• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penutupandan Penggunaan Lahan

Penutupan lahan (land cover) menurut Lillesand et al., (2004) terkait dengan segala jenis dan kenampakan terkini dari permukaan bumi atau perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Definisi penutupan lahan sendiri dipisahkan dari definisi penggunaan lahan dimana penggunaan lahan lebih terkait dengan aktifitas ekonomi dan fungsi ekonomis dari sebidang lahan. Pengetahuan tentang penutupan dan penggunaan lahan penting artinya dalam perencanaan, pengelolaan, pemodelan dan pemahaman tentang sistem kebumian.

Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual.Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan pola penyediaan air dan komoditas diusahakan atau jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2006).

Pengelompokkan penggunaan lahan pertanian seperti dikemukakan di atas adalah pengelompokan yang sangat kasar,karena belum mempertimbangkan

(2)

berbagai aspek lain penggunaan lahan seperti: skala usaha dan luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar dan sebagainya. Jika faktor-faktortersebut dimasukkan maka akan didapatkan tipe penggunaan lahan yang lebih rinci. MenurutFAO (1989) tipe penggunaan lahan terdiri dari: lahan kehutanan terdiri dari hutan alam dan hutan tanaman, lahan pertanian terdiri atas perkebunan, kebun campuran, dan sawah beririgasi, serta lahan perkotaan yang terdiri dari pemukiman, dan industri. Acuan standar klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan di Indonesia adalah yang ditetapkan oleh BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Jenis penggunaan lahan lahan menurut BAKOSURTANAL (2000) sebagaimana disampaikan oleh Surlan (2002) disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rekomendasi Klasifikasi Penutupan atau Penggunaan Lahan untuk Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia

Tingkat I Tingkat II Tingkat III

1. Daerah perkotaan dan terbangun

Pemukiman perkotaan Pemukiman perkotaan Perdagangan, jasa, industri Perdagangan, jasa, industri Transportasi, komunikasi, utilitas Transportasi, komunikasi, utilitas Lahan terbangun lainnya Lahan terbangun lainnya Bukan lahan terbangun Bukan lahan terbangun

2. Daerah pedesaan

Permukiman pedesaan Permukiman pedesaan Lahan bervegetasi diusahakan

Sawah irigasi Sawah tadah hujan Sawah pasang surut Tegalan

Perkebunan Lahan bervegetasi tidak diusahakan

Hutan lahan kering Hutan lahan basah Belukar

Semak Rumput

Lahan tidak bervegetasi (lahan kosong)

Lahan terbuka Lahar, dan lava Beting pantai Gosong sungai Gemuk pasir Tubuh perairan Danau Waduk Tambak Rawa Sungai

(3)

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor Penentu terjadinya Perubahan

Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian cenderung bersifattidak mudah balik. Setiap perubahan penggunaan lahan yang terjadi akan mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik, dan akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat (Winoto et al., 1995). Pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun akibat urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang atau lahan untuk aktivitas masyarakat dan ketersediaan prasarana baik didaerah perkotaan maupun pedesaan. Menurut Bahri (2007) pembangunan pemukiman dan prasarana wilayah pada akhirnya akan berdampak secara fisik, baik pada konfigurasi penggunaan lahan maupun struktur wilayah.

Penggunaan lahan mengalami pergeseran akibat perubahan ekosistem alam sebagai wujud dari proses pembangunan.Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun pedesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya terkait upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Rustiadi & Panuju, 2002). Permintaan terhadap hasil pertanian maupun non-pertanian meningkat akibat pertumbuhan penduduk. Permintaan lahan untuk kebutuhan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan pemukiman dan fasilitas pendukung mengubah konfigurasi penggunaan lahan. Bentuk perubahan ini tidak terjadi di setiap lokasi secara seragam, karena setiap lahan memiliki tingkat kestrategisan, dan potensi yang berbeda. Kajian yang dilakukan oleh Muiz (2009) di Kabupaten Sukabumi menunjukkan penggunaan lahan yang cenderung turun luasannya adalah hutan, sawah, dan semak belukar, sedangkan penggunaan lahan pemukiman, tegalan, dan perkebunan cenderung naik dari waktu ke waktu.

