• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Self-Compassion

2.1.1. Definisi Self-Compassion

Compassion menyatakan pengakuan dan kejelasan melihat penderitaan orang

lain. Hal tersebut menuntut perasaan kebaikan, perawatan, dan pemahaman bagi setiap orang yang mengalami kesakitan, sehingga keinginan untuk memperbaiki penderitaan secara alami muncul. Self-Compassion melibatkan pengakuan terhadap kondisi manusia yang rapuh dan tidak sempurna. Self-compassion adalah menghibur diri dan peduli ketika diri sendiri mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan. Self-compassion terdiri dari tiga komponen utama, yaitu

self-kindness, a sense of common humanity, dan mindfulness (Neff, 2003b). Ketiga

komponen tersebut saling berkaitan dan berkombinasi satu dengan yang lain sehingga apabila satu komponen tinggi maka yang lain juga tinggi dan menghasilkan

self-compassion yang tinggi.

Self-compassion sangat berbeda dari self-pity. Ketika individu merasa self-pity

(mengasihani diri sendiri), individu menjadi tenggelam dalam masalah mereka dan lupa bahwa orang lain juga memiliki masalah. Individu menjadi mengabaikan hubungan dengan orang lain dan bertindak bahwa individu satu-satunya yang

(2)

menderita. Mengasihani diri sendiri menekankan perasaan egosentris dan melebih-lebihkan kesusahan. Self-compassion memberikan rasa aman dan perlindungan yang individu inginkan serta memungkinkan untuk melihat pengalaman relasi diri dengan orang lain tanpa adanya pemisahan.

2.1.2. Komponen Self-Compassion 2.1.2.1.Self-kindness

Self-kindness adalah kemampuan individu untuk memahami dan menerima

diri apa adanya serta memberikan kelembutan, bukan menyakiti dan menghakimi diri sendiri, dimana sebagian besar dari individu melihatnya sebagai sesuatu yang normal. Individu mengakui masalah dan kekurangan tanpa adanya penilaian pada diri, sehingga individu bisa melakukan apa yang diperlukan untuk membantu dirinya. Individu tidak bisa selalu mendapatkan apa yang diinginkan dan menjadi diri yang individu inginkan. Bila kenyataan ini ditolak atau menolak, penderitaan muncul dalam bentuk stres, frustrasi, dan self-criticism. Ketika kenyataan ini diterima dengan penuh kebaikan, individu akan menghasilkan emosi positif dari kebaikan dan perawatan yang membantu mengatasi masalahnya tersebut.

Self-kindness memungkinkan individu untuk merasa aman seperti saat

individu mengalami pengalaman yang menyakitkan (Neff, 2011). Self-kindness berarti bahwa individu berhenti menghakimi diri terus menerus dan meremehkan masukan internal bahwa sebagian besar dari individu telah melihatnya seperti biasa. Hal ini membutuhkan pemahaman individu atas kelemahan dan kegagalan bukan untuk menghakimi diri sendiri (self-judgement). Self-judgement adalah menilai,

(3)

menghakimi, dan mengkritik diri sendiri. Dengan self-kindness, individu meringankan dan menenangkan pikiran yang bermasalah, membuat kedamaian dengan menawarkan kehangatan, kelembutan, dan simpati dari diri kepada diri sendiri.

2.1.2.2 Common Humanity

Common humanity adalah kesadaran bahwa individu memandang kesulitan,

kegagalan, dan tantangan merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri sendiri. Komponen mendasar kedua dari self compassion adalah pengakuan terhadap pengalaman manusia biasa bersama. Pengakuan tersebut saling berhubungan antar kehidupan individu yang membantu untuk membedakan kasih sayang antara diri sendiri dan penerimaan diri atau cinta diri.

Saat individu terfokus pada kekurangan tanpa melihat gambaran manusia yang lebih besar, maka sudut pandang individu cenderung menyempit. Individu memiliki perasaan yang tidak aman dan merasa tidak cukup. Kesendirian datang dari perasaan terpisah dari yang lainnya, bahkan hanya berjarak beberapa inci. Maka dari itu penting untuk mengubah hubungan individu dengan dirinya sendiri dengan mengakui keterkaitan yang melekat pada individu. Apabila individu dapat dengan penuh kasih mengingatkan dirinya bahwa kegagalan merupakan bagian dari pengalaman manusia bersama di saat jatuh, maka pada saat itu menjadi suatu kebersamaan.

(4)

Common humanity mengaitkan kelemahan yang individu miliki dengan

keadaan manusia pada umumnya, sehingga kekurangan tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya pandangan subjektif yang melihat kekurangan hanyalah miliki diri individu. Begitupula dengan masa-masa sulit, perjuangan, dan kegagalan dalam hidup berada dalam pengalaman manusia pada keseluruhan, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan di dalam hidup.

Salah satu masalah terbesar dengan penilaian individu adalah cenderung membuat diri merasa terisolasi (self-isolation). Self-isolation adalah individu berfokus pada kekurangan sehingga tidak dapat melihat apa-apa lagi serta merasa bahwa diri lemah dan tidak berharga. Ketika individu melihat sesuatu dalam dirinya yang tidak disukai, maka individu akan merasa orang lain lebih sempurna dari dirinya. Self-compassion mengakui bahwa tantangan dan kegagalan yang dialami individu juga dialami oleh setiap orang sehingga membantu individu untuk tidak merasakan kesedihan dan terisolasi ketika mengalami penderitaan.

2.1.2.3 Mindfulness

Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan menghadapi

kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu situasi. Individu perlu melihat sesuatu apa adanya, tidak lebih, tidak kurang untuk merespon terhadap situasi dengan compassion – dan cara yang efektif (Neff, 2011).

Menurut Brown&Ryan, (2003), mindfulness adalah menyadari pengalaman yang terjadi dengan jelas dan sikap yang seimbang sehingga tidak mengabaikan

(5)

ataupun merenungkan aspek-aspek yang tidak disukai baik di dalam diri ataupun di dalam kehidupannya. Mindfulness mengacu pada tindakan untuk melihat pengalaman yang dialami dengan perspektif yang objektif.

