pergerakan lantai. Hal ini meningkatkan efektifitas dari sistem diagonal yang berfungsi sebagai sistem pembagi beban utama dari struktur gedung.

2.7 Kajian Penelitian Frans Harapan

Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk kajian efektivitas penggunaan corewall pada gedung berlantai banyak oleh Frans Harapan adalah

sebagai berikut1 :

1. Berbeda dengan bangunan simetris, untuk bangunan bertapak asimetris dinding geser tidak selalu membantu menyerap gaya geser dan mengurangi gaya geser yang masuk ke rangka. Pada beberapa kombinasi pembebanan, dinding geser malah menambah beban gaya geser pada rangka.

2. Selain akibat COMBO 3B (U = 1,2.DL + 1,0.LL – 0,3.Ex + 1.Ey), kedua macam konfigurasi letak dinding geser lebih efektif dalam menyerap gaya geser dalam arah V2 (memanjang), sedangkan pada arah V3 (melintang) dinding geser malah menambah beban pada rangka. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afnal.2)

3. Makin tinggi dinding geser yang digunakan, maka makin besar gaya geser yang diserap oleh dinding geser dibandingkan oleh rangka.

4. Untuk kedua studi kasus bangunan, ternyata penggunaan dinding geser yang lebih rendah dari gedung lebih efektif dibandingkan dengan tipe yang lainnya, karena selain perbedaan besar gaya geser yang kecil penggunaan dinding geser juga lebih ekonomis.

5. Dari 2 jenis kombinasi pembebanan yang digunakan menunjukkan bahwa penggunaan dinding geser pada bangunan yang bertapak asimetris tidak selamanya mendukung struktur dalam hal penyerapan gaya geser.

1 Dikutip dari kesimpulan penelitaian Frans Harapan tentang Efektivitas Penggunaan Core Wall untuk Gedung Berlantai Banyak Tidak Simetris

2)

(33)

II-19 6. Dinding geser dalam berbagai kombinasi pembebanan menambah

kekakuan struktur, karena mengurangi besarnya perpindahan (displacement) hingga lebih dari 80%. Hal ini berarti dinding geser sangat efektif dalam menambah kekakuan struktur.

7. Dengan menggunakan dinding geser perilaku struktur mengikuti perilaku dari struktur corewall, karena tidak mengalami/mempunyai titik belok pada lantai atas strukturnya.

(34)

II-1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Struktur bangunan gedung harus dapat menjamin ketahanan struktur baik pada kondisi normal maupun pada waktu terjadi bencana. Struktur bangunan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, yaitu kekuatan, kekakuan, kestabilan dan ekonomis. Dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau untuk maksud desain tertentu. Kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur antara lain :

1. Kemampuan Layan (Serviceability)

Arti dari kemampuan layan yaitu dimana suatu struktur harus mampu memikul beban yang telah didesain serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam batas diijinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan, tolak ukur tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang masih dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Deformasi yang besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi yang terjadi dapat dikontrol oleh kekakuan struktur dimana kekakuan struktur sangat bergantung pada jenis, dimensi, dan distribusi beban pada suatu struktur. 2. Efisiensi

Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran efisiensi yang sering digunakan adalah banyaknya material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan.

3. Konstruksi

Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemem-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit.

(35)

II-2 Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu :

a. Keamanan

Suatu struktur harus aman dan kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja pada strutur tersebut, beban-beban tersebut antara lain :

1. Beban Mati 2. Beban Hidup 3. Beban Angin 4. Beban Gempa b. Kekakuan

Dalam perencanaan suatu gedung perlu diperhitungkan kekakuannya agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari faktor tekuk.

c. Stabilitas

Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap momen-momen yang bekerja pada suatu struktur tersebut, seperti momen guling, momen geser, dan gaya uplift.

2.2 Analisa Pembebanan

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (SNI 2002, Psl.11, hal.2847/S-87 s.d 2847/S-90), beban dibagi menjadi, beban mati (M), beban hidup (H), beban angin (A), beban gempa (G) dan beban khusus (K).

Pembebanan pada portal yang ditinjau dalam Tugas Akhir ini adalah beban mati (M), beban hidup (H) dan beban gempa (G) tanpa meninjau beban angin dan beban khusus.

