• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu bangunan pendukung sarana lalu lintas yang terletak di atas permukaan air atau di atas permukaan tanah. Jalan dan bangunan pelengkap termasuk jembatan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Keterbatasan dalam ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan yang tidak memadai dapat menghambat laju perekonomian dan pembangunan suatu negara (UU 38 Tahun 2004 tentang jalan). Pentingnya fungsi dari suatu jembatan sebagai bangunan pendukung jalan, pembuatan jembatan harus memenuhi berbagai standar yang ada.

Jembatan dapat mengalami dua macam deformasi yang berbeda, yaitu gerakan jangka panjang dan gerakan jangka pendek. Deformasi jembatan jangka panjang tidak dapat kembali ke bentuk aslinya, sedangkan deformasi jembatan jangka pendek atau yang biasa disebut deflection, objek yang terdeformasi dapat kembali ke posisi dan bentuknya semula jika terlepas dari seluruh muatannya (Pratama, 2013). Jembatan Penggaron terletak di ruas Jalan Tol Semarang-Ungaran, kilometer 20 di Wilayah Susukan, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Jembatan Penggaron memiliki panjang 400 m dan sembilan pilar yang menopang badan jembatan. Usia jembatan ini tergolong masih baru dan aktif digunakan pada tahun 2010, namun jembatan ini secara visual mengalami deformasi yang ditunjukkan dengan retakan-retakan kecil pada beberapa pilar jembatan.

PT. Trans Marga Jateng selaku pengelola jalan tol Semarang-Solo telah melakukan pemantauan dan penanganan terhadap retakan-retakan yang terjadi pada pilar jembatan dengan pembuatan saluran drainase air, pemangkasan bukit, penguatan pondasi, dan pemantauan kondisi secara berkala pada Jembatan Penggaron. Pengaruh alam diduga sebagai pengaruh utama terjadinya pergeseran dan retakan yang terjadi pada Jembatan Penggaron. Berberapa pilar jembatan yang

(2)

ditanam pada tanah yang labil memungkinkan pilar-pilar tersebut dapat terus mengalami deformasi sampai batas maksimum kekuatan jembatan. Hal ini dapat mengurangi rencana umur jembatan. Keselamatan pengguna jalan dan rencana umur jembatan membuat pemantauan deformasi pada Jembatan Penggaron harus dilakukan.

Pada kurun waktu 2013 s.d 2016 terdapat beberapa penelitian yang mengkaji deformasi yang terjadi pada Jembatan Penggaron. Utomo (2013) melakukan pemantauan deformasi yang terjadi pada Jembatan Penggaron menggunakan metode close range photogrametry dengan titik pemantauan pada pilar-pilar jembatan. Safi’i (2014) melakukan penelitian menggunakan GPS dual frequency untuk mengetahui pergeseran 2D yang terjadi pada titik kontrol pengamatan jembatan pada tahun 2014 menggunakan metode relatif statik yang diikatkan dengan titik kontrol horizontal orde satu Badan Informasi Geospasial (BIG) Tugu Muda, Semarang. Sedangkan Waluyo (2016) melakukan penelitian dengan hasil pengamatan GPS dual frequency untuk mengetahui pergeseran yang terjadi pada titik kontrol pengamatan jembatan pada tahun 2015 menggunakan metode relatif statik yang diikatkan dengan delapan stasiun International GNSS Service (IGS).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi pergeseran pada titik-titik pemantauan yang dipasang di sekitar Jembatan Penggaron. Deformasi yang terjadi pada Jembatan Penggaron memiliki tren arah pergeseran yang hampir sama (Utomo, 2013). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Waluyo (2016) yang menyatakan bahwa deformasi yang terjadi pada Jembatan Penggaron memiliki tren arah pergeseran bergerak menuju arah barat daya pada seluruh titik pengamatan. Pergeseran yang terjadi pada Jembatan Penggaron memungkinkan terus terjadi selama belum ada penanganan terhadap pergerakan tanah yang labil di sekitar jembatan.

Hasil resolusi spasial gambar dan keterbatasan bidang foto terhadap jarak potret pada penelitian Utomo (2013), analisis deformasi 2D pada penelitian Safi’i (2015) dan rentang kala waktu pengamatan yang pendek serta penggunaan titik ikat IGS dengan panjang jaring yang sangat panjang pada penelitian Waluyo (2016)

(3)

menjadi kelemahan pada penelitian terdahulu. Belum adanya perhitungan dan analisis regangan pada lokasi penelitian dari penelitian terdahulu menjadikan perhitungan dan analisis ini perlu dilakukan.

Analisis arah pergeseran dan model regangan yang terjadi pada titik-titik pengamatan di sekitar jembatan memudahkan dalam upaya penanggulangan resiko bencana yang terjadi pada Jembatan Penggaron. Analisis geometrik menggunakan metode Modified Least Square (MLS) pada titik pengamatan diharapkan dapat mengidentifikasi pergeseran yang teramati. Penggunaan metode Finite Element (FE) memungkinkan untuk mendapatkan analisis nilai dan model regangan yang realistis terjadi pada Jembatan Penggaron. Sembilan stasiun pengamatan ina-CORS BIG di sekitar lokasi penelitian digunakan sebagai titik ikat dengan mempertimbangkan tingkat ketelitian jaring, yaitu tingkat kedekatan jaring tersebut terhadap jaring titik kontrol yang sudah ada yang digunakan sebagai referensi.

