• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi cacing pada anak.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Infeksi cacing pada anak.pdf"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

DIVISI INFEKSI

INFEKSI CACING PADA ANAK

Oleh:

Sri N. E. Simanjuntak

05 801 940

Penguji:

dr. Retno Hernik, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD JAYAPURA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

PAPUA

(2)

2

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ...iii

Daftar Gambar ...iii

Referat BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 3

2.1 Soil transmitted helminths ... 3

2.1.1 Ascaris Lumbricoides a. Hospes dan nama penyakit ... 4

b. Epidemiologi ... 4

c. Morfologi dan daur hidup ... 5

d. Patologi dan gejala ... 6

e. Diagnosis ... 7

f. Pengobatan ... 7

g. Pencegahan ... 8

2.1.2 Trichuris trichiura a. Hospes dan nama penyakit ... 8

b. Epidemiologi ... 8

c. Morfologi dan daur hidup ... 8

d. Patologi dan gejala ... 9

e. Diagnosis ... 10

f. Pengobatan ... 10

g. Pencegahan ... 11

2.1.3 Enterobius vermicularis a. Hospes dan nama penyakit ... 11

b. Epidemiologi ... 11

c. Morfologi dan daur hidup ... 11

(3)

3

e. Diagnosis ... 12

f. Pengobatan ... 12

2.1.4 Cacing Tambang a. Hospes dan nama penyakit ... 13

b. Epidemiologi ...13

c. Morfologi dan daur hidup ... 13

d. Patologi dan gejala ... 14

e. Diagnosis ... 15 f. Pengobatan ... 15 2.2 Taeniasis a. Definisi ... 15 b. Hospes ... 16 c. Sumber Penularan ... 16 d. Cara Penularan ... 16 e. Masa Tunas ... 17 f. Gejala Klinis ... 17 g. Diagnosis ... 18 h. Pengobatan ... 21 i. Pencegahan ... 22

BAB III. PENUTUP KESIMPULAN ... 20

(4)

4

Daftar Tabel

Tabel 1. Infeksi Soil transmitted helminths pada manusia ... 3

Daftar Gambar Gambar 1. Telur dan cacing Ascaris lumbricoides dewasa ... 5

Gambar 2. Siklus hidup Ascaris lumbricoides ... 6

Gambar 3. Telur dan cacing Trichuris trichiura dewasa ... 8

Gambar 4. Siklus hidup cacing Trichuris trichiura ... 9

Gambar 5. Siklus hidup cacing tambang ...14

(5)

5

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit (berupa cacing) kedalam tubuh manusia, parasit ini mempunyai tubuh yang simestris bilateral dan tersusun dari banyak sel (multi seluler). Cacing yang penting atau cacing yang sering menginfeksi tubuh manusia terdiri atas dua golongan besar yaitu filum Platyhelmithes dan filum Nemathelminthes1.

Filum Platyhelmithes terdiri atas dua kelas yang penting yaitu kelas Cestoda dan kelas

Trematoda, sedangkan filum Nemathelmithes kelasnya yang penting adalah Nematoda.

Cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang adalah kelas Nematoda yang selalu parasitik pada tubuh manusia dan menjadikannya sebagai tempat hidup dan berkembang biak atau hospes definitif.

Jenis cacing yang sering ditemukan dapat menimbulkan infeksi adalah cacing ascaris

lumbricoides (A. lumbricoides), cacing Trichuris trichiura (T. trichiura) dan cacing tambang Necator americanus (N. americanus) dan Ancylostoma duodenalle (A. duodenalle) dan

cacing Strongyloides stercoralis (S. stercoralis) dimana cara penularanya melalui tanah atau yang disebut dengan Soil Transmitted Helminths atau STH (Anonim, 2008). STH adalah kelompok cacing golongan nematoda, yang dalam perkembanganya memerlukan tanah untuk berkembang menjadi bentuk infektif1.

Di Indonesia infeksi kecacingan merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Infeksi kecacingan ini berhubungan erat dengan perilaku hidup sehat dan hygiene sanitasi lingkungan. Infeksi kecacingan bisa menyebabkan

morbiditas yang dapat menyerang semua golongan terutama golongan penduduk yang kurang

mampu sehingga beresiko terinfeksi oleh cacing. Infeksi parasit cacing merupakan problem kesehatan yang masih sering terlewatkan begitu saja. Hal ini disebabkan karena minimnya perhatian terhadap penyakit ini, meskipun jika diperhitungkan dapat berakibat yang sangat merugikan. Memang secara klinis sering tidak menampakkan gambaran yang jelas dan keluhan yang berarti, tetapi infeksinya yang bersifat menahun akan mengakibatkan terjadinya

(6)

6

ketidakseimbangan pemenuhan kecukupan gizi. Karena sifat parasitnya, maka cacing akan mengambil jatah makan yang berasal dari intake yang sesungguhnya berfungsi untuk mencukupi proses-proses metabolisme tubuh penderita1.