Ketentuan-ketentuan pembebanan pada struktur berlaku sebagai berikut : a) Pelat mendukung beban mati dan beban hidup termasuk berat sendiri. b) Balok anak mendukung beban yang didukung pelat dan berat sendiri. c) Balok induk mendukung beban yang didukung balok anak dan berat

sendiri.

(36)

II-3 2.2.1 Ketentuan Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat permanen, termasuk dinding, kolom, lantai, atap, finishing serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur. Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau didalam menentukan beban mati dari suatu gedung, harus diambil menurut PPIUG 1983 tabel2.1, hal.11 sampai dengan 12.

2.2.2 Ketentuan Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang terjadi akibat penghunian dan penggunaan suatu gedung, dan didalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat pindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Menurut PPIUG 1983 beban hidup lantai gedung harus diambil menurut tabel 3.1, halaman17. Sedangkan untuk beban hidup terpusat pada atap berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar 100 kg.

Dalam PPIUG 1983 dijelaskan, bahwa pada perencanaan balok-balok induk dan portal-portal dari sistem struktur pemikul beban dari suatu gedung, maka untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai-nilai beban hidup yang berubah-ubah, nilai beban hidup dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya bergantung pada penggunaan gedung yang ditinjau dan yang dicantumkan dalam PPIUG Tabel 3.3, halaman 21.

2.2.3 Ketentuan Beban Gempa

Beban gempa tidak sama dengan beban angin. Kerusakan gedung oleh getaran permukaan tanah saat terlanda gempa bukan oleh gaya luar (seperti pada angin) melainkan oleh gaya dalam, karena titik tangkap beban gempa berimpit dengan titik berat massa gedung. Gaya gempa itu timbul karena adanya gerakan massa itu sendiri.

(37)

II-4 Massa gedung, ukuran maupun bentuknya, secara sendiri-sendiri mempengaruhi sifat beban gempa dan sifat ketahanan strukturnya. Gaya inersia merupakan sifat beban gempa dan sifat ketahanan strukturnya. Gaya inersia merupakan hasil perkalian antara massa dan percepatannya ( F = m.a ). Percepatan ialah perubahan kecepatan pada suatu waktu, dan sangat dipengaruhi oleh gerakan gempa. Besar massa merupakan suatu besaran yang tergantung pada massa gedung itu sendiri. Gempa menggoncang gedung pada tiga arah dimensi, yaitu dua arah horizontal dan satu arah vertical. Walaupun demikian biasanya gaya vertikal tidak diperhitungkan dengan alasan:

1. Pembesaran gaya batang akibat beban gempa arah vertikal tidak begitu berpengaruh karena pemberian angka keamanan pada beban mati dan beban hidup yang sudah cukup besar, yaitu :

A L

D

U1 =1,2 +1,6 +0,5 (2.1)

sedangkan jika diberi beban gempa, maka E

L D

U2 =1,2 +1,0 ±1,0 atau U2 =0,9±1,0E (2.2)

2. Bentuk struktur umumnya sudah kuat terhadap beban vertikal, namun kurang kuat terhadap beban horizontal.

Dalam Tugas Akhir ini analisis yang dipakai adalah analisis ragam spektrum respons, dimana pada suatu model matematik dari struktur diberlakukan suatu spektrum respon gempa rencana, dan berdasarkan itu ditentukan respon struktur terhadap gempa rencana tersebut melalui superposisi dari respon masing-masing ragamnya.

Spektrum respons adalah pemetaan yang menunjukkan variasi dari harga maksimum suatu respons parameter tertentu, misalnya: perpindahan, kecepatan, percepatan, tegangan dan lain sebagainya terhadap waktu getar suatu sistem SDOF kalau terkena suatu fungsi gaya tertentu.

Gaya yang menyebabkan getaran diambil dari hasil rekaman accelerogram suatu gempa bumi yang pernah dicatat. Tentu saja untuk mendapatkan respons tersebut hasil pencatatan accelerogram harus dinyatakan dalam bentuk pencatatan angka percepatan sebagai data masukan untuk accelerogram ground motion.

(38)

II-5 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan analisis ragam spektrum respons menurut Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987), adalah sebagai berikut :

a. Wilayah gempa dan Spektrum respons

Sebagai spektrum percepatan respons gempa rencana harus dipakai diagram koefisien gempa dasar C untuk wilayah gempa. Menurut Pedoman ini Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.3, dimana wilayah 1 adalah wilayah dengan intensitas gempa terendah dan wilayah 6 dengan intensitas gempa tertinggi. Untuk menentukan pembebanan nominal gempa akibat pengaruh gempa rencana pada struktur bangunan, untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons nominal C-T seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1. Dua jenis tanah bawah harus dibedakan dalam memilih nilai C, yaitu tanah keras dan tanah lunak.

