• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIM PENELITI: Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA Drs. Bakaruddin Rosyidi, MS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIM PENELITI: Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA Drs. Bakaruddin Rosyidi, MS"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TIM PENELITI: Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA Drs. Bakaruddin Rosyidi, MS

Kerjasama:

Komisi Pemilihan Umum

Kabupaten Dharmasraya dengan

Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah

Universitas Andalas

(3)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 i Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya peneliti telah dapat melaksanakan penelitian “Kehadiran dan Ketidakhadiran

Masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam Pemilu 2014.” Penelitian ini

bertujuan untuk memetakan persoalan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih di Kabupaten Dharmasraya pada pemilu 2014. Selain itu riset ini juga bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu dan pilkada.

Partisipasi memilih dalam riset ini diartikan sebagai kegiatan warga negara biasa dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Sedangkan pemilih diartikan semua pihak yang menjadi tujuan utama kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan memberikan suaranya.

Dengan mengetahui peta persoalan partisipasi memilih masyarakat diharapkan program-program yang dirumuskan untuk menghasilkan pemilih yang lebih cerdas dan rasional dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi khususnya demokrasi elektoral akan lebih sistematis dan berorientasi pada pemecahan masalah publik ke depan.

Meskipun substansi dan teknis pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Andalas, namun keberhasilan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh peran besar Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dharmasraya, yang telah membiayai secara

(4)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 ii

keseluruhan operasional penelitian ini. Karena itulah pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Komisioner KPU Kabupaten Dharmasraya, Staf KPU serta Pokja Riset Partisipasi dalam Pemilu KPU Kabupaten Dharmasraya. Penghargaan yang sama disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data yaitu PPS dan PPK Kabupaten Dharmasraya dan pihak yang telah banyak memberikan informasi maupun fasilitas penelitian. Semoga kerjasamanya tetap akan terjalin pada masa yang akan datang.

Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat menjadi referensi dalam pengembangan khasanah akademik, masukan bagi KPU dalam perbaikan manajemen penyelenggaraan Pemilu baik di Kabupaten Dharmasraya maupun di Daerah lain yang memiliki persoalan yang sama dalam peningkatan partisipasi pemilih masyarakat dan penciptakan pemilih yang rasional. Segala respon dan masukan akan bermanfaat bagi peneliti untuk kesempurnaan penelitian ini di masa yang akan datang.

Terima kasih.

Pulau Punjung, Juli 2015 Ketua Peneliti

(5)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 iii DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Daftar Tabel iv

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB II Kerangka Teoritis 5

2.1 Penelitian Terdahulu 5

2.2 Partisipasi Politik dalam Pemilu 7

2.3 Strategi Memajukan Pemilu 12

2.4 Hipotesis Penelitian 14

BAB III Metode Penelitian 17

3.1 Jenis Penelitian 17

3.2 Lokasi Penelitian 17

3.3 Populasi dan Sampel 18

3.3.1 Populasi 18

3.3.2 Sampel 18

3.4 Teknik Pengumpulan Data 19

3.5 Teknik Analisa Data 19

3.6 Sistematika Penulisan 19

BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian 21

4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Dharmasraya 21

4.2 Wilayah Administratif 23

BAB V Kehadiran dan Ketidakhadiran Masyarakat dalam Pemilu 32

5.1 Identitas Responden 32

5.1.1 Komposisi Responden berdasarkan Umur 32 5.1.2 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Kelamin 33 5.1.3 Komposisi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan 33 5.1.4 Komposisi Responden berdasarkan Agama 34 5.1.5 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan 34 5.1.6 Komposisi Responden berdasarkan Suku Bangsa 35 5.1.7 Komposisi Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan

Rumah Tangga

36 5.2 Pemetaan Partisipasi Memilih Dharmasraya Pada Pemilu 36

(6)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 iv

Legislatif 2014

5.2.1 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur 38 5.2.2 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin 39 5.2.3 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut

Tingkat Pendidikan

40 5.2.4 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama 41 5.2.5 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan 42 5.2.6 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan 43 5.3 Motivasi Pemilih dalam Berpartisipasi dalam Pemilu 2014 44

5.4 Alasan Golput pada Pemilu 2014 45

5.5 Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral 47

5.6 Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang 48

5.7 Penggunakan Hak Pilih Masyarakat 49

5.7.1 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014

50 5.7.2 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Sosialisasi

Pemilu

50 5.7.3 Yang perlu diperbaiki dalam Sosialisasi ke Depan 51 5.7.4 Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan 52 5.7.5 Hubungan Sikap Masyarakat terhadap Politik Uang dengan

Partisipasi Memilih

52 5.7.6 Pengaruh Penilaian Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

terhadap Partisipasi Memilih

53

BAB VI Pembahasan, Kesimpulan dan Rekomendasi 54

6.1 Pengantar 54

6.2 Pembahasan 57

6.2.1 Partisipasi Pemilih dalam Pemilu 57

6.2.2 Sosial Demografi dan Partisipasi Memilih 57 6.2.3 Penilaian Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah dan Perilaku

Memilih

58

6.3 Kesimpulan 59

6.4 Rekomendasi 59

(7)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 v DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kesadaran Politik dan Keadaan Pada Hari Pemungutan Suara

8

Tabel 2.2 Indikator Tidak Memilih Karena Golput 11

Tabel 4.1 Keadaan Alam dan Topografi Kab. Dharmasraya 23

Tabel 5.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur 32

Tabel 5.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 33 Tabel 5.3 Komposisi Responden Berdasarkan Kecamatan 33

Tabel 5.4 Komposisi Responden Berdasarkan Agama 34

Tabel 5.5 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan 34 Tabel 5.6 Komposisi Responden berdasarkan Suku Bangsa 35 Tabel 5.7 Komposisi Responden berdasarkan Pendapatan RumahTangga 36

Tabel 5.8 Komposisi Responden berdasarkan Umur 38

Tabel 5.9 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin 40 Tabel 5.10 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendidikan 41 Tabel 5.11 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama 42 Tabel 5.12 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan 42 Tabel 5.13 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan 43

Tabel 5.14 Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014 45

Tabel 5.15 Alasan Golput pada Pemilu 2014 46

Tabel 5.16 Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral 48

Tabel 5.17 Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang 49

Tabel 5.18 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014 50 Tabel 5.19 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Sosialisasi Pemilu 50 Tabel 5.20 Penilaian Terhadap Pelaksanaan Sosialisasi 51 Tabel 5.21 Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan 52 Tabel 5.22 Apakah Masyarakat Merasakan Adanya Masalah Sosial Ekonomi

Masyarakat Berikut

(8)

1 KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

1.1. Latar Belakang

Persoalan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih pada pemilu merupakan hal yang amat penting, karena dapat menentukan tingkat legitimasi pemimpin politik yang menang dalam pemilu dan penyelengara pemilu itu sendiri. Tingginya tingkat partisipasi dalam pemilu juga menunjukkan bahwa rezim yang sedang menang memiliki keabsahan yang tinggi. Sebaliknya, rendahnya partisipasi politik di suatu negara dianggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik. Selain itu, rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari rezim yang sedang berkuasa. Hal ini berarti bahwa sulit bagi pemimpin politik yang terpilih itu untuk melaksanakan kekuasaannya dalam menjalankan pemerintahan karena hanya mendapat pengakuan (legitimasi) yang rendah dari pemilih, sehingga mereka dianggap bukan mewakili kepentingan pemilih. Hal ini akan berimplikasi lebih luas lagi, yaitu pengakuan masyarakat terhadap negara dan berbagai institusinya juga rendah, sehingga akan menyulitkan komunikasi politik antara rakyat dan negara. Padahal dari sudut komunikasi politik, pengakuan masyarakat dan negara terhadap berbagai institusi yang mengatur hubungan antara mereka harus dilakukan melalui tiga struktur komunikasi, yaitu kewenangan, legitimasi, dan perwakilan tersebut. Inilah “urat-urat nadi” dalam menjalankan pemerintahan dan negara, yang dalam sistem pemerintahan dan negara yang demokratis. Ketiganya

(9)

2 KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

dipilih, ditukar dan dinilai melalui pemilu secara berkala. Inilah hakekat dari kedaulatan rakyat yang harus dihormati dan junjung tinggi.

