• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BAHAN DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III BAHAN DAN METODE"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

18 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012-Mei 2013 dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Desember 2012-Februari 2013 di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian utama dilaksanakan pada bulan Maret 2013-Mei 2013 di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Hewan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran sedangkan analisis preparat histopatologi dilaksanakan di Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat :

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Timbangan analitik merek Precisa untuk menimbang bahan yang akan digunakan dengan ketelitian 0,0001g.

2. Timbangan manual untuk menimbang daun teh. 3. Blender, sebagai alat untuk menghaluskan daun teh. 4. Maserator sebagai alat untuk maserasi daun teh.

5. Rotary Evaporator sebagai alat untuk mengentalkan larutan ekstrak daun teh tua hasil maserasi menjadi pasta kental.

6. Gelas ukur merek Iwaki Pyrex, sebagai alat untuk mengukur volume zat cair yang akan digunakan.

7. Botol kaca untuk tempat menyimpan larutan hasil maserasi. 8. Hot plates untuk memanaskan bahan-bahan penelitian.

(2)

10. Cawan petri merek Steriplan sebagai wadah perkembangbiakan bakteri dalam media lempeng agar (agar plate).

11. Autoclave untuk sterilisasi alat dan medium pada suhu 121oC dengan prinsip tekanan uap.

12. Tabung erlenmeyer sebagai wadah dalam pembuatan media agar.

13. Laminar flow sebagai tempat untuk proses inokulasi bakteri dan ruang kerja aseptis dengan bantuan sterilisasi sinar UV.

14. Vortex mixer sebagai alat untuk menghomogenkan bahan-bahan penelitian. 15. Micro pipet sebagai alat untuk mengambil bahan cair dalam ukuran mikroliter

(µL).

16. Pipette tips sebagai pipet untuk mengambil zat cair dalam ukuran mikroliter (µL).

17. Tabung Falcon 15 mL sebagai tempat pencampuran bakteri.

18. L glass sebagai alat untuk meratakan kultur bakteri dalam cawan petri.

19. Pinset sebagai alat untuk menjepit kertas saring Whatman no.42 dan memindahkannya kedalam cawan petri yang telah berisi biakan bakteri. 20. Parafilm sebagai segel untuk penutup pada cawan petri.

21. Kapas sebagai penutup pada tabung Erlenmeyer. 22. Alumunium foil, untuk menimbang bahan. 23. Kertas saring Whatman no. 42, untuk uji in vitro.

24. Jarum ose sebagai alat untuk mengambil dan menginokulasi bakteri. 25. Bunsen, untuk mensterilkan jarum ose.

26. Inkubator sebagai tempat untuk membiakkan (inkubasi) mikroorganisme (bakteri).

27. Spektrofotometer, untuk menghitung dan menentukan kepadatan bakteri. 28. Mikroskop, untuk pengamatan bakteri dan hasil uji histopatologi.

29. Jangka sorong, untuk mengukur zona hambat bakteri.

30. Alat suntik sebagai alat untuk memindahkan media cair dan memasukkan bakteri ke dalam tubuh ikan.

31. Aerator dan selang aerasi untuk memasok oksigen pada setiap wadah 32. Akuarium untuk wadah aklimatisasi ikan dengan ukuran 40 x 20 x 30 cm3.

(3)

33. Bak fiber untuk tempat ikan stok.

34. pH meter merek Lutron untuk mengukur derajat keasaman air media pemeliharaan.

35. DO meter merek Lutron untuk mengukur nilai oksigen terlarut pada media pemeliharaan.

36. Termometer air raksa dengan skala 0-100oC untuk mengukur suhu air. 37. Penggaris sebagai alat untuk mengukur.

38. Tabung reaksi sebagai tempat pengujian fitokimia daun teh. 39. Penjepit kayu untuk menjepit tabung reaksi ketika dipanaskan. 40. Kertas saring untuk menyaring filtrat.

41. Pipet tetes untuk mengambil cairan kimia yang akan digunakan.

42. Mikrotom sebagai alat untuk memotong blok parafin pada pembuatan preparat histopatologi.

3.2.2 Bahan :

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Benih ikan mas uji diperoleh dari Maleber, Cianjur yang berukuran 7-10 cm/ekor. Jumlah ikan uji yang digunakan untuk penelitian pendahuluan sebanyak 150 ekor dengan kepadatan 15 ekor per akuarium dan untuk penelitian utama sebanyak 225 ekor dengan kepadatan 15 ekor per akuarium serta 100 ekor ikan untuk stok.

