• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja perusahaan baja di pulau Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja perusahaan baja di pulau Jawa"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Gangguan pendengaran akibat bising pada pekerja

perusahaan baja di pulau Jawa

Lusianawaty Tana, Fx. Suharyanto Halim, Lannywati Ghani, Delima

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

ABSTRACT

The objectives of this study was to assess noise induced hearing loss (NIHL) in steel factory workers and determine the prevalence of NIHL, noise intensity, NIHL relation to age, work hour and occupation. A cross sectional design was used and data collection was done through interviews, measurement, and examination. The study found that the noise intensity was 88.3-112.8 dBA in work unit of the factory. The audiometry examination showed prevalence of NIHL was 43.6 % (n=264). The increase of age, task as maintenance worker, and work-hours were related to increased NIHL (p< 0.05). There was no significant association noise intensity and increased NIHL (p>0.05).

Key words : Noise induced hearing loss, worker, steel factory

ABSTRAK

Ruang lingkup penelitian ini adalah gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) pada pekerja suatu perusahaan baja, dan bertujuan untuk mengetahui prevalensi NIHL, intensitas bising, serta hubungan umur, lama kerja dan tugas dengan NIHL. Rancangan penelitian adalah studi potong lintang, dan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengukuran dan pemeriksaan. Hasil studi menunjukkan intensitas bising pada 6 unit kerja di perusahaan besarnya antara 88,3-112,8 dBA. Pemeriksaan audiometri terhadap 264 orang tenaga kerja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada 6 unit kerja tersebut mendapatkan 115 orang (43,6%) menderita noise induced hearing loss (NIHL). Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan umur, tugas sebagai tenaga perawatan pabrik, dan masa kerja dengan peningkatan NIHL (p<0,05), sedangkan tingginya intensitas bising tidak berhubungan secara bermakna dengan peningkatan NIHL (p>0,05).

Kata kunci: Gangguan pendengaran akibat bising, tenaga kerja, perusahaan baja PENDAHULUAN

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan Indonesia menetapkan nilai ambang batas (NAB) bising di tempat kerja sebesar 85 dBA.(1,,2) Bila NAB ini dilampaui terus menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan noise induced hearing loss (NHIL).(3) Faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya NIHL adalah frekuensi bising, periode pajanan setiap hari, lama kerja, kepekaan individu, umur dan lain-lain.(1,4,5)

David I Robert(6) melaporkan bahwa bising di tempat kerja merupakan masalah utama dalam kesehatan kerja di berbagai negara. Diperkirakan sedikitnya 7 juta orang (35% dari total populasi) terpajan dengan bising >85 dBA. Ketulian yang terjadi dalam industri menduduki urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika Serikat dan Eropa. Phoon W(7) melaporkan bahwa kelompok tenaga kerja yang terpajan bising selama kerja memperlihatkan ketulian >20 %. Menurut

(2)

Melamed,(8) pajanan terhadap intensitas bising >90 dBA mengakibatkan ketulian secara bermakna pada 27% kelompok terpajan, sedangkan intensitas 95 dBA menimbulkan ketulian pada 36% kelompok terpajan. Sucipto(9) melaporkan lebih dari 50% tenaga kerja tekstil dengan masa kerja antara 1–10 tahun mengalami NIHL pada frekuensi 3000 dan 4000 Hertz. Lucchini(10) melaporkan dari 41 tenaga kerja pada perusahaan baja, ditemukan 45,9% kasus NIHL pada frekuensi 6000 Hz, dengan pajanan bising terus menerus. Sejumlah penelitian menunjukkan sekitar 31,5-38 % tenaga kerja pabrik baja mengalami NIHL pada intensitas 85–105 dBA.(11,12)

Penelitian pendahuluan di perusahaan plywood menunjukkan dari 22 orang yang terpajan bising dengan intensitas 85–108 dBA didapatkan 31,81% mengalami NIHL, 3 orang diantaranya dengan masa kerja 1–2 tahun telah mengalami NIHL.(13) Penelitian pada sebuah perusahaan informal yaitu pabrik tahu dengan pajanan bising >85 dBA diperoleh satu orang dengan NIHL dari 4 orang yang diperiksa.(14)

Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan baja yang bersedia untuk diteliti di pulau Jawa yang proses kerjanya menggunakan mesin/peralatan yang bising. Dan bertujuan untuk menilai hubungan antara bising dan gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga kerja perusahaan baja.