Selanjutnya, berdasarkan penelitian Winoto et al. (1995) di Pantai Utara Jawa Barat diketahui bahwa konversi lahan dari pertanian ke non-pertanian terjadi secara intensif, dilakukanoleh petani dengan pertimbangan aspek ekonomi jangka pendek. Hal yang serupa juga terjadi di Kabupaten Bogor pada periode 1992-1998, dimana lahan sawah mengalami penciutan sedangkan permukiman, tegalan,

(4)

kolam dan penggunaan lain yang tidak terdefinisi cenderung mengalami peningkatan (Panuju, 2000).

Menurut Deng et al. (2009) penggunaan lahan bersifat dinamis, ditunjukkan oleh perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi dan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional, dan regional, dan tata ruangwilayah. Lebih lanjut Deng et al. (2009) menyimpulkan penggunaan lahan merupakan suatu bentuk ruang dari upaya secara kontinyu dan konsisten yang dihasilkan berbagai aktifitas masyarakat seiring dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut Winoto et al. (1995), faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokan menjadi dua golongan besar, yaitu: (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan pemerintah, dan (2) sistem non-kelembagaan yang berkembangkan secara alamiah dalam masyarakat, baik sebagai akibat proses pembangunan ataupun sebagai akibat proses-proses internal yang ada dalam masyarakat kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya lahan. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah misalnya: peraturan tentang tata ruang, peraturan-peraturan pertanahan, kebijaksanaan fiskal dan moneter. Adanya kebijakan tersebut secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Selain itu faktor lainnya yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan menurut Helmer (2004) adalah berkaitan dengan aksesibilitas. Jarak yang dekat dengan perkotaan dan sarana prasarana seringkali menjadi faktor pemicu terjadinya konversi lahan, terlebih lagi pada kawasan hutan dan padang rumput dekat dengan perkotaan. Terkait dengan dengan efek jarak ini, penelitian yang dilakukan oleh Ruswandi et al. (2007) menyimpulkan bahwa semakin bergesernya aktifitas pertanian menjauhi pasar maka biaya transportasi akan meningkat, sehingga menurunkan efisiensi usahatani. Akibatnya, lahan-lahan pertanian semakin tidak menarik karena nilai landrent-nya rendah dan cenderung untuk dikonversikan untuk penggunaan pemukiman.

(5)

Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Verbist et al. (2004) menyatakan bahwa penyebab terjadinya perubahan penggunaan hutan di wilayah Sumatera menjadi agroforestri didorong antara lain oleh harga kopi dunia, pertumbuhan jumlah penduduk, preferensi masyarakat berusaha, investasi pembangunan jalan, penguasaan lahan dan perundangan.

2.3.Pemanfaatan Teknologi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Kajian Perubahan Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi, atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra,2000). Sedangkan menurut Nuarsa (2005) sistem informasi geografi merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengolah (input, manajemen, proses, dan output) data spasial atau data yang bereferensi geografis. Jadi SIG merupakan suatu sistem informasi dan alat yang dapat digunakan untuk mengolah data bereferensi geografis yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.

Pada mulanya sistem informasi manual biasanya hanya menyajikan data atribut dalam bentuk data tabel. Kemudian dengan perkembangan SIG dilakukan proses digitasi dengan cara memadukan data dalam tampilan atribut (bentuk digital) menjadi spasial dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta, akhirnya akan mempermudah dalam menginterpretasi, mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan. SIG di desain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan mengintergrasikannya menjadi sebuah informasi. Salah satu jenis data ini adalah data penginderaan jauh. Menurut Lillesand et al. (2004), penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan objek, daerah, atau gejala yang dikaji. Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa SIG akan memberi nilai

(6)

tambah pada kemampuan pengindraan jauh dalam menghasilkan data spasial yang besar di mana pemanfaatan data penginderaan jauh tersebut tergantung pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna. Oleh karena itu sistem penginderaan jauh yang diperlukan untuk penyusunan tata ruang harus disesuaikan dengan resolusi spasial yang sepadan.

