• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. empedu, yang diperlukan untuk mencerna lemak. Kolesterol sangat dibutuhkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. empedu, yang diperlukan untuk mencerna lemak. Kolesterol sangat dibutuhkan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kolesterol

Kolesterol adalah suatu zat lemak yang terdapat pada seluruh produk binatang. Kolesterol sangat dibutuhkan bagi tubuh dan digunakan untuk membentuk membran sel, memproduksi hormon seks dan membentuk asam empedu, yang diperlukan untuk mencerna lemak. Kolesterol sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesehataan yang optimal. Bila kadar kolesterol didalam darah terlalu tinggi akan terjadi pengendapan pada dinding pembuluh darah, dan ini dapat mengakibatkan resiko tinggi terhadap penyakit jantung (Guyton dan Hall, 2006)

Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, sedangkan kolesterol yang dibentuk di dalam tubuh dalam jumlah yang lebih besar disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi sel tubuh lain juga membentuk sedikit kolesterol. Hal ini dibuktikan dengan struktur membran dari sel sebagian disusun dari zat yang berstruktur dasar inti sterol ini (Guyton dan Hall, 2006)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi kolesterol plasma adalah konsumsi kolesterol yang berfungsi sebagai kontrol umpan balik instrinsik, diet tinggi lemak yang jenuh, diet lemak tidak jenuh akan menekan konsentrasi kolesterol plasma, kekurangan insulin, dan kekurangan hormon steroid akan meningkatkan konsentrasi kolesterol darah sedangkan kelebihan hormon steroid

(2)

akan menurunkan konsentrasi kolesterol plasma (Guyton dan Hall, 2006).

Lemak (fat) yang diserap dari makanan dan disintesis oleh hati dan jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ untuk digunakan dan disimpan. Lemak plasma terdiri dari triasilgliserol (16%), fosfolemak (30%), kolesterol (14%), ester kolesterol (36%) dan asam lemak bebas (4%). Lemak diangkut didalam plasma sebagai lipoprotein. Empat kelompok utama lipoprotein penting yaitu : kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. Kilomikron mengangkut lemak yang dihasilkan dari pencernaan dan penyerapan, VLDL mengangkut triasilgliserol dari hati, LDL menyalurkan kolesterol ke jaringan, dan HDL membawa kolesterol ke jaringan dan mengembalikannya ke hati untuk diekskresikan dalam proses yang dikenal sebagai transpor kolesterol terbalik atau reverse cholesterol transport (Murray et al. 2003).

Sejauh ini manfaat kolesterol nonmembran yang paling banyak dalam tubuh adalah untuk membentuk asam kolat di dalam hati. Sebanyak 80 persen kolesterol dikonversi menjadi asam kolat. Kolesterol berkonjugasi dengan zat lain membentuk garam empedu, yang membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Sebagian kecil dari kolesterol dipakai oleh kelenjar adrenal untuk membentuk hormon adrenokortikal; ovarium, untuk membentuk progesteron dan estrogen; dan oleh testis untuk membentuk testosteron. Kelenjar-kelenjar ini juga dapat membentuk sterol sendiri dan kemudian membentuk hormon dari sterol tersebut.

Sejumlah besar kolesterol diendapkan dalam lapisan korneum kulit. Hal ini bersama dengan lemak lainnya, membuat kulit lebih resisten terhadap absorbsi zat yang larut dalam air dan juga kerja dari berbagai zat kimia, karena kolesterol dan

(3)

lemak lain sangat tidak berdaya terhadap zat-zat seperti asam lemak dan berbagai pelarut, yang bila tidak dapat lebih mudah menembus tubuh. Juga, zat lemak ini membantu mencegah evaporasi air dari kulit; tanpa proteksi ini jumlah evaporasi (seperti terjadi pada pasien yang kehilangan kulitnya karena luka bakar) dapat mencapai 5 sampai 10 liter setiap hari sedangkan kehilangan yang biasa hanya 300 sampai 400 mililiter (Guyton dan Hall, 2006).