Peningkatan partisipasi pemilih merupakan faktor kunci bagi kesuksesan Pemilu. Arti penting voter turnout juga berkaitan dengan kepercayaan warga pada demokrasi dan masa depan politik suatu negara. Oleh karena itu, negara-negara demokrasi di berbagai negara dunia senantiasa mencari jalan agar tingkat kehadiran warga pada bilik suara tidak mengalami penurunan, tetapi justru mengalami peningkatan. Tak jarang pelbagai kegiatan dan program pun dilakukan oleh penyelenggara pemilu untuk menarik minat para pemilih.

Kekhawatiran terhadap rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu, utamanya ditandai oleh fenomena meningkatnya “Golongan Putih”1 (selanjutnya disebut Golput) dalam beberapa kali pemilu sejak 1955 sampai 2014 serta beberapa pilkada di beberapa daerah di Indonesia. Fenomena golput ini dikhawatirkan bukan tidak mungkin akan terus meningkat pada pemilu dan Pilkada kedepan. Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu rezim Orde Lama mulai dari tahun 1955 dan Orde Baru pada tahun 1971 sampai 1997, kemudian Orde Reformasi tahun 1999 sampai sekarang masih cukup tinggi.2 Pengguna hak suara pada Pemilu Legislatif 2014 secara nasional mencapai 75,11% dan pada Pilpres turun menjadi 70%.

Kondisi ini jauh berbeda dengan fenomena partisipasi pemilih di Kabupaten Dharmasraya. Pada Pemilu Legislatif 2014, berdasarkan hasil rekapitulasi tingkat Kabupaten, jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK), dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) berjumlah 145.671 pemilih. Sedangkan jumlah pengguna hak pilih berjumlah 117.921 pemilih atau 80,95 persen dari jumlah total pemilih. Sedangkan pada Pilpres 2014, pengguna

1 Golongan putih ialah golongan pemilih terdaftar yang tidak ikut memilih kaena tidak percaya kepada calon-calon peserta pemilu.

2 Tingkat partisipasi pemilih pemilih dalam pemilu tahun 1955 mencapai 91,4 persen dengan angka golput hanya 8,6 persen. Baru pada era non-demokratis Orde Baru golput menurun. Pada Pemilu 1971, tingkat partisipasi pemilih mencapai 96,6 persen dan jumlah golput menurun drastis hanya mencapai 3,4 persen

(10)

3 KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

hak pilih di Kabupaten Dharmasraya berjumlah 107.504 atau mencapai 73,47 persen.

Berdasarkan data di atas, maka penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi memilih di Kabupaten Dharmasraya dalam Pemilu Legislatif 2014 yang lebih tinggi 5,84% dibanding partisipasi pemilih secara nasional. Hasil riset dapat digunakan untuk memastikan program dan kebijakan kepemiluan di Kabupaten Dharmasraya untuk mempertahankan dan meningkatkan angka partisipasi memilih. Bahkan hasil penelitian ini dapat menjadi pembelajaran bagi daerah lain sehingga program yang disusun tidak bersifat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah untuk menghasilkan partisipasi pemilih yang tinggi, rasional dalam pemilu yang berkualitas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan memfokuskan perhatian pada pertanyaan penelitian berikut:

1. Apa motivasi pemilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam Pemilu 2014?

2. Bagaimana pemetaan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi budaya (umur, gender, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, tempat tinggal, kondisi ekonomi keluarga saat pemilu)

3. Apa faktor yang membedakan atau mempengaruhi partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya pada Pemilu Legislatif 2014 lalu? 4. Bagaimana sikap masyarakat Kabupaten Dharmasraya terhadap Politik

Uang dalam mendapatkan dukungan suara dalam pemilu?

5. Kebijakan apa yang dapat diambil untuk meningkatkan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya?

(11)

4 KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah:

1. Untuk pemetaan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi budaya (umur, gender, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, tempat tinggal, kondisi ekonomi keluarga saat pemilu)

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membedakan atau mempengaruhi partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya pada Pemilu Legislatif 2014 lalu?

3. Untuk mengetahui sikap masyarakat Kabupaten Dharmasraya terhadap Politik Uang dalam mendapatkan dukungan suara dalam pemilu? 4. Untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk

menumbuhkan perilaku memilih yang rasional pada masyarakat Kabupaten Dharmasraya?

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan manfaat secara umum yaitu sebagai berikut:

Penelitian tentang partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu politik secara ilmiah, khususnya terhadap teori partispasi politik dan partispasi memilih (voting behavior) dan konsep politik uang (voting buying). Selanjutnya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rekomendasi kebijakan bagi KPU dan statekeholder pemilu dalam meningkatkan partisipasi pemilih dan menciptakan memilih yang rasional.

(12)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 5 2.1. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang partaisipasi memilih di Indonesia dan di berbagai negara. Namun sampai saat ini belum banyak kajian yang khusus meneliti tentang partaisipasi memilih di Kabupaten Dharmasraya. Oleh karena itu kajian ini akan mencoba memaparkan secara ringkas kajian-kajian yang berhubungan dengan partaisipasi memilih di Indonesia. Setiap kajian mempunyai kekuatan sendiri dari segi analisis, kerangka teori, serta metode yang digunakan.

Kajian-kajian tentang partaisipasi pemilih untuk memberikan suaranya dalam pemilu (atau secara lebih luas disebut partaisipasi politik) telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan politik seperti, Robert E.Lane (1959); Lester W. Milbrath (1965); Sidney Verba dan Norman H.Nie (1972); Max Kaase dan Alan Marsh (1979); Sidney Verba, Kay Lehman Schlozman dan Henry E.Brady; (1995); dan Henry E. Brady (1999)1.

Kajian-kajian partaisipasi politik yang berawal pada tahun 1950-an dan 1960-an berusaha membuktikan bahwa partaisipasi politik itu berdimensi satu, yakni ikut pemilu (Lane, 1959; Milbrath, 1965; Cf.Kaase dan Marsh, 1979). Studi-studi yang lebih belakangan (Verba and Nie, 1972; Milbrath dan Goel,

1 Lihat Saiful Mujani, 2007, Muslim Demokrat. Islam, Budaya Demokrasi dan Penyertaan Politik di Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Hal.38-40

(13)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 6

1977) mengkritik pengukuran yang hanya berdimensi satu ini. Verba dan Nie (1972) berargumen bahwa partaisipasi politik terdiri dari banyak dimensi. Begitu juga Kaase dan Marsh (1979) menganggap bahwa partaisipasi politik tidak saja hanya berdimensi satu dengan melihatnya pada segi bentuknya, yaitu terdiri dari dua bentuk yang berbeda, konvensional dan non-konvensional. Yang konvensional mencakup segala aktivitas yang dilakukan masyarakat biasa untuk mempengaruhi keputusan politik menurut prosedur yang telah ditentukan, seperti mencoblos dalam pemilu, mengikuti kampanye dan sebagainya. Yang bukan-konvensional adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh anggota masyarakat biasa untuk mempengaruhi hasil keputusan politik dengan tidak berdasarkan pada norma atau prosedur yang sudah diakui dalam sebuah pemerintahan seperti unjuk rasa, mogok, boikot, dan lain-lain2.