Pemanfaatan penginderaan jauh untuk aplikasi pemetaan atau inventarisasi penutupan lahan dan deteksi perubahannya telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti, seperti pengelolaan dan penggunaan lahan dibidang pertanian, perkebunan, kehutanan, dalam bidang bisnis dan perencanaan pelayanan, bidang logistik dan transportasi, dan dalam bidang lingkungan (Barus dan Wiradisatra, 2000). Aplikasi penginderaan jauh dalam perubahan penggunaan lahan dan penataan ruang telah banyak dimanfaatkan dalam pemantauan permukaan bumi, misalnya penelitian Trisasongko et al.(2007) yang menganalisis dinamika konversi lahan di sekitar jalur tol Cikampek. Raharjo (2009) juga memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh untuk melihat perubahan penggunaan lahan DAS Kreo terhadap debit puncak di Semarang. Melalui interpretasi foto udara karakteristik wilayah DAS dapat dengan mudah diidentifikasi. Kenampakan-kenampakan yang berkaitan dengan evaluasi medan seperti morfologi, topografi, pola aliran, erosi, vegetasi dan penggunaan lahan. Foto udara dapat memberikan informasi secara keseluruhan dan mencakup aspek-aspek terkait.

2.4. Model Prediksi Penggunaan Lahan Markov Chain

Dalam melakukan prediksi penggunaan lahan (forecasting) salah satu metode yang dapat digunakan adalah teknik Markov Chain. Konsep dasar metode ini baru diperkenalkan tahun 1907, oleh seorang matematis Rusia bernama Andrei A. Markov. Model ini berhubungan dengan suatu rangkaian proses dimana kejadian akibat suatu eksperimen atau percobaan hanya tergantung pada kejadian yang langsung mendahuluinya, dan tidak tergantung pada rangkaian kejadian sebelum-sebelumnya. Apabila suatu kejadian tertentu dari suatu rangkaian eksperimen tergantung dari beberapa kemungkinan kejadian, maka rangkaian eksperimen tersebut disebut proses stokastik (Abdurachman, 1999). Teknik Markov ini digunakan oleh Lopez et al.(2001) untuk memprediksi tutupan lahan

(7)

dan perubahan penggunaan lahan di pinggiran perkotaan di Morelia, Meksiko. Penelitian lain yang dilakukan Weng (2001) menggunakan teknik Markov untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan di Delta Zhujiang.

Salah satu perangkat lunak untuk analisis Markov adalah IDRISI. Format data yang digunakan pada software IDRISI Andes adalah harus dalam bentuk format raster. Perlu diketahui dalam menentukan simulasi tahun mendatang prediksi waktunya seharusnya dalam rentang selisih dari tahun awal dan akhir penggunaan lahan. Menurut Trisasongko et al. (2009) persamaan Markov Chain dapat disajikan dalam suatu vektor (matriks atau kolom), serta sebuah matriks transisi. Markov Chain dibangun dengan menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan, hubungan ketiga matriks tersebut adalah sebagai berikut:

 ·                 =  t  1    1    1 Keterangan

Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t.