Di dunia saat ini, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing. Prevalensi yang tinggi ditemukan terutama di negara-negara non industri (negara yang sedang berkembang). Merid mengatakan bahwa menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta–1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700–900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris.Di Indonesia penyakit cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi. Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak usia sekolah dasar. Oleh sebab itu penting bagi kalangan masyarakat terutama orang tua untuk mengetahui bagaimana infeksi kecacingan ini terjadi dan bagaimana cara mengobati serta mencegahnya2.

Pembahasan kali ini adalah mengenai infeksi-infeksi cacing yang banyak ditemukan di Indonesia, yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Oxyuris vermicularis, dan

Necator americanus et duodenale yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminth

(7)

7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian.3

2.1 Soil Transmitted Helminths

Soil-transmitted helminths merupakan kelompok parasit cacing nematoda yang

menyebabkan infeksi pada manusia akibat tertelan telur atau melalui kontak dengan larva yang berkembang dengan cepat pada tanah yang hangat dan basah di negara-negara subtropis dan tropis di berbagai belahan dunia. Bentuk dewasa soil-transmitted helminths dapat hidup selama bertahun-tahun di saluran percernaan manusia. Lebih dari dua milyar penduduk dunia terinfeksi oleh paling sedikit satu spesies cacing tersebut, terutama yang disebabkan oleh A.

lumbricoides, T. trichiura dan cacing tambang (WHO, 2005; WHO, 2006).4

Tabel 1. Infeksi soil-transmitted helminths pada manusia 4

(Sumber : Dewi S. Soil transmitted helmints. 2010. Diunduh dari:

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16639/4/chapter%20II.pdf)

Cacing Penyebab Utama di Seluruh Dunia Penyakit Perkiraan populasi yang terinfeksi (juta) Ascaris lumbricoides Infeksi cacing gelang 807-1221

Trichuris trichiura Infeksi cacing cambuk 604-795

Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Infeksi cacing tambang 576-740

Strongyloides strecoralis Infeksi cacing benang

(threadworm)

30-100

(8)

8

2.1.1. Ascaris lumbricoides

a. Hospes dan nama penyakit

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.5

b. Epidemiologi

Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus terbesar. Angka kejadiannya

di dunia lebih banyak dari cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Hal ini disebabkan karena telur cacing ini lebih tahan terhadap panas dan kekeringan.Tidak jarang ditemukan infeksi campuran dengan cacing lain, terutama Trichuris trichiura2,6.

Menurut Bethony dkk, 2006 cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab, dengan angka prevalensi kadangkala mencapai di atas 50%. Meskipun infeksi cacing ini dapat terjadi pada segala usia, namun angka prevalensi dan intensitas infeksi tertinggi terjadi pada anak usia sekolah, 5-15 tahun4,5,6.

Manusia dapat terinfeksi dengan cara menelan telur cacing yang infektif ( telur yang mengandung larva ). Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Endemisitas perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat2.

Pencemaran tanah oleh cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Di Indonesia, kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah5. Cara penularan pada manusia dari tangan ke mulut; jari-jari

yang terkontaminasi oleh kontak tanah. Cara lain, bahan makanan ( terutama segala sesuatu yang dimakan mentah ) menjadi terinfeksi oleh pupuk manusia atau oleh lalat. Endemisitas Askariasis dibantu oleh pengeluaran telur cacing yang sangat tinggi dan resistensinya terhadap keadaan lingkungan yang tidak sesuai. Telur-telur terbukti tetap infektif pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang lebih dingin (5-10°C) selama 2 tahun. Penularan askariasis dapat terjadi musiman atau sepanjang tahun6,7.

(9)

9

c. Morfologi dan daur hidup

Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

Gambar 1. Telur dan cacing Ascaris lumbricoides dewasa8

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

Telur yang dibuahi dalam lingkungan yang sesuai berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.5

(10)

10

Gambar 2. Siklus Hidup Ascariasis lumbricoides8

1)Cacing dewasa, 2)Telur infertil dan telur fertil, 5)Larva yang telah menetas, 7)Larva matur (Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

d. Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.5 Status nutrisi anak dengan askariasis dapat lebih dipengaruhi oleh latar belakang sosioekonomik dan nutrisinya daripada oleh pengaruh infeksi askaris6,9.

Morbiditas dapat bermanifestasi selama migrasi larva yang melalui paru-paru atau dihubungkan dengan adanya cacing dewasa di usus halus.

Askariasis paru dapat terjadi paska pemajanan yang berat dan juga sering pada individu yang hidup di daerah dengan penularan infeksi musiman. Tanda-tanda yang paling khas adalah batuk, sputum berbercak darah dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler5,6.