Komponen Mindfulness menjelaskan bahwa individu bersedia menerima pikiran, perasaan, dan keadaan sebagaimana adanya, tanpa menekan, menyangkal atau menghakimi. Banyak dari individu tidak suka apa yang dilihatnya ketika bercermin. Demikian pula, ketika kehidupan berjalan serba salah, individu sering masuk ke pemecahan masalah tanpa mengakui untuk menghibur diri terhadap kesulitan yang dihadapi. Sebaliknya, mindfulness diperlukan agar individu tidak terlalu terindenfikasi dengan pikiran atau perasaan negatif (Bishop et al., 2004).

Mindfulness berlawanan dengan "overidentification”. Overidentification

yakni reaksi ekstrim atau reaksi berlebihan individu ketika menghadapi suatu permasalahan. Apabila individu memperhatikan ketakutan dan kecemasan daripada

overidentifying, individu menyelamatkan diri dari banyak rasa sakit yang tidak

beralasan. Mindfulness membawa individu kembali ke saat ini dan menyediakan jenis kesadaran yang seimbang yang membentuk dasar dari Self Compassion.

2.1.3 Korelasi Antar Komponen

Neff (2003b), menawarkan pembahasan apakah seseorang bisa menjadi

self-compassionate tanpa ketiga komponen: self-kindness, mindfulness, dan common humanity. Compassion, apakah diarahkan pada diri sendiri atau lainnya, tampaknya

harus meliputi ketiga komponen: tersentuh oleh penderitaan, menyadari rasa sakit dan tidak menghindarinya, dan memiliki perasaan koneksi atau keinginan untuk

(6)

meringankan penderitaan. Di sini, akan terfokus pada bagaimana setiap elemen diperkirakan dapat memperkuat komponen lainnya.

Menurut Curry & Barnard (2011), terdapat kaitan antara ketiga komponen

self-compassion dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Self-kindness dapat

meningkatkan komponen common humanity dan mindfulness. Jika individu memberikan perhatian, kelembutan, pemahaman, dan kesabaran terhadap kekurangan dirinya, individu tersebut tidak akan merasa malu karena kekurangannya dan tidak akan menarik diri dari orang lain (Brown, 1998). Mereka lebih memiliki untuk mengakui dan tetap berinteraksi dengan orang lain, membagikan hal itu dengan orang lain, dan mengamati bahwa masih banyak orang lain yang juga melakukan kesalahan.

kindness juga dapat meningkatkan mindfulness pada individu. Self-kindness membuat individu memperhatikan kegagalannya saat ini dan untuk

mengadopsi sudut pandang yang seimbang. Saat individu mengkritik diri secara berlebihan karena kegagalannya, maka individu tersebut akan terus mengingat kegagalannya itu sehingga sehingga akan fokus pada masa lalu atau ketakutan bahwa kegagalan itu akan terjadi di masa depan, dan individu tidak fokus pada kegagalan yang terjadi saat ini. Hal ini menunjukkan sikap melebih-lebihkan kegagalan atau

mindfulness yang rendah. Terdapat hipotesis bahwa orang-orang yang bersikap baik

kepada dirinya sendiri akan lebih mudah untuk bertahan dalam menghadapi kekurangannya dengan menyadari hal itu (Neff, 2003).

Komponen common humanity dapat meningkatkan self-kindness dan

mindfulness pada individu. Common humanity dapat meningkatkan derajat self-kindness karena saat individu melihat kegagalan sebagai kejadian yang dialami oleh

(7)

semua manusia, individu akan menyadari bahwa saat orang lain mengalami kegagalan dan tidak mengkritik atau menghakimi orang tersebut, tetapi menghibur agar tidak terus menerus merasakan kesedihan sehingga individu juga seharusnya melakukan hal yang sama kepada dirinya sendiri saat menghadapi kegagalan, yaitu dengan memberikan empati dan kebaikan kepada dirinya sendiri.

Common humanity juga dapat meningkatkan mindfulness karena dengan

menyadari bahwa kegagalan adalah kejadian yang dialami oleh semua manusia, individu tidak akan menganggap kekurangan mereka sebagai ancaman sehingga mereka tidak akan menghindari atau melebih-lebihkan kegagalan yang mereka hadapi.

Mindfulness dapat meningkatkan self-kindness dan common humanity karena

dengan melihat kegagalan secara objektif dapat membuat individu menghindari pemberian kritik yang berlebihan kepada diri sendiri dan membuat individu menyadari bahwa semua orang akan mengalami kegagalan. Jika individu melebih-lebihkan kegagalan yang dihadapi atau memiliki mindfulness yang rendah maka akan membuat individu memiliki perspektif yang sempit bahwa hanya dirinya yang mengalami kegagalan dan membuat dirinya menarik diri dari orang lain.

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi Self-Compassion 2.1.4.1 Jenis Kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa wanita jauh lebih penuh pemikiran dibandingkan laki-laki sehingga perempuan menderita depresi dan kecemasan dua kali lipat dibandingkan pria (Neff, 2011). Meskipun beberapa perbedaan gender

(8)

dipengaruhi oleh peran tempat asal dan budaya. Orang-orang di Barat memiliki tradisi agama dan budaya yang cenderung memuji pengorbanan diri terutama bagi perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki sedikit tingkat lebih rendah dari self-compassion daripada pria, terutama karena perempuan memikirkan mengenai kejadian negatif di masa lalu. Oleh karena itu, perempuan menderita depresi dan kecemasan dua kali lebih sering daripada pria.

