• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1 Tinjauan Umum

Irigasi adalah usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan -bangunan dan saluran – saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian, membagi – bagi air ke sawah – sawah atau ladang – ladang dengan cara teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi dengan sebaik – baiknya. (Ganda Kusuma; Ilmu Irigasi, 1981)

Dalam merencanakan suatu jaringan irigasi, yang pertama harus dilakukan adalah menentukan tata susunan saluran. Jenis saluran irigasi terutama ditentukan oleh topografi atau kontur daerah setempat, selain itu juga dipengaruhi oleh karakteristik khusus pertanian, teknis dan ekonomi daerah sekitarnya.

Dalam laporan Tugas Akhir ini penulis melakukan design khususnya pada Saluran dan Bangunan Irigasi Saluran Sekunder Sekunder Bojongbata B.Tw.5 - B.Bb.2. Daerah Irigasi Sungapan Kabupaten Pemalang. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, bangunan bagi sadap dan sadap, dan bangunan pelengkapnya seperti bangunan terjun, jembatan, dan bangunan corong.

2.2 Tujuan Irigasi

Pembangunan jaringan irigasi mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan air lahan pertanian. Jaringan irigasi juga bermanfaat:

1. Mengatur dan mengukur aliran air (regulating and measuring)

Mengatur dan mengukur aliran air (regulating and measuring) yang digunakan dan tidak digunakan dengan bangunan pelengkap irigasi seperti bangunan sadap supaya kebutuhan air sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan.

(2)

2. Mengambil air dari sumber (diverting)

Mengambil air dari sumber (diverting) kemudian membawa atau mengalirkan air dari sumber ke lahan pertanian (conveying) serta mendistribusikan air kepada tanaman (distributing).

3. Mendukung produktivitas usaha tani

Mendukung produktivitas usaha tani dengan menyediakan air dari air yang dialiran oleh saluran irigasi guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

4. Membasahi tanah

Membasahi tanah disini dimaksudkan untuk memberikan air pada tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman dengan sempurna termasuk penggunaan air untuk evapotranspirasi, perkolasi, serta peninggian muka air.

5. Pemupukan

Dengan mengalirkan air irigasi yang mengandung zat atau mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sehingga menambah kesuburan tanah.

6. Membersihkan tanah

Air irigasi digunakan untuk membersihkan zat-zat yang merugikan tanah, dengan cara mengalirkan air tersebut sehingga diharapkan zat-zat yang merugikan tersebut dapat terlarut dalam air dan hal ini akan berpengaruh baik pada pertumbuhan tanaman.

2.3 Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan dan kelengkapan fasilitas-fasilitasnya, jaringan irigasi diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis. Karakteristik masing-masing jenis jaringan diperlihatkan pada tabel 2.1

(3)

Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan irigasi

Teknis Semiteknis Sederhana

1 Bangunan Utama

Bangunan permanen

Bangunan permanen atau semi permanen

Bangunan sementara 2 Kemampuan bangunan dalam mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Jelek

3 Jaringan saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah

Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran irigasi dan pembuang jadi satu 4 Petak tersier Dikembangkan

sepenuhnya Belum dikembangkan atau densitas benguan tersier jarang Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan 5 Efisiensi secara keseluruhan Tinggi 50 – 60 % (Ancar-ancar) Sedang 40 – 50 % (Ancar-ancar) Kurang < 40% (Ancar-ancar) 6 Ukuran Tak ada < 2.000 hektar < 500 hektar (Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP – 01)

Cara pengaturan dan kelengkapan fasilitas - fasilitasnya, jaringan irigasi diklasifikasikan menjadi :

1. Jaringan Irigasi Sederhana

Jaringan ini mempunyai ciri bangunan pengambilan serta bangunan lainnya yang bersifat sementara, tidak permanen dan pemberian air sesuai kebutuhan tidak dapat diatur secara pasti berapa

(4)

kebutuhan yang diperlukan tetapi hanya berupa perkiraan. (lihat gambar 2.1)

Gambar 2.1 Jaringan Sederhana

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Merupakan jaringan irigasi yang mempunyai bangunan permanen, akan tetapi belum terdapat bangunan - bangunan pelengkap untuk membagi air secara teratur. (lihat gambar 2.2)

(5)

Gambar 2.2 Jaringan Semi Teknis 3. Jaringan Irigasi Teknis

Prinsip jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara saluran irigasi dengan saluran pembuang. Hal ini berarti baik saluran irigasi maupun saluran pembuang sudah bekerja sesuai dengan fungsi masing-masing. Jaringan sudah mempunyai bangunan pengambilan dan bangunan-bangunan pelengkap yang sudah bersifat permanen. Areal pertanian yang dialiri sudah terbagi menjadi petak-petak sehingga kebutuhan air yang diperlukan benar-benar dapat diatur sesuai dengan yang dibutuhkan.

(6)

Berdasarkan kelengkapan fasilitas bangunannya dan sistem pengaturannya yang sudah teratur, maka Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Jembangan termasuk dalam jaringan irigasi teknis. (lihat gambar 2.3)

(7)

Pada jaringan irigasi teknis air diambil dari sumbernya dan disalurkan ke seluruh daerah yang membutuhkan air. Air itu dibawa oleh sistem saluran yang disebut saluran pembawa yang terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier.

Agar pembagian air sesuai dengan kebutuhan dan mudah dalam pengontrolannya, daerah irigasi tersebut dibagi dalam petak-petak tersier dengan luas idealnya 50 – 100 Ha. Dalam pembagian air ke areal pertanian ada berbagai cara, yaitu:

1. Irigasi permukaan

Adalah pemberian air pada permukaan tanah sehingga air tersebut meresap kedalam tanah dan dimanfaatkan tanaman. Sistem irigasi permukaan digunakan apabila permukaan areal yang akan dialiri terletak pada dataran rendah sehingga dekat dengan sumber air. Irigasi permukaan ada dua, yaitu:

a. Irigasi dengan cara penggenangan

Digunakan jika areal yang dialiri dekat dengan sumber air. 1) Penggenangan buatan

Penggenangan buatan dilakukan dengan cara menaikkan muka air sungai (dibendung) yang selanjutnya muka air tersebut dialirkan ke lahan pertanian dengan menggunakan jaringan saluran. Pada penggenangan buatan, areal pertanian dibuat petak - petak yang dibatasi oleh pematang sehingga air dapat menggenangi seluruh petak tersebut. Agar kelebihan air yang sudah tidak digunakan lagi dapat keluar dari petak - petak lahan maka dibuatkan saluran pembuang;

2) Penggenangan alami

Irigasi genangan secara alami sangat terbatas, hanya dapat dilakukan pada daerah sekitar sungai yang debitnya relatif stabil. Sistemnya bila elavasi permukaan air naik (banjir), maka air akan melimpah ke lahan pertanian dan dimanfaatkan untuk pengairan.