Kolesterol dan fosfolemak bersama-sama membentuk struktural khusus di seluruh sel tubuh, terutama untuk pembentukan membran. Sejumlah besar kolesterol dan fosfolemak terdapat dalam sel membran dan membran organel bagian dalam dari semua sel. Perlu juga diketahui bahwa rasio jumlah kolesterol dan fosfolemak teruma penting untuk menentukan kandungan cairan sel membran. Untuk membentuk membran, harus tersedia zat yang tidak larut dalam air. Umumnya, satu-satunya zat dalam tubuh yang tidak larut dalam air (selain zat anorganik tulang) adalah lemak dan beberapa protein. Jadi, integritas fisik sel di semua tempat dalam tubuh didasarkan terutama pada fosfolemak, kolesterol, dan protein tidak larut tertentu. Muatan polar pada fosfolemak juga mengurangi tegangan antar permukaan antara membran dan cairan sekitarnya.

Fakta lain yang menunjukkan pentingnya kolesterol dan fosfolemak untuk pembentukan struktur elemen sel adalah kecepatan pergantian yang diukur dalam bulanan atau tahunan. Misalnya, fungsi kolesterol dan fosfolemak di dalam sel otak terutama berhubungan dengan sifat fisik keduanya yang tidak dapat dirusak (Guyton dan Hall, 2006).

(4)

2.2 Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) Kolesterol merupakan penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi membantu absorbsi asam lemak dari usus kecil, juga merupakan prazat (precursor) bagi pembentukan asam empedu, hormon steroid, dan vitamin D (Harper, 1980). Akhir-akhir ini kolesterol banyak menarik perhatian karena diduga ada hubungan antara kadar kolesterol dalam darah dengan penyakit jantung koroner, dan penyumbatan pembuluh darah (atherosclerosis). Kolesterol di dalam darah beredar tidak dalam keadaan bebas, akan tetapi berada dalam partikel-partikel lipoprotein. Lipoprotein merupakan senyawa kompleks antara lemak dan protein. Dalam serum darah lipoprotein terdiri atas 4 jenis, yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL) (Devlin, 1992). Kilomikron mengandung 96 % trigliserida; 1,7 % protein; 1,75 % kolesterol; dan 0,6 % fosfolipid. Kilomikron berfungsi sebagai pengangkut lemak dari usus ke tempat-tempat yang membutuhkan. VLDL mengandung 60 trigliserida; 15 % kolesterol; 10 % protein; dan 15 % fosfolipid.

VLDL berfungsi sebagai pengangkut trigliserida endogen dari tempat-tempat pembentukannya ke tempat yang membutuhkan. LDL mengandung 10 % trigliserida; 45 % kolesterol; 25 % protein; dan 20 % fosfolipid. LDL berfungsi mengangkut kolesterol dari sel yang satu ke sel lainnya dimana kolesterol tersebut diperlukan untuk pembentukan hormon sterol dan steroid. HDL mengandung 3 % trigliserida; 18 % kolesterol; 50 % protein, dan 30 % fosfolipid. HDL berfungsi mengangkut kolesterol ke hati untuk didegradasi menjadi asam empedu dan

(5)

dibuang dalam kantong empedu. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa LDL mengandung kolesterol yang cukup tinggi, hal ini berarti bahwa dengan peningkatan kadar LDL di dalam darah selalu disertai hiperkolesterolemia. Apabila kadar HDL di dalam serum darah rendah maka kolesterol yang dimetabolisme relatif sedikit, sehingga banyak kolesterol yang tertimbun. Akibat penimbunan ini terjadi hiperkolesterolemia, dan lebih lanjut akan menjadi atherosclerosis, yaitu terjadi pengendapan kolesterol dan lemaka lainnya pada dinding arteri, dan lebih lanjut akan terjadi pengerasan dinding arteri tersebut (Mathews dan van Holde, 1991:627). Dari hasil penelitian diperoleh suatu kenyataan bahwa HDL mempunyai sifat spesifik, karena hubungannya yang bersifat negatif terhadap atherosclerosis dan hiperkolesterolemia. Semakin tinggi kadar kolesterol-HDL dalam serum darah maka akan semakin kecil kemungkinan individu tersebut mengalami penyakit atherosclerosis (Sunaryo, dkk, 1985). Lebih lanjut Linder (1985) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kadar kolesterol sekitar 260 mg/100 ml darah mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk terkena penyakit jantung koroner dari pada orang yang kadar kolesterolnya di bawah 220 mg/100 ml.