Jadi, dalam karya-karya akademik mereka ini, tidak ada kesepakatan mengenai ukuran partaisipasi politik itu. Namun, paling tidak, partaisipasi politik itu mesti mencakup empat dimensi: partaisipasi dalam pemilu (voting), kegiatan yang berhubungan dengan kampanye, kontak dengan pejabat publik, dan kegiatan-kegiatan sosial-kemasyarakatan. Selanjutnya, semua definisi mengenai partaisipasi politik selalu mencakup empat konsep dasar, yaitu aktivitas atau aksi, anggota masyarakat biasa, bersifat politik, dan sukarela (Brady,1999). Semua partaisipasi politik bersifat aksi, namun aksi yang dilakukan oleh anggota masyarakat biasa, bukan oleh para elite pemerintah. Aksi yang dilakukan oleh elit pemerintah bersifat politis, namun tidak termasuk partaisipasi politik (Brady, 1999). Aksi juga bersifat politis, artinya aksi tersebut ditujukan untuk mempengaruhi keputusan politik, yakni keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum, bukan kepentingan perorangan atau satu kelompok tertentu dalam masyarakat (Brady, 1999). Kemudian partaisipasi politik merupakan tindakan yang dilakukan secara sukarela, artinya para pelakunya tidak dipaksa untuk melakukannya, dan tidak dibayar (Verba, Kay Lehman Schlozman, dan Brady)3.

2 Ibid.,

(14)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 7 2.2 Pertisipasi Politik dalam Pemilu

Partaisipasi politik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah partaisipasi politik dalam pemilu (voting) dan kegiatan yang terkait dengan kampanye. Dengan demikian, meminjam pendapat Ramlan Surbakti (1999)4, mereka yang tidak menggunakan hak pilih (tidak memberikan suara dalam pemilu) dapat disebut sebagai kelompok masyarakat yang partaisipasi politiknya rendah. Secara teoritis, kata Surbakti, partaisipasi politik seseorang dalam pemberian suara akan dipengaruhi oleh tingkat kesadaran politik seseorang itu. Dan, tingkat kesadaran politik seseorang itu, akan dipengaruhi oleh pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan kehidupan politik di mana seseorang hidup.

Kesadaran politik seperti yang dipikirkan Surbakti dapat disebut sebagai “kesadaran pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Dengan demikian, tingkat kesadaran pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dipengaruhi oleh pengetahuan, minat dan perhatian pemilih misalnya tentang pemilu dan akta pemilu serta peraturan perundang-undang lainnya yang berkenaan dengan pemilu, partai politik, figur-figur calon, kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kampanye, termasuk atribut-atribut dan slogan-slogan atau yang digunakan oleh para simpatisan partai yang bertanding pada pemilu dalam kegiatan kampanye tersebut.

Selanjutnya, selain kesadaran politik (baca kesadaran pemilih), menurut Surbakti, partaisipasi politik (baca partaisipasi pemilih) dalam pemilu dipengaruhi juga oleh faktor sosial, yaitu keadaan yang mempengaruhi seseorang secara langsung seperti cuaca, keadaan ekonomi pemilih, kesehatan pemilih, keadaan ruang, suasana tempat pencoblosan, jarak tempat memilih dengan tempat berdomisili pemilih, dan ancaman dengan segala bentuknya pada hari pemilihan tersebut. Partaisipasi pemilih yang dipengaruhi oleh kesadaran pemilih dan keadaan hari pemungutan suara itu dapat dilihat dalam indikator seperti pada Tabel 1 di bawah ini.

4 Lihat Ramlan Surbakti, 1999, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT.Gramedia Widyasarana, hal. 140

(15)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 8 Tabel 2.1

Indikator Kesadaran Politik dan Keadaan Pada Hari pemungutan Suara

No Partaisipasi Dalam Pemberian Suara (Voting)

Kesadaran Politik (Kesadaran Pemilih untuk menggunakan hak pilihnya pada hari voting)

1. Pengetahuan tentang sumber undang-undang pemilu 2. Pengetahuan tentang hakekat pelaksanaan Pemilu

3. Pengetahuan tentang persyaratan terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu

4. Pengetahuan tentang status pengguna hak memilih pada Pemilu

5. Pengetahuan tentang manfaat pembuangan suara dalam Pemilu

6. Pengetahuan tentang partai peserta Pemilu

7. Pengetahuan tentang calon DPR-RI, DPD-RI, DPRD propinsi. DPRD kab/kota, dan pemilihan presiden/wakil presiden dalam Pemilu

8. Pengetahuan tentang visi-misi para calon DPR-RI, DPD-RI, DPRD Propinsi. DPRD kab/kota, dan pemilihan presiden/wakil presiden

9. Pengetahuan tentang masa kampanye pada Pemilu 10. Pengetahuan tentang tanggal dan bulan pelaksanaan

Pemilu

11. Pengetahuan tentang metode pemilihan dengan (mencentang)

12. Pengetahuan tentang lokasi dan jarak TPS dari tempat tinggal

13. Minat kehadiran dalam kampanye pada Pemilu 14. Minat untuk memperoleh informasi tentang Pemilu 15. Minat untuk memperoleh latar belakang partai dan calon 16. Minat untuk memperoleh informasi calon perseorangan 17. Perhatian terhadap isu-isu perubahan yang diangkat oleh

partai dan calon 18. Dan seterusnya

Keadaan Hari Pemungutan Suara

1. Keadaan cuaca pada hari pemungutan suara 2. Keadaan ekonomi pemilih

3. Keadaan kesehatan pemilih

4. Keadaan kesehatan keluarga pemilih 5. Jarak TPS dengan tempat tinggal pemilih 6. Suasana TPS

7. Mendapat ancaman dari pihak tertentu 8. Dan seterusnya

Selanjutnya, partaisipasi pemilih dalam memberikan suara ternyata tidak hanya seperti yang dipikirkan oleh Surbakti. Belakangan banyak kajian juga menemukan bahwa partaisipasi politik dalam pemungutan suara juga ditentukan oleh apa yang sering disebut sebagai “Golongan Putih” (Golput)5. Meskipun

5 Lihat Syamsuddin Haris, ” Golput dan Pemilu ”, Kompas, Senin, 30 Juni 2008; Yudi Latif, “Wawancara tentang Golput dalam Pemilu ”, Kompas, Senin, 30 Juni 2008; Eep Saefullah

(16)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 9

secara teoritik, dalam kepustakaan-kepustakaan Barat tidak ditemukan mengenai istilah Golput ini. Di Barat, mereka yang tidak berpartaisipasi disebut sebagai apatis (tidak peduli dengan kegiatan-kegiatan politik misalnya voting) atau tidak memilih dalam voting seperti pada era post-materialist di Eropa Barat6

Dalam konteks Indonesia, menurut sejarahnya seperti ditulis B.N Marbun

Dalam Kamus Politik7, golongan putih berkembang di Indonesia pada masa sebelum pemilu tahun 1971, yaitu golongan yang tidak puas dengan kemungkinan dan kesempatan yang terbuka untuk mengeluarkan dan menyalurkan aspirasi politik, menganjurkan untuk tidak ikut memilih atau menandai bagian putih saja di antara sepuluh tanda gambar yang sedia ada. Itulah sejarah golongan putih, yang menurut mereka pemilu hanya sebuah formalitas belaka dan tidak ada partai yang sesuai untuk dipilih.