(8)

b. Irigasi dengan cara infiltrasi

Cara ini air dialirkan ke lahan pertanian yang merupakan kemiringan. Air secara serentak dialirkan ke lahan pertanian dan dibiarkan menginfiltrasi secara vertikal maupun horizontal;

c. Irigasi Bawah Tanah ( Sub survace Irigation ) Irigasi bawah tanah dibagi menjadi dua : 1) Irigasi bawah tanah alami

Irigasi bawah tanah alami disebut demikian karena kondisi yang memungkinkan terjadi adalah kegiatan topografi geologi. Cara ini dapat dilakukan pada medan yang datar dengan lapisan tanah di atas mempunyai permeabilitas yang tinggi sedangkan bawahnya terdiri dari lapisan kedap air;

2) Irigasi bawah tanah buatan

Irigasi bawah tanah buatan ini dipakai jaringan pipa berlubang yang dimasukkan kedalam tanah, dan dari pipa ini diberikan air bertekanan untuk perkolasi kedalam tanah. Irigasi bawah tanah ini akan efektif jika mempunyai kelulusan horizontal yang tinggi dan kelulusan vertikal yang rendah.

d. Irigasi Siraman ( Overhead Irigation )

Sistem irigasi ini adalah membuat air jatuh ke permukaan tanah dari suatu bidang yang letaknya lebih tinggi. Alat yang paling umum dipergunakan untuk jenis irigasi ini adalah alat penyiraman yang berputar (Roating Spikler). Alat ini terdiri dari satu atau dua ujung nozel miring yang dipasang pada sesuatu dan berputar-putar pada sumbu vertikal karena gerakan-gerakan daun palu yang memukul pancaran air. Jenis alat ini sangat mahal sekali akan tetapi hemat dalam penggunaan lahan yang tidak perlu dibuat rata.

2. Irigasi Tetes

Adalah suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah melalui suatu pemancar (emiter / dripper). Debit kecil dan konstan serta tekanan rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke bawah karena gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk

(9)

sebarannya tergantung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis tanaman;

3. Irigasi Curah

Adalah membentuk tetesan mirip hujan ke lahan. Berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk.

Berdasarkan kelengkapan fasilitas bangunannya dan sistem pengaturannya yang sudah teratur, maka Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Desa Cempurung Kab. Semarang termasuk dalam jaringan irigasi teknis permukaan dengan pemberian airnya secara penggenangan.

2.4 Sistem Tata Nama (Nomen klatur)

Dari perencanaan yang baik dan sumber air yang memadahi jaringan irigasi teknis dapat mengaliri lahan pertanian sampai ribuan hektar, jadi memungkinkan dibangunnya saluran yang panjangnya berpuluh - puluh meter bahkan bisa mencapai ribuan meter dan bahkan memiliki bangunan pelengkap yang tidak sedikit pula.

Dari panjang saluran dan banyaknya bangunan pelengkap yang ada ini akan sulit sekali mengontrol dan merawat jaringan tersebut jika tidak diberi nama atau suatu tanda. Untuk mengatasi masalah tersebut jaringan teknis memberikan suatu tata cara pemberian nama atau Nomen Klatur Jaringan Irigasi.

Nomen Klatur adalah tata cara pemberian nama dan sebutan dari jenis, tempat, serta objek-objek irigasi dengan singkat dan jelas sesuai keperluannya. Nomen Klatur biasanya memakai singkatan huruf. Dalam pemberian nama tersebut harus diperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut : a. Singkatan sedapat mungkin terdiri dari satu huruf

b. Huruf tersebut menyatakan saluran, bangunan, dan petak tersier

c. Singkatan huruf dapat ditambah angka untuk menunjukan letak objek dapat menyatakan jenis bangunan dan jenis saluran.

(10)

Ada beberapa bagian nomen klatur yaitu : 1. Nomen Klatur untuk daerah Irigasi

Nama daerah irigasi disesuaikan dengan daerah asal airnya, sedangkan bangunan utamanya bendung atau disebut dengan saluran primer disingkat BS dan diberi nama sesuai dengan nama sungai atau desa tempat beradanya bendung tersebut. Pada saluran yang akan saya rencanakan ini terdapat di Sungai Waluh dan Desa Bojongbata.

2. Nomen Klatur Pada Saluran

Saluran berfungsi untuk membawa air dari pintu pengambilan sampai petak - petak sekunder kemudian dilanjutkan ke petak – petak tersier. Penamaan atau Nomen Klatur berdasarkan jenis saluran ada tiga, yaitu:

a. Nomen Klatur untur untuk Saluran Induk

Untuk pemberian nama dari nama sungai atau bendung dan untuk memudahkan saluran dibagi menjadi beberapa ruas dengan bangunan bagi sebagai batasannya. Di dalam saluran ini diberi nama BGr (Bangunan Grogek).

b. Nomen Klatur untuk Saluran Sekunder

Pemberian nama dengan singkatan huruf pertama dari nama desa atau daerah yang dilalui oleh saluran sekunder sedangkan bangunan pelengkapnya sesuai dengan nama desa dimana bangunan tersebut berada. Di dalam saluran ini diberi nama BBb (Bangunan Sekunder Bojongbata).

c. Nomen Klatur untuk Saluran Tersier

Untuk saluran tersier diberi nama dengan nama bangunan sadap yang diambil airnya, nama itu ditulis dengan huruf kecil dan diberi tambahan kiri atau kanan sesuai dengan saluran tersiernya tetapi dengan huruf besar. Di dalam saluran ini diberi nama Bb (Bangunan Tersier Bojongbata). (lihat gambar 2.4)

(11)

Gambar 2.4 Nomen Klatur Bangunan Saluran Sekunder Bojongbata

2.5 Kriteria Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air untuk irigasi, tanaman padi dan palawija di tentukan oleh faktor – faktor sebagai berikut :

1. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (LP), 2. kebutuhan air untuk pertumbuhan,

3. perkolasi (P),

4. curah hujan efektif (Re),

5. kebutuhan air untuk Pergantian air genangan (W), 6. efisiensi irigasi, dan

7. pola tanam.

Besarnya kebutuhan air di dalam perhitungan – perhitungan teknik irigasi biasanya dinyatakan dalam milimeter perhari (mm/ hr) atau liter per detik per hektar (l / dt / ha). Data yang diperlukan untuk perhitungan air yaitu:

1. Data Klimatologi

Data Klimatologi diambil dari stasiun terdekat dengan Daerah Irigasi Sungapan Kabupaten Pemalang. Diperoleh data untuk periode tahun (2003-2011).