2. Daun teh sebagai bahan herbal untuk pengobatan penyakit yang berasal dari pohon teh disekitar daerah Panjalu, Ciamis Jawa Barat.

3. Bakteri biakan murni Aeromonas hydrophila yang berasal dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor dengan kode isolat AHL-13-A.

4. Agar NA (Nutrient Agar) sebagai Media kultur bakteri. 5. Etanol 96% sebagai pelarut daun teh pada proses maserasi.

6. Pakan ikan komersial merek Hi-Pro-Vite 781 sebagai pakan ikan selama penelitian

7. Akuades sebagai zat pelarut.

(4)

9. Bahan-bahan kimia untuk pengujian fitokimia daun teh seperti kloroform, ammonium (NH4OH) 10%, H2SO4 2N, pereaksi Meyer (Kl+HgCl2), HCl 2N,

pereaksi FeCl 1%.

10. Bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi organ antara lain : larutan fiksatif berjenis Buoin, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, alkohol 100%, larutan xylen dan parafin.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan adalah perendaman benih ikan mas yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila sebanyak 15 ekor per akuarium dalam ekstrak daun teh tua selama 48 jam dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi yang digunakan untuk penelitian utama didasarkan atas penelitian pendahuluan. Perlakuan yang diberikan berjumlah lima perlakuan dan tiga kali ulangan, yaitu : - Perlakuan A = 0 ppm - Perlakuan B = 75 ppm - Perlakuan C = 150 ppm - Perlakuan D = 225 ppm - Perlakuan E = 300 ppm 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penelitian Pendahuluan

A. Pembuatan Ekstrak Daun Teh Tua

Pembuatan ekstrak daun teh tua dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran untuk mendapatkan ekstrak yang akan digunakan dalam penelitian. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan ekstrak daun teh tua adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

1. Menimbang berat daun teh tua segar yang akan digunakan yaitu sebesar 1200g.

(5)

2. Mengeringkan daun teh tua dengan cara di angin-anginkan pada suhu ruang selama ±7 hari sampai kering.

3. Memotong-motong daun teh tua kering hingga kecil kemudian blender sampai halus/bubuk.

4. Menimbang bubuk daun teh tua kering yang dihasilkan yaitu sebesar 600 g. 5. Memasukkan bubuk daun teh tua kering kedalam maserator.

6. Menambahkan pelarut etanol 96% sampai bubuk daun teh tua kering terendam.

7. Merendam bubuk daun teh tua kering selama 24 jam.

8. Mengeluarkan larutan hasil maserasi bubuk daun teh tua kering dari maserator dan simpan dalam botol kaca.

9. Melakukan kembali point 6-8 sampai tiga kali ulangan

10. Larutan daun teh tua hasil maserasi dimasukkan kedalam Rotary Evaporator dengan suhu 600C dan kecepatan 120 rpm sampai menjadi ekstrak daun teh tua yang kental.

11. Hasil ekstrak daun teh tua kental sebesar 66 g dan siap digunakan untuk penelitian.

B. Pengujian Komponen Fitokimia Daun Teh Tua

Pengujian komponen fitokimia daun teh tua bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa-senyawa aktif terutama yang bersifat antibakteri dalam daun teh tua yang digunakan. Tahapan yang dilakukan dalam pengujian komponen fitokimia daun teh tua adalah sebagai berikut (Lampiran 2) :

- Uji Alkaloid

Serbuk daun teh tua kering seberat 1 g ditambahkan 5 ml kloroform dan 3 tetes ammonium (NH4OH) 10% kemudian kocok hingga tercampur. Terbentuk

lapisan kloroform berupa cairan kemudian lapisan tersebut dilarutkan dalam 1 ml H2SO4 2N dan kocok hingga homogen. Tambahkan 1 tetes pereaksi Meyer

(Kl+HgCl2). Apabila terbentuk endapan putih pada dasar tabung reaksi maka

(6)

- Uji Flavonoid

Serbuk daun teh tua kering seberat 1g ditambahkan 25 ml methanol kemudian dididihkan selama ±10 menit. Dalam keadaan panas campuran larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Larutan yang dihasilkan kemudian diuapkan sampai kering. Tambahkan kloroform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml kemudian kocok dan biarkan sampai terbentuk dua lapisan kloroform-air (lapisan kloroform terdapat di bagian bawah sedangkan lapisan air di bagian atas). Kemudian sebagian lapisan air di ambil dengan pipet ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 0,1g bubuk magnesium. Kemudian ditetesi asam klorida pekat dan amil alcohol. Amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk warna orange merah maka sampel positif mengandung flavonoid.

