BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan IPA di sekolah dasar merupakan salah satu program pembelajaran yang diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (Depdiknas 2006).
Pelajaran IPA di Sekolah Dasar sudah diberikan sejak siswa duduk di bangku kelas I Pelajaran IPA berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan-kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu, pendidikan IPA juga diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dikehidupan sehari-hari. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah dasar. Pembelajaran IPA di SD menekankan pembelajaran pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Maka dibutuhkan suatu pembelajaran IPA di SD yang memperhatikan karakteristik perkembangan peserta didik, bahwa anak usia 7-12 tahun berada pada fase
operasional kongkret. Anak pada fase ini berfikir atas dasar pengalaman konkret/nyata.
menggunakan metode konvensional ceramah dan penugasan, sehingga siswa terlihat pasif dan keaktifan siswa dikelas tidak muncul sehingga berdampak pada hasil belajar siswa rendah. Dengan menggunakannya metode yang masih konvensional tersebut, dalam hal ini siswa cenderung pasif karena dalam mempelajari ilmu sebagian besar diperoleh dari guru, siswa tidak diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dan kurang mandiri dalam belajar. Siswa akan lebih paham apabila kegiatan memperoleh informasi atau kegiatan belajar, mereka dapatkan
sendiri. Jadi informasi tak hanya dia dapat dari mendengarkan penjelasan guru tapi siswa juga berusaha belajar mandiri.
Melihat kondisi tersebut perlu ada perbaikan dalam pengggunaan metode atau model pembelajaran. Karena dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, pelajaran IPA pada umumnya kurang disukai oleh siswa. Hal ini dikarenakan di dalam IPA terdapat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sukar dipelajari siswa. Selain itu kurangnya kesadaran siswa bahwa aturan-aturan yang ada pada IPA mengajarkan untuk berpikir logis, rasional, kritis, cermat, efisien, efektif yang akan berguna pada era yang akan datang. Hal ini dapat berpengaruh pada perkembangan belajar IPA di tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu sering kali terjadi taraf ketuntasan pada pelajaran IPA rendah.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan meskipun matematika diajarkan dengan presentase jam pelajaran yang lebih banyak, namun prestasi siswa dalam bidang IPA relatif rendah bila dibandingan dengan mata pelajaran lain. Prestasi yang rendah dikarenakan hasil belajarnya rendah. Hasil belajar berupa kognitif, afektif dan psikomotor yang merupakan hasil dari proses belajar. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam harus diselesaikan secara tuntas karena untuk bisa mengikuti materi yang selanjutnya siswa harus sudah benar-benar memahami dan
Dalam tujuan meningkatkan keaktifan siswa berupa keinginan, kemauan dan perhatian akan bertambah maka diperlukan metode yang sesuai. Keaktifan pembelajaran dapat dilihat dari segi perhatian, menjawab, bertanya, dan menanggapi oleh siswa terhadap materi yang disajikan guru.
Berdasarkan hasil pengamatan dan observasi dan wawancara dengan guru kelas 5 di SDN Randuacir 02 selama proses pembelajaran IPA, guru menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan penugasan, artinya guru hanya menyampaikan informasi yang diketahui oleh guru dan penyajian bahan
oleh siswa. Meskipun penugasan merupakan rangsangan untuk siswa, namun penugasan kadang tidak diketahui oleh guru, apakah tugas tersebut dikerjakan sendiri atau hanya mencontek temannya saja. Berarti keberhasilan siswa sulit untuk diukur. Metode ini membuat kegiatan belajar mengajar di kelas lebih terfokus pada guru, sehingga partisipasi siswa di dalam kelas kurang aktif dan siswa cenderung menjadi pasif. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA masih tergolong rendah. Rendahnya Keaktifan siswa disebabkan kurangnya keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran yang ditandai kurangnya perhatian siswa pada saat mengikuti pelajaran. Hanya ada 2 siswa yang berani bertanya dan hanya ada 1 siswa yang bertanya pada saat usai pelajaran, 4 siswa yang bisa menjawab pertanyaaan guru, dan belum ada siswa yang berani mengemukakan pendapat. Belajar ditandai tidak adanya timbal balik antara siswa dan guru seperti bertanya, menjawab, menanggapi, sehingga perhatian terhadap mata pelajaran kurang.
Ketepatan pemilihan metode sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Proses pembelajaran IPA di SDN Randuacir 02 saat ini dikatakan belum berhasil karena hasil yang dicapai masih dibawah nilai kentuntasan minimal yaitu 70. Hal ini terbukti dari hasil nilai rata-rata siswa kelas 5 pada
TSTS (two stay two stray) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN Randuacir 02.
1.2Identifikasi Masalah
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang ada di kelas 5, guru masih menggunakan metode konvensional ceramah dan penugasan, sehingga siswa terlihat pasif dan keaktifan siswa dikelas tidak muncul sehingga berdampak pada
hasil belajar siswa rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa permasalahan yang ada adalah metode pembelajaran yang tidak tepat.
Salah satu upaya perbaikan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat. Salah satunya adalah menggunakan metode pembelajaran kooperatif, dimana pembelajaran kooperatif tersebut melibatkan langsung seluruh siswa dalam bentuk kelompok-kelompok. Metode pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran memiliki berbagai variasi. Salah satu variasi tersebut model/tipe yang dikembangkan oleh Spanser Kagan yaitu Model Two Stay Two Stray (TSTS). Pembelajaran menggunakan metode koopeatif tipe Two Sray Two
Stray (TSTS) tidak hanya memberi kesempatan siswa untuk membagikan hasil dan
mendapatkan informasi, tetapi model ini juga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran Two Stay Two Stray/ Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah yang menjadi fokus dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah apakah aktivitas yang
diduga dapat ditingkatkan dengan Model Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuaraikan tersebut, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keaktifan siswa dalam pembelajaran dengan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)?
2. Apakah pembelajaran dengan model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan hasil belajar IPA?
1.4Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuaraikan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan keaktifan belajar IPA siswa melalui model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).
2. Meningkatkan hasil belajar IPA melalui model kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) .
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Siswa
Penelitian ini sebagai masukan untuk meningkatkan aktivitas siswa yang meliputi perhatian, bertanya, menjawab, dan menanggapi, serta meningkatkan hasil belajarnya.
2. Guru
Penelitian ini sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran supaya dapat mengoptimalkan penggunaan metode pembelajaran.
3. Sekolah
kemajuan suatu sekolah. Hal ini akan menambah kepercayaan masyarakat akan kualitas sekolah.
4. Peneliti selanjutnya