(12)

Data klimatologi tersebut meliputi: a. Temperatur bulanan (0C ) b. Kelembaban udara relative ( % ) c. Kecepatan angin ( m/dt )

d. Penyinaran matahari ( % ) 2. Data Curah Hujan

Stasiun curah hujan yang dianggap mewakili areal irigasi adalah Stasiun sungapan, bantar bolang, kejene. Data curah yang digunakan adalah jangka waktu 22 tahun. Berdasarkan data tersebut diatas dilakukan hitungan kebutuhan air seperti diuraikan berikut ini:

2.5.1 Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah (LP)

Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanah tanaman padi tergantung dari besarnya penjenuhan tanah, lama pengolahan tanah (periode pengolahan tanah) dan besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi. Angka penjenuhan tanah adalah 200 mm, sedangkan sawah yang sudah mengalami bero lebih dari 2

2 1

bulan dipakai 250 mm. Lama pengolahan tanah atau periode pengolahan tanah untuk tanaman padi adalah 30 hari dan untuk tanaman palawija tidak diperlukan penjenuhan tanah sehingga tidak membutuhkan air untuk pengolahan tanah. Untuk itu kebutuhan air untuk pengelolaan tanah (LP) dapat dihitung dengan rumus:

) 1 ( .   k k e e M Lp P E M  0  0 0 1 Et,1. ES T M k  . Keterangan:

Lp = Kebutuhan air untuk pengelolaan tanah M = Kebutuhan air untuk mengkopensasi

(13)

= Evapotranspirasi = Perkolasi

= Bilangan normal = 2,71828

= Waktu penyiapan lahan (30-45 hari)

= Tinggi air untuk Penjenuhan (250 – 300 mm)

2.5.2 Kebutuhan Air untuk Pertumbuhan 1. Evapotranspirasi Potensial ( ETo )

Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek (albedo = 0,25). ETo adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan meteorologi yaitu temperature, sinar matahari (radiasi), kelembaban dan angin.

Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis-empiris dan memperhatikan factor - faktor meteorologi tersebut diatas. Hitungan ETo dibuat secara bulanan dengan menggunakan metode PENMAN MODIFIKASI, Bina Program, Dirjen Pengairan, 1985. Untuk metode PENMAN MODIFIKASI dapat digunakan rumus sebagai berikut:

W R W f u ea ed

c ET0  . . n  1 . ( ).  ne ns n R R R   Rns (1).Rs (1).(0,250,50n/N)Ra ) / ( ). ( ). (t f ed f n N f R Renl          100 1 . 27 , 0 ) ( Uz u f 100 H R ea ed   Keterangan: = Evapotranspirasi

c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang atau malam

W = Faktor bobot tergantung dari temperature udara dan ketinggian tempat

(14)

Rns = Gelombang pendek radiasi matahari yang masuk Rne = Gelombang panjang radiasi neto

Ra = Ekstra terrestrial radiasi matahari

N = Maksimum lamanya penyinaran matahari

1-W = Faktor bobot tergantung dari temperatur udara, ketinggian tempat dan efek dari kecepatan angina dan kelembaban. f(u) = Fungsi kecepatan angina

ea-ed = Selisih tekanan uap jenuh pada temperature rata-rata udara dengan tekanan uap rata-rata aktuil dari udara.

ea = Tekanan uap jenuh tergantung dari temperature f(t) = Efek temperature pada gelombang panjang radiasi f(ed) = Efek tekanan uap pada gelombang panjang radiasi f(n/N) = Efek sunshine pada gelombang panjang radiasi

2. Koefisien Tanaman (kc)

Koefisien tanaman besarnya tergantung pada jenis tanaman dan phase pertumbuhan. Pada hitungan digunakan koefisien tanaman untuk padi dengan varietas unggul mengikuti ketentuan NEDECO/PROSIDA. Besarnya koefisien tanaman untuk padi dan koefisien tanaman untuk palawija dapat dilihat pada KP-01,1986 atau pada tabel 2.3 dan 2.5).

3. Kebutuhan Air untuk Tanaman (Penggunaan Konsumtif)

Penggunaan konsumtif air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode prakira empiris dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan seperti telah diuraikan bab sebelumnya. Penggunakan konsumtif dihitung secara tengah bulanan dengan rumus sebagai berikut :

Etc = kc x Eo Keterangan :

ETc = Penggunaan konsumtif ( mm/hari )

Eo = Evaporasi air terbuka / potensial ( mm/hari ) Kc = koefisien tanaman

(15)

2.5.3 Perkolasi (P)

Perkolasi adalah kehilangan air dari petak sawah baik yang meresap ke bawah maupun yang meresap ke samping. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat – sifat tanah terutama sifat fisik tanah baik tekstur maupun struktur tanah, serta dipengaruhi oleh kedalaman air tanah. Perkolasi dapat dilihat pada KP 03, 2010.

Pedoman yang digunakan untuk menghitung perkolasi adalah :

1. Untuk lahan yang datar (dataran rendah) dapat digunakan 1mm/ hari 2. Untuk lahan yang miring dengan kemiringan lebih besar 5% perkolasi

berkisar 2 - 5 mm/hari

3. Atau didasarkan pada tekstur tanah hasil pengamatan dilapangan :

 tanah bertekstur berat (lempung) antara 1 - 2 mm/hari

 tanah bertekstur sedang (lempung pasiran) antara 2 – 3 mm/ hari  tanah bertekstur ringan (pasiran) antara 3 – 6 mm/ hari

2.5.4 Kebutuhan Air untuk Pergantian Air Genangan (W)

Penggantian air genangan diperlukan untuk pemberian pupuk pada tanaman yang terjadi pengurangan air (sampai tingkat tertentu) pada petak sawah sebelum pemberian pupuk. Besarnya adalah 50 mm selama

2 1

bulan atau sebesar 3,33 mm mm/ hari pada builan ke 1 dan ke 2. (Kriteria Perencanaan – KP 03, 2010)

2.5.5 Efisiensi Irigasi

Besarnya efisiensi irigasi tergantung dari besarnya kehilangan air selama penyaluran dari bendung sampai petak sawah. Besarnya efisiensiseperti ada KP 01, 2010 adalah sebagai berikut :

1. Untuk jaringan irigasi yang luas, seluruh jaringan dipakai 60 – 65 %. 2. Untuk daerah irigasi dengan areal yang kecil dan pemberian airnya

diatur dengan baik, atau air irigasi dari waduk, atau keluar buangan dapat digunakan lagi dalam jaringan tersebut, besarnya efisiensi irgasi dapat ditotalkan sedikit lebih besar, tetapi tidak melebihi dari 75 %.