Tetapi hari ini Golput seperti konsep Marbun, mungkin sudah sulit mencarinya. Dahulu penganjurnya, paling tidak aktor utamanya, yakni Dr.Arief Budiman (Aktivis Angkatan 66) secara terang-terangan mengaku sebagai Golput karena kekecewaannya terhadap sistem politik yang telah membusuk dan pemilu adalah salah satu bagian dari sistem politik yang membusuk itu. Sekarang, tidak mudah mencari aktor atau elemen masyarakat yang terang-terangan mengaku Golput, tapi mereka bekerja dengan pelbagai model dan pola, dan pada saat ini biasanya menggunakan media alternatif.

Sementara itu, Eep Saefullah Fatah8, mencoba membagi Golput dalam beberapa jenis. Eep nampaknya tidak ingin mengikuti batasan Golput seperti yang telah dikonstatasi oleh Marbun di atas. Bagi Eep, semua warga yang tidak menggunakan suaranya atau tidak dapat datang atau karena sesuatu dan lain hal pada hari pembuangan suara itu dapat disebut Golput, yang terdiri dari beberapa jenis. Pertama, golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (keluarga meninggal, ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke Fatah, dalam “www.blog.eepsaefullahfatah-Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi Indonesia 24/07/2007”, diakses 25 November 2008; B.N.Marbun, 2003, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 410

6 Scarbrough; Topf; dan Inglehart sebagaimana dikutip Saiful Mujani, 2007, Op.Cit., Hal.273 7 Marbun, Op.Cit.,

(17)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 10

tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tak sah. Kedua, golput teknis-politis, yakni mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik atau penyelenggara pemilu). Ketiga, golput politik, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan terhadap calon yang tersedia atau tak percaya bahwa Pilkada atau pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan. Keempat, golput

ideologis, yakni mereka (sekalipun jumlahnya terbatas) yang tidak percaya pada

mekanisme demokrasi liberal (misalnya pemilu) dan tak mau terlibat di dalamnya, entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lainnya.

Pendapat yang lebih sederhana dibandingkan Eep Saefullah adalah yang diajukan oleh Syamsuddin Haris9. Bagi Haris, ketidakhadiran sebagian masyarakat dalam pemungutan suaranya dalam Pemilu dan Pilkada dapat dikategorikan atas dua golongan. Pertama, karena faktor teknis seperti tidak terdaftar sebagai pemilih, tidak memperoleh surat suara, dan alasan-alasan lain yang bersumber pada kekacauan pengurusan pemilihan. Kedua, karena faktor

politik seperti kekecewaan terhadap partai, calon yang diajukan partai, dan

ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemilu dan pilkada mengubah kehidupan masyarakat.

Menurut Haris lebih lanjut, Golput karena faktor teknis sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan karena hal itu bisa berkurang jika kualitas manajemen Pemilu dan Pilkada dibenahi oleh komisi penyelenggara Pemilu. Sedangkan Golput karena faktor politik yang akhir-akhir ini cenderung meningkat merupakan cerminan dari semakin meluasnya kesadaran masyarakat terhadap sistem politik yang lebih demokratis, adil, dan berpihak kepada kepentingan umum. Sistem Pemilu atau Pilkada, mekanisme pencalonan dan format penyelenggaraannya dipandang belum merepresentasikan partisipasi dan kepentingan publik. Pemilu dan Pilkada lebih dilihat sebagai arena elite politik yang memiliki uang untuk mendapat kekuasaan, tetapi lalu mengkhianati mandat rakyat saat sudah terpilih. Meluasnya fenomena korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang diindikasikan

(18)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 11

pengadilan terhadap para mantan wakil rakyat, bupati, wali kota, gubernur, bahkan bekas menteri mencerminkan realiti itu.

. Berdasarkan konstatasi Marbun, Eep, dan Haris di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun menurut sejarahnya, frasa “golongan putih” mengacu kepada “mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya” karena alasan politik, yakni karena kekecewaan terhadap partai dan calon dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan Pemilu dan pilkada untuk mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, tetapi saat ini kita bisa menyebut “golput teknis” dan “golput politis” adalah sama-sama “Golput” (dalam tanda kutip). Pemakaian “tanda kutip” dalam kata Golput ini, agaknya diperlukan untuk menghindari kekecewaan dari mereka yang memang sungguh-sungguh Golput. Bagaimanapun, mereka yang sungguh-sungguh Golput tidak mau digeneralisir atau diturunkan maknanya menjadi Golput karena alasan teknis dan keadaan atau cuaca atau karena “ketiduran”. Ini terjadi karena kita belum atau tidak mempunyai data tentang yang mana “golput teknis”, dan yang mana “golput politis” dari persentase mereka yang tidak menggunakan hak pilih itu.

Jadi, untuk sementara ini, secara sederhana dapat disebutkan indikator-indikator dari mereka yang kita sebut “Golput” itu seperti di bawah ini.

Tabel 2.2

Indikator Tidak Memilih Karena “Golput”

No Partaisipasi Dalam Pemberian Suara

(Voting)

Tidak Memilih karena “Golput” 1. Tidak berdaftar sebagai pemilih

2. Tidak mendapat kartu pemilih 3. Ada Keluarga meninggal 4. Ada pesta keluarga 5. Karena tertidur

6. Karena sedang malas saja

7. Karena sakit tapi tidak melapor atau tidak terdata oleh petugas

8. Kekecewaan terhadap partai politik

9. Calon yang diajukan oleh partai politik atau perseorangan

10. Banyaknya calon yang merupakan aktor-aktor “incumbent”

11. Ketidakpercayaan terhadap kualitas penyelenggaraan Pemilu

(19)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 12

dan Pemilu yang dapat mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik

13. Partai-partai baru yang belum “teruji” menjadi peserta yang disuguhkan untuk dipilih

14. Prestasi pemerintah, parlemen, partai, yang masih buruk 15. Perilaku korupsi yang tidak kunjung dapat diberantas

habis

16. Karena tidak percaya terhadap sistem pemilu sebagai mekanisme sistem demokrasi

17. Karena tidak percaya terhadap sistem demokrasi 18. Dan seterusnya

Sekarang, sebagai kesimpulan pada bagian ini, kita dapat mengatakan bahwa partisipasi pemilih dalam pemilu akan dipengaruhi oleh tiga hal, yakni tingkat kesadaran pemilih, keadaan pada hari pemungutan suara, dan “Golput”. Dari sini dapat dirumuskan beberapa hipotesis bahwa “semakin tinggi tingkat kesadaran pemilih semakin tinggi partisipasinya untuk memilih”; “semakin minimal keadaan yang tidak dikehendaki pada hari pemungutan suara semakin tinggi partisipasi pemilih untuk memilih”; “semakin minimal jumlah “Golput” semakin tinggi partisipasi memilih”.

2.3 Strategi Memajukan Pemilu

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dirumuskan beberapa strategi yang tepat untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu. Ada tiga strategi utama yaitu strategi peningkatan kesadaran pemilih, strategi minimalisasi faktor keadaan, dan strategi minimalisasi “Golput”, yang ketiganya akan berujung pada strategi sosialisasi yang dilaksanakan oleh KPU dan strategi pengamanan pemilu yang efektif dan sukses, yang dilaksanakan oleh pihak polisi. Ketiga strategi adalah seperti berikut:

1. Strategi meningkatkan partaisipasi pemilih.

a. Meningkatkan kesadaran pemilih akan pentingnya suara yang diberikan oleh pemilih dalam Pemilu.