(11)

11

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Adanya cacing dewasa pada usus halus disertai dengan keluhan tidak jelas seperti nyeri perut dan kembung. Obstruksi usus walaupun jarang, dapat karena massa cacing pada anak yang terinfeksi berat; insiden puncak terjadi pada anak umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri perut kolik berat dan muntah, yang dapat berbercak empedu; gejala ini dapat memperburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi usus akut etiologi lain apapun6.

e. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung, maupun melalui tinja.

Diagnosis askariasis paru atau obstruktif didasarkan terutama pada data klinis dan indeks kecurigaan tinggi5,6.

f. Pengobatan

Beberapa agen kemoterapeutik efektif melawan askariasis; namun tidak ada yang berguna selama fase infeksi paru. Pengobatan, terutama dengan anak dengan infeksi berat harus didekati dengan hati-hati. Pemberian Piperazin sitrat ( 150 mg/kgBB peroral dosis inisial, diikuti oleh 6 dosis masing-masing 65mg/kgBB interval pemberian tiap 12 jam secara peroral), menyebabkan paralisis neuromuskular parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat, sehingga obat ini adalah obat pilihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu6.

Terapi pilihan untuk ascariasis gastrointestinal meliputi albendazole (400 mg peroral dosis tunggal, untuk segala usia), mebendazole (100 mg 2 kali sehari peroral selama 3 hari atau 500 mg peroral dosis tunggal untuk segala usia), atau pyrantel pamoate (11 mg/kgBB peroral dosis tunggal, maksimum 1 gram). Karena hipersentivitas sporadis dan reaksi neurotoksik telah dilaporkan dengan derivat piperazin, obat-obat lain seperti mebendazol (100 mg dua kali sehari selama 3 hari) harus digunakan untuk mengobati askariasis tidak terkomplikasi atau dengan albendazol dosis tunggal 400 mg. Tindakan operatif mungkin diperlukan pada keadaan dimana terjadi obstruksi yang berat.6,10.

(12)

12

g. Pencegahan

Anjuran mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan, tidak menggunakan feses manusia sebagai pupuk dapat mencegah askariasis5,6.

2.1.2 Trichuris trichiura

a. Hospes dan nama penyakit

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis5.

b. Epidemiologi

Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, dan juga di daerah-daerah dengan sanitasi yang buruk, cacing ini jarang dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas atau sangat dingin. Cacing ini merupakan penyebab infeksi cacing kedua terbanyak pada manusia di daerah tropis. Angka infeksi tertinggi pada anak terjadi pada usia 5-15 tahun. Penularan terjadi melalui kontaminasi tangan, makanan (sayur atau buah yang dipupuki dengan pupuk kotoran manusia) atau minuman. Transmisi juga dapat terjadi secara langsung melalui lalat atau serangga lain1,4,5,6. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit pasien biasanya tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini8.

c. Morfologi dan daur hidup

Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan caecum dengan bagian anteriornya (spikulum) yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Di tempat itulah cacing mengambil makanannya. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000-10.000 butir1,5,9.

Gambar 3. Telur dan Cacing dewasa T. Trichiura8

(13)

13

Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam peninjolan yang jernih pada kedua kutub. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Di dalam tanah, memerlukan sekurang-kurangnya 3 - 4 minggu untuk menjadi embrio2,5. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.

Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.di dalam usus dapat menetap selama 3-10 hari. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama caecum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.5

Gambar 4. Siklus hidup cacing Trichuris trichiura8

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

d. Patologi dan Gejala klinik

Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di caecum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat terutama pada

(14)

anak-14

anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mucosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Disamping itu cacing ini ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia5,9.

Pendeita terutama anak dengan infeksi trichuris yang berat dan menahun, memunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun, hipoproteinemia dan kadang-kadang disertai prolapsus rekti2,4,5,6.

e. Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.5 f. Pengobatan

Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari atau dosis tunggal 500 mg untuk segala usia adalah obat yang aman dan efektif5,6; obat ini mengurangi pengeluaran telur sekitar 90-99% dan angka kesembuhannya mencapai 70-90%6.

Obat alternatif yang digunakan yaitu Albendazol dosis tunggal 400 mg peroral untuk segala usia5 atau 400 mg peroral perhari selama 3 hari9,10.

Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 oleh Yunus.R, mengenai keefektifan albendazole pemberian sekali sehari selama 1, 2 dan 3 hari dalam menanggulangi infeksi T. Trichiura pada anak sekolah dasar di Kecamatan Medan Tembung, didapatkan hasil bahwa Cure Rate pemberian Albendazole dosis tunggal selama 3 hari lebih efektif dibanding pemberian dosis tunggal selama 1 atau 2 hari. Angka Egg Reduction Rate (ERR) mencapai 99,64% dan Cure Rate (CR) mencapai 95,65% untuk infeksi intensitas ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sirivichayakul C, dkk tahun 2003 yang menyarankan pemakaian Albendazole selama 3 hari untuk menanggulangi infeksi cacing cambuk intensitas ringan, sedangkan untuk infeksi berat diperlukan pengobatan selama 5 hingga 7 hari10.