(16)

3. Bila suatu daerah irigasi sudah ada penelitian masalah efisiensi irigasi, maka angkanya dapat digunakan.

4. Untuk daerah irigasi yang umum digunakan 60 – 65 % ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. kehilangan dari pintu sadap tersier sampai petak 20 – 25 % b. kehilangan di saluran sekunder 10 – 15 %

c. kehilangan di saluran primer (bendung) 5 – 10%

Angka ini tidak mengikat tergantung dari hasil penelitian masing – masing daerah irigasi, bila sudah ada.

2.5.6 Pola Tanam

Setelah diperoleh nilai kebutuhan air untuk irigasi rata – rata harian (mm/ hari) maka dapat dikaitkan dengan pola tanam dan rencana tata tanam dari masing – masing daerah irigasi biasa dilakukan. (KP 01, 1986)

Bila pola tanam yang biasa tidak tersedia dapat direkomendasikan padi-padi, palawija (disesuaikan umur tanaman). Sedangkan rencana tata tanam ada kaitannya dengan kapan pengolahan yang umum berkisar antara bulan Oktober sampai dengan bulan Desember pada saat pengolahan tanah. Dalam perencanaan ini saya mengambil awal tanam bulan November pertama.

Untuk daerah irigasi yang cukup luas pada umumnya ada sistim golongan, direkomendasikan bahwa untuk golongan dapat 2 atau 3 golongan tergantung dari kebiasaan yang dilakukan. Dalam perencanaan ini saya memakai golongan 2.

2.5.7 Curah Hujan Efektif (Re)

Stasiun curah hujan yang dianggap mewakili areal irigasi adalah Stasiun sungapan, banjardawa, kejene. Dari ketiga stasiun tersebut data curah hujan yang digunakan adalah untuk jangka waktu 22 tahun.

Curah hujan efektif adalah besarnya curah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan (evapotranspirasi). Untuk menentukan besarnya hujan efektif tergantung dari:

(17)

1. Cara pemberian air irigasi dengan cara penggenangan terus menerus atau berselang;

2. Laju pengurangan air genangan di persawahan yang harus ditanggulangi;

3. Sifat hujan di wilayah tersebut;

4. Kedalaman lapis air yang harus dipertahankan di sawah;

5. Pemberian air ke petak, apakah setiap sadap melayani satu petak, atau petak bagian atas secara langsung dapat memberi air pada petak dibawahnya (pada daerah yang bertingkat);

6. Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air

Perhitungan curah hujan efektif dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

R

Fh *

Re

Keterangan:

Re = Curah hujan efektif Fh = faktor hujan

R = Curah hujan

2.5.8 Hujan Efektif untuk Tanaman Padi

Besarnya hujan efektif untuk tanaman padi adalah :

a. Untuk pengambilan dari bendung atau intake besarnya :

 70% dari hujan bulanan dengan 20% kering (1 in 5 dry), selama pengolahan tanah 30 hari.

 40% dari hujan bulanan dengan 20% kering selama masa pertumbuhanb.

b. Untuk irigasi dengan waduk (pemberian air dapat diatur dengan baik)

 70% dari hujan bulanan dengan 20% kering selama pengolahan tanah

 60% dari hujan bulanan dengan 20% kering selama masa pertumbuhan

(18)

c. Untuk irigasi dengan air tanah

 70% dari hujan bulanan dengan 20% kering untuk masa pengolahan tanah maupun masa pertumbuhan

 Untuk irigasi dengan sistim golongan

Faktornya dapat dilihat pada tabel 2.2 faktor curah hujan

Tabel 2.2 Faktor hujan

Bulan 1Gol 2 Gol 3 Gol 4 Gol 5 Gol 6 Gol

1\2 0.36 0.18 0.12 0.09 0.27 0.06 1 1 0.53 0.35 0.26 0.21 0.18 1 1\2 1 0.55 0.8 0.36 0.29 0.24 2 0.8 0.4 0.5 0.46 0.37 0.31 2 1\2 0.8 0.4 0.4 0.48 0.45 0.37 3 0.8 0.4 0.4 0.4 0.46 0.44 3 1\2 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.45 4 - 0.2 0.27 0.3 0.32 0.33 4 1\2 - - 0.13 0.3 0.24 0.27 5 - - - 0.1 0.16 0.2 5 1\2 - - - - 0.08 0.13 6 - - - 0.07

(Sumber : Standar Perencanaan Jaringan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP 01, 1986)

Dalam perencanaan ini kita mengambil factor curah hujan golongan 2 karena dalam 1 tahun ada 2 jenis penanaman yaitu padi – padi – palawija. Palawija yang kita ambil adalah keledai) dan Padi yang kita ambil adalah Nedeco / Prosida varitas unggul.

2.6 Kebutuhan Air Padi di Sawah

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini, pengolahan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi, penggantian lapisan air, dan sumbangan. hujan efektif. Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor tersebut, sedangkan kebutuhan

(19)

netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari ataupun lt/dt.

2.6.1 Kebutuhan Air Padi di Sawah

Periode pengolahan lahan membutuhkan air yang paling besar jika dibandingkan tahap pertumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karakteristika tanah, waktu pengolahan, tersedianya tenaga dan ternak, serta mekanisasi pertanian. Kebutuhan air untuk penyiapan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman tanah dan porositas tanah di sawah, seperti diusulkan pada Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut.

1

10

.

.

4

Pd

F

d

N

Sb

Sa

PWR

Keterangan:

PWR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)

Sa = derajad kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%) Sb = derajad kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%) N = porositas tanah, dalam % rata-rata per kedalaman tanah

d = asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm) Pd = kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm) F 1 = kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empiris sebesar 250 mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuk lahan yang sudah lama tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan sebesar 300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Analisis kebutuhan air selama pengolahan lahan dapat

(20)

menggunakan metode seperti diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra (1968) sebagai berikut :

1

k k

e

e

M

IR

s

MT

k

P

Eo

M

Keterangan,

IR = kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)

Eo = Evaporasi potensial (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)

k = konstanta

T = jangka waktu pengolahan (hari) S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm) e = bilangan eksponen: 2,7182

2.6.2 Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat didekati dengan menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai evapotranspirasi merupakan jumlah dari evaporasi dan transpirasi. Yang dimaksud dengan evaporasi adalah proses perubahan molekul air di permukaan menjadi molekul air di atmosfir. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah pada tanarnan, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto) yaitu evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air.