2.3 Jamblang

Jamblang (Syzygium cumini) merupakan tumbuhan beriklim tropis yang berasal dari India, Burma, Ceylon (Morton, 1978). Tanaman ini juga tumbuh di bagian selatan Asia termasuk Myanmar dan Afganistan. Di Indonesia, tanaman ini juga dikenal dengan berbagai nama diantaranya adalah jambolan, jambolana, jamblang, jambul, juwet, dan jamun. Klasifikasi dari tanaman jamblang adalah

(6)

kingdom: Plantae, divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, ordo: Myrtales, famili: Myrtaceae, genus: Syzygium, dan spesies: S. cumini (Morton, 1978).

Tanaman ini kokoh, bercabang banyak, percabangannya tidak beraturan dan rendah (Morton, 1978). Tinggi maksimum dari tanaman ini dapat mencapai 30 meter dan diameter batangnya 40-90 cm. Kulit kayu yang berada di bagian bawah tanaman kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin ke atas akan semakin licin dan berwarna kelabu muda. Daunnya saling berhadapan, bentuknya bundar telur sampai lonjong, berukuran 5-25 cm panjangnya dan 2-10 cm lebarnya. Pangkal daunnya berbentuk membundar, sedangkan ujungnya tumpul atau berujung lancip. Tepi daunnya rata dan berpinggir tipis serta tembus pandang. Selagi muda daunnya berwarna merah muda, setelah tua daunnya menjadi kasar, berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atasnya. Jika diremas, daunnya agak berbau terpentin (Verheij dan Coronel, 1997). Bunganya kecil-kecil, berwarna putih keabu-abuan sampai merah jambu, dan wangi. Pada umumnya muncul dari cabang-cabang yang tidak berdaun. Daun mahkotanya berbentuk bundar dan berjumlah 4 helai (Verheij dan Coronel, 1997).

Buahnya berbentuk lonjong sampai bulat telur, seringkali membengkok, bermahkotakan cuping kelopak. Panjang buahnya 1-5 cm warnanya berubah dari hijau sampai ungu tua dan berwarna hampir hitam saat sudah matang dengan sempurna. Buahnya bergerombol dari hanya 10 sampai 40 buah (Morton, 1978). Di Indonesia, daging buahnya berwarna putih sampai agak keunguan, mengandung banyak sari buah, hampir tidak berbau. Daging buahnya berasa sepat, kadang-kadang tidak terlalu enak, dan rasanya bervariasi dari asam sampai

(7)

agak manis. Memiliki kulit buah yang tipis, halus, dan mengkilat. Biji buahnya berjumlah 0–5 butir, berbentuk lonjong, panjangnya sampai 3.5 cm, dan berwarna hijau sampai coklat (Morton, 1978).

Klasifikasi buah Jamblang Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium Spesies : S. Cumini Gambar 2.1

Buah Jamblang (Syzygium cumini) (Safitri, 2012)

Buah jamblang yang mempunyai ukuran dan kualitas bagus biasanya mempunyai rasa manis atau sedikit asam. Buah yang sudah matang biasanya dimakan dalam keadaan segar. Di Filipina dan India, buah jamblang yang sudah matang ini ditaburi dengan garam dan diaduk dalam sebuah mangkuk tertutup untuk melunakkannya. Buah ini juga biasa diolah menjadi sari buah, jeli, atau anggur. Di Filipina, anggur jamblang diproduksi secara komersial. Daunnya digunakan sebagai pakan ternak. Bunganya mengandung banyak nektar yang dari situ kumbang membuat madu dengan kualitas yang baik. Kulit kayunya terasa sepat dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai pewarna. Tepung bijinya bermanfaat untuk mengobati kencing manis, disentri, diare, dan penyakit lainnya (Verheij dan Coronel, 1997). Nilai gizi yang

(8)

terkandung dalam buah jamblang per 100 gramnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1

Kandungan nilai gizi buah jamblang per 100 g (Verheij dan Coronel, 1997)

Kandungan Jumlah (satuan)

Air 84 – 86 g Protein 0.2 – 0.7 g Lemak 0.3 g Serat kasar 0.3 – 0.9 g Karbohidrat 14 – 16 g Abu 0.4 – 0.7 g Kalsium 8 – 15 mg Fosfor 15 mg Besi 1.2 mg Riboflavin 0.01 mg Vitamin A 80 I.U. Tiamin 0.008-0.03 mg Niasin 0.3 mg Vitamin C 5 – 18 mg Energi 227 kj

Menurut penelitian, biji buah jamblang mengandung glukosida phytomelin. Zat ini dapat mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab luka diabetes yang lama sembuhnya. Kelebihan kolesterol di dalam darah juga dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah jamblang. Dalam buah jamblang banyak mengandung astringen, yaitu suatu zat yang dipercaya dapat membantu penyembuhan luka diabetes karena sifat astringen yang dapat menciutkan kulit (Verheij dan Coronel, 1997).

