Pusat Litbang Sumber Daya Air
PERUBAHAN POLA SEDIMENTASI AKIBAT
TANGGUL LAUT LEPAS PANTAI
Pusat Litbang Sumber Daya Air
PERUBAHAN POLA SEDIMENTASI AKIBAT TANGGUL LAUT LEPAS PANTAI (STUDI KASUS DI TELUK JAKARTA)
Soni Senjaya Efendi, Huda Bachtiar, Fitri Riandini Balai Pantai
Jl. Gilimanuk-Singaraja Km.122 Desa Musi Kec. Gerokgak Kab. Buleleng Bali
hudabacthiar@yahoo.com sonisenjaya164@yahoo.co.id
fitandra@yahoo.com Abstrak
Kajian perubahan pola sedimen di teluk Jakarta akibat tanggul laut lepas pantai dengan pendekatan model komputasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan “ Nasional Capital Integrated Coastal Development” ( NCICD), dimana investigasi terjadinya sedimentasi maupun erosi akibat adanya arus pasang surut. Perangkat lunak yang digunakan dalam kajian ini menggunakan Delft3d, open source software Deltares-Belanda. Skematisasi skenario model dilakukan dengan mensimulasikan kondisi eksisting dan mensimulasikan adanya struktur bangunan tanggul raksaksa lepas pantai (giant sea dike). Skematisasi skenario tersebut disesuaikan dengan rencana program NCICD, dimana offshore sea dike akan dibangun di Teluk Jakarta. Langkah identifikasi pola sebaran sedimen di Teluk Jakarta dilakukan dengan mensimulasikan model hidrodinamika, model gelombang, dan model sedimen transpot.. Kombinasi model hidrodinamika dan model gelombang akan diperhitungkan dalam kajian ini.
Kata Kunci : skenario, skematisasi, Teluk Jakrata, model hidrodinamika, model gelombang, model transportasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Banjir Jakarta merupakan masalah yang komplek yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, banjir kiriman, terjadinya proses sedimentasi sungai dan waduk, adanya penurunan tanah, banjir rob dan masalah lainnya. Rencana pembangunan tanggul laut lepas pantai guna mengatasi banjir Jakarta akan membuka peluang tumbuhnya kawasan ekonomi terpadu nasional yang dikenal dengan nama “Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara” (PTPIN) atau “Nasional Capital Integrated Coastal Development” (NCICD).
Kajian pola sedimen di teluk Jakarta dengan model komputasi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan NCICD, dimana investigasi terjadinya sedimentasi maupun erosi akibat adanya arus dan gelombang dilakukan. Perangkat lunak yang digunakan dalam kajian ini menggunakan Delft3d, open source software Deltares-Belanda. Skematisasi skenario model dilakukan dengan mensimulasikan kondisi eksisting dan mensimulasikan adanya struktur bangunan (sea dike). Skematisasi skenario tersebut disesuaikan dengan rencana program NCICD, dimana offshore sea dike akan dibangun di Teluk Jakarta. Langkah identifikasi pola sebaran sedimen di Teluk Jakarta dilakukan dengan mensimulasikan model hidrodinamika, model gelombang, dan model sedimen transpot. Kombinasi model hidrodinamika dan model gelombang akan diperhitungkan dalam kajian ini.
1.2 Wilayah Kajian
Pusat Litbang Sumber Daya Air
Gambar 1. Lokasi Kegiatan Penelitian (Sumber : Google site.com) 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan prediksi perubahan respon morfologi garis pantai tanpa dan dengan adanya tanggul laut serta dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan sekitar dengan melakukan pengkajian pola sedimentasi secara pendekatan model numerik.
1.4 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah : 1. Simulasi Model Hidrodinamika
Simulasi model hidrodinamika dilakukan dengan menerapkan teknik nesting model, dimana output model global digunakan sebagai input model regional. Tujuan dari teknik nesting model tersebut adalah untuk mendapatkan komponen pasut yang lebih presisi, karena sifat pasang surut yang memiliki perioda panjang. Dengan kata lain, penggunaan komponen pasut di batas terbuka model dari hasil prediksi pasang surut secara langsung kurang tepat, karena resolusi model global pasut yang cukup besar (sebagai contoh resolusi Tide Model Driver2,5° x 2,5°).