- Uji Saponin

Serbuk daun teh tua kering seberat 1 g ditambahkan akuades sebanyak 20 ml kemudian panaskan selama 5 menit. Dalam keadaan panas, campuran larutan disaring dengan menggunakan kertas saring. Ambil filtrat hasil saringan sebanyak 10 ml kemudian kocok dengan kuat secara vertikal selama 10 detik. Apabila terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 1-10cm dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N maka sampel tersebut positif mengandung saponin. - Uji Tanin

Sebanyak 2 ml filtrat hasil penyaringan pada uji saponin ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl 1% kemudian kocok hingga homogen. Apabila terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka sampel tersebut positif mengandung tanin.

- Uji Katekin

Ekstrak pekat sebesar 0,5 g dididihkan dengan 1-2 mL HCl 2 M. Jika ekstrak menunjukkan warna coklat kuning, maka positif mengandung katekin.

Berdasarkan hasil pengujian komponen fitokimia (Lampiran 3), daun teh tua yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan ekstrak positif mengandung senyawa-senyawa antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan katekin.

(7)

C. Uji In Vitro (Zona Daya Hambat)

Tujuan dari uji in vitro adalah untuk mengetahui kemampuan dari ekstrak daun teh tua sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Kemampuan ekstrak daun teh tua dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila diperoleh dengan mengukur zona bening disekitar kertas saring Whatman pada masing-masing perlakuan. Adapun prosedur pengerjaan uji in vitro adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun teh tua sesuai dengan perlakuan (Lampiran 4).

2. Pembuatan media nutrient agar (NA) sebagai media pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila (Lampiran 5).

3. Sterilisasi alat dan bahan.

4. Memasukkan media NA yang telah steril ke dalam cawan petri dan tunggu hingga media memadat.

5. Memasukkan bakteri sebanyak 100µl ke dalam cawan petri secara aseptis yang telah berisi media NA kemudian ratakan dengan menggunakan L glass. 6. Menempelkan kertas saring Whatman no.42 pada permukaan media NA yang

telah diinokulasi dengan bakteri Aeromonas hydrophila dalam cawan petri. 7. Meneteskan ekstrak daun teh tua sesuai konsentrasi di atas kertas saring

whatman no.42 sebanyak 5µl.

8. Cawan petri di inkubasi pada suhu 32OC selama ±48 jam.

9. Melakukan pengamatan dan pengukuran zona bening yang terbentuk disekitar kertas saring Whatman no.42 dengan menggunakan jangka sorong.

(8)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Zona Daya Hambat (Uji In Vitro)

No Konsentrasi (ppm) Zona bening (mm) ulangan ke- Rata-rata zona bening (mm) I II II 1. Kontrol (Ampisilin) 10.000 ppm 12,71 15 - 13.86 1.000 ppm 11,11 10,74 - 10.93 100 ppm 10.4 9.71 - 10.06

2. Ekstrak daun teh tua

10 ppm 7,51 8,16 7,4 7,69

100 ppm 7,67 8,33 7,23 7,74

1.000 ppm 8,79 8,27 7,95 8,34

10.000 ppm 9,58 9,16 8,56 9,10

100.000 ppm 6,45 6,12 6,22 6,26

Dari hasil pengujian in vitro (Tabel 2) (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ekstrak daun teh tua memberikan hasil pengukuran zona bening terhadap bakteri Aeromonas hydrophila mengalami kenaikan diameter zona bening pada konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm yaitu dengan rata-rata zona bening berurutan sebesar 7,69; 7,74; 8,34; dan 9,10 mm. Diameter zona bening mengalami penurunan pada konsentrasi 100.000 ppm yaitu sebesar 6,26mm. Kenaikan diameter zona bening berbanding lurus dengan kenaikan konsentrasi, semakin besar konsentrasi maka diameter zona bening yang dihasilkan juga semakin besar. Namun pada konsentrasi 100.000 ppm diameter zona bening mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena bakteri mengalami resistensi terhadap ekstrak daun teh tua. Resistensi sel bakteri adalah suatu keadaan tidak terganggunya pertumbuhan sel bakteri akibat aktivitas antibakteri. D. Pengujian Toksisitas Konsentrasi Ekstrak Daun Teh LC50 48 jam pada