Laki-laki yang ideal menurut budaya adalah kuat dan sempurna sedangkan perempuan memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan laki-laki di masyarakat. Laki-laki menggunakan kemarahannya sebagai cara untuk menghindari rasa tanggung jawab ketika mereka dihadapkan pada kesulitan atau ketidakmampuannya. Kemarahan dengan menyalahkan orang lain membuat mereka merasa tangguh dan menutupi semua perasaannya yang lemah akibat (Neff, 2011).

Ada banyak bukti dari penelitian yang menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih peduli, empati, dan memberi kepada orang lain daripada pria. Perempuan disosialisasikan untuk menjadi pengasuh, untuk membuka hati tanpa pamrih kepada suami, anak-anak, teman, dan orang tua lanjut usia, tetapi perempuan tidak diajarkan untuk merawat diri mereka sendiri. Wanita akan cenderung menilai diri terus-menerus dalam keyakinan bahwa wanita harus berbuat lebih banyak. Akibatnya banyak wanita memiliki perasaan yang mendalam bahwa wanita tidak berhak menjadi penerima perawatan diri.

(9)

2.1.4.2 Personality

The Big Five Personality merupakan dimensi dari kepribadian (personality)

yang dipakai untuk menggambarkan kepribadian individu. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI, ditemukan bahwa self-compassion memiliki hubungan dengan dimensi neuroticism, agreebleness, extroversion, dan

conscientiousness dari the big five personality. memiliki korelasi yang positif dengan

dimensi kepribadian yang menyenangkan/ramah (agreeableness) dan teliti (conscientiousness). Seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, memaafkan dan penyayang (McCrae & Allik, 2002). Korelasi dengan self compassion terjadi karena sifat baik, keterhubungan dan keseimbangan secara emosional milik self

compassion terasosiasi dengan kecerdasan untuk menjadi akrab dengan orang lain.

Individu dengan kepribadian conscientiousness, dideskripsikan sebagai orang yang memiliki kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir dan memprioritaskan tugas (McCrae & Allik, 2002).

The Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam

psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah faktor kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Kelima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreebleness, concientiousness, neurotism, dan openness to experience. McCrae & Costa (1997,

(10)

struktur kepribadian Big Five bersifat human universal. Kelima trait dalam The Big

Five Personality adalah sebagai berikut:

1) Extraversion

Extraversion, atau bisa disebut trait dominan-patuh (dominance-submissiveness). Trait ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian,

dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, individu yang memiliki trait extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan individu dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peer group mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, menyukai keceriaan, affectionate, dan senang bercakap-cakap.

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang

tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Individu yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada individu yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat extraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya.

(11)

Agreeableness dapat disebut juga social adaptibility yang mengindikasikan

individu yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik, dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan nilai survey, individu yang memiliki nilai agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai individu yang memiliki value suka membantu, pemaaf, dan penyayang. Namun ditemukan juga, ketika hubungan interpersonal individu yang memiliki tingkat

agreeableness yang tinggi berhadapan dengan konflik, self-esteem mereka akan

cenderung menurun. Selain itu, menghindar secara langsung, sebagai usaha dalam menyatakan kekuatan untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari individu yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah, cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Individu yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi memiliki tingkat interaksi yang lebih tinggi dengan keluarga dan jarang memiliki konflik dengan teman yang berjenis kelamin berlawanan. Individu yang memiliki agreeableness dan extraversion yang tinggi, berorientasi pada sifat sosial sehingga hal itu dapat membantu mereka untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat pengalaman yang negative sebagai pengalaman yang dialami semua manusia. (Neff, 2003).

3) Concientiousness

Concientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan disiplin diri individu.

Individu yang concientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai individu yang

(12)

terorganisir dengan baik, tepat waktu, dan ambisius. Concientiousness

mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat concientiousness yang rendah menunjukkan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.

4) Neuroticism

Neuroticism menggambarkan individu yang bertolak belakang dengan

stabilitas emosional dan memiliki masalah dalam hal emosi negatif, seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Individu yang memiliki tingkat

neuroticism yang rendah, cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup

dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self-esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emosional reaktif. Dalam hal ini, NEO-FFI menjelaskan bahwa semakin tinggi neuroticism, maka semakin rendah tingkat self-compassion seseorang.

5) Openness to experience

Trait openness mengacu pada bagaimana individu bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu

(13)

untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran, dan impulsivitas. Individu dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai individu yang memiliki nilai imajinasi, pikiran yang luas, dan a world of beauty. Sedangkan individu yang memiliki openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian nilai openness yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif, dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat

agreebleness yang rendah. Individu yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau

terbuka terhadap pengalaman yang lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah.

2.1.4.3 Budaya

Hasil penelitian pada negara Thailand, Taiwan, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa perbedaan latar budaya mengakibatkan adanya perbedaan derajat self-compassion. Rata-rata level self compassion tertinggi terdapat di Thailand dan terendah di Taiwan. Hal ini kemungkinan besar dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya secara spesifik yang terjadi dalam tiga budaya tersebut. Thailand merupakan budaya yang kental dengan ajaran budha, di mana nilai-nilai kasih sayang diterapkan dalam pengasuhan orangtua dan interaksi sosial sehari-hari. Berlawanan dengan kondisi tersebut, Taiwan merupakan negara yang sangat terpengaruh dalam ajaran konfudianisme, di mana budaya malu dan kritik diri ditekankan sebagai hasil dari kontrol sosial dan orang tua. Amerika yang memiliki level self compassion diantara

(14)

Thailand dan Taiwan lebih dipengaruhi oleh keberagaman perhatian terhadap self

compassion itu sendiri. Amerika sedang mengembangkan psikologi positif, meskipun

demikian budaya kritik diri, isolasi diri dan iklim budaya yag kompetitif masih kental berlaku.

2.1.4.4 Usia

Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa self compassion terasosiasi secara signifikan dengan tingkat usia (Neff & Vonk, 2009). Latar belakang keterhubungan ini dianalisis oleh Neff berdasarkan teori perkembangan Erikson. Orang-orang yang telah mencapai tahapan integrity akan lebih menerima kondisi yang terjadi padanya sehingga dapat memiliki level self compassion lebih tinggi (Neff, 2011). Tahapan perkembangan integrity dicirikan dengan seseorang yang dapat melakukan penerimaan diri dengan positif.