2. Simulasi Model Sedimen Transport
Simulasi model sedimen transpot merupakan simulasi model, dimana pengaruh arus dan gelombang diperhitungkan dalam simulasi ini. Hal tersebut dilakukan karena sedikit banyak kontribusi gelombang memberikan kontribusi terhadap pola sebaran sedimen.
2. Kajian Pustaka 2.1 Tanggul Laut
Tanggul laut (sea dike) adalah struktur yang dibangun di pantai dan dalam arah sejajar pantai dengan fungsi utama melindungi dataran pantai rendah dari penggenangan yang disebabkan oleh air pasang, gelombang dan badai. Tembok laut biasanya dibangun sebagai timbunan dari material kedap air seperti lempung dengan kemiringan lereng menghadap laut cukup landai dengan tujuan
Pusat Litbang Sumber Daya Air
mengurangi rayapan gelombang dan pengaruh gerusan akibat gelombang. Sebagai perkuatan, permukaan lereng tanggul diindungi dengan gebalan rumput, aspal, batu, slab atau blok-blok beton.
Sea dike merupakan struktur yang rapat air atau sifat lulus air rendah (low-permeability) untuk melindungi kawasan di bawah air laut terhadap penggenangan. Sebagai konsekuensi material halus seperti pasir, campuran pasir dengan lumpur serta lempung digunakan sebagai bahan utama konstruksi. Lereng sisi luar biasanya didesain sangat landai untuk mengurangi rayapan dan hempasan gelombang. Lereng luar dilindungi dari kerusakan akibat aksi gelombang secara langsung. Lereng lebih curam memerlukan perlindungan yang lebih kuat.
Jika terdapat risiko penurunan akibat gerusan pantai depan, maka perlu untuk menyediakan pelindung tumit terbenam dengan urugan batu atau tumit fleksibel yang dapat turun dan dapat melindungi lereng jika pantai muka tergerus seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Profil Melintang Tanggul Laut 2.2 Morfologi Pantai
Pantai secara terus-menerus mengatur profilnya untuk mendapatkan kondisi efisien untuk proses disipasi energi gelombang yang datang dari laut. Pengaturan ini disebut respon pantai alami. Pada satu saat, suatu keseimbangan dapat terjadi antara pantai dan laut, namun di kala lainnya proses respon dinamis yang menyebabkan perubahan profil pantai tersebut dapat terjadi lagi. Perubahan morfologi pantai akibat keberadaan struktur, dampak negatif dan pengurangan terhadap dampak negatif tersebut perlu menjadi pertimbangan serius dalam setiap desain struktur bangunan pantai. Perubahan morfologi pantai akibat keberadaan struktur bangunan dapat diverifikasi dengan melakukan model numerik atau model fisik tiga dimensi (3D).
Metoda empiris yang cukup dapat diandalkan untuk menaksir bentuk pantai seimbang statik setelah keberadaan struktur diusulkan oleh beberapa peneliti berdasarkan data lapangan dan hasil uji laboratorium. Model empiris pada umumnya diperoleh dengan menganalisis data prototip dan model untuk mencari ’persamaan terbaik’ yang dapat mencerminkan data yang tersedia.
Svendsen (1985) membuat tiga tujuan dari pemodelan fisik di laboratorium, yaitu:
(1) Mencari pendekatan kualitatif ke dalam fenomena yang belum terdefinisikan atau dipahami (seperti formasi turbulensi ketika gelombang pecah, formasi dari lubang scour/gerusan pada struktur pantai);
(2) Mendapatkan pengukuran untuk memverifikasi sebuah hasil teoritis (seperti gelombang nonlinear pada arus searah atau gelombang nonlinear yang saling berinteraksi).