Pengetahuan, minat dan perhatian pemilih yang perlu ditingkatkan seperti tertera pada daftar Tabel 2.1 di atas. Misalnya, pengetahuan tentang sumber

(20)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 13

hukum Pemilu, pengetahuan tentang hakekat pelaksanaan Pemilu, pengetahuan tentang persyaratan terdaftar sebagai pemilih pada Pemilu, pengetahuan tentang status pengguna hak pilih pada Pemilu, pengetahuan tentang manfaat pemberian suara dalam Pemilu, pengetahuan tentang partai-partai peserta Pemilu, pengetahuan tentang calon DPR-RI, DPD-RI, DPRD propinsi. DPRD kab/kota, dan pemilihan presiden/wakil presiden dalam Pemilu, pengetahuan tentang visi-misi para calon DPR-RI, DPD-RI, DPRD propinsi. DPRD kab/kota, dan pemilihan presiden/wakil presiden dalam Pemilu, pengetahuan tentang masa kampanye pada Pemilu, pengetahuan tentang tanggal dan bulan pelaksanaan Pemilu, pengetahuan tentang metode pemilihan dengan (mencentang), pengetahuan tentang lokasi dan jarak TPS dari tempat tinggal, minat kehadiran dalam kampanye pada Pemilu, minat untuk memperoleh maklumat tentang Pemilu, minat untuk memperoleh latar belakang partai dan calon, minat untuk memperoleh maklumat calon perseorangan, perhatian terhadap isu-isu perubahan yang diusung oleh partai dan calon, dan seterusnya;

b. Minimalisasi faktor keadaan pada Hari Pemungutan Suara.

Strategi ini mencakup seperti keadaan ruang, jarak TPS dengan tempat tinggal pemilih, suasana TPS, keadaan ekonomi pemilih, kesehatan pemilih, dan ancaman dengan segala bentuknya pada hari pemungutan suara tersebut. Jadi, KPU (Kabupaten dan Kota) perlu misalnya menyediakan ruang TPS dan ruang tunggu bagi pemilih yang nyaman dan aman, menyediakan TPS yang dekat dan mudah dijangkau oleh pemilih, mendata sesegera mungkin dan cermat pemilih yang punya persoalan kesehatan dan ekonomi, dan lain sebagainya yang berkenaan dengan faktor keadaan ini.

c. Strategi minimalisasi “Golput”.

Strategi ini mencakup minimalisasi mereka yang tidak berdaftar sebagai pemilih, tidak mendapat kartu pemilih, ada keluarga meninggal, ada pesta

(21)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 14

keluarga, karena ketiduran, karena sedang malas saja, karena sakit tapi tidak melapor atau tidak terdata oleh petugas, karena kekecewaan terhadap partai politik, karena calon yang diajukan oleh partai politik atau perseorangan tidak kapabel dan kredibel, karena banyaknya calon yang merupakan aktor-aktor “daur ulang”, karena ketidakpercayaan terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu, karena ketidakpercayaan terhadap kemampuan hasil pilkada dan pemilu yang dapat mengubah kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, karena partai-partai baru yang belum “teruji” menjadi peserta yang disuguhkan untuk dipilih, karena prestasi pemerintah, parlemen, partai, yang masih buruk, karena perilaku korupsi yang tidak kunjung dapat diberantas habis, karena tidak percaya terhadap sistem Pemilu sebagai mekanisme sistem demokrasi, karena tidak percaya terhadap sistem demokrasi, dan seterusnya.

Strategi ini dapat dilakukan oleh KPU dengan bekerjasama dengan partai dan calon parlimen agar mereka membuat pencitraan yang baik (Jangan banyak menjual janji-janji kosong yang tidak mungkin dilakukan setelah mereka terpilih, dan tentu saja uswatun hasanah)

2. Strategi sosialisasi yang tepat sasaran dan target serta tuntas

Strategi melalui kampanye media, pembuatan media cetak, komunikasi tatap muka dan mobilisasi sosial merupakan strategi yang telah ditetapkan oleh KPU. Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana strategi ini tepat sasaran dan mencapai target serta tuntas sampai ke tingkat TPS, serta menggalang kerjasama dengan Partai melaksanakan sosialisasi, dan kekuatan masyarakat sipil seperti Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Tokoh Masyarakat (Non Government Organisation) untuk mengikuti sosialisasi dan pendidikan politik, khususnya mengenai Pemilu. Bagaimanapun, tanggungjawab sosialisasi ini bukan hanya tanggungjawab penyelenggara Pemilu, tetapi juga menjadi tanggungjawab partai dan para calon, serta Non Government Organisation.

2.4. Hipotesis Penelitian

(22)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 15

H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara Faktor Sosio Demografi dengan partisipasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara umur responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.3 : Terdapat hubungan yang signifikan antara negeri asal responden dengan dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.4 : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.5 : Terdapat hubungan yang signifikan antara agama responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.6 : Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H1.7 : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan responden dengan partispasi memilih masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

H3 Terdapat hubungan yang signifikan antara penilaian terhadap kondisi sosial ekonomi daerah dengan partisipasi memilih

(23)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 16

masyarakat Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014.

H4 : Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap masyarakat terhadap politik uang daerah dengan partispasi memilih di Kabupaten Dharmasraya dalam pemilu Legislatif 2014

Hipotesis tersebut dapat digambarkan dalam bentuk hipotesis geometrik pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1: Model Hipotesis Geometrik

Faktor Sosio Demografi Status Sosial Ekonomi Penilaian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Sikap terhadap Politik Uang Perilaku Memilih

(24)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 17 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif kuantitatif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat dipahami dan disimpulkan.Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Di samping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan sekaligus menjawab persoalan yang diteliti.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi penelitian pada Kabupaten Dharmasraya, Propinsi Sumatera Barat.

(25)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 18 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terdaftar pada Data Pemilih Tetap pada Pemilihan Presiden 2014.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat yang Kabupaten Dharmasraya baik yang menggunakan maupun tidak menggunakan Hak Pilihnya dalam pileg dan Pilpres 2014. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, penulis menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut:

n = Keterangan: n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

D : Presisi 5% dengan tingkat kepercayaan 95%

Perhitungan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Banyaknya sampel pada pemilu legislatif Tahun 2014:

Berdasarkan rumus Slovin di atas maka jumlah sampel untuk tingkat kepercayaan 95% berjumlah 400 responden.

(26)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 19 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan p e n e l i t i a n i n i dilakukan dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Data primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan datang langsung ke lokasi penelitian dengan cara menyebarkan angket/kuesioner kepada responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan

2. Data sekunder yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada. Data-data tersebut diolah dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.

3.6 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini akan memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Pustaka

Kajian Pustaka dalam penelitian kuantitatif menyajikan teori-teori yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum yang digunakan sebagai perspektif baik dalam membantu merumuskan fokus kajian penelitian maupun dalam melakukan analisis data atau membahas temuan-temuan penelitian. BAB III: Metode Penelitian

(27)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 20

Untuk penelitian diskriptif kuantitatif memuat tentang: (a) penetapan lokasi dan waktu penelitian, (b) pendekatan dan jenis penelitian, (c) teknik pengumpulan data, (d) data dan sumber data, (e) teknik analisis data, dan (f) Keabsahan data. BAB IV: Deskripsi Daerah Penelitian

Pada bagian ini dipaparkan kondisi geografis dan wilayah administrasi Kabupaten Dharmasraya.