2.1.4.5 Kondisi Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama anak mendapatkan pendidikan, oleh karena itu kondisi keluarga yang harmonis secara teori berpengaruh pada perkembangan anak dikemudian hari. Neff dan Mc Gehee (dalam Wei et al, 2011) menyatakan bahwa proses dalam keluarga seperti dukungan keluarga dan sikap orang tua akan berkontribusi dalam menumbuhkan self compassion. Ketika mengalami penderitaan, cara seseorang memperlakukan dirinya kemungkinan besar meniru dari apa yang diperlihatkan orang tuanya. Jika orang tua menunjukkan sikap peduli dan

(15)

perhatian, maka sang anak akan belajar untuk memperlakukan dirinya dengan self

compassion. Pengalaman dini didalam keluarga diduga sebagai faktor kunci

perkembangan self compassion pada individu. Neff dan McGehee (2008) menemukan bahwa kritik dari orang tua dan hubungan orang tua yang penuh dengan masalah terbukti berkorelasi negative dengan terbentuknya self compassion pada masa muda. Sebaliknya bagi individu yang merasa diakui dan diterima orang tua mereka menyatakan bahwa tingkat self compassion nya lebih tinggi daripada yang tidak.

2.1.5 Manfaat Self-Compassion 1. Emotional Well Being

Individu yang memiliki tingkat self-compassion yang tinggi terkait dengan kecemasan dan depresi lebih sedikit (Neff, 2009). Kunci dari self-compassion adalah kurangnya self-criticism, dan self-criticism dikenal menjadi prediktor penting dari kecemasan dan depresi (Blatt, 1995). Seseorang yang memiliki self-compassion menyadari ketika mereka menderita, baik terhadap diri mereka sendiri, dan mengakui keterhubungan mereka dengan semua orang. (Neff, Kirkpatrick,&Rude, 2007).

Self-compassion dikaitkan dengan kebijaksanaan yang lebih besar dan

kecerdasan emosional (Neff, 2003a, Neff, Rude, & Kirkpatrick, 2007), menunjukkan bahwa self-compassion merupakan cara yang bijaksana untuk mengatasi emosi yang sulit. Misalnya, self-compassion terlibat dalam perenungan dan berpikir penekanan lebih sedikit daripada mereka yang memiliki self-compassion yang rendah (Neff, 2003a, Neff, Kirkpatrick, & Rude, 2007). Mereka juga

(16)

melaporkan memiliki keterampilan mengatasi emosi lebih besar, termasuk kejelasan mengenai perasaan mereka dan kemampuan yang lebih besar untuk memperbaiki emosi negatif (Neely, Schallert, Mohammed, Roberts, & Chen, 2009; Neff, 2003a, Neff, Hseih, & Dejitthirat, 2005).

Self-compassion muncul untuk mendukung keadaan positif yang lebih baik.

Misalnya self-compassion dikaitkan dengan perasaan keterhubungan sosial dan kepuasan hidup yang penting (Neff, 2003a, Neff, Pisitsungkagarn, & Hseih, 2008). Hal ini juga terkait dengan perasaan otonomi, kompetensi, dan keterkaitan (Neff, 2003a) menunjukkan bahwa self-compassion membantu memenuhi kebutuhan psikologis dasar. Deci dan Ryan (1995) berpendapat sangat penting untuk kesejahteraan. Individu yang memilii Self-compassion cenderung mengalami lebih banyak kebahagiaan, optimisme, rasa ingin tahu, dan memberikan pengaruh positif daripada mereka yang tidak memiliki self-compassion (Neff, Rude, & Kirkpatrick, 2007). Dengan membungkus kesakitan seseorang dalam self-compassion, perasaan positif yang dihasilkan tersebut membantu menyeimbangkan perasaan yang negatif.

2. Empati

Pommier (2010) dan Neff menyatakan bahwa Self-compassion secara signifikan terkait dengan kasih sayang, kepedulian empatik terhadap orang lain, dan altruisme. Individu yang memiliki self-compassion lebih cenderung untuk mengampuni orang lain yang telah merugikan mereka. Mereka juga menunjukkan peningkatan keterampilan pengambilan keputusan, sebuah komponen penting dari kebijaksanaan. Individu yang mengalami peningkatan yang lebih besar dalam

(17)

self-compassion menunjukkan pengalaman empati yang lebih besar (Davidson, 2007;

Weibel, 2007).

Self-compassion mengajarkan individu berusaha untuk mencapai untuk alasan

yang sangat berbeda karena kepedulian. Apabila individu benar-benar ingin berbuat baik kepada dirinya sendiri, individu akan melakukan hal-hal untuk membantu dirinya menjadi bahagia, seperti mengambil proyek-proyek baru yang menantang atau belajar keterampilan baru. Self-compassion juga memberikan individu keamanan yang diperlukan untuk mengakui kelemahan sehingga individu akan mengubahnya menjadi lebih baik.

3. Motivation and Personal Growth

Fungsi psikologis lainnya adalah sebagai sumber motivasi. Dukungan positif dan penuh harapan akan menghasilkan pencapaian tertinggi seseorang. Individu membutuhkan untuk merasa aman, tenang, dan percaya diri untuk melakukan usaha yang terbaik. Hal itu yang mendorong dan menumbuhkan keyakinan terhadap orang lain di sekitarnya ketika menginginkan mereka mencapai hasil yang terbaik. Begitu juga terhadap diri sendiri, self compassion dapat menguatkan motivasi untuk mendapatkan pencapaian tertinggi (peak performance). Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa level kepercayaan diri sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mencapai tujuan. Bandura (1997) mengungkapkan bahwa keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri berkolerasi kositif dengan kemampuan dan keberhasilan meraih mimpi.

