• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 1

BAB 4

ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1 Analisis Sosial.

4.1.1 Pengarustamaan Gender di Kabupaten Kutai Barat.

Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

Pengarusutamaan gender di Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat dari persentase partisipasi perempuan dalam lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan partisipasi angkatan kerja perempuan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Kutai Barat

No Uraian Satuan 2012 2013 2014 2015 2016 1 Partisipasi perempuan di lembaga pemerintah % 24,70 32,25 45,83 45,83 45,83 2 Partisipasi perempuan di lembaga swasta % 3 Persentase jumlah tenaga kerja

di bawah umur

% 4 Partisipasi angkatan kerja

perempuan

%

5 Penyelesaian pengaduan

perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan

%

(2)

4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya di Kabupaten Kutai Barat.

A. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya.

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat.

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan.

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement).

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

B. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya.

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat

(3)

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 3

terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2 Analisis Ekonomi Kabupaten Kutai Barat. 4.2.1 Kemiskinan di Kabupaten Kutai Barat.

Tujuan akhir dari pembangunan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dari berbagai aspek. Namun, seringkali pembangunan daerah termasuk di Kutai Barat mengalami berbagai tantangan dalam mewujudkan hal tersebut. Permasalahan yang seringkali muncul dalam pembangunan di berbagai daerah adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu muncul di setiap daerah termasuk negara dan setiap daerah akan selalu berusahan untuk mengatasi masalah tersebut. Kutai Barat pun menghadapi permasalahan yang sama dalam hal kemiskinan.

Berdasarkan data yang diberikan BPS Kutai Barat, angka kemiskinan Kabupaten Kutai Barat tahun 2014 berada pada 7,7 %. Target angka kemiskinan pada level 7,69 % belum berhasil diturunkan. Angka kemiskinan pada periode 2010 sampai dengan 2014 cenderung menurun kecuali tahun 2012. Pada tahun 2010 angka kemiskinan sebesar 9.90 %, mengalami penurunan sebesar 8,25 % di tahun 2011, naik menjadi 8,28 % di tahun 2012 dan turun sebesar 7,70 % (angka revisi) di tahun 2013. Dan pada tahun 2014 kembali menurun sebesar 7,53 % (angka sementara). Sama halnya dengan jumlah penduduk miskin juga menurun dari 12,11 ribu pada tahun 2014 menjadi 10,96 ribu.

Tabel 4.2

Perkembangan Angka Kemiskinan di Kutai Barat Tahun 2010 - 2014

Uraian

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Angka Kemiskinan (%) 9,90 8,25 8,28 7,70 r) 7,53 *)

Jumlah Penduduk Miskin (dalam ribu) 16,50 14,30 13,50 12,11 r) 10,96 *) Keterangan : r) Angka Revisi; *) Angka Sementara

Sumber Data : BPS Kutai Barat

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita di bawah Garis Kemiskinan. Selama periode 2010 s/d 2014 Garis Kemiskinan naik 33,00 % yaitu dari Rp. 273.851,- per kapita per bulan pada tahun 2010 menjadi Rp.364.224,- per kapita per bulan pada 2014.

(4)

Tabel 4.3

Garis Kemiskinan Kabupaten Kutai Barat Tahun 2010 - 2014

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014

Garis Kemiskinan (Rupiah) 273.851 312.192 337.366 346.971 364,224 Sumber Data : BPS Kutai Barat

(5)

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021

Badan Perencanaan, Penelitian Dan Pengembangan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur 5