2.4. Antosianin

Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 1982).

(9)

Pigmen antosianin sebagian besar terdapat pada tanaman yang berbunga dan menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah, dan daun (Harborne dan Grayer, 1988). Antosianin dapat larut dalam air sel vakuola dan jarang ditemui dalam bentuk hablur. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang berisi cairan yaitu air, dibatasi oleh membran yang mungkin identik dengan membran sel tanaman (Kimball, 1993).

Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Timberlake dan Bridle, 1997). Menurut Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk.

Gambar 2.2

Struktur dasar kation flavilium (Jackman dan Smith, 1996)

Menurut Jackman dan Smith (1996), ada 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Senyawa bentuk lainnya jarang ditemukan. Struktur alami yang terjadi pada antosianidin dapat dilihat pada Tabel 2.2. Umumnya

(10)

antosianidin tidak ditemukan di dalam tanaman, jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar berada dalam bentuk glikosidanya. Glikolisasi juga diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam air, sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut di dalam air dibandingkan dengan antosianin.

Tabel 2.2

Struktur Alami yang terjadi pada Antosianidin (Verheij dan Coronel, 1997)

Antosianidin Substitusi(R) Warna 3 5 6 7 3’ 5’ Pelargonidin OH OH H OH H H Orange Cyanidin OH OH H OH OH H Orange-Merah Delphinidin OH OH H OH OH OH Biru-Merah Peonidin OH OH H OH OMe H Orange-Merah Petunidin OH OH H OH OMe OH Biru-Merah Malvidin OH OH H OH OMe OMe Biru-Merah Apigenidin H OH H OH H H Orange Luteolinidin H OH H OH OH H Orange Triicetinidin H OH H OH OH OH Merah Aurantinidin OH OH OH OH H H Orange 6-Hydroxy- Cyanidin OH OH OH OH OH H Merah 6-Hydroxy- Delphinidin OH OH OH OH OH OH Biru-Merah Rosinidin OH OH H OMe OMe H Merah Hirsutidin OH OH H OMe OMe OMe Biru-Merah 5-Methyl-

Cyanidin OH OMe H OH OH H Orange-Merah Pulchelidin OH OMe H OH OH OH Biru-Merah Europinidin OH OMe H OH OMe OH Biru-Merah Capensinidin OH OMe H OH OMe OMe Biru-Merah

Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Menurut

(11)

Timberlake dan Bridle (1983), gula yang menyusun antosianin terdiri dari: monosakarida, biasanya glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi dari empat monosakarida diatas dan xilosa, seperti rutinosa. Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai cabang.

Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa. Di dan tri sakarida juga dibentuk dari kombinasi monosakarida diatas. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno, 1997).

Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula, dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam ferulat, koumarat, kafeat, malonat, atau asetat (Bennion, 1980; Tranggono, 1990; Francis, 2000). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak, dan ubi jalar ungu, dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 1987; Giusti et al., 1998).

Warna dari pigmen antosianin ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kandungan pigmen, pH, suhu, enzim, logam, dan kopigmentasi (Francis, 1982). Glikolisasi dan metilasi juga turut mempengaruhi warna dari pigmen tersebut. Penambahan gugus glikosida atau peningkatan jumlah gugus

(12)

hidroksil bebas pada rantai karbon nomor 5 (cincin A) dapat meningkatkan warna kebiruan, sedangkan metilasi dapat meningkatkan warna kemerahan (Robinson, 1991).

Pada medium air, termasuk pada makan, antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur kesetimbangan yaitu quinonoidal base, kation flavilium berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk kesetimbangan ini sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada pH 4 – 6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz, 1996). Semakin tinggi nilai pH, maka warna dari antosianin menjadi semakin pucat dan akhirnya tidak berwarna. Antosianin yang mengandung komponen yang berperan sebagai kopigmen warnanya akan lebih stabil terhadap cahaya pada tingkatan tertentu (Bobbio et al., 1992). Selain itu, warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain, 1976).

Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997). Antosianin berada dalam bentuk kation flavilium pada pH yang lebih rendah daripada 2 (Robinson, 1991). Antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam dari pada larutan yang bersifat netral atau basa. Menurut Brouillard (1982), pada pH 2 sampai pH 4 antosianin stabil, terutama dalam keadaan tanpa oksigen.