(39)

II-6

Gambar 2.2. Koefisien gempa dasar untuk berbagai wilayah gempa

c. Arah pembebanan gempa

Dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap struktur bangunan keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan

(40)

II-7 dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.

2.3 Daktilitas Struktur

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk menyimpang jauh melampaui simpangan pada batas elastisitasnya tanpa runtuh, dan perlu faktor

daktilitas µ yaitu rasio antara simpangan maksimum agar dapat dicapai oleh suatu

struktur sebelum runtuh dan simpangan pada batas elastisnya.

Perencanaan struktur dengan tingkat daktlitas 3 (daktilitas penuh, µ = 4,0),

mempunyai arti bahwa struktur bangunan harus direncanakan agar mampu menjamin terbentuknya sendi-sendi plastis dengan kapasitas pemencaran energi yang diperlukan. Hal ini beban gempa rencana dapat diperhitungkan dengan menggunakan faktor jenis struktur (K) minimum sebesar 1,0.

2.4 Desain Kapasitas

Pada konsep desain kapasitas perlu ditentukan tempat-tempat mana dalam suatu struktur yang akan direncanakan sebagai sendi-sendi plastis dan dibuatkan pendetailannya supaya struktur yang bersangkutan dapat berperilaku daktail. Mekanisme terbentuknya sendi plastis dikendalikan dan diarahkan agar timbul di tempat-tempat yang direncanakan dengan cara meningkatkan kuat komponen-komponen struktur yang bersebelahan. Komponen-komponen-komponen struktur lain tersebut harus diberi cukup cadangan kekuatan untuk menjamin berlangsungnya mekanisme pemencaran energi selama gempa berlangsung.

Dalam mekanisme goyangan rangka portal, sendi-sendi platis terbentuk dalam balok-balok, jumlah kekuatan kolom-kolom pada suatu titik buhul harus dibuat lebih besar dari kekuatan baloknya untuk memaksa terjadinya sendi plastis di dalam balok.

Menurut Dipohusodo (1994) dua mekanisme goyangan portal yang di alami oleh struktur rangka gedung ketika mendapatkan beban gempa :

(41)

II-8

Gambar 2.3 Dua kemungkinan kondisi sendi platis akibat beban gempa

Dari dua kondisi di atas, kondisi “b” (sendi plastis pada kolom) harus di-hindari karena struktur dapat mengalami keruntuhan secara mendadak apabila terjadi gempa yang cukup kuat.

Kondisi pertama yaitu kondisi “a” (sendi platis terjadi di ujung balok) adalah kondisi yang ideal dan sering digunakan untuk perencanaan struktur bertingkat tinggi karena :

1) Pemencaran energi jauh lebih baik karena tersebar dalam banyak komponen.

2) Bahaya ketidakstabilan struktur akibat efek P∆ hanya kecil.

3) Sendi-sendi plastis di dalam balok dapat berfungsi dengan sangat baik se-hingga kemungkinkan berlangsungnya rotasi-rotasi platis cukup besar.

4) Daktilitas balok yang dituntut untuk mencapai tingkat 3 pada umumnya dengan mudah dapat tercapai.

Metode kondisi “a” ini sering disebut dengan istilah metode strong columns weak beams

2.5 Perkakuan Vertikal dengan Sistem Perbesaran Kolom

Penggunaan perkakuan tambahan berupa perbesaran kolom sudut serta balok lantai atas dan bawah sangat bermanfaat untuk meningkatkan faktor kekakuan pada sepanjang rangka. Selain mampu memperkecil terjadinya lendutan juga dapat mereduksi momen-momen dalamnya, sehingga momennya mengecil dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan.

(42)

kolom-II-9 Manfaat yang dapat dilihat dari segi lendutan yang terjadi akibat adanya gaya lateral (Maya Kumala Sari, 1999) adalah :

1. Kekakuan rangka mampu menahan gaya lateral hingga lantai ke-9 dengan mengurangi goyangan lateral dari 34% sampai 26.35%, sedangkan pada lantai ke-10 goyangannya sedikit bertambah besar (0,18 %) tetapi tidak berarti.