Alternatif lain yaitu Pirantel pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kgBB5.

Terdapat lisensi terapi yang terbaru saat ini yaitu Nitazoxanide, obat ini telah menunjukkan angka penyembuhan yang lebih tinggi dibanding dengan albendazol dosis tunggal.

(15)

15

Dosis yang dipakai yaitu:

 1 – 3 tahun : 2 x 100 mg selama 3 hari ( peroral )

 4 – 11 tahun : 2 x 200 mg selama 3 hari ( peroral )

 Dewasa : 2 x 500 mg selama 3 hari ( peroral )6.

g. Pencegahan

Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan personal, meningkatkan kondisi sanitasi dan mengeliminasi penggunaan feses manusia sebagai pupuk6.

2.1.3 Enterobius vermicularis - Pinworm (Oxyuris vermicularis)

a. Hospes dan nama penyakit

Manusia adalah satu-satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis5.

b. Epidemiologi

Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah panas.5 Prevalensi infeksi ini paling tinggi terjadi pada anak antara umur 5-14 tahun. Pada umumnya berada di sekitar tempat tinggal, tempat bermain anak atau pada anak yang tidur secara bersama-sama, hal-hal tersebut dapat memfasilitasi transmisi telur cacing. Autuinokulasi dapat terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan memasukkan atau mengisap-isap jari6.

c. Morfologi dan daur hidup

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Cacing jantan berukuran 2 – 5 mm. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga caecum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga caecum. Makanannya adalah isi dari usus.

Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu badan. Telur resisten terhadap desifektan dan udara dingin, dala keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

(16)

16

Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur.

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited), bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir5.

d. Patologi dan gejala klinis

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan oleh stimulasi mekanik dan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah tersebut sehingga menyebabkan pruritus lokal5,6.

Gejala klinis yang paling umum adalah rasa gatal dan kesulitan tidur oleh karena pruritus nokturnal. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut.5

e. Diagnosis

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah denagn alat anal swab yang ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar atau membilas setelah buang air besar5.

f. Pengobatan

Obat antihelmintik sebaiknya diberikan kepada individual yang terinfeksi juga kepada seluruh anggota keluarganya. Dosis tunggal mebendazol (100 mg peroral untuk segala usia) diberikan, lalu diulang pada 2 minggu, angka kesembuhan dapat mencapai 90-100%.

Regimen alternatif lainnya yaitu albendazol dosis tunggal (400 mg peroral untuk segala usia) diulang kembali setelah 2 minggu atau pirantel pamoat (11 mg/kgBB peroral) dosis tunggal.6

(17)

17

Mebendazol efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda.5 Membiasakan anak mandi pagi akan menyingkirkan telur cacing ini dalam porsi besar. Frekuensi mengganti pakaian dalam, perlengkapan tempat tidur, sprei akan mengurangi resiko lingkungan tempat tinggal yang terinfeksi telur cacing dan mengurangi resiko terjadinya autoinfeksi.6

2.1.4 Infeksi cacing tambang

a. Hospes dan nama penyakit

Manusia adalah hospes parasit ini. Parasitnya terdiri dari Necator americanus dan Necator duodenale. Penyakitnya disebut necatoriasis dan ankilostomiasis5.

b. Epidemiologi

Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas memadai5. Penyebaran cacing ini di seluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di berbagai daerah di Indonesia adalah 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya didaptkan 0 - 24,7%. Infeksi N. Americanus lebih luas penyebarannya dibandingkan A. Duodenale, dan spesies ini juga merupakan penyebab utama infeksi cacing tambang di Indonesia3,5.

c. Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok tajam ke belakang. Terdapat 2 stadium larva yaitu larva rhabditiform yang tidak infektif dan larva filariform yang infektif. Penularannya melalui kontak dengan tanah. Cacing betina N. americanus dapat memproduksi 10.000 telur sehari dan A. duodenale memproduksi 20.000 telur sehari3,4.

(18)

18

Gambar 5. Siklus hidup cacing tambang8

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

d. Patologi dan gejala klinis

Infeksi ringan cacing ini biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Pada infeksi yang berat, kelainan patologi yang terjadi disebabkan oleh 3 fase sebagi berikut:

1. Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva menembus kulit. Larva ini menyebabkan dermatitis yang disebut Ground itch. Timbul rasa nyeri dan gatal pada tempat penetrasi4,5.

2. Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari pembuluh darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk kering, asma yang disertai dengan wheezing dan demam4.

3. Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa pada mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini dapat mengiritasi usus halus menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, diare, dan feses yang berdarah dan berlendir. Anemia defisiensi besi dijumpai pada infeksi cacing tambang kronis akibat kehilangan darah melalui usus akibat dihisap oleh cacing tersebut di mukosa usus. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi penjamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita),

(19)

19

serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. Duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. Americanus3. Jumlah darah yang hilang per hari per satu ekor cacing adalah 0,03 mL pada infeksi Necator americanus dan 0,15 mL pada infeksi Ancylostoma duodenale. Jumlah darah yang hilang setiap harinya adalah 2 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Necator americanus dan 5 mL/1000 telur/gram tinja pada infeksi Ancylostoma duodenale, sehingga kadar hemoglobin dapat turun mencapai level 5 gr/dl atau lebih rendah4.

e. Diagnosis

Pemeriksaan penunjang pada cacing tambang dewasa dilakukan untuk menemukan telur cacing dan atau cacing dewasa pada pemeriksaan feses. Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya. Tanda-tanda anemia defisiensi besi yang sering dijumpai adalah anemia mikrositik hipokrom, kadar besi serum yang rendah, kadar total iron

binding capacity yang tinggi3.

f. Pengobatan

Mebendazole dikatakan dapat bekerja pada semua stadium nematoda usus. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat efikasi mebendazole ini seperti Abadi (1985) pada pemberian mebendazole 500 mg dosis tunggal mendapat angka penyembuhan 93,4%, 77,6%, dan 91,1% untuk A. Lumbricoides, T. Trichiura dan cacing tambang4. Dalam hal ini pada pengobatan infeksi cacing tambang, 100 mg obat diminum pada pagi dan malam hari selama 3 hari berturut-turut atau dengan dosis tunggal 500 mg7. Apabila belum sembuh, dosis ini dapat diulang 3 minggu kemudian4.

2.2 Taeniasis

a. Definisi

Cacing ini dikenal dengan nama umum cacing pita. Yang penting di indonesia yaitu taenia saginata dan taenia solium. Penyakitnya disebut Taeniasis. Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebkan oleh cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia saginata, Taenia solium) pada manusia.

(20)

20

Sistiserkosis (Cysticercosis) ialah infeksi oleh bentuk larva Taenia solium (Cysticercus Cellulosa) pada manusia. Apabila infeksi tersebut berlangsung pada sistim saraf pusat, maka disebut Neurosistiserkosis ( Neurocysticercosis )11.

b. Hospes

Hospes definitif dari Taenia Sp hanya manusia, kecuali untuk Taenia Solium, manusia juga berperan sebagai hospes perantara. Sedangkan hewan (hospes) perantara ialah babi untuk Taenia Solium dan sapi untuk Taenia saginata5,11.

c. Sumber Penularan

Sumber penularan taeniasis/sistiserkosis :

1. Penderita teaniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau proglotid cacing pita.

2. Hewan (terutama) babi, sapi yang mengandung larva cacing pita (cysticercus). 3. Makanan / minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur-telur cacing pita.

d. Cara Penularan

Seseorang bisa terkena infeksi cacing pita (taeniasis) melalui makanan yaitu memakan daging yang mengadung larva, baik larva yang terdapat pada daging sapi (Cysticercus bovis) maupun larva Taenia Solium (Cysticerosis cellulosa) yang terdapat pada daging babi. Sedangkan penularan sistiserkosis / neurosistiserkosis pada manusia adalah melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur-telur cacing Taenia Solium. Penularan dapat juga terjadi karena autoinfeksi, yaitu langsung melalui ano-oral akibat kebersihan tangan yang kurang dari penderita Taniasis solium, atau autoinfeksi internal akibat adanya gerakan antiperistatik dari usus. Telur Taenia saginata tidak menimbulkan sistiserkosis pada manusia.

(21)

21

Gambar 6. Siklus hidup cacing Taenia Solium8

(Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

e. Masa Tunas

Masa tunas infeksi cacing berkisar antara 8-14 minggu. Cacing pita dewasa dapat tahan hidup sampai 25 tahun dalam usus.

f. Gejala Klinis  Taeniasis

Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak patognomonis (khas). Sebagian kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak enak pada lambung , nausea (mual), badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, sakit kepala, konstipasi (sukar buang air besar), pusing, diare, dan pruiritus ani (gatal pada lubang pelepasan). Pada pemeriksaan darah tepi (hitung jenis) terjadi peningkatan eosinofil (eosinofilia) Gejala klinis taeniasis solium hampir tidak dapat dibedakan dari gejala klinis taeniasis saginata10.

(22)

22

Secara psikologis penderita dapat merasa cemas karena adanya segmen / proglotid pada tinja dan pada Taenia saginata segmen dapat lepas dan bergerak menuju sphincter anal yang merupakan gerakan spontan dari segmen.