BAHAN DAN CARA Rancangan penelitian

Rancangan potong lintang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, pada sebuah perusahaan baja X di pulau Jawa dan sasarannya adalah tenaga kerja yang terpajan bising dengan intensitas >85 dBA.

Sampling

Pekerja yang memenuhi kriteria inklusi yaitu lama kerja >1 tahun di tempat dengan intensitas bising >85 dBA dan bersedia mengikuti penelitian dipilih sebagai sampel. Kriteria eksklusi: hobi/ pekerjaan tambahan berhubungan dengan bising, terpajan bising di tempat tinggal, riwayat penyakit/

penyakit bawaan pada telinga, trauma kepala berat/ ketulian keluarga, minum obat obatan yang dapat mempengaruhi organ telinga.

Besar sample ditetapkan dengan menggunakan rumus :(15)

n = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan Z∝ = 1,96 (untuk batas kepercayaan 95%) p = prevalensi NIHL 31,55 %(11)

q = 100 – p

Toleransi error = 0,2

d exponen = toleransi error x p Drop out 10%

Besar sampel minimal 240 orang tenaga kerja. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan oleh 4 orang petugas, sedangkan pemeriksaan audiometri oleh petugas terlatih selama 3 bulan mulai 1 Mei sampai dengan 31 Juli 2000. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, hobi, pekerjaan tambahan, tempat tinggal. Pemeriksaan audiometri untuk menentukan ada tidaknya gangguan pendengaran menggunakan audiometer tipe Madsen Midimate 602. Pengukuran ini dilakukan setelah 16 jam bebas bising. Gangguan pendengaran akibat bising didiagnosis oleh seorang ahli telinga, hidung dan tenggorokan (THT) berdasarkan hasil wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik dan audiogram.

Intensitas bising pada tempat kerja diukur menggunakan sound level meter merk NA-24 Rion, LTD serial 10156515. Pemeriksaan gula darah sewaktu dilakukan dengan menggunakan alat blood monitoring system advantage. Untuk analisis data digunakan program Epi 6 dan SPSS dengan uji statistik Chi Square dan analisis logistik regesi ganda. Tingkat kemaknaan yang digunakan besarnya 0,05.

n = Z∝

2 x p x q d2

(3)

HASIL

Profil perusahaan

Perusahaan baja X, berlokasi di kawasan industri di pulau Jawa dan berproduksi lebih dari 20 tahun dan terdiri dari 6 unit kerja utama. (Unit 1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Tenaga kerja sebagian besar laki-laki (97,4%), berpendidikan SMU/sederajat 74,8%, dan berusia diantara 35-55 tahun (rata-rata 39,3 tahun). Lama kerja antara 4-29 tahun (rata-rata 14,8 tahun). Bekerja 5 hari/minggu, dengan 3 pertukaran kerja. Sejak tahun 1990 dilaksanakan pemeriksaan audiometri dan pelatihan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (K3) bagi tenaga kerja. Kontrol intensitas bising dilaksanakan setiap tahun dan alat pelindung telinga (APT) yang disediakan adalah earplug formable dari spons tanpa tali. Pada pengukuran diperoleh intensitas bising pada beberapa lokasi di 6 unit kerja utama berkisar antara 88,3 - 112,8 dBA, dengan sifat bising terus menerus dan impulsif. Intensitas bising rata-rata antara 90-95 dBA (bising tinggi) di unit 3, 5 dan 6, sedangkan rata-rata 95-100 dBA (bising sangat tinggi) di unit 1, 2, dan 4.