BAB V Kehadiran dan Ketidakhadiran Masyarakat

Bagian ini mendeskripsikan hasil penelitian berupa temuan yang diperoleh di lapangan, yang disajikan dengan topik sesuai dengan pertanyaan- pertanyaan penelitian dan hasil analisis data. Pembahasan memuat hasil penelitian tentang hubungan variabel-variabel dan dimensi-dimensi posisi temuan terhadap teori dan temuan-temuan sebelumnya serta akan dijelaskan hasil temuannya berdasarkan sudut pandang subjek penelitian yang disandingkan dengan sudut pandang teoritis

BAB V. Penutup

(28)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 21

.

4.1 Kondisi Geografis Kabupaten Dharmasraya

Kabupaten Dharmasraya merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang diresmikan tanggal 7 Januari 2004 oleh Presiden RI secara simbolik di Istana Negara. Kabupaten ini didirikan berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat atas nama Menteri Dalam Negeri pada tanggal 7 Januari 2004.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah seluruh proses kegiatan manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Daerah yang meliputi perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengendalian, pembiayaan, kordinasi, pelestarian, penyempurnaan dan pengembangan. Pada hakikatnya penyelenggaraan Pemerintahan Daerah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang menggunakan konsep otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi (Kabupaten

(29)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 22

Bungo dan Tebo), dan Propinsi Riau (Kabupaten Kuantan Singingi) dan berjarak 233 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Barat, yaitu Kota Padang.

Kabupaten Dharmasraya dahulunya pernah berdiri sebuah Kerajaan Melayu dengan nama ibu kotanya Pulau Punjung. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Dharmasraya dikenal juga dengan sebutan Ranah Cati Nan Tigo.

Secara geografi Kabupaten Dharmasraya berada di ujung tenggara Provinsi Sumatera Barat, dengan topografi daerah bervariasi antara berbukit, bergelombang, dan datar dengan variasi ketinggian dari 100 m-1.500 m di atas permukaan laut. Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Dharmasraya berjenis Podzolik Merah Kuning (PMK), dengan penggunaan lahan yang didominasi untuk peruntukan lahan bukan pertanian seluas 30.855,2 Ha (10,42 %) dan lahan pertanian seluas 265.257,8 Ha (89,58 %).

Secara astronomis Kabupaten Dharmasraya terletak antara 00 47’ 7” LS – 10 41’ 56” LS dan 1010 9’ 21” BT – 1010 54’ 27” BT. Kondisi topografi Kabupaten Dharmasraya mayoritas merupakan tanah datar dengan ketinggian 82 meter sampai 1.525 meter di atas permukaan laut.

Menurut Perda No. 4 Tahun 2009 luas wilayah Kabupaten Dharmasraya mencapai 2.961,13 km2. Sebagian besar penggunaan lahan di Kabupaten Dharmasraya merupakan lahan pertanian yaitu mencapai 89,98 % dari luas wilayahnya.

Suhu udara rata-rata di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 berkisar antara 280 C – 320 C, dan rata-rata curah hujan 134,55 mm/bulan dimana angka tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2013, yaitu 106,17 mm/bulan. Curah hujan Kabupaten Dharmasraya tertinggi pada tahun 2014 terjadi pada bulan Mei.

(30)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 23 Table 4.1 Keadaan Alam dan Topografi Kab. Dharmasraya

Indikator Satuan 2013 2014

Luas Km 2.961,13 2.961,13

Ketinggian dari Permukaan Laut

Meter 82 – 1.525 82 – 1.525

Rata-rata hari hujan Hari/Bulan 10,75 10,85

Rata-rata curah hujan MM/Bulan 106.17 135.55

Suhu maksimum ºC 28 28

Suhu minimum ºC 32 32

Sumber: Dharmasraya Dalam Angka, 2015

Sebagian besar penggunaan lahan di Kabupaten Dharmasraya digunakan sebagai lahan pertanian, yaitu sebesar 89,60 persen dari luas seluruhnya, sedangkan sisanya digunakan sebagai lahan bukan pertanian yang terdiri dari rumah dan bangunan, hutan negara, dan rawa.

Pada penggunaan lahan pertanian, sektor yang menggunakan lahan terluas adalah sektor perkebunan, yaitu 57,99 persen dari seluruh lahan pertanian. Selanjutnya lahan pertanian terluas kedua merupakan kawasan hutan rakyat yaitu 20,69 persen.

Dalam pembagian wilayah administratif, Kabupaten Dharmasraya terbagi menjadi 11 kecamatan, yaitu: Sungai Rumbai, Koto Besar, Asam Jujuhan, Koto Baru, Koto salak, Tiumang, Padang Laweh, Sitiung, Timpeh, Pulau Punjung, dan IX Koto. Dengan jumlah Nagari sebanyak 52 kenagarian dan jumlah Jorong sebanyak 260 Jorong yang tersebar di kesebelas kecamatan yang ada.

4.2 Wilayah Administrasi

Sejak ditetapkannya menjadi kabupaten, Dharmasraya juga mengalami penambahan jumlah kecamatan, nagari, maupun jorong. Berdasarkan Perda No.4 Tahun 2009 tentang penataan dan pembentukan kecamatan maka Kabupaten Dharmasraya terdiri dari 11 kecamatan dan 52 nagari. Jorong merupakan satuan wilayah terkecil di Sumatera Barat, dan Kabupaten Dharmasraya terdiri dari 260 jorong. Sedangkan dalam segi perbatasan, Kabupaten Dharmasraya pada Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sijunjung dan Prov. Riau, Sebelah Selatan

(31)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 24

berbatasan dengan Provinsi Jambi, Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan

a. Pemerintahan

Pada pemilu 2014 Golkar dan PDIP mendapat perolehan jumlah suara terbanyak dengan perolehan masing-masing 20.056 suara atau sebesar 17,51 persen dan 18.733 atau sebesar 16,35 persen. Partai besar lainnya memperoleh suara maksimal 10 persen.

Anggota DPRD Kabupaten Dharmasraya berjumlah 25 orang, 24 kursi diantaranya adalah laki-laki. Hal ini masih jauh dari kondisi ideal yang dicetuskan pemerintah, yaitu 30 persen anggota parlemen adalah perempuan.

Secara total, jumlah PNS di Dharmasraya baik pemda maupun instansi vertikal mengalami peningkatan namun PNS yang ada di lingkungan pemda mengalami penurunan dari tahun 2013.

Dilihat dari komposisinya, jumlah PNS perempuan lebih banyak dibandingkan PNS laki-laki. Persentase PNS perempuan mencapai 61,99 persen. Dilihat dari pendidikannya, sebagian besar PNS Kabupaten Dharmasraya memiliki pendidikan Diploma IV/ S1, yaitu sebesar 54,68 persen.

Persentase tertinggi pemilih terdaftar pada pilkada Sumbar dan Bupati Dharmasraya adalah Kecamatan Pulau Punjung (18 persen) kemudian Koto Baru (15 persen), Sitiung dan Asam Jujuhan sebanyak 12 persen. Jumlah Keputusan DPRD Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

b. Pemilu Kabupaten Dharmasraya

Sejak berdirinya Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2004 yang lalu, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dharmasraya telah dua kali menyelenggarakan Pemilu Legislatif dengan damai dan lancar. Hal ini

(32)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 25

menandakan matangnya kesiapan KPU Kabupaten Dharmasraya di berbagai tingkatan dan tingginya kesadaran serta dukungan masyarakat pemilih beserta Stakeholders (para pemangku kepentingan) dalam menyukseskan Pemilu di Kabupaten Dharmasraya.