(21)

Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Eto dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

Eto

kc

ET

Keterangan :

ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)

ETo = Evaporasi tetapan/tanarnan acuan (mm/hari) kc = Koefisien tanaman

Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap kebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc).

Nilai koefisien pertumbuhan tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama juga berbeda menurut varietasnya. Sebagai contoh padi dengan varietas unggul masa tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa. Pada Tabel 2.3 disajikan harga-harga koefisien tanaman padi dengan varietas unggul dan varitas biasa menurut Nedeco/Prosida dan FAO.

(22)

Tabel 2.3 Harga Koefisien Tanaman Padi Periode 15

hari ke

-Nedeco / Prosida FAO

Varitas Biasa Varitas

Unggul Varitas Biasa

Varitas Unggul 1 2 3 4 5 6 7 8 1.200 1.200 1.320 1.400 1.350 1.250 1.120 0 1.200 1.270 1.330 1.300 1.300 0 -1.100 1.100 1.100 1.100 1.100 1.050 0.95 0 1.100 1.100 1.050 1.050 1.050 0.95 0 -Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP 01 - 1986

Dalam perencanaan ini kami menggunakan padi Varitas unggul menurut Nedeco / Prosida,

ETo, adalah evapotranspirasi tetapan yaitu laju evaportranspirasi dari suatu permukaan luas tanaman rumput hijau setinggi 8 sampai 15 cm yang menutup tanah dengan ketinggian seragam dan seluruh permukaan teduh tanpa suatu bagian yang menerima sinar secara langsung serta rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan air. Evapotranspirasi tetapan disebut juga dengan evapotranspirasi referensi/ keluar. Terdapat beberapa cara untuk menentukan evapotranspirasi tetapan, salah satunya seperti yang diusulkan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut :

ETo = Epan x kpan Keterangan:

ETo = Evaporasi tetapan/tanaman acuan (mm/hari) Epan = Pembacaan panci Evaporasi

kpan = koefisien panic

Sebagai contoh berikut ini disampaikan catatan evaporasi rata-rata bulanan dari panci evaporasi di Stasiun Sungapan Kabupaten Pemalang. (lihat table 2.4)

(23)

Tabel. 2.4 Hasil Perhitungan Evapotranspirasi Potensial

Untuk Kebutuhan Tanaman Selain Padi dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa palawija. Yang dimaksudkan dengan palawija adalah berbagai jenis tanaman yang dapat ditanam di sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air. Lazimya tanaman palawija ditanam di lahan tegalan. Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. Palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela. 2. Palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan

kedelai.

3. Palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.

Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk mengetahui luas lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija berkaitan dengan ketersediam air pada bangunan

PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (Eto)

DENGAN METODE PENMAN DARI NEDECO/PROSIDA DAERAH IRIGASI SUNGAPAN

SATUAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES

1. Suhu udara O

C 27,86 27,46 28,01 28,47 28,74 28,54 28,42 28,58 28,87 28,98 28,23 27,78

2. Kelembaban udara relatif % 87,44 87,67 87,00 85,22 82,89 82,33 82,00 81,89 79,78 78,00 81,22 84,89

3. Kecepatan angin (V2) m / dt 0,60 0,51 0,47 0,43 0,35 0,41 0,57 0,76 0,96 0,77 0,64 0,56

4. Penyinaran matahari standar 8 jam (Qr) % 37,89 47,78 60,89 71,78 84,11 85,33 90,78 93,22 91,44 85,89 65,11 53,56

5. Lintang o

Ls 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00

6. Albedo 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

7. Penyinaran matahari standar 12 jam (O,786Qr+3,46) % 33,24 41,01 51,32 59,88 69,57 70,53 74,81 76,73 75,34 70,97 54,64 45,55

8. Tabel 4.2 f ( Tai ) x 10-2 9,31 9,26 9,32 9,39 9,41 9,39 9,37 9,40 9,44 9,45 9,35 9,30 9. Tabel 4.2 L-1 X 102 2,84 2,78 2,86 2,92 2,95 2,92 2,91 2,94 2,98 2,99 2,88 2,82 10. Tabel 4.2 Pzwa ] sa mm Hg 28,16 27,53 28,32 29,17 29,51 29,17 29,00 29,34 29,85 30,03 28,66 28,10 11. Tabel 4.2 + 2,13 2,09 2,14 2,18 2,20 2,18 2,18 2,19 2,20 2,23 2,16 2,12 12. = (2) * (10 ) Pzwa mm Hg 24,62 24,13 24,64 24,86 24,46 24,02 23,78 24,03 23,81 23,42 23,28 23,85 13. Tabel 4.3 dan (12) f ( Tdp ) 0,100 0,105 0,100 0,096 0,101 0,106 0,108 0,106 0,108 0,112 0,113 0,107 14. = (10) - (12) Pzwa ] sa - Pzwa mm Hg 3,54 3,40 3,68 4,31 5,05 5,15 5,22 5,31 6,04 6,61 5,38 4,25 15. Tabel 4.4 dan (3) x f ( 2 ) 0,141 0,133 0,129 0,125 0,118 0,124 0,138 0,157 0,174 0,157 0,145 0,137 16. = (14) * (15) g x Eq 0,50 0,45 0,47 0,54 0,59 0,64 0,72 0,83 1,05 1,04 0,78 0,58 17. Tabel 4.5 dan (5) aH sh x 10-2 9,12 9,16 8,90 8,32 7,64 7,25 7,37 7,95 8,59 8,99 9,08 9,06

18. Tabel 4.6 dan (7) ash x f ( r ) 0,345 0,375 0,415 0,449 0,487 0,490 0,507 0,514 0,509 0,492 0,428 0,393

19. = (17) * (18) Hshne 3,14 3,44 3,70 3,74 3,72 3,55 3,74 4,09 4,37 4,42 3,89 3,56 20. = 8 * (1-(7)) m = 8 x ( 1 - r ) 5,34 4,72 3,89 3,21 2,43 2,36 2,02 1,86 1,97 2,32 3,63 4,36 21. = 1 -((20) : 10 ) f ( m ) = 1 - m/10 0,47 0,53 0,61 0,68 0,76 0,76 0,80 0,81 0,80 0,77 0,64 0,56 22. = (8) * (13) * (21) Hlone 0,43 0,51 0,57 0,61 0,72 0,76 0,81 0,81 0,82 0,81 0,67 0,56 23. = (19) - (22) Hshne - Hlone 2,71 2,92 3,13 3,12 3,00 2,79 2,93 3,28 3,55 3,61 3,22 3,00 24. = (9) * (23) Hrane 7,70 8,13 8,95 9,12 8,84 8,16 8,52 9,64 10,59 10,79 9,27 8,45 25. = (16) + (24) g x Eq + Hrane 8,20 8,58 9,42 9,66 9,44 8,79 9,24 10,47 11,64 11,83 10,04 9,04 26. = (25) : (11) Eto mm/hari 3,85 4,10 4,40 4,43 4,29 4,03 4,24 4,78 5,29 5,31 4,65 4,26