Pigmen antosianin ini telah lama dikonsumsi oleh manusia dan hewan bersamaan dengan buah atau sayur yang mereka makan. Selama ini tidak pernah

(13)

terjadi suatu penyakit ataupun keracunan yang disebabkan oleh pigmen ini (Brouillard, 1982). Menurut penelitian yang banyak dilakukan, pigmen antosianin dan senyawa-senyawa flavonoid lainnya terbukti memiliki efek positif terhadap kesehatan (Timberlake dan Bridle, 1997). Banyak bukti telah menunjukkan bahwa antosianin bukan saja tidak beracun (non-toxic) dan tidak menimbulkan efek mutagenik, tetapi juga memiliki sifat yang positif (Saija, 1994). Antosianin memiliki warna yang kuat, larut dalam air, relatif stabil dalam air pada pH asam dan adanya pembatasan penggunaan bahan pewarna merah sintetik, maka antosianin cocok dijadikan sebagai substitusi pawarna makanan sintetis (Markakis, 1982).

2.5. Ekstraksi Antosianin

Langkah pertama yang dilakukan dalam mengukur dan mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu bahan adalah dengan melakukan ekstraksi. Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non-polar dalam senyawa non-polar.

Menurut Jackman dan Smith (1996), antosianin ini tidak stabil dalam suasana netral atau basa. Oleh karena itu, prosedur ekstraksi biasanya dilakukan dengan menggunakan pelarut yang diasamkan sehingga dapat merusak jaringan tanaman. Cara tradisional yang paling sering digunakan untuk mengekstraksi antosianin

(14)

adalah dengan maserasi yaitu “merendam” bahan yang akan diekstrak dalam alkohol, pada suhu rendah dengan panambahan sedikit asam seperti HCl.

Menurut Markakis (1982), metode ekstraksi yang paling bagus untuk bahan yang berasal dari tanaman adalah dengan melarutkan bahan kedalam 0.1 % HCl dalam metanol. Di dalam pangan, metode ekstraksi yang paling baik adalah dengan melarutkan bahan dengan 0.1 % HCl dalam etanol. Hal ini disebabkan sifat toksik dari metanol meskipun ekstraksi dengan menggunakan etanol ini kurang efektif dan lebih sulit untuk mendapatkan konsentratnya. Berbagai contoh ekstraksi antosianin antara lain ekstraksi dengan menggunakan metanol dengan 1% HCl pada buah cranberry dan anggur, ekstraksi dengan menggunakan campuran metanol, asam asetat, dan air (25:1:24) pada blueberry (Teeling et al., 1971; Espada et al., 2004; Lohachoompol et al., 2004).

Menurut Strack dan Wray (1993), penambahan asam sebagai pelarut tidak selalu diperlukan. Metode ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus diperiksa secara menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu. Jika terdapat gugus asil pada antosianin misalnya didalam kubis ungu, maka penggunaan asam sebagai campuran pelarut harus dihindarkan. Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (Markakis, 1982). Beberapa contoh ekstraksi yang tidak menggunakan asam adalah pada ekstraksi capulin (Prunus serotina Ehrh), sirup blueberry, sorgum hitam, dan kacang polong ungu (Pisum spp.). Pelarut yang digunakan pada ektraksi capulin adalah aseton, pada ekstraksi sirup blueberry pelarut yang digunakan adalah etanol, pada sorgum hitam pelarut yang digunakan adalah air : aseton (70:30), dan pada kacang polong ungu pelarut yang

(15)

digunakan adalah 15 % aseton (Teeling et al., 1971; Galindo et al.,1999; Terahara et al., 2000; Awika et al., 2004).

Antosianin, seperti flavonoid lainnya, merupakan struktur dengan cincin aromatik yang berisi substituen komponen polar dan residu glikosil sehingga menghasilkan molekul polar. Dengan keadaannya yang polar, antosianin lebih mudah larut dalam air dibanding dalam pelarut non polar. Tergantung dari kondisi medianya, antosianin juga dapat larut dalam eter dengan pH dimana molekul dapat terionisasi. Degradasi pigmen antosianin ini dapat diminimalisasi dengan membekukannya, freeze dried, atau spray dried (Jackman dan Smith, 1996). 2.6. Karakterisasi Antosianin

Metode kromatografi dan spektroskopik telah digunakan untuk mengidentifikasi antosianin secara cepat dan akurat. Akan tetapi, karakteristik mutlak dari antosianin tidak dapat ditentukan hanya dengan menggunakan kromatografi atau spektroskopi saja. Karakteristik struktural dari antosianin ini biasanya melibatkan identifikasi dari aglikon, gula dan gugus asil (Jackman dan Smith, 1996). Menurut Markakis (1982), aglikon dan bagian dari gula ini dapat diidentifikasi dengan hidrolisis asam yang diikuti dengan kromatografi kertas.