(18)

Manfaat lainnya dengan self compassion yang tinggi adalah adanya orientasi yang lebih tinggi pada pengembangan diri (personal growth). Mereka akan merancang rencana spesifik untuk meraih tujuan yang ingin dicapai dan membuat hidup lebih seimbang. Self compassion berperan dalam menumbuhkan mindset positif. Sebagai contoh, self compassion terkait dengan keterhubungan sosial dan kepuasan hidup, serta menjadi elemen penting dalam kebermaknaan hidup. Self compassion juga berasosiasi dengan kemandirian, kompetensi, dan keterkaitan, yang merupakan konsep dasar untuk atribut yang di sebut oleh Deci &Ryan (1995) sebagai well being atau kesejahteraan hidup (Neff dalam Leary &Hoyle, 2009).

Selegman & Csikzentmihalyi (dalam Neff et al, 2007) menyatakan bahwa

individu dengan self compassion menunjukkan kekuatan psikologis yang terkait dengan perkembangan psikologi positif seperti kebahagian, optimisme, kebijaksanaan, keingintahuan, motivasi bereksplorasi, inisiatif pribadi, dan emosi positif. Penelitian membuktikan bahwa individu dengan self compassion termotivasi untuk meraih prestasi yang lebih tinggi, tetapi bukan disebabkan oleh keinginan untuk meninggikan citra diri, melainkan lebih disebabkan oleh keinginan untuk memaksimalkan potensi diri dan kesejahteraan.

2.1.6 Compassion For Others

Menurut Neff, memiliki self compassion untuk diri sendiri tidak berbeda dengan memiliki compassion dengan orang lain. Untuk memiliki compassion untuk orang lain, individu harus menyadari bahwa mereka mengalami penderitaan atau menderita, merespon penderitaan orang lain dan memahami dan menawarkan

(19)

kebaikan kepada orang lain ketika mereka mengalami kegagalan atau melakukan kesalahan, tidak menghakami secara keras.

Neff menemukan individu dengan self compassion mempunyai skor yang tinggi pada pengukuran umum dari compassionate love, empathy, atau altruism dibanding individu dengan self compassion rendah. Individu dengan self compassion rendah biasanya menghakimi diri sendiri secara konstan, tetapi sering tetap memberikan perhatian kepada orang lain.

Dibanding fokus pada sudut pandang situasi penderitaan diri sendiri yang kita alami dan membuat diri kita menjadi inadekuat atau takut, sebaiknya kita mengambil perspektif dari orang lain terhadap diri kita sendiri. Kita merespon dengan kebaikan, menyadari bahwa hal tersebut merupakan keterbatasan manusia, melihat kekurangan diri dari perspektif luar, dan berhenti menghakimi diri sendiri secara keras. Penelitian memperlihatkan bahwa individu dengan self compassion tinggi memesan tempat dengan mengambil perspektif ketika mereka memandang rendah kegagalan dan kekurangan dari orang lain. Hal tersebut terjadi secara alami dalam hubungannya dengan compassion, untuk melihat kondisi manusia secara mutual. Penelitian memperlihatkan bahwa self compassion merasakan penderitaan orang lain tanpa menjadi berlebihan ketika mereka menyadari bagaimana kesulitan mereka dalam perjuangan yang dihadapi, dan dalam prosesnya kita harus kuat, stabil dan resilient ketika mendukung orang lain dalam menghadapi penderitaannya.

(20)

2.1.7 Self Compassion for Care Giver

Menurut Neff (2011) ketika orang tua memiliki anak berkebutuhan khusus, orang tua berperan sebagai care giver yang memberikan dukungan, kenyamanan, dan belas kasih untuk orang-orang yang membutuhkan. Tetapi bagaimana mereka peduli kepada dirinya ketika dihadapkan pada situasi sulit. Di saat berperan sebagai care giver, maka diperlukan self compassion yang berhubungan dengan energi emosional di saat melayani orang lain. Selain itu, self compassion dapat melindungi peran sebagai care giver dari rasa lelah, dan untuk meningkatkan kepuasan perannya sebagai care giver.

Self compassion sangat penting untuk care giver, bukan hanya karena membantu untuk memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang dibuatnya tetapi juga untuk mengakui dan menghibur diri kita sendiri dari kesulitan yang dihadapi sebagai care giver. Self compassion juga akan membuat diri lebih bahagia dan memiliki pikiran yang tenang.

2.2. Alasan Pemilihan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Self Compassion dari Neff (2003), karena Neff merupakan tokoh pelopor dari Self Compassion yang merupakan bagian dari Psikologi Positif.

2.3 Gagal Ginjal

(21)

Gagal Ginjal dapat berupa akut atau kronik. Hilangnya fungsi ginjal normal pada kedua gagal ginjal tersebut mengakibatkan ketidak mampuan tubuh mempertahankan homeotasis cairan, elektrolit dan asam basa. Jika terjadi gagal ginjal kronik maka seiring dengan waktu terjadi sekuela lain akibat gangguan fungsional ginjal. Gejala yang timbul karena berkurangnya fungsi ginjal secara kolektif disebut sindrom uremik.

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis di mana ginjal tidak lagi mengekskresi produk-produk limbah metabolisme, biasanya karena hipoperfusi ginjal. Sindrom ini bisa berakibat azotemia (uremia) yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluarn urine kurang dari 400ml/24 jam. Menurut penelitian Levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat penyebab-penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah, 26% dengan berbagai kondisi medik, 13% pada kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin. Penyebab gagal ginjal akut dibagi dalam kategori pra rena, renal, dan pasca renal.