Catatan : data-data untuk tabel diambil dari buku PSA-10 : Crop Water Requirement, Bina Program 1985

DASAR PERHITUNGAN

(24)

pengambilan sehingga kegagalan usaha pertanian dapat dihindari. Dengan kata lain hitungan kebutuhan air untuk palawija digunakan sebagai dasar untuk melakukan usaha pertanian sesuai dengan jumlah air yang tersedia. Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas lapang, lalu berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu. Analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman padi, namun ada dua hal yang membedakan, yaitu pada tanaman palawija tidak memerlukan genangan serta koefisien tanaman yang digunakan sesuai dengan jenis palawija yang ditanam.

2.6.2.1 Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan Palawija

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk menciptakan kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung pada kodisi tanah dan pola tanam yang diterapkan. Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 - 120 mm untuk tanaman ladang dan 100 - 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada tanaman lain yang segera ditanam setelah tanaman padi.

2.6.2.2 Penggunaan Konsumtif Tanaman Palawija

Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti pada tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai koefisien beberapa jenis tanaman yang direkomendasikan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi seperti terlihat pada Tabel 2.5

(25)

Tabel 2.5 Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija Seteng ah bulan ke -Koefisien Tanaman

Kedelai Jagung Kac.

Tanah Bawan g Buncis Kapas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45 -0.50 0.59 0.96 1.05 1.02 0.95 -0.50 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.55 0.55 -0.50 0.51 0.69 0.90 0.95 -0.50 0.64 0.89 0.95 0.88 -0.50 0.50 0.58 0.75 0.91 1.04 1.05 1.05 1.05 0.78 0.65 0.65 0.65 Sumber: Kriteria Perencanaan Irigasi KP – 01

Dalam perencanaan ini saya mengambil tanaman kedelai sebagai tanaman palawijanya.

2.7 Kriteria Perencanaan Saluran 2.7.1 Perhitungan Debit

Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum sebagai berikut:

Q = a.A a = e W P ET   Re NFR = ET+P+W-Re Keterangan: Q A a = = =

debit aliran rencana ( m3/dt ) luas daerah yang dialiri ( Ha )

(26)

ET P W Re E NFR = = = = = Evapotranspirasi Perkolasi Tinggi genangan Curah Hujan

Efisiensi jaringan irigasi

= Kebutuhan air di lahan ( l/dt/Ha)

Gambar 2.5 Diagram kebutuhan air irigasi

Keterangan :

IR = Kebutuhan air untuk pengolahan lahan Re = Curah hujan

P = Perkolasi

ET = Evapotranspirasi tanaman

WLR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

2.7.2 Perencanaan Dimensi Saluran

Aliran air dalam saluran irigasi dianggap sebagai aliran tetap dan seragam ( steady uniform flow ) untuk bentuk penampang yang umum dipakai adalah trapesium, maka dapat digunakan rumus:

Q = V*A... (KP – 03; 1986: 16) A = V Q n = b / h atau b = n * h ... (KP _ 03; 1986: 16) A = (b+mh)h ... (KP – 03; 1986: 15) = (nh+mh)h A = (n+m)h2 P IR Re ET WLR

(27)

h =

m n

A  A’ = (b+m*h)h V’ = ' A Q Fr = D V * 81 , 9 ' D = A’/ T T = b+(2*m*h) V = Kst*R2/3*I1/2... (KP – 03; 1986: 15) I1/2 = 3 / 2 ^ * R Kst V I = 3 4 ^ * 2 ^ 2 ^ R Kst V R = P A' ... (KP - 03; 1986: 15) P = b+(2h 1 m ^2) ... (KP - 03; 1986: 16) W = Lihat tabel 2.8 Keterangan:

Q = Debit aliran rencana (m3/dt)

V’ = Kecepatan rencana (m/dt) n = Perbandingan b dan h (b/h) m = Serongan talud

A = Luas penampang saluran (m2) h = Tinggi saluran (m)

b = Lebar saluran (m)

A’ = Pembulatan luas penampang saluran (m2)

V’ = Pembulatan kecepatan saluran (m/dt) Fr = Bilangan froude

P = Keliling basah saluran (m) R = Jari – jari hidrolik (m)

(28)

Kst = Faktor kekasaran stricler

I = Kemiringan memanjang saluran W = Tinggi jagaan (m)

Gambar 2.6 Penampang saluran

Tabel 2.6 Harga kecepatan air, n, dan sorongan talud (m) Q M3/dt B/h N Kecepatan aliran m/dt Sorongan talud M 0,00-0,15 0,15-0,30 0,30-0,40 0,40-0,50 0,50-0,75 0,75-1,50 1,50-3,00 3,00-4,50 4,50-6,00 6,00-7,50 7,50-9,00 9,00-11,00 1,00-15,00 15,00-25,00 25,00-40,00 40,00-80,00 1 1 1,50 1,50 2 2 2,50 3 3,50 4 4,50 5 6 8 10 12 0,25-0,30 0,30-0,35 0,35-0,40 0,40-0,45 0,45-0,50 0,50-0,55 0,55-0,60 0,60-0,65 0,65-0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,75 0,80 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1,5 1:1,5 1:1,5 1:1,5 1:1,5 1:1,5 1:1,5 1:2 1:2 1:2

(Sumber : Standar Perencanaan Jaringan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP 03, 1986)

Koefisien Kekasaran Strickler Kst yang dianjurkan pemakaiannya untuk saluran irigasi seperti pada table 2.7

h w

b m

(29)

Tabel 2.7 Koefisien Kekasaran Strickler untuk saluran irigasi Jenis Pasangan Kst Pasangan batu Pasangan beton Tanah 60 70 35-45

(Sumber : Standar Perencanaan Jaringan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP 03, 1986)

Tinggi jagaan adalah selisih antara elevasi tanggul dengan elevasi muka air normal / MAN. Tinggi jagaan berfungsi untuk:

a. Menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimal b. Mencegah kerusakkan tanggul saluran

Tabel 2.8 Tinggi jagaan untuk saluran irigasi

(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP – 03, 1986)

2.7.3 Menentukan Tinggi Muka Air Saluran

Untuk mengetahui penampang memanjang harus diketahui ketinggian muka air pada saluran. Untuk mengetahui ketinggian air pada saluran perlu diketahui bangunan – bangunan yang akan dilalui mulai dari

Debit ( meter3/detik ) < 0,5 0,5 – 1,5 1,5 – 5,0 5,0 – 10,0 10,0 – 15,0 > 15,0 Pasangan (F1) (meter) 0,2 0,2 0,25 0,30 0,4 0,5 Tanah ( meter ) 0,40 0,50 0,60 0,75 0,85 1,00

(30)

pintu sadap pengambilan sampai ke tempat yang akan dialiri. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tinggi muka air pada saluran adalah : 1. Untuk mengalirkan air dari saluran sekunder ke saluran tersier melalui

pintu sadap diperlukan tinggi tekan sebesar 0,04 – 0,05 m.