Menurut Jackman dan Smith (1996), karakterisasi dari antosianin ini melibatkan hidrolisis asam, basa, enzim, dan peroksida. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah aglikon dan gula dari pigmen tersebut, sedangkan hidrolisis basa ini digunakan untuk menentukan aglikon alami dan untuk menentukan gugus asil. Selain itu, penentuan karakterisasi dari pigmen antosianin ini juga dapat dilakukan dengan analisis spektroskopi. Menurut Markham (1988),

(16)

analisis spektroskopi UV dan sinar tampak merupakan cara tunggal yang paling berguna untuk menganalisa struktur flavonoid. Hal ini dikarenakan ciri spektrum yang sama memberikan data mengenai jenis senyawa yang sama (Harborne, 1987). Keuntungan dari cara spektroskopi ini adalah sangat sedikitnya jumlah sampel yang diperlukan untuk analisis lengkap.

Prinsip dasar dari analisis spektroskopi UV adalah bila suatu sinar melalui larutan kimia tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu. Warna larutan kimia tergantung pada jenis sinar yang dipancarkan dan tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa kimia ada yang berwarna ataupun tidak berwarna. Spektrofotometer merupakan alat pengukur kualitatif dan kuantitatif karena jumlah sinar yang diserap oleh partikel di dalam larutan juga tergantung pada jenis dan jumlah partikel. Ada beberapa jenis spektroskopi, salah satunya adalah spektroskopi absorpsi (Nur, 1989).

Spektroskopi absorpsi memiliki prinsip dasar yaitu bila suatu cahaya putih atau radiasi dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah berlawanan. Misalnya larutan merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan kata lain, warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati. Sehingga larutan yang berwarna merah akan menyerap radiasi panjang gelombang sekitar 500 nm (Nur, 1989).

(17)

2.7. Mekanisme Antosinin dalam Menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) Antosianin merupakan antioksidan yang banyak terdapat dalam buah jamblang. Hal ini menyebabkan peneliti mencoba mengaplikasikan kandungan antosianin yang tinggi dalam ekstrak kasar buah jamblang sebagai alternatif dalam menurunkan Low Density Lipoprotein dalam darah manusia. Mekanisme kerja dari antioksidan ini adalah dengan cara menghambat kerja 3-Hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase), dimana enzim ini mengkatalisis perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol (Mason et al, 2008).

Penghambat HMG Co-A reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan potensial antioksidan ini. Kolesterol menekan transkripsi tiga jenis gen yang mengatur sintesis HMG Co-A sintase, HMG Co-A reduktase dan reseptor LDL. Menurunnya sintesis kolesterol oleh penghambat HMG Co-A reduktase akan menghilangkan hambatan ekspresi tiga jenis gen tersebut di atas, sehingga aktivitas sintesis kolesterol meningkat secara kompensatoir. Hal ini menyebabkan penurunan sintesis kolesterol oleh penghambat HMG Co-A reduktase tidak besar. Antosianin akan melangsungkan efeknya dalam menurunkan kolesterol dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga katabolisme kolesterol terjadi semakin banyak. Dengan demikian maka antosianin dapat menurunkan kadar kolesterol dan LDL (Mason et al, 2008). Mekanisme penurunan kadar LDL dalam darah oleh antioksidan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(18)

Antioksidan menunjukkan suatu afinitas yang tinggi terhadap salah satu ujung aktif dari HMG-CoA reduktase. Antosianin adalah senyawa polar dan membentuk ikatan van der Waals dengan salah satu ujung rantai HMG-CoA reduktase, yang mana merupakan hal umum yang ditemui ada diantara berbagai senyawa-senyawa penurun kolesterol low density lipoprotein dalam tubuh. Hal ini menyebabkan antosianin mampu menghambat mekanisme kerja HMG-CoA reduktase dari dalam membentuk mevalonat. Antosianin sama halnya dengan senyawa statin, juga membentuk ikatan polar dengan sekelompok sulfone elektronegatif dan residu enzim Arg568 (Sargowo, 2005)