Gagal Ginjal merupakan kondisi dimana ginjal gagal berfungsi dan fungsinya hanya 15% dari yang seharusnya. Gagal ginjal merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal kronik. Prevalensi gagal ginjal di Indonesia saat ini sekitar 7%. Meskipun belum terdapat data akurat mengenai jumlah pasti penderita gagal ginjal jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 orang, dilihat dari jumlah pasien yang melakukan terapi pengganti. Tujuannya, untuk mendukung fungsi ginal pasien yang hanya tersisa 15% sehingga tidak mencukupi untuk aktivitas sehari-hari. Terapi ginjal pengganti data berupa cuci darah atau transplantasi ginjal.

(22)

2.3.2 Definisi Penyakit Gagal Ginjal

Penyakit gagal ginjal merupakan suatu penyakit yang menyerang organ ginjal, organ yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan atau matinya fungsi organ ginjal yang tidak lagi mampu bekerja secara optimal dalam menyaring pembunagan elektrolit tubuh, ketidakmampuan organ ginjal untuk menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau saluran kandung kemih yang menyimpan urine.

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang cukup serius dan kronis, penyakit gagal ginjal ini timbul karena kemungkinan adanya infeksi atau luka pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal dapat menyerang siap saja terutama lebih sering hinggap pada mereka yang masih berusia dewasa muda, namun dari banyaknya kasus penyakit gagal ginjal ini paling banyak hinggap pada mereka yang berusia lanjut.

Penyebab dari penyakit gagal ginjal itu sendiri dibawa adanya penyakit lainnya yang berdampak langsung pada organ ginjal. Penyebab lainnya dari penyakit gagal ginjal umumnya dari konsumsi air mineral yang kurang dari jumlah kebutuhan tubuh akan cairan, banyak berkemih namun jarang konsumsi air mineral, sehingga membuat ginjal menjadi kering yang pada akhirnya hanya membuat kerusakan pada ginjal yang tidak mampu menyeimbangkan zat yang dalam tubuh.

(23)

2.3.2.1 Gejala dan Tanda Penyakit Gagal Ginjal

Gejala penyakit ginjal pada awalnya memang tidak begitu terlihat dan akan terlihat jelas ketika penyakit ginjal telah masuk ke stadium kronis. Penyakit ginjal jika tidak segera ditangani akan berakibat pada gagal ginjal dimana organ ini tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai organ ekskresi.

Mereka yang terserang gagal ginjal akan menimbulkan gejala seperti mata bengkak, nyeri pada kaki, nyeri pinggang yang sangat berat dirasakan (kolik), sakit kencing, sering anyang-anyangan ketika berkemih (air kemih keluar sedikit-sedikit), air kemih berwarna merah karena bercampur darah, sering berkemih namun jarang minum. Adapula gejala lainnya karena kelainan urine : protein, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan bakteri.

2.3.3 Penyembuhan Gagal Ginjal

Penanggulangan gagal ginjal tergantung dari sumber penyebabnya, mereka yang tervonis menderita gagal ginjal kemudian melakukan upaya pengobatan, umumnya hanya bertujuan untuk mengendalikan gejala-gejala gagal ginjal berlanjut, memperkecil terjadinya komplikasi dan faktor risiko dari gagal ginjal serta memperlambat perkembangan penyakit gagal ginjal. Sebagai contoh, seseorang yang tervonis gagal ginjal harus melakukan diet menurunkan intake sodium, kalium, protein dan cairan. Jika terdeteksi adanya penyebab lain yang dari penyakit tertentu, kemungkinan dokter akan memberikan obat-obatan atau terapi misalnya obat untuk mengatasi hipertensi, anemia atau mungkin karena kolesterol tinggi.

(24)

Seseorang yang sudah tervonis mengalami gagal ginjal harus terus diperhatikan pada pemasukan dan pengeluaran cairan, untuk mengetahui upaya pengobatan yang dapat dilakukan secara maksimal. Banyak penderita gagal ginjal melakukan pengobatan dengan cara cuci darah yang dapat dilakukan secara terus-menerus yang tentunya menghabiskan banyak biaya, cara lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan menjalani operasi pembedahan transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

2.3.3.1 Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal adalah metode penggantian ginjal dengan cara pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada pasien. Selain mahal biayanya, proses transplantasi juga biasanya mengalami beberapa kendala, seperti: penolakan, infeksi, sepsis, gangguan pada limpa pasca operasi, ketidakseimbangan elektrolit, dll.

2.3.3.2 Terapi Ginjal (Hemodialisis/Cuci Darah)

Hemodialisis atau cuci darah adalah sebuah prosedur medis yang menggunakan mesin khusus (mesin dialisis) untuk menyaring produk limbah dari darah dan mengembalikan kandungan normal darah. Frekuensi tindakan Hemodialisis bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata-rata pasien gagal ginjal menjalani 2-3 kali dalam seminggu sedangkan lama pelaksanaan Hemodialisis paling sedikit empat sampai lima jam. Pasien yang telah menjalani hemodialisis akan terus menerus melakukan Hemodialisis secara rutin untuk menyambung hidupnya.

(25)

Menjalani Hemodialisis bukanlah perkara yang mudah. Selain membutuhkan waktu yang rutin dan biaya yang tidak murah, hemodialisis juga cukup memberikan rasa sakit pada saat dijalani pasien, akan tetapi dengan menjalani hemodialisis ini berpengaruh besar terhadap kesehatan pasien. Memang tidak bertujuan untuk menghilangkan sakit gagal ginjal secara langsung. Namun demi kelangsungan hidup pasien, karena tidak menjalani hemodialisis akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup pasien.

2.4 Kerangka Pikir

Setiap orang tua memiliki harapan tersendiri bagi anaknya. Bagi sebagian besar orang tua, melihat anaknya tumbuh sehat seperti kebanyakan anak-anak lainnya adalah salah satu harapan yang ingin mereka wujudkan. Namun perjalanan hidup seseorang tidaklah selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, tak sedikit orang tua yang harus menerima kenyataan jika anaknya divonis terkena sebuah penyakit kronis, salah satunya penyakit gagal ginjal.