 Sisterkosis

Gejala klinis yang timbul tergantung dan letak jumlah, umur, dan lokasi dari kista. Sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala atau dapat ditemukan adanya nodul subkutan. Sistiserkosis serebri sering menimbulkan gejala epilepsi atau gejala tekanan intrakranial meninggi dengan sakit kepala dan muntah yang menyerupai gejala tumor otak. Pada kasus yang berlangsung lama dapat dijumpai bintik kalsifikasi dalam otak.

g. Diagnosis Taeniasis

Diagnosa taeniasis dapat ditegakkan dengan 2 ( dua ) cara yaitu : a) Menanyakan riwayat penyakit (anamnesis).

Didalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah mengeluarkan proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan. Bila memungkinkan sambil memperhatikan contoh potongan cacing yang diawetkan dalam botol transparan.

b) Pemeriksaan tinja

Tinja yang diperiksa adalah tinja sewaktu berasal dari defekasi spontan. Sebaiknya diperiksa dalam keadaan segar. Bilamana ditemukan telur cacing Taenia

Sp, maka pemeriksaan menunjukkan hasil positif taeniasis.

Pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dapat juga ditemukan proglotid jika keluar.

Dinyatakan penderita taeniasis, taeniasis, apabila ditemukan telur cacing Taenia Sp pada pemeriksaan tinja secara mikroskapis dan / atau adanya riwayat mengeluarkan progloid atau ditemukan prohlotid pada pemeriksaan tinja secara makroskopis dengan atau tanpa disertai gejala klinis11.

Sistiserkosis

Dinyatakan tersangka sistiserkosis apabila pada a) Anamnesis :

(23)

23

2. Gejala taeniasis ( ± )

3. Riwayat mengeluarkan proglotid ( ± )

4. Benjolan (“ nodul subkutan” ) pada salah satu atau lebih bagian tubuh ( + ) 5. Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya ( ± )

6. Riwayat / gejala epilepsi ( - )

7. Gejala peninggian tekanan intra kranial ( - ) 8. Gejala neurologis lainnya (- )

b) Pemeriksaan fisik :

1. Teraba benjolan /nodul sub kutan atau intra muskular satu lebih

2. Kelainan mata ( oscular cysticercosis ) dan kelainan lainnya yang disebabkan oleh sistiserkosis ( ± )

3. Kelainan neurologis ( - )

c) Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan tinja secara makroskopis : Proglotid ( ± )

2. Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : telur cacing taenia sp ( ± ) 3. Pemeriksaan serologis : sistiserkosis ( + )

4. Pemeriksaan biopsi pada nodul subkutan gambaran menunjukkan patologi anatomi yang khas untuk sistiserkosis (+)

Paling sedikit gejala klinis yang harus ditemukan pada tersangka sistiserkosis ialah teraba benjolan/nodul subktan atau intra muskular baik satu atau lebih pada orang yang berasal dari/berdomisili di daerah endemis taeniasis / sistiserkosis.

Dinyatakan penderita sistiserkosis apabila pada tersangka sistiserkosis sudah dipastikan diagnosisnya dengan pemeriksaan serologis danatau pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan serologis dilakukan dengan metode ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay) dan atau Immunoblot Spesimen yang diperiksa berupa serum (darah vena yang diambil kurang lebih 5ml).

Pada tersangka sistiserkosis yang menunjukkan respon positif terhadap obat sistiserkosis, membantu menegakkan diagnosis (dapat dianggap sebagai penderita sistiserkosis)11.

(24)

24

Neurosistiserkosis

Dinyatakan tersangka neurosistusekosis apabila : a) Anamnesis

1) Berasal dari / berdomisili didaerah endemis 2) Gejala taeniasis ( ± )

3) Riwayat mengeluarkan proglotid ( ± )

4) Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya ( ± ) 5) Riwayat /gejala epilepsi ( +)

6) Gejala peninggian tekanan intra kranial (± ) 7) Gejala neurologis lainnya ( ± )

b) Pemeriksaan fisik

Teraba benjolan / nodul sub kutan atau intra muskular satu atau lebih,

Kelainan mata ( ocular cysticercosis ) dan kelainan lainnya yang disebabkan cysticercosis ( ± ),

Kelainan neurologis ( ± ).

c) Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan secara tinja makroskopis : proglotid (+)

2) Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : telur cacing Taenia sp ( + )

3) Pemeriksaan darah tepi : Hb , leukosit ( leukositosis ), Eritrosit, hitung jenis (Eosinofilia), laju endap darah / LED ( meningkat ) dan gula darah

4) Punksi lumbal : sel ( eosinofil meningkat 70 % ), Protein ( meningkat 100 % ) glukosa ( menurun 70 % dibandingkan dengan glukosa darah ) NaCI 5) Pemeriksaan serologi ( ELISa dan atau Immunoblot ) : sistiserkosis (+) Spesimen yang diperiksa berupa cairan otak ( LCS ) kurang lebih sebanyak 2-3 cc.

6) Bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan foto kepala (untuk kista yang sudah mengalami kalsifikasi) dan lebih baik lagi pemeriksaan CT Scan (Computerized tomography scanning) atau MRI (magnetic resonance imaging).

(25)

25

Paling sedikit gejala klinis yang harus ditemukan pada tersangka neurosistiserkosis adalah adanya riwayat epilepsi / gejala epilepsi dengan atau tanpa disertai sakit kepala yang berlangsung lebih dari dua minggu, serta mual dan / atau muntah pada orang yang berasal dari / berdomisili di daerah endemis.

h. Pengobatan

1. Pengobatan taeniasis

Penderita Taeniasis diobati ( secara massal ) dengan Praziquantel , Dosis 100 mg / kg , dosis tunggal. Cara pemberian obat praziquantel adalah sebagai berikut: a) Satu hari sebelum pemberian obat cacing, penderita dianjurkan untuk makan makanan yang lunak tanpa minyak dan serat.

b) Malam harinya setelah makan malam penderita menjalani puasa.

c) Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong penderita diberi obat cacing. Dua sampai dua setengah jam kemudian diberikan garam Inggris (MgS O4) 7,5 gram untuk anak anak, sesuai dengan umur, yang dilarutkan dalam sirup (pemberian sekaligus). Penderita tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah buang air besar , penderita diberi makan bubur.

d) Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol yang berisi formalin 5-10 % untuk pemeriksaan telur Taenia sp.

e) Proglotid dan skoleks dikumpulkan dan disimpan dalam botol yang berisi alkohol 70 % untuk pemeriksaan morfologi yang sangat penting dalam identifikasi spesies cacing pita tersebut.

f) Pengobatan taeniasis dinyatakan berhasil bila skoleks Taenia Sp. dapat ditemukan utuh bersama proglotid.

2. Pengobatan sistiserkosis

a) Praziquantel dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, dosis tunggal /dibagi 3 dosis per oral selama 15 hari, atau

b) Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dibagi 3 dosis per oral selama 7 hari Untuk pengobatan dengan praziquantel maupun albendazole, reaksi dari tubuh dapat dikurangi dengan memberikan kortikosteroid (prednison 1mg/kg BB/hari dosis tunggal / dibagi 3 dosis atau dexamethasone dengan dosis yang setara dengan prednison). Pemberian praziquantel maupun albendasole harus dibawah pengawasan petugas kesehatan atau dilakukan dirumah sakit.

(26)

26

3. Penderita /tersangka neurosistiserkosis dirujuk ke rumah sakit

Pengobatan penderita neurosistiserkosis rumah sakit adalah sebagai berikut :

a) Preziquantael dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dibagi 3 dosis, diberikan per oral selama 15 hari, atau

b) Albendazole 15 mg/kg BB/hari, dosis tunggal/dibagi 3 dosis, per oral selama 30 hari.

Untuk mengurangi reaksi dari tubuh diberikan dexamethasone (atau prednison dengan dosis yang setara dengan dexamethasone) selama 45 hari , diturunkan bertahap :

1) 15 hari pertama diberikan 3x5 mg/hari, per oral 2) 15 hari kedua diberikan 2x5 mg/hari, per oral 3) 15 hari ketiga diberikan 1x5 mg/hari, per oral

Obat–obat lain yang diberikan adalah obat-obat simptomatik dan suportif.

j. Pencegahan

1. Usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita taenasis 2. Pemakaian jamban keluarga ,sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh babi dan tidak mencemari tanah atau rumput.

3. Pemelihara sapi atau babi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran.

4. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH, sehingga daging yang mengandung kista tidak sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sektor dengan dinas Peternakan).

5. Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan. Masyarakat diberi gambaran tentang bentuk kista tersebut dalam daging, hal ini penting dalam daerah yang banyak memotong babi untuk upacara-upacara adat seperti di Sumatera Utara, Bali dan Papua.

6. Menghilangkan kebiasaan makan makanan yang mengandung daging setengah matang atau mentah.

7. Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu cukup lama ) atau membekukan dibawah 10º selama 5 hari . Pendekatan ini ada yang dapat diterima tetapi dapat pula tidak berjalan, karena perubahan yang bertentangan dengan adat istiadat setempat akan mengalami hambatan. Untuk itu kebijaksanaan yang diambil dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah tersebut11.

(27)

27

BAB III

PENUTUP

Infeksi kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan dapat menimbulkan infeksi terutama adalah cacing Ascaris lumbricoides, cacing Trichuris trichiura, cacing

Oxyuris vermicularis dan Cacing tambang yang termasuk dalam kelompok Soil-trnasmitted helminths dan cacing Taenia solium.