LCua = Peluang suatu kelas u menjadi kelas lainnya pada rentang waktu tertentu. MLC = Peluang

Mt = Peluang tahun ke t. Mt+1 = Peluang tahun ke t+1

2.5. Regresi Logistik untuk Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Metode regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kategori atau interval. Peubah kategorik yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Pendekatan model persamaan regresi logistik digunakan karena dapat menjelaskan hubungan antara X dan π (x) yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran dari Y, keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model regresi linear biasa (Agresti, 1990). Peubah kategorik

(8)

yaitu peubah yang berupa data nominal dan ordinal. Jika data hasil pengamatan p peubah bebas yaitu x1, x2, ..., xp dengan peubah respon Y, dengan Y mempunyai dua kemungkinan nilai 0 dan 1, Y=1 menyatakan bahwa respon memiliki kriteria yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki kriteria, maka peubah respon Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π ( xi ) sehingga fungsi sebaran peluang :

[

π(x )

] [

1 (x )

]

,y 0,1

f(yi) = i yi − i 1−yi i =

Model umum regresi logistik dengan p peubah penjelas adalah:  1     

Dimana

π(x) = Peluang terjadi perubahan penggunaan lahan jika π(x)=1, dan tidak terjadi perubahan jika π(x)=0.

g(x) = Peubah tak bebas yi= Peubah tak bebas xi = Peubah bebas

Dengan melakukan transformasi logit diperoleh :   !" #1 $ % Sehingga diperoleh : ε β β β + + + + = X pX p x g( ) 0 1 1 ...

Konstanta β0setara dengan peubah respons ketika peubah penduga bernilai

0 (nol) atau parameter intersep, β1, β2, … dan βp adalah parameter-parameter

koefisien regresi untuk peubah

x

1,

x

2,…

x

p, dan ε adalah error atau sering disebut

residual (Hosmer dan Lemeshow, 1989). G(x) merupakan fungsi transformasi atau penduga logit s. Karena fungsi penghubung yang digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang digunakan disebut sebaran logistik. Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya yaitu metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat disebutkan bahwa metode ini berusaha mencari nilai koefisien yang memaksimumkan fungsi likelihood. Analisis regresi juga bisa digunakan untuk melihat hubungan perubahan

(9)

penggunaan lahan dengan pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan (Lopez et al., 2001). Sementara Tarnama dan Sarasanti (2009) memanfaatkan model logit untuk menduga peluang terjadinya hujandi Banjarbaru.

2.6. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah dan Pengaruhnya terhadap Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan UU No. 26/2007 yang merupakan revisi dari UU No. 24/1992 tentang penataan ruang, bahwa suatu daerah perlu dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal demi mencapai kelangsungan hidup yang berkualitas. Penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rustiadi et al. (2009) perencanaan tata ruang merupakan visi bentuk konfigurasi ruang masa depan yang menggambarkan wujud sistematis dari aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan ruang untuk meningkatkan produktivitas agar dapat memenuhi kebutuhan manusia secara berkelanjutan.

Tujuan dari perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman, dan lestari. Penetapan lokasi yang dipilih harus memberikan efisiensi dan keselarasan yang paling maksimal, dari berbagai benturan kepentingan. Perencanaan yang diusahakan, seringkali mendapat berbagai hambatan yang terbukti dari berbagai bentuk kegiatan yang menyimpang dari alokasi ruang yang telah ditentukan. Kuatnya dorongan konversi di suatu wilayah terkait dengan keinginan pemerintah dalam mengoptimalkan pengembangan wilayahnya melalui pengembangan sektor-sektor yang diharapkan berkontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan daerah (Septiana, 2010).

Perencanaan tata ruang dibedakan menjadi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Provinsi, Kabupaten dan Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. Istilah pola pemanfaatan ruang berkaitan dengan aspek-aspek distribusi (sebaran) spasial sumberdaya dan aktivitas pemanfaatannya. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW yang telah direncanakan.

(10)

Berkaitan dengan berbagai perizinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam pemanfaatan ruang. Hal ini jelas tampak dari kasus reklamasi Pantai Marina, pengembangan pemukiman 384 penduduk di Perbukitan Mijen dan Gunung Pati, dan lain sebagainya yang jelas-jelas sangat merugikan masyarakat dan sekaligus merusak lingkungan ekologis. Menurut Lisdiyono (2008) langkah-langkah yang ditempuh oleh pihak pengambil kebijakan untuk melegitimasi atau membiarkan saja aktivitas-aktivitas yang berlangsung di ruang yang tidak sesuai peruntukannya dapat dibaca sebagai tindakan-tindakan yang memiliki makna-makna tertentu yang bersifat internal. Sebagainya terkait kebijakan penataan ruang Kota Semarang.