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang cukup serius dan kronis, Penyakit gagal ginjal menyerang organ ginjal, organ yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Seseorang yang terkena penyakit ini memiliki ginjal yang gagal berfungsi dan fungsinya hanya 15% dari yang seharusnya.. Penyakit gagal ginjal dapat menyerang siapa saja terutama lebih sering hinggap pada mereka yang masih berusia dewasa muda, namun dari banyaknya kasus penyakit ini paling banyak hinggap pada mereka yang berusia lanjut. Gagal ginjal merupakan salah satu penyakit terminal dan apabila tidak mendapatkan terapi yang tepat dan sesuai maka akan

(26)

menyebabkan suatu keadaan yang disebut uremical statel syndrome uremic yang berujung pada kematian.

Berada pada kenyataan jika anaknya divonis penyakit tersebut dirasakan sebagai suatu penderitaan (suffering) bagi orang tua khususnya ibu, karena sebagai orang tua, ibu adalah care giver bagi anak-anaknya. Ketika anak terkena penyakit gagal ginjal dalam sebuah keluarga maka dirasakan perubahan yang drastis dalam keluarga tersebut. Beban kehidupan akan terasa menjadi berat, baik dalam hal waktu maupun finansial, karena anak akan menderita penyakit tersebut seumur hidup dan dapat beresiko kematian jika tidak diupayakan kesembuhannya melalui terapi pengganti ginjal atau yang biasa disebut Hemodialisis.

Dalam menghadapi kenyataan anaknya menderita penyakit gagal ginjal, terdapat berbagai reaksi yang diberikan oleh ibu dari pasien gagal ginjal yang menjalani Hemodialisis di RSUD Al Ihsan. Respon dan perilaku yang dimunculkan oleh ibu terhadap kesulitan yang sedang dialaminya ditujukan tidak hanya kepada diri sendiri tetapi juga ditujukan kepada anak dalam hal perawatan dan perhatian yang berkaitan dengan Self Compassion. Self Compassion adalah memberikan pemahaman

dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan, membuat kesalahan, ataupun mengalami penderitaan dengan tidak menghakimi diri sendiri dan tidak mengkritik diri sendiri dengan berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan dan kegagalan yang dialami diri sendiri. Serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang dialami semua manusia dan tidak menghindari kesalahan atau kegagalan yang dialami (Neff, 2003). self compassion memiliki 3 komponen yaitu self kindness, common humanity, dan mindfulness.

(27)

Dalam menjalankan peran sebagai ibu dari anak yang sakit, terdapat ibu yang menilai jika penyakit yang diderita anaknya adalah ujian dari Allah SWT sehingga mereka dengan lapang dada menerima kondisi tersebut. Ibu menyadari bahwa Allah akan memberi kekuatan dan kemampuan untuk melewati ujian yang diberikan, sehingga ibu tetap terus berusaha mengupayakan kesembuhan anaknya serta tetap sabar memberikan perawatan dan perhatian kepada anaknya dalam menjalani Hemodialisis, meskipun terkadang ibu dalam kondisi yang lelah (Self Kindness). Berbanding terbalik dari perilaku tersebut terdapat beberapa ibu yang meratapi penyakit anaknya dan menganggap jika penyakit tersebut adalah kegagalannya dalam merawat anak (Self Judgment).

Beberapa ibu lainnya menyadari jika keadaan yang dihadapi saat ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus dilalui. Ibu menganggap jika anak-anaknya tidak sendirian dan masih banyak anak-anak lain yang kurang beruntung. Ibu menyadari masih banyak orang tua yang bernasib sama sepertinya atau mungkin bernasib lebih buruk daripada penyakit yang diderita oleh anaknya. Sehingga ibu

lebih menjadi bersemangat untuk merawat dan mengupayakan pengobatan untuk kesembuhan anaknya (Common Humanity). Namun terdapat juga ibu yang merasa tidak mampu menghadapi kondisi anaknya. Bahkan ibu merasa paling sengsara dan menilai kehidupan orang tua lain jauh lebih beruntung dan bahagia (Isolation).

Beberapa ibu tidak membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain. Ibu menyadari meskipun anaknya menderita penyakit namun setiap anak memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda, termasuk anaknya. Ibu juga meyakini bahwa anaknya berhak mendapatkan kesempatan yang sama seperti anak-anak

(28)

lainnya misalnya dalam pendidikan maupun pergaulan. Perilaku tersebut merupakan gambaran dari mindfulness. Akan tetapi, masih terdapat sebagian kecil ibu yang membanding-bandingkan kondisi anaknya dengan kondisi anak lain pada umumnya. Ibu menganggap penyakit yang diderita anak berlangsung seumur hidup sehingga anaknya sulit memperoleh kesempatan yang sama seperti kebanyakan anak-anak lainnya (Overidentification).

Berbagai macam reaksi yang ditunjukkan oleh para ibu mengindikasikan komponen-komponen dari self compassion. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain, sehingga apabila satu komponen tinggi maka komponen yang lain juga tinggi dan menghasilkan self compassion yang tinggi. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, ibu yang memiliki self compassion tinggi akan menjalankan perannya sebagai care giver dengan baik, karena memiliki self compassion dalam diri dapat berpengaruh pada perawatan dan pengasuhan ibu

terhadap anak.

Dalam menjalankan perannya sebagai care giver, perilaku yang ditampilkan oleh ibu dari pasien Hemodialisis di RSUD Al Ihsan Bandung berbeda-beda. Beberapa ibu mengantar dan menemani anaknya menjalani terapi hemodialisis dan bertanya pada perawat yang ada disana mengenai perkembangan kondisi anaknya, ibu

juga mencari informasi lebih banyak mengenai penyakit anaknya sehingga dapat memberikan perawatan yang tepat pada anak dan dapat mengupayakan penyembuhan anak, sedangkan saat berada dirumah ibu selalu merawat dan memperhatikan kondisi anaknya agar sang anak tidak merasa putus asa dalam menghadapi penyakitnya.