Tabel 4.4

Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Daerah

Kabupaten/Kota 2005 2008 2009 2014 Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/ Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/ Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/ Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/ Bulan) Pasir 25.9 14.74 152,634 19.7 10.97 182,782 18.37 10.11 223,208 20.1 7.94 329,478 Kutai Barat 20.1 13.25 188,634 16.65 10.6 239,906 14.3 8.97 245,687 13.2 7.7 364,224 Kutai Kartanegara 73 14.72 177,088 48.16 9.29 247,848 42.48 8.03 248,209 52.1 7.52 362,637 Kutai Timur 26.6 15.08 196,261 24.76 13.2 257,155 22.89 11.88 273,021 27.2 9.06 397,482 Berau 11.3 7.44 202,660 9.63 5.81 259,227 10.13 5.9 279,428 9.7 4.83 396,593 Malinau 10.8 22.54 258,499 10.74 18.24 285,195 10.35 16.55 289,548 Bulungan 20.3 20.52 161,240 19.29 17.14 199,736 16.5 15.96 229,979 Nunukan 21.3 19.13 168,489 19.68 14.96 198,096 18.85 13.47 211,809 Penajam Paser Utara 18.1 14.96 171,657 16.13 12.99 225,972 14.3 11.38 234,325 11.7 7.7 333,861 Balikpapan 17.3 3.96 154,450 17.57 3.49 251,490 18.44 3.58 281,245 14.9 2.48 425,146 Samarinda 33.6 5.78 179,646 27.65 4.67 249,006 28.97 4.84 306,730 36.6 4.63 460,975 Tarakan 13.2 8.33 187,023 19.95 10.99 296,000 18.41 9.65 300,459 Bontang 7.6 6.23 167,486 9.54 7.26 240,748 9.03 6.66 285,402 8.2 5.16 422,951

(6)

Sepanjang 2009 hingga 2014, Kutai Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 1.100 orang atau 1,27%. Penurunan tingkat kemiskinan diikuti dengan kenaikan standar garis kemiskinan dari Rp245.687 per kapita per bulan pada tahun 2009 menjadi Rp 364.224 per kapita per bulan pada tahun 2014. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di beberapa sektor ekonomi. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di beberapa sektor seperti yang disebutkan di atas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran misalnya, menunjukkan dinamika yang cukup baik seiring dengan perkembangan perdagangan besar dan eceran. Pengurangan tingkat kemiskinan akan terus diupayakan melalui kegiatan ekonomi masyarakat seperti UBK, ADK, dan sebagainya uyang diharapkan mampu merangsang masyarakat untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Kemiskinan pada dasarnya disebabkan oleh pengangguran, sehingga dampak pengangguran dan kemiskinan dapat menimbulkan tindak kejahatan, sehingga kejahatan berkorelasi positif dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat Kabupaten Kutai Barat.

1. Perumahan.

Penyediaan perumahan terbesar masih ditunjang oleh perumahan kampung. 61,08% merupakan rumah permanen (Tipe A), 38% berupa rumah semi permanen (Tipe B) dan selebihnya atau 0,2% merupakan rumah temporer (Tipe C). Penyediaan perumahan lainnya berupa komplek perumahan yang telah ada di Kecamatan Sekolaq Darat dan Kecamatan Barong Tongkok. Permasalahan muncul ketika penyediaan perumahan tidak menjawab kebutuhan masyarakat akan lokasi, kemudahan akses, kelengkapan fasilitas umum hingga kelengkapan infrastruktur. Akibatnya banyak unit rumah dalam komplek perumahan tidak terhuni, untuk selanjutnya rumah digunakan sebagai komoditas investasi saja.

2. Jalan Lingkungan.

Untuk jalan lingkungan di kawasan permukiman yang ada di Kabupaten Kutai Barat hampir sebagian besar berupa jalan semen, aspal dan kayu ulin. Untuk jalan-jalan lingkungan sudah banyak dilakukan perbaikan dan pengembangan melalui kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kutai Barat pada Bidang Cipta Karya sebagai upaya mengatasi masalah lingkungan dan kemiskinan di Kabupaten Kutai Barat. Untuk kegiatan pengembangan jaringan jalan adalah pembuatan jalan baru, semenisasi gang lingkungan dan pembuatan serta perbaikan jalan kayu ulin khususnya di kawasan permukiman pesisir Sungai Mahakam.