Karakteristik responden

Tenaga kerja yang terpilih sebagai sampel banyaknya 264 orang dan semua laki-laki. Karakteristik umur, pendidikan, status perkawinan, tempat kerja, jenis tugas, pajanan bising dan masa kerja terlihat pada Tabel 1. Sebagian besar 137 orang (50,4%) tenaga kerja berusia antara 30-39 tahun dan yang berusia >40 tahun sebesar 43,9%. Pendidikan responden terbanyak SLA/sederajat yaitu 94,3 %, akademi/perguruan tinggi 3% dan SLTP 2,7%. Masa kerja responden sebagian besar yaitu 59,8% antara 10-19 tahun, dengan rata-rata 15,1 ± 5 tahun. Jenis tugas responden sebagai komponen produksi sebesar 59,8% sedangkan sebagai komponen perawatan sebesar 40,2%. Dampak bising terhadap pendengaran

Sebanyak 115 orang (43,6%) tenaga kerja mengalami NIHL. Hubungan beberapa determinan seperti unit kerja, jenis kerja, tingkat pajanan bising, umur, masa kerja dengan gangguan pendengaran

akibat bising dapat dilihat pada Tabel 2. Terjadi peningkatan persentase NIHL pada tenaga kerja dengan meningkatnya usia yaitu 14% pada umur <30 tahun, 41% pada umur 30-39 tahun dan 60% pada umur >40 tahun. Pada tenaga kerja yang bertugas sebagai komponen produksi didapatkan 40% dan 56% terdapat pada mereka yang bekerja sebagai komponen perawatan. Masa kerja berhubungan secara bermakna dengan NIHL, bila bekerja < 10 tahun didapatkan 29% NIHL, 10 - 19 tahun 44% dan meningkat menjadi 61% bila bekerja >20 tahun.

Variabel Jumlah Persen

Umur <30 tahun 15 5.7 30-39 tahun 133 50.4 >40 tahun 116 43.9 Rata-rata 38.7 + 4.9 Tingkat pendidikan SLP 7 2.7 SLA 249 94.3 Akademi/PT 8 3.0 Status perkawinan Bujangan 4 1.5 Menikah 260 98.5 Tempat kerja Unit 1 84 31.8 Unit 2 55 20.8 Unit 3 45 17 Unit 4 19 7.2 Unit 5 18 6.8 Unit 6 43 16.3 Jenis tugas Produksi 158 59.8 Perawatan 106 40.2 Pejanan bising Tinggi 106 40.2 Sangat tinggi 158 59.8 Masa kerja <10 tahun 35 13.3 10-19 tahun 158 59.8 >20 tahun 71 26.9 Rata-rata 15.1 + 5.0

(4)

Analisis regresi logistik ganda menunjukkan umur merupakan faktor utama yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya NIHL, diikuti oleh jenis tugas sebagai komponen perawatan, dan masa kerja. NIHL pada usia ≥40 tahun berbeda bermakna dibandingkan dengan usia 30-39 tahun (P=0,003), sedangkan NIHL pada usia 30-39 tahun tidak berbeda bermakna dibandingkan usia <30 tahun (P=0,14). Risiko terjadinya NIHL pada pekerja berusia >40 tahun 9,29 kali lebih besar dibandingkan pekerja berusia usia <30 tahun (OR = 9,29, 95% CI 1,89 - 88,06).

PEMBAHASAN

NIOSH dan Departemen Tenaga kerja RI menetapkan 85 dBA sebagai nilai ambang batas.(1,2) Menurut NIOSH, untuk 85 dBA waktu yang diperkenankan untuk bekerja sebesar 8 jam, untuk

95 dBA hanya 47 menit, 100 dBA hanya 15 menit, 105 hanya 4 menit,110 dBA hanya 1 menit.

Menurut Alberti(4) bising yang bersifat menetap lebih merusak dibandingkan bising terus menerus. Jadi dari intensitas, sifat bising, waktu kerja, melebihi batas yang diperbolehkan, maka bising di perusahaan ini dapat menimbulkan gangguan pendengaran bagi tenaga kerja yang bekerja disekitarnya.

Alat pelindung telinga, disediakan oleh perusahaan namun 81,1% tenaga kerja menyatakan langsung mendapat APT pada saat masuk kerja di perusahaan ini tetapi sisanya tidak langsung. Sebagian kecil malah tidak pernah memperoleh APT tersebut. Tampaknya APT tidak diberikan kepada semua tenaga kerja yang bekerja di tempat bising. Terjadinya NIHL pada usia >40 tahun berbeda bermakna dibandingkan dengan usia 30-39 tahun/ usia <30 tahun, sedangkan NIHL pada kelompok Tabel 2. Hubungan beberapa faktor determinan pada

gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) (n = 246)