(29)

Selain itu ibu juga terus berusaha mengumpulkan biaya atau membagi penghasilan suami untuk pengobatan anaknya agar anak dapat rutin mengikuti Hemodialisis demi keberlangsungan hidupnya. Namun tidak semua ibu menampilkan perilaku tersebut, terdapat pula ibu yang tidak mengantarkan dan menemani anaknya menjalani Hemodialisis. Ada ibu yang sekedar mengantarkan kemudian meninggalkan anaknya mengikuti Hemodialisis sendirian dan baru menjemput anaknya kembali setelah terapi Hemodialisis selesai dilakukan. Tak jarang anak diantarkan dan ditemani oleh saudaranya seperti kakak atau adiknya. Sehingga ibu tidak pernah menanyakan kondisi anak pada perawat.

Self Compassion dalam diri setiap individu dipengaruhi oleh 2 faktor, yakni

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh Personality atau kepribadian yang melatarbelakangi individu menampilkan perilaku yang menunjukkan Self Compassion. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI, ditemukan bahwa self-compassion memiliki hubungan dengan dimensi

neuroticism, agreebleness, extroversion, openness dan conscientiousness dari the big five personality. Faktor selanjutnya adalah Gender atau jenis kelamin yang

mempengaruhi ketahanan dan pengontrolan emosi saat menghadapi kesulitan, Menurut Neff, individu yang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki Self

Compassion rendah disbanding laki-laki. Karena perempuan lebih cenderung

mengkritik diri sendiri atas keadaan yang dihadapi. Tetapi perempuan juga cenderung lebih empati, mudah membuka hati untuk orang lain tanpa pamrih namun menjadi tidak peduli terhadap diri sendiri. Selain itu yang menjadi faktor internal berikutnya adalah Usia. Menurut Neff, berdasarkan teori perkembangan dari Erikson,

(30)

orang-orang yang telah mencapai tahapan integrity akan lebih menerima kondisi yang terjadi padanya sehingga dapat memiliki level self compassion lebih tinggi. Tahapan perkembangan integrity dicirikan dengan seseorang yang dapat melakukan penerimaan diri dengan positif.

Faktor eksternal yang mempengaruhi Self Compassion antara lain meliputi Kebudayaan. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya yang diterapkan akan mempengaruhi derajat self compassion dalam diri seseorang. Keberagaman budaya mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berindak yang mencakup

individualism dan collectivism. Seseorang yang lebih memilih bertindak secara

individual cenderung memiliki Self Compassion rendah sedangkan seseorang yang lebih memilih bertindak dengan saling berbagi dengan orang lain cenderung memiliki

self Compassion yang tinggi. Faktor eksternal berikutnya adalah Kondisi keluarga,

dimana keluarga merupakan kelompok sosial pertama tempat seseorang belajar sehingga perilaku yang ditampilkan orang tua dijadikan anak sebagai acuan untuk menghadapi permasalahan hidupnya.

Faktor-faktor tersebutlah yang membedakan derajat self compassion dalam diri seseorang. self compassion nantinya akan berpengaruh pada perilaku yang ditampilkan ibu dalam menjalankan perannya sebagai care giver bagi anaknya yang sakit.

(31)

Skema Berpikir

IBU

(Suffering)

- Anak menderita penyakit gagal ginjal

- Anak harus menjalani terapi Hemodialisis/cuci darah - Rutin membiayai pengobatan

anak

- Mengantarkan dan menemani anak mengikuti terapi HD

Mindfulness

Common Humanity

Self Kindness

1. Ibu menyadari jika penyakit yang diderita anak sebagai ujian dari Allah SWT.

2. Ibumenerima dengan lapang dada kondisi anaknya. 3. Ibu sabar dalam

memberikan perawatan kepada anak. 4. Ibu terus mengupayakan kesembuhan anaknya dengan mengikutkan anak menjalani terapi Hemodialisis. 1. Ibu menyadari jika masih banyak orang tua lain yang bernasib sama seperti mereka. 2. Ibu meyakini bahwa anaknya tidak sendirian karena terdapat anak lain yang mengalami kondisi yang sama.

3. Ibu dapat berbagi dengan orang tua lain dan mereka merasa bahwa ada orang tua lain yang ternyata lebih menderita daripada dirinya. 1. Ibu tidak membanding-bandingkan kondisi anaknya dengan anak lain. 2. Ibu menilai jika

setiap anak memiliki potensi dan kemampuan masing-masing termasuk anaknya. 3. Ibu meyakini meskipun sedang sakit, anaknya tetap berhak memperoleh kesempatan yang sama seperti kebanyakan anak lainnya.

Faktor yang mempengaruhi :

- Personality (extraversion,

agreeblenes,conscientiousness, neuroticism & openness)

- Usia

- Kondisi Keluarga - Budaya

Referensi

Dokumen terkait

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses

Irna Istiyana. Peningkatan hasil belajar lompat jauh gaya jongkok melalui Bankasbotik pada SD Negeri Cokro Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan

Karakter shio ular seperti : sensitif dan berpembawaan tenang, mewakili karakter menonjol dari keseluruhan responden shio ular dalam survei awal yang

Segara Timber adalah pada yaitu pada On Product yang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta produk yang menggunakan tanda/logo V-Legal tersebut bukan

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila saya mengingkari pernyataan ini dan terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya

Sehubungan dengan Ibadah New Normal dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid- 19, Majelis Jemaat GKI Soka Salatiga mengundang anggota jemaat maupun simpatisan

Pada tabel 3 tampak bahwa jumlah konidia yang menempel pada imago hama terinfeksi dengan jumlah terbanyak , diperoleh dari perlakuan, WB + Alkilarilpoliglikol 400 g/l dan

Perbedaan hasil uji korelasi antara domba ET, Merino dan backcross tersebut sesuai dengan pernyataan B EH dan M ADDOX (1996) yang menyatakan bahwa jumlah eosinofil di dalam darah