2. Dari pola lendutan, pada rangka yang diperkaku perilakunya menyerupai rangka sederhana.

Pada gedung berbentuk persegi panjang sistem perkakuan tambahan ini meninbilkan efek yang agak berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar. Sistem perkakuan hanya mampu memperkecil goyangan pada lantai 1 dan ke-2 sedangkan lantai ke-3 dan seterusnya ke atas goyangan yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan tanpa diberi perkakuan..

Sistem ini juga dikembangkan agar rangka dapat bergerak serempak, sehingga dapat mengurangi efek perbesaran gaya/lintang pada kolom akibat gaya lateral seperti yang dapat terjadi pada sistem perkakuan dinding geser. Dengan pola deformasi demikian diharapkan juga distribusi gaya dalam/momen pada balok-balok daan kolom-kolom normal di sebelah dalam akan mengecil dibanding tanpa perkakuan tambahan. Sistem perkakuan ini dapat dimodifikasi dengan menempatkan kolom yang dengan menempatkan kolom yang diperbesar pada kolom sudut sebelah dalam, sehingga selain sebagai penahan lentur akibat gaya lateral, juga menampung gaya normal paling maksimal, karena area gaya normalnya paling maksimal.

Berdasarkan distribusi momen akibat beban vertikal dan beban lateral, sistem perkakuan untuk gedung berbentuk bujur sangkar diperoleh momen tumpuan (negatif) yang bertambah besar dan momen lapangan (positif) yang relative kecil. Sedangkan pada kolom, peningkatan momen hanya terjadi pada kolom-kolom sudutnya. Selebihnya momen pada kolom lainya mengecil akibat pengaruh distribusi momen. Pengaruh perkakuan redistribusi momen gedung berbentuk persegi panjang tidak jauh berbeda dengan gedung berbentuk bujur sangkar.

(43)

II-10 2.5.1 Metode Strong Column – Weak Beam

Desain struktur perlu memegang prinsip mengendalikan dan mempertahankan perilaku daktail struktur pada waktu menahan gaya gempa, yakni perilaku struktur yang direncanakan setelah melampaui batas elastis harus tetap terjamin dengan baik. Pada sistem struktur direncanakan daerah sendi plastisnya untuk pemencaran energi, sedemikian rupa sehingga komponen struktur yang bersangkutan benar-benar berperilaku daktail. Dengan demikian, mekanisme goyangan portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk dalam balok-balok, bukan pada kolom-kolom (strong column-weak beam). Prinsip ini (Andriono dan Kusuma, 1996) akan memeberikan keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

a. pemencaran energi tersebar dalam banyak komponen, b. bahaya ketidakstabilan struktur akabat P-delta kecil,

c. sendi-sendi plastis dalam balok dapat berfungsi dengan baik yang memungkinkan berlangsungnya rotasi plastis yang besar,

d. daktilitas balok yang dituntut dapat tercapai.

Dengan menggunakan balok kuat dan lebih kaku mekanisme goyang portal dengan sendi-sendi plastis terbentuk pada kolom-kolom. Yang pada umumnya hanya diizinkan pada rangka struktur rendah, karena alasan sebagai berikut :

a. pemencaran energi berlangsung terpusat didalam sejumlah kecil komponen struktur kolom,

b. daktilitas yang tinggi yang dituntutpada kolom-kolom akan sulit dipenuhi, c. simpangan besar yang terjadi pada struktur mengakibatkan timbulnya

efek P-delta yang merupakan kondisi berbahaya bagi daktilitas struktur. Dengan mengikuti persyaratan dasar strong column – weak beam ini diharapkan struktur beton dapat menunda keruntuhan totalnya, karena balok-balok dan pelat beton bertulang pada umumnya tidak akan segera runtuh meskipun sudah terjadi kerusakan yang besar pada lokasi sendi-sendi plastis, sedangkan kolom-kolom akan runtuh segera walaupun baru terjadi kerusakan kecil (Andriono dan kusuma, 1996).

(44)

II-11 2.6 Perancangan Dinding Struktur Beton Daktail

Tujuan utama penggunaan dinding struktur beton daerah gempa adalah untuk memberikan kekakuan dan keamanan yang cukup pada struktur, sehingga lendutan horizontal antar tingkat menjadi kecil, yang sama juga dapat minimumkan kerusakan non-struktur yang seringkali membutuhkan biaya yang relatif besar dalam perbaikanya.