(7)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 7

3. Saluran Air Hujan/ Drainase.

Sistem drainase di kawasan permukiman yang ada di Kabupaten Kutai Barat saat ini masih banyak yang belum optimal bahkan cenderung berubah fungsi. Drainase jalan yang harusnya hanya berfungsi atau di desain untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan yang jatuh ke badan jalan tetapi juga berfungsi untuk menampung air buangan selain dari air hujan. Akibatnya kapasitas saluran tersebut tidak cukup sehingga meluap. Dari segi fisik prasarana yang ada sebagian besar saluran drainase kota berupa saluran dari pasangan batu dan batako, namun kondisi saat ini tidak sedikit dari saluran tersebut yang mengalami kerusakan. Sedimentasi di saluran drainase cukup besar baik itu berasal dari material tanah/pasir dan sampah baik organik maupun non organic dan juga tumbuhnya rerumputan dan semak belukar. Dari hasil pengamatan di lapangan beberapa faktor yang menghambat kurang lancarnya aliran air di sistem drainase Kabupaten Kutai Barat disebabkan oleh :

Kapasitas saluran dan gorong-gorong kurang memadai / kurang besar.

Pendangkalan saluran akibat sedimen dan juga hambatan aliran oleh sampah dan tumbuhnya rerumputan dan semak belukar.

4. Prasarana Air Minum.

Penyediaan air bersih di Kabupaten Kutai Barat dibedakan atas sistem perpipaan dan non perpipaan. Sebagaian besar penduduk Kabupaten Kutai Barat mengandalkan sumur (non-perpipaan) sebagai sumber penyediaan air bersih rumah tangga sehari-hari, Penyediaan air bersih dengan sistem perpipaan dikelola oleh PDAM Kabupaten Kutai Barat. Pada umumnya penduduk diwilayah kota Kabupaten Kutai Barat dan ibu kota kecamatan menggunakan air bersih berdasarkan penyebaran angket pada Responden non pelanggan yang memiliki sumber air sendiri seperti sumur berjumlah 57,5 %, memanfaatkan sungai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan air minum berjumlah 34,5 %, mata air 6 %, 4 % memanfaatkan jasa penjual air. Kuantitas air yang disuplai belum mencukupi kebutuhan yang ada. Jumlah Sumber Air Baku ada 11 unit terdiri dari 10 unit menggunakan sungai permukaan dan 1 unit mata air. Jumlah penduduk yang terlayani tersebut dilayani oleh sistem air bersih perpipaan dengan sambungan per 31 Desember 2015 9.565 unit dengan cakupan pelayanan 34 % dari jumlah penduduk 167.574 jiwa. Jumlah Sabungan Langsung 9.565 unit tersebar dari Ibu Kota Sendawar dan Ibu Kota Kecamatan di lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

5. Prasarana Air Limbah.

Untuk pengelolaan air limbah di Kabupaten Kutai Barat belum dilakukan dengan baik karena belum banyak yang daerah – daerah kumuh yang dibangun prasarana dan sarana penanganan air limbah dan kebanyakan masyarakat Kutai Barat banyak menggunakan Prasarana Pribadi di rumah – rumah.

(8)

Pengelolaan air limbah dapat dijabarkan kedalam jenis fasilitas pembuangan tinja serta prasarana penampungan akhir kotoran (tinja). Di Kabupaten Kutai Barat, sebagian besar rumah tangga telah memiliki fasilitas MCK individu (kloset leher angsa), walaupun masih ada yang belum terlayani fasilitas kloset sehingga pembuangan dilakukan melalui fasilitas milik bangunan non-perumahan (masjid, langgar, dll) maupun melalui drainase alami yang ada di sekitarnya (misal: sungai).

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir mahakam untuk keperluan BAB-nya masih ada yang dilakukan dibibir-bibir sungai mahakam. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan kurangnya memperhatikan kesehatan. Kondisi ini juga dipengaruhi kurangnya dukungan PSD di kawasan permukiman khususnya di kawasan padat kumuh dan kawasan kumuh pesisir sungai mahakam.