Benih Ikan Mas

Pengujian LC50 48 jam bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas

ekstrak daun teh tua terhadap benih ikan mas. Hasil yang didapatkan akan dijadikan tolak ukur untuk menentukan konsentrasi yang akan digunakan dalam penelitian utama.

(9)

Pengujian ini dilakukan dengan cara merendam benih ikan mas sebanyak 15 ekor per akuarium selama 48 jam dalam akuarium yang berisi ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Lampiran 7). Perlakuan yang diberikan berjumlah lima perlakuan dengan dua kali ulangan, yaitu :

- Perlakuan A = 50 ppm - Perlakuan B = 100 ppm - Perlakuan C = 300 ppm - Perlakuan D = 600 ppm - Perlakuan E = 0 ppm

Hasil uji LC50 48 jam perendaman ekstrak daun teh terhadap benih ikan

mas pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji LC50 48 Jam Ekstrak Daun Teh pada Benih Ikan Mas

Perlakuan Mortalitas pada Jam ke- Jumlah

24 48 A1 (50ppm) - - - A2 (50ppm) - - - B1 (100ppm) 1 - 1 B2 (100ppm) - - - C1 (300ppm) 4 - 4 C2 (300ppm) 3 - 3 D1 (600ppm) 15 - 15 D2 (600ppm) 15 - 15 E1 (0ppm) - - - E2 (0ppm) - - -

Nilai LC50 48 jam dianalisis dengan menggunakan software EPA Probit

Analysis dan didapatkan nilai LC50 48 jam sebesar 334,673 ppm (Lampiran 8).

Nilai LC50 48 jam menunjukkan bahwa pada konsentrasi 334,673 ppm ekstrak

daun teh tua dapat mengakibatkan mortalitas benih ikan mas sebesar 50% dalam waktu 48 jam.

Berdasarkan hasil uji in vitro dan uji LC50 48 jam, konsentrasi yang paling

efektif untuk menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila dengan menggunakan ekstrak daun teh tua berada di atas nilai uji in vitro dengan diameter

(10)

zona bening terkecil dan dibawah nilai LC50 48 jam. Sehingga perlakuan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

A = Kontrol yaitu benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila tanpa direndam ekstrak daun teh tua.

B = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 75 ppm.

C = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 150 ppm.

D = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 225 ppm.

E = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 300 ppm.

Model umum rancangan yang digunakan adalah :

Xij = µI + τj + єij

(Gasperz 1991) Keterangan :

Xij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µI = Rata-rata umum

τj = Pengaruh perlakuan ke-i

єij = Pengaruh faktor random perlakuan ke-i ulangan ke-j 3.4.2.Penelitian Utama

1. Persiapan wadah penelitian

 Pencucian akuarium dan bak fiber.

 Pengisian air ke dalam akuarium sebanyak 15 liter kemudian diberi aerasi

 Menempatkan akuarium perlakuan secara acak 2. Aklimatisasi benih ikan mas

 Memasukkan ikan mas ke dalam bak fiber.

 Ikan dipelihara 1 minggu dan diberi pakan komersial sebanyak tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari secara ad libitum.

3. Ekstrak daun teh tua

 Menimbang ekstrak daun teh tua sesuai dengan konsentrasi perlakuan masing-masing (Lampiran 9).

(11)

 Ekstrak daun teh tua yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam air 200ml yang diambil dari akuarium media pemeliharaan.

 Mencampurkan ekstrak daun teh tua dan air dengan cara dipanaskan menggunakan hot plates dan magnetic stir pada suhu 10-20oC

 Larutan ekstrak daun teh tua yang telah tercampur homogen kemudian ditebar ke masing-masing akuarium wadah pemeliharaan sehingga volume air dalam akuarium tetap 15 liter.