2. Air dari saluran tersier ada yang langsung dan tidak langsung ke lahan. Bagi aliran yang tidak langsung ke lahan masih melalui saluran tersier (kuarter) dengan perantara box tersier yang memerlukan tinggi tekan antara 2 – 5 cm.

3. Tinggi air diatas muka sawah diambil 10 cm.

4. Untuk menghemat biaya pemeliharaan, muka air rencana harus sama atau dibawah ketinggian air tanah, hal ini juga dapat menghindari kehilangan air.

5. Agar biaya Pelaksanaan tetap seminimal mungkin, perbandingan antara galian dan timbunan diharapkan sama.

6. Muka air harus cukup tinggi agar dapat mengiliri sawah yang letaknya paling jauh.

Tinggi muka air paada saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus

P = A+ a + b + c + d + e + f + g + h + I +h + Z

Keterangan :

P = Elevasi muka air pada saluran A = Elevasi sawah tertinggi a = Lapisan air di sawah 10 cm

b = Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke sawah 5 cm c = Kehilangan tinggi energi akibat kemiringan dan panjang saluran d = Kehilangan tinggi energi pada box kuarter 5 cm

e = Kehilangan tinggi energi akibat kemiringan dan panjang saluran f = Kehilangan tinggi energi pada box tersier 10 cm

(31)

h = Kehilangan tinggi energi pada bangunan pengukur debit (tergantung jenis bangunan)

i = Kehilangan energi pada pintu air (tergantung jenis dari pintu air)

h = Variasi tinggi muka air 0,18 h

Z = Kehilangan energi pada bangunan – bangunan yang lain.

Gambar 2.7 Elevasi muka air

2.7.4 Menentukan Tinggi Dasar Saluran

1. Menentukan elevasi berdasarkan peta kontur 2. Melihat debit air saluran

3. Menentukan perbandingan b dan h (n)

4. Menentukan kecepatan saluran berdasarkan debit dan perbandingan b dan h

5. maka tinggi dasar saluran dapat diketahui.

2.7.5 Menentukan Lebar Tanggul

Tanggul saluran diperlukan untuk keperluan sebagai berikut: a. Eksploitasi

b. Pemeliharaan c. Inspeksi

Lebar tanggul minimum pada saluran primer dan sekunder dikaitkan dengan debit rencana dapat dilihat pada tabel 2.9:

(32)

Tabel 2.9 Lebar minimum tanggul Debit

( m3/dt )

Tanpa jalan inspeksi ( m )

Dengan jalan inspeksi ( m ) Q < 1 1 < Q < 5 5 < Q < 10 10 < Q <15 Q > 15 1,00 1,50 2,00 3,50 3,50 2,00 5,00 5,00 5,00 5,00

(Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Perencanaan Jaringan Irigasi KP – 04, 1986)

2.8 Bangunan – Bangunan Pelengkap Jaringan Irigasi 2.8.1 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi dan sadap direncanakan untuk mengatur air sesuai dengan kebutuhan. Bangunan bagi berfungsi untuk membagi air dari saluran primer ke saluran sekunder yang biasanya menggunakan pintu sorong sedangkan bangunan sadap berfungsi membagi / mengambil air dari saluran sekunder ke saluran-saluran tersier.

Ada 3 tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap, yaitu: 1. Bangunan pintu sorong

2. Bangunan pintu romijn 3. Alat ukur cipoletti

2.8.2 Bangunan Pengatur dan Pengukur Debit

Dalam hal ini akan dibahas beberapa macam bangunan pengatur dan pengukur debit, khususnya bangunan yang digunakan dalam pekerjaan ini. Adapun bangunan pengatur dan pengukur debit itu adalah :

2.8.2.1 Pintu Sorong

Pintu sorong adalah pintu air dengan aliran bawah yang berfungsi sebagai pengatur aliran. Pintu jenis ini dapat dipakai untuk mengukur debit,

(33)

tetapi harus dilengkapi dengan skala, papan duga di sebelah hulu dan hilir, juga sebuah tabel untuk mengetahui debit.

Rumus yang dapat dipakai untuk mendimensikan pintu sorong adalah:

Q = b y 2gz

Keterangan:

Q = debit aliran rencana ( m3/dt )

 = Koefisien pintu sorong (0.7 – 0.9)

b = Lebar pintu sorong (m) y = Tinggi bukaan (m)

z = Beda tinggi muka air (0.10 – 0.25m) g = percepatan grafitasi ( m/dt2)

Lebar standar untuk pintu sorong adalah 0,5 m; 0,75 m; 1,00 m; 1,25 m; dan 1,50 m. Pintu yang lebarnya lebih dari 1 meter, menggunakan dua stang pengangkat. Apabila debit yang dibutuhkan kecil atau sangat kecil dapat menggunakan pintu angkat dengan lebar kurang dari 0.5 m. (Petunjuk Perencanaan Irigasi ; 1986)

 Untuk lebar saluran b = 0,2 s/d 1,5 meter Dengan roda gigi; besi cor z = 40 ; z = 20 Bahan yang digunakan :

- Rangka : siku L 100.100.10

- Stang pengangkat : As Ø 2 ¼” , Moer brons Ø 2 ¼” , Lager

No.51117 blok besi cor

- Daun Pintu : plat = 8 mm, siku L.60.60.6

- Moer baut : Ø ½” x 1” ; Ø ½” x 2” ; Ø 5/8” x 1 ½” ; Ø 5/8” x 3”

(34)

Gambar 2.8 Pintu Sorong tampak samping

Gambar 2.9 Pintu Sorong tampak depan

2.8.2.2 Pintu Romijn

Alat ukur pintu romijn merupakan alat ukur ambang lebar yang bisa digunakan untuk mengatur sekaligus mengukur debit aliran pada jaringan irigasi. Agar dapat bergerak mercu dibuat dari plat baja dan dipasang pada bangunan sadap maupun bangunan bagi dan sadap untuk membagi air dari saluran induk ke sekunder atau membagi air dari saluran sekunder ke saluran tersier.

y h

(35)

Pintu ini dilengkapi dengan alat pengangkat dan digunakan pada saluran dengan debit rencana lebih kecil dari 900 lt / dt. Pintu ini terdiri dari: a. Dua plat baja (atas dan bawah) ditempatkan dalam sponing, sebagai

batasan gerak ke atas dan ke bawah.

b. Plat ambang yang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah dan dihubungkan dengan stang pengangkat.

c. Plat bawah diikatkan ke dasar dalam kedudukan dimana sisi atasnya meruakan batas paling rendah dari gerakan ambang.

d. Plat bawah dihubungkan dengan plat bawah di dalam sponing dan bertindak sebagai batas atas gerakan ambang. Alat ini dipasang tegak lurus pada aliran dan sisi depan dari ambang dibulatkan.