Perencanaan dinding struktur yang baik tidak terlepas dari pemilihan bentuk dinding, lokasi penempatannya pada denah struktur serta bentuk ragam keruntuhannya. Agar ada jaminan struktur terhadap beban gempa, maka ragam keruntuhan yang bersifat getas akibat lentur, geser, gaya angkur dan ketidakstabilan local perlu dihindari.

Suatu dinding struktur beton dianggap memiliki daktilitas yang cukup bila dinding tersebut mampu bertahan terhadap 4 kali lendutan horisaontal leleh pertama dengan kehilangan kekuatan tidak lebih besar dari 20% kekuatan batasnya.

Dinding merupakan elemen struktur yang banyak digunakan untuk penahan beban lateral akibat gempa karena memiliki kekakuan lateral dalam arah bidang dinding yang besar.

Dengan adanya dinding struktur bangunan menjadi lebih kaku sehingga deformasi lateral menjadi lebih kecil. Resiko terjadinya kerusakan pada elemen non-struktural lainnya dapat dikurangi.

Disipasi energy pada struktur terutama terjadi melalui kelelehan pada kaki dinding. Dinding geser masih mampu memikul beban vertical walaupun telah terjadi palsitisitas yang berlebihan pada dasar dinding, hal seperti ini umumnya tidak dimiliki oleh kolom.

Perkiraan dimensi struktur elemen kolom atau dinding geser yang menggunakan bahan beton bertulang, dapat digunakan sebagai berikut :

Seluruh gaya aksial dipikul oleh beton :

(

3.22

)

L L L L L L L F P = σ

(45)

II-12

( )

3.23 L L L L L L L b kolom kolom P σ = Α

Dimana : adalah tegangan tekan ijin beton (lihat table PBI)

Selanjutnya untuk menghitung ketebalan dinding geser dihitung dengan menggunakan rumus :

(

3.24

)

. b LLLLLLL er dindinhges dg I P

t

= σ

Dimana :

t

dg adalah tebal dinding geser dan L adalah panjang dinding geser

Gambar 2.4 Contoh penulangan pada dinding biasa

Beban yang diterima oleh elemen struktur vertical (kolom dan dinding geser) merupakan akumulasi dari beban-beban lantai diatasnya. Jadi makin kebawah gaya aksialnya makin besar. Oleh sebab itu dimensinya pun makin kebawah makin besar.

Agar supaya dimensi kolom/dinding geser relative sama dengan dimensi yang ada diatasnya, maka dapat dilakukan beberapa upaya diantaranya :

1. Mutu beton yang digunakan kolom/dinding geser pada bagian bawah bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan yang digunakan pada kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

2. Prosentase tulangan pada kolom/dinding geser pada bagian pada bagian bawah bangunan lebih besar dibandingkan yang ada pada kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

3. Mutu tulangan baja yang digunakan kolom/dinding geser pada bagian bawah bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kolom/dinding geser bangunan bagian atas.

10#9 # 4 horisontal strrups # 4 horisontal strrups 10#9 10" 8"

(46)

II-13 2.6.1 Deformasi Dinding Geser

Dinding geser (shear wall) pada gedung gedung umumnya dihubungkan dengan portal-portal dan tidak seperti gedung bertingkat satu, pengaruh sambungan (Pengaruh perbatasan/bondari) antara dinding dan portal sangat besar dan kelakuannya (behavior) jauh berbeda dari dinding geser yang berdiri sendiri. Penanganan masalah ini yang akan dijabarkan kemudian relative rumit. Namun sifat-sifat lendutan (deflection) dapat langsung diturunkan dari lendutan dinding geser yang berdiri sendiri (independent) dan metode perhitungan untuk dinding geser yang berdiri sendiri merupakan dasar metode perhitungan untuk dinding geser dengan pengaruh perbatasan. Atas alas an ini, karakteristik lendutan dinding geser yang berdiri sendiri akan diajabarkan terlebih dahulu.