Dalam pemilihan umum 2014 di Kabupaten Dharmasraya, Terdapat Tiga jenis Pemilu yang dilaksanakan yaitu Pemilihan Umum DPR-RI Tahun 2014, Pemilihan Umum DPD-RI Tahun 2014 dan Pemilihan Umum DPRD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Dalam Pemilu DPR RI 2014, KPU Kabupaten Dharmasraya mendata jumlah Pemilih yang terdaftar Pada Pemilu DPR RI 2014 sebanyak 145.671. Pemilih terdiri 4 jenis data pemilih yaknis ; DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase Pemilih yang terdaftar dalam DPT sebanyak 94.48 %, DPTb sebesar 0,48 %, DPK sebesar 0,4 %, dan DPKTb sebesar 0,8 %. Berdasarkan Jenis Kelamin Prosentase seluruh data pemilih adalah Laki-Laki 51,55% dan Perempuan 48,45 %.

Sedangkan jumlah Pengguna Hak Pilih dalam Pemilihan Umum DPR RI tahun 2014, juga terdiri 4 Daftar Pemilih yakni DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase Pemilih terdaftar dalam DPT yang menggunakan Hak Pilihnya 94,25 %, DPTb sebesar 0,49 %, DPK 1,33 %, DPKTb 3,93 %. Berdasarkan Jenis Kelamin Laki – laki 50,07 % dan Perempuan 49,93 %.

Jumlah Total surat suara yang diditribusikan dari KPU Kabupaten Dharmasraya secara berjenjang sampai ke tingkat TPS adalah 140.267 surat suara untuk Pemilihan Umum DPR-RI tahun 2014, dari jumlah tersebut surat suara yang digunakan 117.921 surat suara, sejumlah 22.108 surat suara yang tidak digunakan dan sejumlah 238 surat suara dikembalikan oleh pemilih karena rusak/keliru coblos pada saat yang bersangkutan berada di TPS.

Total jumlah suara sah 110.559 suara yang merupakan penjumlahan seluruh suara sah yang terdiri dari 12 partai politik termasuk didalamnya adalah suara Calon DPR RI dalam partai politik. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(33)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 26

(PDI-P) memperoleh suara sah yang tertinggi sebesar 30.385 / 27.48 % suara sedangkan Partai Keadilan dan dan Persatuan Indonesia memperoleh suara sah terendah sebesar 664 / 0.60 %.

Kedua, dalam Pemilihan Umum DPD RI 2014, KPU mendata jumlah data pemilih dalam Pemilihan Umum DPD RI Tahun 2014, sebanyak 145,671 pemilih terdiri dari 4 daftar pemilih yaitu DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase pemilih yang terdaftar dalam DPT sebanyak 94,48%, DPTb sebesar 0,48% DPK sebesar 1,82% dan DPKTb sebesar 3.22%. Bedasarkan jenis kelamin, prosentase seluruh data pemilih adalah 51,55% berjenis kelamin laki-laki dan 48,45% berjenis kelamin perempuan.

Dalam penggunaan hak pilih dalam Pemilihan Umum DPD RI Tahun 2014 juga terdiri dari 4 Daftar Pemilih yakni DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase pemilih terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 94,24%, DPTb sebesar 0,48%, DPK sebesar 1,33% dan DPKTb sebesar 3,93%. Berdasarkan jenis kelamin, prosentase seluruh pengguna Hak Pilih adalah 50,06% berjenis kelamin laki-laki dan 49,93% berjenis kelamin perempuan.

Jumlah surat suara yang didistribusikan oleh KPU Kabupaten Dharmasraya secara berjenjang sampai ke tingkat TPS adalah 140,381 surat suara untuk Pemilihan Umum DPD RI Tahun 2014, dari jumlah tersebut, surat suara yang digunakan sebesar 84% / 117,921 surat suara,, sejumlah 15,83% / 22,234 surat suara yang tidak digunakan dan sejumlah 0,16% / 226 surat suara dikembalikan oleh pemilih karena rusak/keliru coblos.

Perolehan suara dalam hal ini terdiri dari 2 jenis, yakni suara sah dan suara tidak sah. Pada Pemilihan Umum DPD RI Tahun 2014, diketahui bahwa suara sah sebesar 87,87% / 103,621 suara yang dinyatakan sah. Sedangkan suara tidak sah berjumlah 12,12% / 14,300 suara yang dinyatakan tidak sah.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah suara sah dan suara tidak sah seluruhnya adalah 117,921 suara yang mana sama dengan jumlah

(34)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 27

pengguna hak pilih di Kabupaten Dharmasraya pada pemilihan Umum DPD RI Tahun 2014. Jumlah suara sah sejumlah 103,621 suara merupakan penjumlahan seluruh suara sah dari 25 calon DPD RI Daerah Pemilihan Sumatera Barat.

Yang terakhir merupakan Pemilihan Umum DPRD-RI Provinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan oleh pihak KPU di Kabupaten Dharmasraya. Pada Pemilu DPRD RI Tahun 2014 terdapat jumlah data pemilih dalam Pemilihan DPRD Propinsi Sumatera Barat Tahun 2014 sebesar 145.671 pemilih, terdiri dari 4 daftar pemilih, yakni DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase Pemilih terdaftar dalam DPT sebanyak 94.5%, DPTb 0,5%, DPK sebesar 1,8% dan DPKTb sebesar 3,2%. Berdasarkan jenis kelamin, prosentase seluruh data pemilih adalah 51,6% berjenis kelamin laki- laki dan 48,4% berjenis kelamin perempuan. jumlah Pengguna Hak Pilih dalam Pemilihan DPR, DPD dan DPRD Kabupaten Dharmasraya Tahun 2014 terdiri dari 4 daftar pemilih, yakni DPT, DPTb, DPK dan DPKTb. Prosentase Pemilih terdaftar dalam DPT yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 94,25%, DPTb 0,49%, DPK sebesar 1,33% dan DPKTb sebesar 3,93%. Berdasarkan jenis kelamin, prosentase seluruh data pemilih adalah 50,07% berjenis kelamin laki- laki dan 49,93% berjenis kelamin perempuan.

Jumlah total surat suara yang didistribusikan dari KPU kabupaten Dharmasraya secara berjenjang sampai ke TPS adalah 140.288 surat suar untuk Pemilu DPR, DPD dan DPRD di kabupaten Dharmasraya tahun 2014, dari jumlah tersebut, suart suara yang digunakan sebesar 117.921 surat suara, surat suara yang tidak digunakan sebesar 22.162 surat suara, surat suara yang dikembalikan karena keliru coblos sebanyak 205 surat suara.

Sama seperti sebelumnya, perolehan suara dalam hal ini terdiri dari 2 jenis suara, yakni suara sah dan tidak sah sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pada Pemilu legislatif untuk daerah pemilihan sumbar 6 tahun 2014, diketahui suara sah sebesar 111.018 / 94,2% dinyatakan sah. Sedangkan suara tidak sah sebesar 6.903/5,8% dinyatakan tidak sah. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah suara sah dan tidak sah seluruhnya adalah

(35)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 28

117.921 suara, yang mana sama dengan jumlah hak pilih di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014.

Jumlah Suara Sah sejumlah 111.018 suara merupakan penjumlahan seluruh suara sah dari 12 Partai politik untuk DPRD Provinsi Sumatera Barat Daerah Pemilihan 6 (khusus Kabupaten Dharmasraya ). Partai PDI Perjuangan memperoleh suara sah terbanyak yaitu 23.055 suara dan perolehan suara sah terendah adalah Partai Keadilan dan Kesatuan Indonesia yaitu sebesar 571 suara.

c. Penduduk

Penduduk mempunyai peran penting dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Jumlah penduduk suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi atau perpindahkan penduduk.