(3) Mendapatkan pengukuran untuk fenomena yang begitu rumitnya hingga tidak dapat didekati secara teoritis seperti stabilitas breakwater rubble-mound atau suspensi sedimen pada dasar laut ripple (ripple bed).
Pusat Litbang Sumber Daya Air
3. METODE PENELITIAN
3.1 Simulasi Model Hidrodinamika
Model setup merupakan langkah pemodelan yang dilakukan dengan menentukan parameter simulasi model yang tepat sesuai dengan data hasil pengamatan. Model global yang digunakan dalam kajian ini merupakan model system yang dikembangkan oleh Deltares dan Puslitbang SDA melalui kolaborasi penelitian yang dilakukan pada tahun 2011. Resolusi spasial model SCS ± 27 km dengan data batimetri yang diperoleh dari data sekunder, data batimetri ETOPO 2 yang memiliki resolusi 2 min x 2 min.
Dalam simulasi model global, kita hanya memperhatikan flow field akibat pasang surut, artinya parameter lain seperti angin tidak diperhitungkan dalam simulasi global ini. Komponen pasut utama dijadikan sebagai gaya pembangkit model di batas terbuka.
3.2 Verifikasi Model
Analisis hasil simulasi dilakukan dengan melakukan verifikasi model. Verifikasi model dilakukan dengan re-analisis harmonik komponen pasut, dimana komponen pasut hasil simulasi dibandingkan dengan komponen pasut hasil pengamatan di stasiun Pasar Ikan, Jakarta, dan hasil pengamatan di stasiun pasut Indramayu. Selain itu, model pasut global TMD (Tide Model Driver) di domain model NJV dijadikan sebagai acuan model yang telah terverifikasi.
3.3 Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan metode regresi linier antara data hasil simulasi dengan data hasil pengamatan. Metode ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara dua variable.
3.4 Model Detail-Teluk Jakarta
Model set-up simulasi model Teluk Jakarta dilakukan dengan membagi simulasi model menjadi dua skenario yaitu kondisi eksisting dan kondisi adanya tanggul dan adanya program reklamasi. Hasil simulasi model global dijadikan sebagai input dalam hasil simulasi model detail. Data batimetri yang dipakai dalam simulasi merupakan data batimetri kompilasi antara data batimetri hasil pengukuran Janhidros-AL dan data batimetri hasil pengukuran PELINDO-Indonesia.
3.5. Pola Arus di Lokasi Penelitian
Pola arus untuk kondisi eksisting pada kondisi surut menuju pasang dan pasang menuju surut. 3.6 Efek Tanggul Terhadap Pola Sedimentasi
Teknik pemodelan pola sebaran sedimen dilakukan dengan melakukan akselerasi faktor pengali model morfologi, MORFAC (Lesser et al., 2004), dengan menunjukan time step morfologi.Simulasi pola sebaran sedimen dilakukan dengan membuat skematisasi skenario model yang dibagi dalam tiga skenario simulasi, dimana pola sebaran sedimen ditunjukan setelah setelah 6 bulan, 1 tahun, dan 5 tahun. Scenario model lebih detail ditampilkan dalam Table 1.
Tabel 1. Skenario simulasi model morfologi Scenario Periode simulasi
Hydrodynamic MORFAC Periode simulasi morfologi
1 2 bulan 3 6 bulan
2 2 bulan 6 1 tahun
Pusat Litbang Sumber Daya Air
4. Hasil dan Pembahasann
Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukan pola sedimentasi setelah 6 bulan, 1 tahun, dan 5 tahun secara berturut-turut. Proses sedimentasi sangat terlihat jelas di area pelabuhan setelah 6 bulan simulasi yang dapat mencapai 0.01 m. Sedimentasi bertambah secara kumulatif setelah 5 tahun yang dapat mencapai 0.05 m. selain itu erosi juga terlihat di daerah pantai sebelah Barat dan sebelah Timur yang dapat mencapai 0.04 m. Hal ini dimungkinkan karena area tersebut memiliki profil batimteri yang cukup dangkal sehingga sedimen tergerus oleh arus pasut.