Penelitian penataan ruang juga dilakukan oleh Suwignyo (2009) di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Hasilnya diperoleh suatu kebijakan pengendalian ruang yang diatur langsung oleh pemerintah setempat (BAPPEDA), BPN, dan kecamatan. Pengarahan lokasi untuk kegiatan budidaya melalui mekanisme perijinan dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Di Kecamatan Bawen hal tersebut dilakukan dengan pengarahan lokasi industri pada daerah sekitar Desa Lemahireng dan Kelurahan Harjosari. Lokasi pemukiman tersebar di semua Desa/Kelurahan namun sangat dibatasi pada Desa Asinan, Samban dan Doplang agar tidak mengganggu produksi pertanian. Apabila terjadi penyimpangan terhadap rencana tersebut, minimal dalam kurun waktu 5 (lima) tahun(Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan-Rencana Detil Tata Ruang Kecamatan) RUTRK-RDTRK Bawen harus dievaluasi.

Dalam pelaksanaan pemanfaatan lahan belum seluruhnya mengacu kepada RTRW karena beberapa kendala, salah satunya pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian lahan hanya terbatas pada perorangan atau badan hukum yang mengajukan izin lokasi atau hak atas tanah, sedangkan masyarakat pada umumnya belum banyak berpartisipasi bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi RTRW (Junaedi, 2008).

Kabupaten Bungo yang merupakan daerah strategis jalur lintas barat Sumatera yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dalam perkembangannya telah banyak mengalami perkembangan. Hal ini terbukti dalam

(11)

kurun waktu 2000-2006 Kabupaten Bungo telah mengalami dua kali revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Revisi pertama dilakukan untuk menjawab pemekaran wilayah Kabupaten Bungo Tebo menjadi Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Revisi kedua dilakukan untuk mengantisipasi dinamika pembangunan daerah, antara lain untuk memberikan ruang bagi perkebunan dan pertambangan batubara. Misalkan, dulu Kecamatan Bathin II hanya berfungsi sebagai hinterland bagi Kota Muara Bungo, dan persinggahan antara Kota Muara Bungo dengan Muara Tebo. tetapi sekarang telah menjadi pusat pertumbuhan baru yang sudah dibangun beberapa fasilitas perkantoran, pasar lelang karet, dan pabrik kelapa sawit yang diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan baru (Bappeda Kabupaten Bungo, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

mencakup ekspor impor hasil hutan, perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar, realisasi penerimaan negara dari.. perdagangan tumbuhan dan satwa liar ke luar negeri

Multimedia adalah kombinasi dari komputer dan video (Rosch, 1996) Atau multimedia secara umum merupakan kombinasi 3 elemen, yaitu suara, gambar dan teks

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Berdasarkan pada kenyataan tersebut, sebagai bagian dari insan pendidikan yang senantiasa berpikir untuk selalu mengadakan sebagai bagian dari insan pendidikan yang

(3) Selambat-lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini secara lengkap dan benar, Bupati

Beberapa karakteristik yang teridentifikasi pada lapangan diberikan pendekatan penilaian agar dapat masuk pada kelas yang diberikan, akan tetapi penilaian tidak baku terhadap jumlah

Subjek penelitian pada tahap kedua ini adalah orang tua dari subjek tahap pertama yang termasuk kelompok yang memiliki perilaku adaptif yang baik yang dipilih berdasarkan

Penataan, penyediaan, dan pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum di kawasan pertahanan dan keamanan negara harus diintegrasikan dengan pengembangan ruang kota dna rencana