Informasi terbaru mengenai pemantauan deformasi demi keselamatan pengguna jalan dan penanggulangan bencana yang mungkin terjadi membuat pemantauan deformasi pada Jembatan Penggaron harus dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan analisis arah pergeseran dan model regangan yang terjadi pada Jembatan Penggaron menggunakan data pengamatan GNSS tahun 2015 s.d 2016.

I.2. Rumusan Masalah

Secara visual retakan-retakan yang terjadi pada pilar-pilar Jembatan Penggaron menunjukkan bahwa jembatan tersebut mengalami deformasi. Retakan-retakan yang terjadi dapat disebabkan oleh deformasi yang terjadi karena struktur bangunan itu sendiri atau faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, terjadi pergeseran pada titik-titik pemantauan yang dipasang di sekitar jembatan tersebut dengan tren arah pergeseran yang hampir sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor eksternal mempengaruhi retakan-retakan yang terjadi pada pilar-pilar jembatan. PT. Trans Marga Jateng selaku pengelola jalan tol Semarang-Solo telah melakukan pemantauan dan penanganan berkala terhadap retakan-retakan yang terjadi pada pilar-pilar jembatan yang retak. Salah satu pemantauan menggunakan GNSS pada titik-titik pengamatan yang

(4)

dipasang disekitar jembatan yang dilakukan secara berkala teramati pergeseran yang terjadi dengan arah mayoritas menuju tenggara. Oleh karena itu, dibutuhkan informasi terbaru mengenai pemantauan deformasi dan perhitungan nilai dan model regangan yang terjadi pada Jembatan Penggaron.

I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah besar dan arah pergeseran 3D Jembatan Penggaron tahun 2015 s.d. 2016?

2. Bagaimanakah besar dan pola regangan yang terjadi pada titik-titik pengamatan Jembatan Penggaron tahun 2015 s.d. 2016?

I.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Diperoleh besar dan arah pergeseran 3D Jembatan Penggaron pada tahun 2015 s.d. 2016

2. Diperoleh besar dan pola regangan yang terjadi pada titik-titik pengamatan Jembatan Penggaron pada tahun 2015 s.d. 2016

I.5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa informasi pergeseran dan regangan dari deformasi yang terjadi pada titik-titik pemantauan yang dipasang di sekitar lokasi Jembatan Penggaron pada tahun 2015 s.d. 2016. Informasi tersebut digunakan sebagai rekomendasi pemantauan dan penanganan deformasi yang terjadi pada Jembatan Penggaron.

I.6. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Monitoring besar dan arah deformasi dilakukan di titik-titik pemantauan deformasi Jembatan Tol Penggaron.

2. Data yang digunakan sebagai data penelitian adalah data pengamatan GNSS titik-titik pengamatan Jembatan Penggaron tahun 2015 s.d. tahun 2016. 3. Stasiun GNSS-CORS yang dipakai adalah stasiun pada sistem Ina-CORS

(5)

4. Pengolahan yang dilakukan mengabaikan adanya pergerakan yang terjadi pada 12 stasiun IGS yang digunakan.

5. Analisis deformasi geometrik menggunakan analisis pergeseran posisi titik pengamatan dengan uji kesebangunan jaring dan uji pergeseran titik pengamatan.

6. Analisis pergeseran dan regangan deformasi jembatan dilakukan secara 3D pada Jembatan Penggaron.

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis dari penelitian ini adalah, pada kondisi jumlah dan posisi titik kontrol yang sama, jaring dengan jumlah baseline lebih banyak (jaring yang semakin kompleks)

Stasiun berdiri alat ukur itu diposisikan pada suatu titik ikat pengamatan kemudian dilakukan pengukuran jarak dan sudut ke titik-ttik pantau.Kerangka yang

Berdasarkan SNI 19-6724-2002 tentang Jaring Kontrol Horisontal (2002), pengertian jaring kontrol horisontal merupakan kumpulan titik kontrol horisontal yang saling

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai vektor pergeseran titik-titik pengamatan di Selat Sunda berdasarkan data pengamatan GPS tahun

Perhitungan kecepatan dan pola pergeseran dengan menggunakan metode GPS sangat tergantung pada strategi pengolahan data sehingga diperlukan perangkat lunak yang mampu memberikan

Gambar 4.6 Vektor pergeseran titik pengamatan tahun 2003 – Juli 2011 Pada Gambar 4.6 vektor pergeseran titik-titik pengamatan tidak memperlihatkan pola yang jelas. Semua titik

dilakukan secara trigonometris, dimana pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometris adalah suatu proses penentuan beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan

Hasil perhitungan nilai koordinat stasiun pengamatan pada anjungan minyak lepas pantai yang diikatkan pada titik ikat IGS terdapat variasi posisi dalam selang