6. Prasarana Persampahan.

Pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah ke TPS dilaksanakan oleh penghasil sampah. Masyarakat penghasil sampah memindahkan sampah yang dihasilkannya ke suatu tempat yang berfungsi sebagai TPS, dapat berupa peralatan terbuka, atau bak sampah. Untuk pola penanganan lainnya terkait persampahan di kawasan permukiman, pelaksanaan pengumpulan sampah dari wadah sampah dilaksanakan oleh petugas kebersihan (Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan) dan secara langsung dipindahkan ke dalam truk pengangkut sampah. Pola individu langsung ini dilaksanakan pada area-area permukiman teratur dan permukiman dipinggir jalan utama yang dilalui oleh truk pengangkut sampah.

Untuk menunjang kegiatan penanganan persampahan di kawasan permukiman khususnya Kawasan Perkotaan Sendawar yaitu Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak dan Kecamatan Sekolaq Darat, , pada saat ini untuk terdapat sarana dan prasarana pendukung yakni Tempat Pembuangan Akhir di Dusun Belau seluas 25 Ha dengan sistem sanitary landfill. Pelaksanaan daur ulang dan pengomposan oleh pihak kelompok masyarakat atau perorangan dalam rangka peningkatan pendapatan belum dilaksanakan di Kabupaten Kutai Barat.

4.3 Analisis Lingkungan Kabupaten Kutai Barat.

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya

(9)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 9

Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

(10)

j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur. 2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya

berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan

(11)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 11

dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan. Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPIJM.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut. Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 4.1.

Tabel 4.5

Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No Kriteria Penapisan Penilaian

Uraian Pertimbangan Kesimpulan (Signifikan/Tidak)

(1) (2) (3) (4)

1. Perubahan Iklim

2. Kerusakan, Kemerosotan dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati 3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah

bencana banjir, longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan.

4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan

6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan

(12)

ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Tabel 4.6

Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Contoh Lembaga

(1) (2)

Pembuat Keputusan a.Bupati/Walikota

b.DPRD

Penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program Dinas PU-Cipta Karya

Instansi a.Dinas PU-Cipta Karya

b.BPLHD Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian

(perorang/tokoh/kelompok)

a.perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya b.asosiasi profesi

c.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

d.LSM/pemerhati Lingkungan Hidup e.perorangan/tokoh

f.kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA

Masyarakat terkena dampak a.lembaga adat

b.asosiasi pengusaha c.tokoh masyarakat d.Organisasi masyarakat

(13)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 13

dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan: 1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan

lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Tabel 4.7

Contoh Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Pengembangan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan

Bidang Cipta Karya

Penjelasan Singkat

(1) (2)

Lingkungan Hidup Permukiman

Isu 1 : kecukupan air baku untuk air minum. contoh : kekeringan, menurunya kualitas air

Kota… mempunyai sumber air baku dari sungai… yang sudah tercemar

Isu 2 : Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal. Contoh : pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman

Isu 3 : Dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan. Contoh : kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

Ekonomi

Isu 4 : kemiskinan berkolerasi dengan kerusakan lingkungan. Contoh : pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir

Sosial

Isu 5 : Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit. Contoh : menyebarnya penyakit diare

c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)

Tabel 4.8

Contoh Tabel Identifikasi KRP

No Komponen Kebijakan/rencana/program Kegiatan Lokasi (Kecamatan) Kelurahan(jika ada) (1) (2) (3) (4) 1. Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).

(14)

2). Dst.

3. Pengembangan Air Minum 1).

2). Dst.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman

1). 2). Dst.

d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah Tabel 4.9

Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah No Komponen

Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Pengaruh Pada Isu-isu Strategis Berdasarkan Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan

Bobot Lingkungan Hidup Permukiman

Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total Bobot Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Pengembangan Permukiman 1). 2). Dst. 2. Penataan Bangunan & Lingkungan 1). 2). Dst.

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negative pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

(15)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 15

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Tabel 4.10

Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman

1). 2). Dst.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).

2). Dst.

3. Pengembangan Air Minum

1). 2). Dst.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).

2). Dst.

Tabel 4.11

Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS

No. Komponen kebijakan, rencana dan/atau program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengitegritasian hasil KLHS

(1) (2) (3)

1. Pengembangan Permukiman

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 3. Pengembangan Air Minum

(16)

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH. Tabel 4.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan AMDAL.

4.3.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH.