Determinan NIHL OR 95% CI Ya Tidak Low Up P n (%) n (%) Tempat kerja Unit 1 40 (49) 41 (51) 1.25 0.55 2.84 0.70 Unit 2 18 (36) 31 (64) 0.74 0.29 1.89 0.63 Unit 3 24 (58) 17 (42) 1.8 0.69 4.75 0.27 Unit 4 12 (70) 5 (30) 3.07 0.80 13 0.12 Unit 5 3 (17) 14 (83) 0.27 0.04 1.22 0.11 Unit 6 18 (43) 23 (57) Jenis Tugas Produksi 60 (40) 89 (60) 0.51 0.30 0.89 0.016 Perawatan 55 (56) 42 (44) Tingkat bising Bising 45 (45) 54 (55) Sangat bising 70 (48) 77 (52) 1.9 0.63 1.88 0.84 Kelompok umur <30 tahun 2 (14) 12 (86) 30-39 tahun 48 (41) 77 (59) 3.74 0.78 35.58 0.14 >40 tahun 65 (60) 42 (40) 9.29 1.89 88.06 0.003 Masa kerja <10 tahun 10 (29) 24 (71) 10-19 tahun 65 (44) 82 (56) 1.9 0.80 4.62 0.16 >20 tahun 40 (61) 25 (39) 3.84 1.45 10.36 0.005 OR = odds ratio CI = confidence interval

(5)

usia 30-39 tahun tidak berbeda bermakna dibandingkan usia <30 tahun. Hasil studi ini sesuai dengan penelitian Sundari yang menunjukkan adanya peningkatan proporsi NIHL dari 21% menjadi 51% dan 53% pada umur 19-29 tahun, 30-39 tahun dan 40-47 tahun. Walaupun sebagian besar umur tenaga kerja relatif masih muda (30-39 tahun) tetapi 59,8% dari seluruh responden rata-rata sudah bekerja selama 15,1 tahun, berarti mulai bekerja antara umur 20–21 tahun yaitu setelah selesai sekolah.

NIHL yang terjadi pada umur >40 tahun selain berhubungan dengan faktor bising, kemungkinan pula berhubungan dengan penurunan ambang pendengaran karena faktor usia/presbiacusis. Olishifski(16) melaporkan walaupun pengaruh usia terhadap pajanan bising masih dalam perdebatan, pada usia diatas 40 tahun terjadi penurunan ambang pendengaran 0,5 dBA setiap tahun, 20% dari populasi umum dengan usia 50-59 tahun mengalami kehilangan pendengaran tanpa mendapat pajanan bising industri.

Masa kerja berhubungan dengan terjadinya NIHL, hasil penelitian ini menunjukkan risiko terjadinya NIHL pada pekerja dengan masa kerja >20 tahun 3,84 kali lebih besar dibandingkan terjadinya NIHL dengan masa kerja < 10 tahun (OR = 3,84; 95% CI = 1,45 - 10,36). Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan Alberti(4) dan Olishifski(16) Menurut Alberti(4) pajanan 90 dBA dalam 8 jam kerja dan 5 hari/minggu, maka 15% dari populasi terpajan berisiko menderita ketulian secara bermakna setelah terpajan selama 10 tahun. Demikian juga pada penelitian Sundari(11) menunjukkan dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dan Kertadikara(17) mendapatkan tahun kesembilan pajanan bising merupakan batas terjadinya gangguan pendengaran secara bermakna.

Tugas operator berbeda dibandingkan dengan tugas perawatan. Operator bertugas mengatur jalannya produksi, dari mulai sampai akhir proses. Pada saat tertentu harus melakukan pekerjaan di lokasi bising dekat sumber bising tapi di saat lain hanya memantau/mengontrol jalannya proses dari dalam ruang kontrol, sedangkan perawatan bertugas memperbaiki/membersihkan mesin/peralatan yang dipakai. Berada di tempat bising saat bertugas.

Selama bekerja proses kerja/mesin/peralatan lain tidak berhenti. Apabila sedang tidak bertugas sebagian tenaga kerja berada di ruang khusus yang tidak bising, sebagian tetap berada di lokasi kerja yang bising karena tidak tersedia ruang khusus bagi petugas perawatan di tempat tersebut atau karena ruang khusus terletak di luar lokasi tersebut. NIHL yang terjadi pada responden dengan tugas perawatan berbeda bermakna dibandingkan dengan tugas produksi. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan berbedanya tugas sebagai perawatan atau produksi.