Tabel 2.10 Jenis pintu romijn

TIPE ROMIJN STANDART

I II III IV V VI

Lebar (m) 0,50 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50

Kedalaman maks

aliran pada muka 0,33 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

air rencana (m)

Debit maks

pada muka air 160 300 450 600 750 900

rencana (l/dt)

Elevasi dasar

di bawah muka 0,81+V 1,15+V 1,15+V 1,15+V 1,15+V 1,15+V

air rencana (m)

(36)

V = Varian = 0,18 + H maks Perhitungan hidrolis : Q = 1.71*b*h3/2

Elevasi muka air pada Q 70% = Elevasi muka air – 0.18*H

Elevasi ambang terendah = elevasi muka air – kedalaman maksimal Elevasi dasar pintu = elevasi muka air – (0,81+V)

Keterangan :

Q = debit aliran rencana (m3/dt) b = lebar mercu / ambang (m)

h = tinggi air diatas mercu / ambang (m)

Gambar 2.10 Pintu Romijn

2.8.3 Bangunan Terjun

Bangunan terjun diperlukan apabila kemiringan muka tanah lebih curam daripada kemiringan saluran yang diizinkan. Ada dua macam terjunan, yaitu terjun tegak dan terjun miring.

 Bangunan Terjun Tegak

Dasar pintu h W 0,18 H maks Dasar pintu h Q`100 Q`70

(37)

Bangunan terjun tegak dipakai apabila tinggi terjunan / perubahan tinggi energi diatas bangunan < 1,50 meter.

Langkah perhitungan:

1. Menghitung ketinggian energi

g V h H 2 2 1   Dengan :

h = Tinggi muka air dibagian hulu (m) V1 = Kecepatan air pada saluran (m/dt) g = Gravitasi (m/dt2)

2. Menghitung lebar bangunan b = 5 . 1 ^ * * 71 . 1 m H Q Dengan :

Q = Debit aliran yang masuk (m3/dt) m = Kemiringan saluran

H = Ketinggian energi (m)

3. Menghitung kedalaman kritis

3 * 2 ^ 2 ^ g b Q hc Dengan:

Q = Debit aliran yang masuk b = Lebar bangunan (m) g = Gravitasi (m/dt2)

4. Menghitung ambang di hilir

hc a . 2 1  Dengan:

(38)

a = Tinggi ambang di hilir (m) hc = Kedalaman kritis (m)

5. Menghitung panjang kolam olakan L = C1 Z*hc0.25

Dimana :

L = Panjang kolam olakan C1= 2.5+1.1 0.7 ^3             Z hc Z hc

Z = Selisih dasar saluran

Gambar 2.11 Bangunan Terjun Tegak

2.8.4 Bangunan Plat Pelayanan

Langkah – langkah perhitungan plat palayanan sebagai berikut : a. Menentukan dimensi tebal plat (h)

b. Menentukan perhitungan pembebanan (Wu)

 Beban mati (Wd) = berat sendiri plat

 Beban hidup (Wl) = Beban manusia atau yang lain  Wu = 1,2 Wd + 1,6 Wl

c. Menghitung momen yang bekerja pada plat

 Momen yang menentukan Mu =

8 1

Wu L2

 Momen jepit tak terduga Mu =

24 1

(39)

d. Menghitung tulangan

Data – data yang diperlukan adalah :

 Tebal plat  Tebal penutup

 Perkiraan Ǿ tulangan utama

Dari data tersebut dicari tinggi efektif (d) d = h

-2 1

Ǿ P – S

e. Menentukan tulangan bagi

As = b*d*ρ Asb = 100 * * 25 , 0 b h

(40)

Gambar 2.12 Plat pelayanan

2.8.5 Bangunan Jembatan Kendaraan Data saluran :

Lebar saluran = b Data plat jembatan :

Panjang (L) = l Lebar = b Fc’ = 15 Mpa Fy = 24 Mpa Bj beton = 2400 kg / m3 Beban hidup = 300 kg / m2 Analisa :

Tebal plat (h min) = 1/27 x L Beban :

Beban mati ( Wd ) = 0,1 x Fy Beban hidup ( Wi )

(41)

Momen :

Momen lapangan

Mu = 1/8 x Wu x L2

Momen jepit tak terduga :

Mu = 1/24 x Wu x L2 Tinggi efektif : d = h – p –1/2 Momen lapangan : Mu = 2 bd Mu As = x b x d

Momen jepit tak terduga :

Mu = 2

bd Mu

(42)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi Klasifikasi Jaringan irigasi
Gambar 2.1 Jaringan Sederhana
Gambar 2.2 Jaringan Semi Teknis 3. Jaringan Irigasi Teknis
Gambar 2.3 Jaringan Irigasi Teknis
+7

Referensi

Dokumen terkait

The researcher have develop database application include determine the market value of land property, dynamic property database and fuzzy query implementation for

Gambar 3., diatas menunjukkan semua hewan uji selama penelitian memiliki tingkat kelangsungan hidup 100 % yang berarti perlakuan dosis tepung kulit Manggis pada

Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1 ) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum

Dalam menyikapi hambatan ini, beberapa guru telah mencoba untuk mengatasinya dengan cara memberikan kelonggaran waktu pengumpulan dan selalu berupaya untuk mengingatkan siswa

Intervensi yang diberikan untuk klien dengan masalah keperawatan Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah meliputi managemen hiperglikemi untuk mengontrol kadar

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mitigasi risiko dan mengevaluasi mitigasi risiko pembiayaan modal usaha tanpa agunan pada akad mu r h di BPRS Sarana

yang kuat akan semakin besar kemampuannya dalam membayar dividen karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuditas

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Noval Prahara