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL 3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Tabel 4.12

Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup

Strategis (KLHS

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

a) Rujukan Peraturan Perundangan b) Pengertian Umum

c) Kewajiban Pelaksanaan

d) Keterkaitan Studi Lingkungan Dengan e) Mekanisme Pelaksanaan

f) Muatan Studi Lingkungan g) Out put h) Out come i) Pendanaan j) partisipasi Masyarakat K) Atribut lainnya a. Posisi b. Pendekatan c. Fokus Analisis d. Dampak Komulatif e. Titik Berat Telaah f. Alternatif

g. Kedalaman h. Deskripsi proses

i. Focus pengendalian dampak j. Institusi penilai

(17)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 17

Tabel 4.13

Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL

No Jenis Kegiatan Skala/Besaran

A. Persampahan :

a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan Sistem Control landfill/sanitary landfill

- Luas Kawasan - Kapasitas Total

b. TPA di daerah pasang surut - Luas landfill, atau - Kapasitas total

c. Pembangunan transfer station - Kapasitas

d. Pembangunan Instalasi pengolahan sampah terpadu - Kapasitas

e. Pengolahan dengan incinerator - Kapasitas

f. Composting plant - kapasitas

g. Transportasi sampah dengan kereta api - Kapasitas

B. Pembangunan/Permukiman

a. Kota Metropolitan, Luas b. Kota Besar, Luas

c. Kota Sedang dan Kecil, Luas d. Keperluan Settlement Transmigrasi C. Air Limbah Domestik

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas Penunjang. - Luas, atau

- Kapasitas

b. Pembangunan IPAL limbah domestic, termasuk fasilitas penunjang

- Luas, atau - Kapasitasnya

c. Pembangunan system perpipaan air limbah - Luas layanan, atau

- Debit air limbah

D. Pembangunan saluran drainase (Primer dan/atau skunder) di permukiman

a. Kota Besar/Metropolitan, atau d. Kota Sedang, panjang

E. Jaringan air bersih di kota besar/metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi

- Luas layanan

b. Pembangunan jaringan tranmisi - Panjang

(18)

Tabel 4.14

Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL

Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya

a. Persampahan - Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan system

controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :

Luas Kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas Total < 10.000 ton - TPA daerah pasang surut

Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas Total 5.000 ton - Pembangunan Transfer Station

Kapasitas < 1.000 ton/hari

- Pembangunan Instalasi/pengolahan sampah terpadu

Kapasitas < 500 ton - Pembangunan Incenerator

Kapasitas < 500 ton/hari

- Pembangunan instansi pembuatan kompos Kapasitas > 50 s.d < 100 ton/ha

b. air limbah domestik

c. drainase permukaan perkotaan d. air minum

e. pembangunan gedung

f. pengembangan kawasan permukiman baru g. peningkatan kualitas permukiman

h. penanganan kawasan kumuh perkotaan

Tabel 4.15

Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya

No Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Pengembangan Permukiman

1). 2). Dst.

2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).

2). Dst.

3. Pengembangan Air Minum 1).

2). Dst.

4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan 1).

2). Dst.

(19)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur

BIDANG PU/CIPTA KARYA 2016 - 2021 19

4.3.3 Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat.

Dalam mengidentifikasi analisis sosial, ekonomi dan lingkungan, dapat dimasukkan beberapa hal yang berhubungan dengan isu pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kutai Barat.

Tabel 4.16

Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya di Kutai Barat NO PENGELOMPOKAN ISU-ISU PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN BIDANG CIPTA KARYA

PENJELASAN SINGKAT

(1) (2) (3)

5.1 Sosial

1. Belum optimalnya upaya untuk mewujudkan Kabupaten Kutai Barat sebagai Kabupaten layak anak

Infrastruktur yang mendukung sebagai kota layak anak masih belum optimal, misalnya taman bermain anak.

2. Rendahnya peran serta perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam pembangunan daerah Kabupaten Kutai Barat

Keseimbangan gender masih perlu ditingkatkan terutama yang terkait dengan keanggotaan dalam legislative dan posisi kunci di bidang eksekutif.