Sama halnya seperti kasus dinding geser bertingkat satu, lendutan dinding geser bertingkat banyak bisa dibedakan atas :

a. Deformasi lentur b. Deformasi geser

c. Deformasi akibat rotasi pondasi

Diantara ketiga jenis deformasi ini, deformasi akibat lentur dan rotasi pondasi merupakan yang tersebar pada gedung bertingkat banyak. Karakteristik lendutan dinding berbeda jauh dengan karakteristik lendutan portal dan lendutan dinding terutama dipengaruhi oleh deformasi tipe geser. Perpindahan relative tingkat-tingkat atas suatu dinding geser jauh lebih besar daripada tingkat-tingkat-tingkat-tingkat bawah, sedang perpindahan relative tingkat-tingkat atas dan bawah pada portal hampir sama.

Dengan demikian pada gedung yang sesungguhnya bila beban lateral dipukul oleh dinding geser dan portal secara bersama-sama, bagian yang diterima oleh tingkat yang lebih atas dan yang lebih bawah akan berlainan. Distribusi gaya geser pada portal dan dinding dijabarkandalam makalah Penelitian Teoritis tentang Distribusi gaya Geser pada Dinding Geser Berlantai Banyak (Trannsactions of the Architectural Institute Of Japan, No. 46, 1953) dari pengarang dan penelitiny lainnya.

(47)

II-14 1. Hipotesa praktis yang menyatakan bahwa koefesien distribusi gaya geser suatu

dinding tidak berakaitan dengan letak tingkat harus ditinggalkan.

2. Koefesien distribusi gaya geser yang dipengaruhi oleh karakteristik ketegaran (rigidity) lentur dinding dan umumnya gaya geser yang dipikul ditingkat-tingkat atas jauh lebih kecil. Khususnya bila dindingsangat tinggi dan langsing serta ketegaran lenturnya kecil, kapasitas pemikul gaya geser akan hilang dan pengaruh yang merugikan juga dijumpai pada beberapa kasus serta gaya geser pada kolom menjadi besar.

3. Pada bebrapa kasus struktur akan lebih efektif bila dinding geser yang kecil (sempit) dibatasi hanya sampai pada tingkat-tingkat tengan an tidak diperpanjang hingga tingkat-tingkat atas.

4. Bila derajat jepitan diperletakan tidak memadai, koefesien distribusi gaya geser akan mengecil.

Sampai sekitar tahun 1950, penentuan koefesien distribusi gaya geser dinding didasarkan pada definisi yang menyatakan bahwa koefesien ini adalah rasio pembagian gaya geser akibat beban gempa dan dengan tanpa mempertimbangkan ketegaran dinding yang sesungguhnya, gaya geser pada dinding dianggap 10 sampai 20 kali gaya geser kolom. Pengarang dan peneliti lain telah membuktikan bahayanya anggapan seperti ini dan mengusulkan cara penentuan koefesien distribusi gaya geser dengan memakai besaran-besaran dasar perhitungan ketegaran (rigidity) elemen.

2.6.2 Sistim Dinding geser (Shear Wall)

Dinding geser adalah elemen struktur berupa dinding yang relatif tipis yang ditempatkan secara vertikal, sehingga seolah-olah menyerupai balok kantilever yang berdiri vertikal.

1. Susunan Dinding Geser

Sistem dinding geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi

a. sistem terbuka, terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometris. Bentuk-bentuk ini adalah L, X, V, Y, T dan H.

Referensi

Dokumen terkait

Pada evaluasi ini akan dilakukan perhitungan dari data sampel untuk mencari nilai EOQ dan RoP pada periode juli 2015 untuk dijadikan acuan dalam menentukan berapa jumlah

Pelanggan dipertanggungjawabkan terhadap Urus Niaga Perdagangan (sebagaimana yang disebut dalam perkara iii. yang disertai oleh Bank sebagai Ejen, menurut Terma dan

E-catalog merupakan alat bantu yang akan cukup effisien dimana sebelumnya mitra hanya menggunakan catalog konvensional dalam mengenalkan produknya kepada calon konsumen,

Hasil uji statistik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas tetua padi hibrida tidak berpengaruh nyata terhadap pendugaan daya simpan benih melalui uji

PM2,5 yang dihasilkan dari pembakaran briket kayu bakar lebih rendah daripada briket tempurung kelapa dengan nilai sebesar 17,17 µg/Nm3 pada fase cold start,

Salah satu model pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah Pengembangan Pembelajaran Berbasis Sumber-sumber Jugun Ianfu untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis

Kebanyakan mixer vortex memiliki pengaturan kecepatan variabel dan dapat diatur untuk terus berjalan, atau berjalan hanya ketika tekanan diterapkan pada bagian karet.. 2.4