Gambar 3.Pola Sedimentasi Skenario Eksisting Setelah 6 bulan
Pusat Litbang Sumber Daya Air
Gambar 5. Pola sedimentasi scenario eksisting setelah 5 tahun
Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 menunjukan pola sedimentasi akibat adanya tanggul dan reklamasi. Proses sedimentasi tidak terlihat secara signifikan setelah 6 bulan di area pelabuhan (lihat Gambar 16). Akresi sedimen terlihat setelah 5 tahun di area depan pelabuhan. Hal ini dimungkinkan karena dengan adanya tanggul dan reklamasi proses akresi di depan pelabuhan tidak terjadi secara signifikan karena arus pasut di area tersebut relative besar. Akumulasi sedimen di sebelah Timur pulau reklamasi terjadi secara signifikan setelah 5 tahun. Hal ini terjadi karena adanya proses akumulasi sedimen di area tersebut.
Gambar 6. Pola sedimentasi akibat adanya tanggul dan reklamasi pantai setelah 6 bulan
Pusat Litbang Sumber Daya Air
Gambar 7. Pola sedimentasi akibat adanya tanggul dan reklamasi pantai setelah 1 tahun
Gambar 8. Pola sedimentasi akibat adanya tanggul dan reklamasi pantai setelah 5 tahun
Pusat Litbang Sumber Daya Air
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Tampak terlihat perubahan kondisi hidrodinamika berupa adanya peningkatan kecepatan arus di antara dike dan pelabuhan baru yang dapat mencapai 0.08 m/s. Hal ini disebabkan adanya penyempitan area secara spasial sehingga kecepatan arus meningkat.
2. Kecepatan arus di dalam tanggul relative sangat kecil sekitar 0.001 m/s. Hal ini disebabkan karena terjadi penutupan area, sehingga di dalam tanggul tidak terpengaruh fluktuasi pasut. 3. Hasil pendekatan model numerik Delft3d dengan hanya pasang surut sebagai gaya
pembangkitnya, tampak terjadi proses sedimentasi di area pelabuhan setelah 6 bulan simulasi yang mencapai 0.01 m, Sedimentasi bertambah secara kumulatif setelah 5 tahun yang dapat mencapai 0.05 m. selain itu erosi juga terlihat di daerah pantai sebelah Barat dan sebelah Timur yang dapat mencapai 0.04 m. Hal ini dimungkinkan karena area tersebut memiliki profil batimteri yang cukup dangkal sehingga sedimen tergerus aloh arus pasut.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemodelan numerik dengan menggunakan gaya pembangkit lain selain pasang surut, seperti : tinggi dan arah gelombang, angin dan debit sungai yang bermuara di sekitar lokasi penelitian.
2. Perlu digunakan data bathimetri teraktual guna mengetahui sebaran pola sedimen yang akan terjadi dengan dan tanpa tanggul laut.
6. Daftar Pustaka
CIRIA, CUR, & CETMEF. (2007). The Rock Manual. The use of rock in hydraulic engineering (2nd edition) (Vol. C683). London: CIRIA.
IPCC. (2007). Climate change : the physical science basis. Contribution of working group I to the fourth assessment report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. New York, NY, USA: Cambridge University Press.
Kimpraswil. (2004). Pedoman Teknis Perencanaan Tanggul/Tembok Laut. Jakarta: Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah.
Nicholls, R. J. (2002). Analysis of global impacts of sea-level rise: a case study of flooding. (27; pp. 1455–1466).
Janhidros-TNI AL. Peta Batimetri Teluk Jakarta. Janhidros
Pelindo-Indonesia. (2011). Kalibaru Business Plan (unpublished company report).
Lesser, G. R., Roelvink, J. A., Van Kester, J. A. T. M. and Stelling, G. S. (2004). Development and validation of a three-dimensional model. Coastal Engineering, 51, 883-915.