4. Persiapan biakan bakteri Aeromonas hydrophila

Pemanenan bakteri Aeromonas hydrophila secara aseptik dengan menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan ke dalam tabung falcon yang telah berisi NaCl steril, setelah itu vortex hingga homogen.

Pembuatan larutan bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml dengan menggunakan spektrofotometer (Lampiran 10).

5. Penginjeksian bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml sebanyak 0,1 ml/ekor secara intramuscular kepada benih ikan mas uji.

6. Memasukkan benih ikan mas ke dalam akuarium perlakuan kemudian melakukan pemantauan sampai memperlihatkan gejala terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

7. Memasukkan ekstrak daun teh tua sesuai dengan konsentrasi ke dalam akuarium perlakuan yang berisi benih ikan mas yang telah terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

8. Ikan mas direndam selama 48 jam dengan ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

9. Setelah 48 jam air pemeliharaan diganti 100% dengan air baru tanpa diberikan ekstrak daun teh tua.

10. Melakukan pengamatan gejala klinis, kelangsungan hidup dan kualitas air selama 14 hari.

11. Pembuatan preparat histopatologi organ limpa dari benih ikan mas sebelum diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila, benih ikan mas setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila, dan benih ikan mas setelah pengobatan pada semua perlakuan perendaman (Lampiran 11).

(12)

3.5 Parameter yang Diamati 1. Gejala Klinis

Gejala klinis yang diamati adalah kerusakan struktur organ tubuh dan tingkah laku ikan yang mencakup respon terhadap pakan dan uji refleks (respon terhadap kejutan) dengan pengamatan selama 14 hari.

2. Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup benih ikan mas diamati dengan cara menghitung jumlah benih ikan mas yang hidup pada akhir pengamatan dibagi dengan jumlah ikan pada awal pengamatan dikali seratus persen. Rumus kelangsungan hidup diukur dengan menggunakan rumus Goddar (1996) dalam Khasani et al. (2010) sebagai berikut:

𝑆𝑅 =

𝑁𝑡

𝑁𝑜 x 100% Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan hidup ikan (%)

Nt = Jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah ikan uji yang hidup pada awal penelitian (ekor) 3. Histopatologi Organ

Histopatologi organ yang diamati adalah organ limpa dilakukan pada enam sample benih ikan mas yang berbeda yaitu benih ikan mas sebelum diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sehat), benih ikan mas setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sakit), dan benih ikan mas setelah pengobatan atau pemberian perlakuan. Histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan jaringan pada organ limpa benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

4. Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, kandungan oksigen terlarut (DO), pH, dan amonia. Parameter ini diamati sebanyak tiga kali, yaitu pada tahap awal penelitian (hari pertama), tahap pertengahan penelitian (hari ketujuh) dan akhir penelitian (hari keempat belas).

(13)

3.6 Analisis Data

Data kelangsungan hidup ikan mas yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 95 % dan uji Regresi untuk menentukan konsentrasi terbaik dari perlakuan yang diberikan. Data gejala klinis, histopatologi dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen yang di gunakan, pertama adalah Profitabilitas yang dinotasikan sebagai variabel X1, keduan adalah Ukuran Perusahaan yang di

Dengan menggunakan plugin , pengembang tidak perlu menghabiskan waktu yang lama untuk membuat sebuah level , karena plugin tile based game ini memberikan fitur

Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi bahan additive jenis lain untuk mengetahui pengaruh campuran bahan pada deep soil mix (DSM). Menggunakan

penurunan di bandingkan pada pertemuan I di karenakan pada pertemuan II pengamat menilai guru kurang terarah pada saat membimbing siswa melakukan diskusi dan

o Digunakan utk terapi jangka pendek nyeri post operasi o Tidak memiliki efek thd platelet shg tidak memicu. pendarahan selama atau setelah operasi, tidak

Batang C (aluminium dengan massa 7,4 g) pada putaran 22 rpm dengan sudut masuk 20 o gagal memasuki celah pemuatan, sedangkan batang yang kasar, batang D berbahan baja, keberhasilan

Salah satu tujuan audit ialah perbaikan sistem dan prosedur. Dengan perbaikan sistem dan prosedur diharapkan kualitas pelaporan dan efektivitas serta efisiensi