Secara umum prognosa dari infeksi kecacingan ini adalah baik, jikalau anak tidak mendapatkan suatu komplikasi yang lain dan diobati secara tepat. Penyakit infeksi cacing sering diabaikan karena tidak selalu memberikan gejala klinis pada awal infeksi, namun dampak jangka panjangnya selalu merugikan. Untuk mencegah penularan dari infeksi cacing ini sendiri, diperlukan peran serta seluruh masyarakat untuk memutuskan rantai penularan cacing yaitu melalui pola hidup yang bersih dan sehat, menghilangkan kebiasaan menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk, juga menghindari kebiasaan memakan makanan yang kurang matang.

(28)

28

Daftar pustaka

1. Wiwied S. Infeksi cacing pada anak. Majalah panasea 2009. Tersedia dari: URL:

http://www.heqris.com/2009/08/infeksi-cacing-pada-anak-cacingan.html. [Diunduh

1 Januari 2012]

2. Ginting SA. Hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian cacingan

pada anak sekolah dasar di desa suka kecamatn tiga panah, kabupaten karo, propinsi sumatra utara. 2002. Tersedia dari: URL:

http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-sri%20alemina.pdf. [Diunduh 1 Januari

2012]

3. Sumanto D. Faktor resiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah. 2010.

Tersedia dari: URL: http://eprints.undip.ac.id/23985/1/DIDIK_SUMANTO.pdf.

[Diunduh 1 Januari 2012]

4. Dewi S. Soil transmitted helmints. 2010. Tersedia dari: URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16639/4/chapter%20II.pdf.

[Diunduh 03 Januari 2012]

5. Margono SS, Alisah S. Nematoda usus. Dalam: Gandahusada S, Ilahude H, Pribadi W. (Penyunting) Parasitologi kedokteran. Jakarta: Gaya baru; 2006: 8-37

6. Dent AE, Kazura JW. Helminthic disease. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Stanton. (Penyunting) Nelson textbook of pediatrics, 18th ed. Philadelphia: WB Saunders company; 2007. Part XVI section 16.

7. Hökelek M. Nematode infections. Tersedia dari: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/224011-overview. (Updated: Dec 5, 2011). [Diunduh 03 Januari 2012]

8. Anonim. Laboratory identification of parasites of public health concern. 2011.

Parasite image library. Tersedia dari: URL:

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm. [Diunduh 16 januari

2012]

9. Siregar B. Definisi kecacingan. 2010. Tersedia dari: URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16404/4/Chapter%20II.pdf.

[Diunduh 6 Januari 2012]

10. Yunus R. Keefektifan albendazole pemberian sekali sehari selama 1, 2 dan 3 hari

dalam menanggulangi infeksi Trichuris trichiura pada anak sekolah dasar di kecamatan medan tembung. 2008. Tersedia dari: URL:

(29)

29

11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk pemberantasan

taeniasis/sistiserkosis di Indonesia. Tersedia dari: URL:

Gambar

Tabel 1. Infeksi soil-transmitted helminths pada manusia  4
Gambar 1. Telur dan cacing Ascaris lumbricoides dewasa 8 (Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm )
Gambar 3. Telur dan Cacing dewasa T. Trichiura 8  (Sumber: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Image_Library.htm)

Referensi

Dokumen terkait

(2) dapat dibaca tanpa menggunakan koneksi internet, (3) dikembangkan untuk siswa agar dapat meningkatkan interaksi aktif antar siswa dengan sumber belajar yang mereka

Tabel4.1 Deteksi Kecacingan ( Enterobius vermicularis ) Pada Anak SDN Latsari 1 usia 7-10 Tahun di Desa Latsari Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang. Variabel

Kesimpulan yang diperoleh adalah Virgin Coconut Oil dapat menurunkan kadar gula darah pada mencit yang telah dibebani glukosa dan dosis yang paling efektif

DAFTAR PESERTA UJIAN TENGAH SEMESTER G-rrS) SEMESTER

Hal ini sesuai dengan dasar pengetahuan dalam Islam adalah keyakinan yang kokoh tak tergoyahkan dari cara berpikir yang pertama dan utama bahwa Allah swt berkuasa atas segala

Tabel 4.11 Hasil percobaan Pertempuran 9 NPC Kirna vs 5 Kirna dengan formasi panah

DAPATAN DAN PERBINCANGAN 4.1 Pengenalan 4.2 Profil Responden 4.3 Tahap Kepemimpinan Distributif 4.3.1 Dimensi Visi, Misi dan Matlamat 4.3.2 Dimensi Budaya Sekolah 4.3.3

Dalam tulisan ini, penulis ingin memaparkan bagaimana etika profesional dan tanggung jawab moral mampu membentuk para pelayan gereja dengan melihat beberapa