3. Belum optmalnya upaya penyiapan dan peningkatan sumber daya manusia dalam upaya penyelenggaraan program penununjang pembangunan keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

SDM yang terkait dengan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera masih kurang memadai terutama yang bertugas di daerah-daerah pedalaman

4. Ketersediaan layanan keluarga belum mencukupi Belum mencukupi dalam bidang sarana dan prasarana keluarga berencana.

5. Belum optimalnya upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan manajemen usaha khususnya bagi keluarga pra sejahtera.

Masih perlu upaya-upaya yang serius dari pemerintah daerah untuk mengentaskan keluarga pra sejahtera menjadi keluarga sejahtera, terutama dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.

5.2 Ekonomi

1. Belum tersedianya sub sistem agro-industri yang dititik beratkan pada pengembangan industry yang berkualitas dan berdaya saing

Sub–sistem agroindustri masih bertumpu pada sub sistem konvensional yang belum mampu mengantisipasi perkembangan kualitas dan daya saing yang tinggi di pasaran.

2. Belum optimalnya produktivitas pertanian dalam arti luas

Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga produksinya belum optimal. Permasalahan pertanian diantaranya terkait dengan infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal.

3. Ketersediaan pangan mandiri untuk pemenuhan kebutuhan pangan local belum mencukupi.

Produktivitas pertanian masih banyak mengalami permasalahan sehingga produksinya belum optimal dan belum bisa mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Permasalahan pertanian diantaranya terkait dengan infrastruktur irigasi yang belum memadai dan belum menjangkau seluruh lahan-lahan pertanian serta masalah pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan, pengolahan lahan serta pemasaran hasil pertanian yang belum optimal. 5.3 Lingkungan

(20)

1. Rendahnya pengelolaan persampahan dan limbah domestik

Rendahnya pengelolaan persampahan hampir di semua kota Kabupaten dan kecamatan di Kabupaten Kutim.

2. Belum optimalnya tata kelola sanitasi lingkungan dan air bersih yang baik

Terutama di kota Kabupaten dan kota kecamatan

3. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang belum terintegrasi dan belum mempunyai legalitas formal.

Terutama di Kecamatan Sangata Utara 4. Belum maksimalnya perlindungan keanekaragaman

hayati

Terutama di hutan-hutan primer dan kawasan pesisir.

5. Belum adanya pengakuan terhadap masyarakat hukum adat terkait kawasan konservasi.

Terutama masyarakat hukum adat yang berada di Muara Wahau dan Kombeng 6. Daya dukung dan daya tampung lingkungan rendah Daya dukung dan daya tampung

lingkungan yang rendah terutama berada di sekitar area pertambangan batubara dan Kota Sangatta Utara.

7. Belum ada basis data lingkungan Basis data lingkungan yang tersedia belum lengkap dan belum terintegrasi dengan baik.

8. Rendahnya kualitas air dan kualitas udara Terutama di Kota Sangata Utara dan area hutan yang mengalami kebakaran hutan.

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN FISIK-MOTORIK DENGAN KESIAPAN SEKOLAH ANAK DI KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG : Penelitian Korelasional Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di

Perbanyakan benih tanaman buah merah disarankan menggunakan bahan setek yang berasal dari tunas atau anakan, dengan media tanah : pupuk organik (2:1) atau tanah

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang ada di kelas 5, guru masih menggunakan metode konvensional ceramah dan penugasan, sehingga siswa terlihat pasif

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dipaparkan terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: Terdapat kontribusi yang signifikan antara

Proses tersebut dilakukan secara manual dimana hal tersebut dinilai kurang efisien dan efektif dikarenakan dalam prakteknya, membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan sektor jasa keuangan dan asuransi dalam perekonomian Provinsi Riau.Data yang digunakan adalah data sekunder yang

Jadi pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam proses kegiatan belajar mengajarnya, dengan setiap kelompok

IPK Materi Indikator Soal Level kogniti f Bentuk Soal No Soal Menentukan dan menganalisi s ukuran pemusatan dan penyebaran data yang disajikan dalam bentuk tabel