Menurut kepustakaan, lingkungan kerja dengan intensitas bising >85 dBA dapat menimbulkan NIHL.(4) Faktor-faktor lain yang dapat menambah pajanan bising telah disingkirkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut diatas maka NIHL yang terjadi kemungkinan berhubungan dengan pekerjaan. Kelemahan studi ini tidak melakukan pemeriksaan audiometri sejak pekerja mulai bekerja, sehingga tidak diketahui secara tepat keadaan pendengaran pada saat mulai bekerja di perusahan tersebut. Tetapi dari riwayat pekerjaan diperoleh keterangan 95% tenaga kerja tidak pernah bekerja di perusahaan lain. Walaupun rata-rata umur responden relatif muda tetapi 59,8% dari seluruh responden sudah bekerja rata-rata 15,1 tahun. Jadi usia responden pada saat mulai bekerja antara 20– 25 tahun yaitu setelah selesai sekolah, sehingga kemungkinan ambang pendengaran baik.

Prevalensi NIHL pada penelitian ini 43,6% adalah cukup tinggi, tidak berbeda dengan beberapa penelitian lain berkisar antara 28%-50%. (Penelitian Hendarmin(19) di Manufacturing Plant Pertamina sebesar 50%, Sundari(11) di pabrik baja mendapatkan 31,55% pada pajanan 85-105 dBA, 38,05% pada pajanan 85-95 dBA, 33,33% pada pajanan >95-105 dBA, Lucchini(10) pada perusahaan baja menemukan 45,9% dan 28% pada perusahaan baja lain. Maisarah(20) di Malaysia 35,5 %). Dibandingkan dengan penelitian Sundari,(11) perbedaan prevalensi ini dapat diterangkan karena adanya perbedaan pajanan bising dan masa kerja, pada penelitian ini intensitas bising lebih tinggi dengan masa kerja lebih lama (15,1 tahun dibandingkan penelitian Sundari 8,9 tahun). Pada

(6)

penelitian ini terlihat peningkatan proporsi terjadinya NIHL pada peningkatan intensitas bising, hal mana terlihat juga pada penelitian Sundari. KESIMPULAN DAN SARAN

Intensitas kebisingan melebihi NAB didapatkan pada 6 unit kerja utama antara 88,3 sampai 112,8 dBA, dengan sifat bising terus menerus dan impulsif. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) pada tenaga kerja perusahaan baja besarnya 43,6% dan NIHL meningkat dengan bertambahnya usia dan lamanya masa kerja. Perlu dilakukan penyuluhan secara teratur dengan materi berbeda-beda mengenai bising dan pencegahannya serta kegunaan APT bagi tenaga kerja dan para pengambil keputusan di perusahaan, agar dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap bising dan praktek pemakaian APT. Pemeriksaan audiometri secara rutin setiap tahun dilakukan terhadap tenaga kerja yang bekerja di tempat bising dan memberitahukan hasilnya, agar tenaga kerja dapat mengetahui kondisi pendengarannya dan bila terdapat kemunduran pendengaran dapat segera disadari.

Ucapan terima kasih

Atas bantuan berbagai pihak selama penelitian, kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada Dr. Ingerani SKM, Dr. Joedo Prihartono MPH, Dr. Entjep Hadjar Sp. THT sebagai konsultan dan kepada pihak perusahaan. Daftar Pustaka

1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. No: SE 01/MEN/1978. Tentang nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja. Kumpulan Naskah Seminar Ketulian. Surabaya. 1985.p.110-2.

2. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Occupational noise. Exposure revised criteria 1998. Cincinnati, Ohio; 1998. 3. Iskandar N, Syarifuddin, Rifki N, Abdurrachman

H. Diagnosis dan penilaian cacat penyakit akibat kerja bidang telinga, hidung dan

tenggorok. Simposium nasional cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Jakarta; 1989.

4. Alberti PW. Occupational hearing loss, disease of the ear nose and throat in: Head neck surgery. 14th ed. Philadelphia, 1991. p. 1053-66.