Gambar 2.3

Mekanisme Penurunan Kadar LDL dalam Darah oleh Antosianin (Sacher dan McPherson, 2004)

Mevalonat kolesterol LDL kolesterol LDL reseptor Sirkulasi kolesterol LDL partikel

(19)

Menurut Pietta (2000), mekanisme aktivitas antioksidan (antosianin) meliputi (1) menekan pembentukan spesies oksigen reaktif melalui penghambatan aktivitas enzim atau mengkelat trace elemen yang terlibat dalam produksi radikal bebas, (2) scavenging spesies oksigen reaktif, dan (3) melindungi pertahanan antioksidan tubuh. Senyawa antosianin telah diidentifikasi memberikan mekanisme antioksidan seperti dijelaskan di atas. Antosianin dapat menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam produksi anion superoksida seperti xantin oksidase dan protein kinase. Antosianin juga dapat menghambat enzim siklooksigenase, lipoksigenase, mikrosomal monooksigenase, glutation Stransferase, mitokondrial suksinoksidase, dan NADH oksidase yang terlibat dalam produksi spesies oksigen reaktif. Sejumlah antioksidan juga efektif mengkelat trace logam yang berperan penting dalam metabolisme oksigen. Besi dan tembaga bebas dapat meningkatkan pembentukan spesies oksigen reaktif dan tembaga bebas juga dapat mengoksidasi LDL. Lebih lanjut dijelaskan oleh Bravo (1998), Antosianin adalah senyawa yang sangat efektif terhadap penangkap radikal hidroksil dan peroksil, meskipun efisiensinya sebagai penangkap anion superoksida belum jelas. Antosianin juga merupakan senyawa pengkelat logam dan menghambat reaksi Fenton dan Haber-Weiss, yang merupakan reaksi penting yang menghasilkan radikal oksigen aktif.

Aktifitas menkelat logam yang ditunjukkan oleh antioksidan menyebabkan gangguan fisiologis bagi enzim HMG-CoA reduktase. Sehingga menyebabkan kegagalan enzim tersebut dalam membentuk mevalonat. Logam sangat diperlukan oleh enzim karena merupakan kofaktor bagi enzim. Enzim yang kehilangan logam

(20)

akan mengalami gangguan fungsi dan rusak. Disamping itu, Antosianin dapat berperan mengurangi radikal bebas seperti radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil dengan menyumbangkan atom hidrogennya: AN-OH + R•  AN-O• + RH, AN-OH adalah Antosianin dan R• adalah radikal superoksida, peroksil, alkoksil, dan hidroksil. Aroksil radikal (AN-O•) beraksi dengan radikal lainnya membentuk struktur kuinon yang stabil, Gambar 2.9 (Pietta 2000).

Gambar 2.4

Penangkapan Spesies Oksigen Reaktif/ROS (R•) oleh Senyawa Antosianin. (Pietta 2000).

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat pengguna melakukan prediksi, maka hasil prediksi yang ditampilkan akan diikuti dengan total keseluruhan dari n bulan. Antar muka dari suatu aplikasi merupakan fasilitas

Setelah intervensi hari tiga sampai 7 (minggu pertama) peneliti melakukan evaluasi kepada responden dengan hasil terjadi penurunan nyeri dengan intensitas kadang

positif atau negatif oleh senyawa intermediat spesifik yang dihasilkan dari reaksi positif atau negatif oleh senyawa intermediat spesifik yang dihasilkan dari reaksi yang terjadi

Dari hal-hal tersebut di atas, maka pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik hidrometeor di daerah tropis pada umumnya, dan curah hujan dan

Dengan keadaan pasar minyak kelapa sawit Korea Selatan yang semakin berkembang, bukanlah tidak mungkin untuk mengembangkan nominal ekspor Indonesia, mengingat

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

Berdasarkan dari proyek akhir dalam pembuatan engine stand dan untuk mempelajari lebih mendalam tentang sistem pendingin dan kerusakan-kerusakan yang sering terjadi

Meskipun secara hitungan distribusi frekuensi, bahwa seluruh responden pada kelompok perlakuan yang diberi bebat perineum mengalami kesembuhan ≤ 7 hari, tapi