5. Melnick W. Industrial Hearing Conservation. In: Hand book of clinical audiology 3th ed. Baltimore: William & Wilkins. 1985. p.721-4.

6. Davis I R, Hamernik P R. Noise and hearing impairment. In: Levy BS, Wegman DH, editors. Occupational health. 3rd ed. New York. USA: Little, Brown and Company; 1994. p. 321-5.

7. Phoon W. Impact of statutory medical examination on control of noise induced hearing loss. Ann Acad Med Singapore. 1994; 23: 742-4.

8. Melamed S, Luz J, Green MS. Noise annoyance and their relation to psychological distress, accident and sickness absence among blue workers. Israel Journal Medicine Sience; 1992; 28: 629-35. 9. Sucipto, Hoediono, Ronald Sanrota. Noise induced hearing loss pada pekerja-pekerja tekstil di Semarang Kongres Perhati III, Yogyakarta, 1973. 10. Lucchini R, Apostoli P, Peretti A, Bernardini I, Alessio L. Effects on hearing in exposure to impulsive and high frequency noise. Med Lav 1991; 82 (6): 547-53.

11. Sundari. Hubungan pemajanan bising dengan ambang pendengaran tenaga kerja di bagian peleburan dan pengentrolan besi baja PT B.D. Tesis. Jakarta; 1994.

12. Zaenal Z. Noise induced hearing loss in direct reduction plant PT Krakatau Steel Indonesia. Thesis. Singapore; 1991.

13. Tana L. Gangguan pendengaran akibat bising pada perusahaan plywood PT X Jawa Barat. Thesis. Jakarta; 1998.

14. Tana L. Gangguan pendengaran akibat bising Pada perusahaan tahu “S” Jakarta Timur. Jakarta; 1997. 15. Lwanga, Yook Tye Cho, Oyeni O. Teaching health statistic lesson and seminar outline. In: Sampling and estimating population values. 2nd ed. Geneva. World Health Organizatin; 1998. p. 66-78. 16. Olishifski J. Industrial noise revised by standard.

In: Plog B, editor. Fundamental of industrial hygiene. 3rd ed. New York: National Safety Council; 1994. p.163-88.

17. Kertadikara HP. Dampak paparan bising bajaj pada pengemudinya. Tesis. Jakarta; 1997.

(7)

18. William C, Sons L. Be and Man. 2nd ed. London, 1973.

19. Hendarmin H. Noise induced hearing loss. Konas PERHATI II. Jakarta. 1971; 224-9.

20. Maisarah SZ, Said H. The noise exposed factory workers; Theprevalence of sensori-neural hearing loss and their use of personal hearing protection devices. Medical Journal Malaysia. 1993;48:280-5.

Referensi

Dokumen terkait

yang siap dijual pada saat tanah tersebut selesai dikembangkan dengan menggunakan metode luas areal. Biaya pengembangan tanah, termasuk tanah yang digunakan sebagai jalan dan

Rumah Gadang merupakan suatu karya arsitektur vernakular nusantara yang lahir dari kejeniusaan masyarakat pribumi dan menjadi kebanggaan serta jati diri bagi masyarakat

170 Modul guru pembelajar paket keahlian dental asisten sekolah menengah kejuruan (SMK) Pada kegiatan pendahuluan dimana guru menyampaikan tujuan pembelajaran, sesungguhnya

98 Modul guru pembelajar paket keahlian dental asisten sekolah menengah kejuruan (SMK) Daftar ciri-ciri keberbakatan peserta didik yang telah diuraikan di atas diharapkan dapat

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny “K” selama kehamilan trimester III dengan keluhan kram kaki sudah teratasi, pada persalinan dengan persalinan

• bahwa semula di dalam rumah tangga Penggugat dengan Tergugat berlangsung sebagaimana layaknya pasangan suami isteri yang berbahagia dan saling pengertian satu

Subsistem penyimpanan dan pengolahan merupakan rangkaian proses penyimpanan, menata, menyusun, dan mengorganisasikan data (baik spasial, tabular, maupun diskriptif)

Rekonstruksi pengalaman terbukti dalam menunjang proses pembelajaran di Pondok Pesantren As’adiyah, Pembelajaran bahasa Arab di Pesantren As’adiyah sangat menekankan