Jumlah penduduk Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebanyak 216.905 jiwa, dan mengalami penambahan dari tahun 2012 yaitu 210.689 jiwa. Sehingga pertumbuhan penduduk meningkat sebesar 2,95 persen.

Apabila dilihat dari angka sex ratio, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Angka sex ratio Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebesar 107, 21, yang artinya pada setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 107 penduduk laki-laki.

Rasio penduduk usia muda (dibawah umur 15 tahun) di Kabupaten Dharmasraya masih menunjukkan persentase yang cukup tinggi. Rasio ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (usia 0-14 tahun dan usia diatas 65 tahun) Rasio ketergantungan Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebesar 52,10 artinya setiap 100 penduduk produktif menanggung sekitar 52 orang penduduk tidak produktif.

(36)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 29

Kecamatan yang memiliki penduduk paling padat di Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 adalah Kecamatan Sungai Rumbai yaitu sebesar 424 jiwa per km2. Kecamatan Sungai Rumbai memiliki luas wilayah yang paling kecil diantara kecamatan lainnya di Kabupaten Dharmasraya, namun kecamatan Sungai Rumbai ini memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak. Kecamatan paling padat kedua setelah Sungai Rumbai adalah Kecamatan Sitiung, yaitu 202 jiwa per km2. Sedangkan kecamatan yang memiliki penduduk paling jarang adalah Kecamatan Sembilan Koto, dengan kepadatan sebesar 16 jiwa per km2 .

d. Sosial

Pada bidang pendidikan di Kabupaten Dharmasraya menurut Angka Partisipasi Murni (APM) yang merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu, yang dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk usia 7-12 tahun, SMP untuk usia 13-15 tahun, dan SMA untuk usia 16-18 tahun. APM Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2014 pada umumnya meningkat di semua jenjang pendidikan yaitu dari SD hingga SMA masing-masing 98,64, 65,69, dan 63,34.

Tingkat kecukupan tenaga pengajar di suatu sekolah dapat dilihat dari indikator rasio murid-guru. Rasio ini menunjukkan banyaknya siswa yang berada di bawah pengawasan seorang guru. Pada tahun ajaran 2014/2015 rata-rata seorang guru SD/sederajat mengajar 15 murid, guru SMP/sederajat mengajar 10 murid, guru SMA/.sederajat mengajar 9 murid. Rasio guru tersebut sudah termasuk ideal, namun belum bisa dipastikan penyebarannya.

Untuk mencapai salah satu target MDG’s yaitu menjamin bahwa sampai tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan sekolah dasar, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah sarana dan prasarana pendidikan.

Pada bidang ketenagakerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebesar 69,59. Artinya sekitar 70 persen

(37)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 30

penduduk usia kerja aktif dalam kegiatan ekonomi baik yang sedang bekerja maupun sedang mencari pekerjaan.

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) merupakan persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja yang menggambarkan peluang seorang calon pekerja untuk menggantikan posisi yang tersedia saat ini. Sementara tingkat kesempatan kerja Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebesar 97,06 persen. Artinya setiap 100 orang angkatan kerja terdapat 97 orang yang bekerja.

Dilihat berdasarkan jenis kelamin, pekerja laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan pekerja perempuan diberbagai sektor, kecuali sektor perdagangan, hotel dan restoran, pekerja perempuan memiliki jumlah yang lebih besar.

Sektor pertanian masih memiliki kontribusi tertinggi dalam ketenagakerjaan Kabupaten Dharmasraya, yaitu sebesar 65 persen. Sektor kedua yang memiliki kontribusi tertinggi kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu sebesar 13 persen.

Dalam segi pembangunan manusianya, Kabupaten Dharmasraya menghitung berdasarkan kepada variabel pokok Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu dimana perkembangan IPM Kabupaten Dharmasraya dari tahun 2012-2014 menunjukkan trend yang meningkat yang mengindikasikan semakin baiknya kualitas pembangunan manusia Kabupaten Dharmasraya. Pada tahun 2014 IPM Dharmasraya sebesar 69.27 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

e. Keuangan Daerah

Seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian di Kabupaten Dharmasraya, keberadaan dan peran perbankan semakin dalam penyediaan dana sangat bermakna dalam mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi masyarakat Dharmasraya.

(38)

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 31

Pada tahun 2014, dana simpanan giro sebesar 24,81 persen, tabungan 62,96 persen dan deposito 12,23 persen. Sebesar 97,4 persen dari keseluruhan nasabah adalah nasabah tabungan.

Kemudian dilihat dari transaksi delapan bank selama tahun 2014 ternyata warkat keluar jauh lebih banyak dari pada war-kat masuk. Dana masuk hanya sebesar Rp 61,671 milyar sedangkan dana keluar mencapai Rp 627,337 milyar.

Sedangkan kredit pinjaman dari bank sebagian besar digunakan pada sektor perdagangan besar, eceran, dan restoran sebesar 30 persen dan sektor sector pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 28 persen.

Dalam segi pendapatan reginalnya, Kabupaten Dharmasraya mengkalkulasikannya melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu indikator dalam mengukur perkembangan pembangunan suatu daerah dari berbagai lapangan usaha maupun untuk melihat karakteristik penyebaran dari perekonomian suatu daerah.

Sejalan dengan distribusi PDRB nasional, sektor perekonomian tertinggi di Kabupaten Dharmasraya adalah pada sektor pertanian sebesar 30,83 persen. Mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2013, sektor pertanian me-nyumbang sebesar 30,80 persen.

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Dharmasraya tahun 2014 sebesar 6,24 per-sen, menurun dari tahun sebelumnya yai-tu 6,50 di tahun 2013 dan 6,19 di tahun 2012. Hal ini menunjukkan laju ekonomi Kabupaten Dharmasraya sudah cenderung stabil.

(39)

32

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015 5.1 Identitas Responden

Didalam bagian 5.1 ini akan dijelaskan identitas responden yang dikategorikan dalam beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, sebaran desa tempat tinggal responden, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa dan rata-rata pendapatan rumah tangga responden. Dengan hal ini akan memberikan gambaran umum mengenai responden dan mewakili masyarakat Kabupaten Dharmasraya secara keseluruhan berdasarkan pembagian sampel dari populasi.

5.1.1 Komposisi Responden berdasarkan Umur

Tabel: 5.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi % Persentase

Komulatif 17-25 30 12,0 12,0 26-33 79 31,6 43,6 34-42 65 26,0 69,6 43-51 48 19,2 88,8 52-60 24 9,6 98,4 61-70 4 1,6 100,0 71-80 0 0 Total 250 100,0

(40)

33

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

Dalam survei perilaku memilih masyarakat di Kab Dharmasraya, dari 250 responden yang menjawab pertanyaan, sebanyak 31,6 % berumur antara 26-33 tahun dan posisi kedua dengan rentang umur 34-42 tahun yakni sebanyak 26 %. Hal ini menandakan bahwa komposisi responden dalam rentang umur di dominasi oleh pemilih muda yakni direntang umur kurang dari 42 tahun, yaitu 69,6%.

5.1.2 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel: 5.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi % Persentase

Komulatif

Laki-laki 158 61% 61%

Perempuan 102 39% 100

Total 260 100

Sumber : Data Primer 2015

Dalam komposisi jenis kelamin responden, dapat diketahui bahwa sebanyak 61,0 % survei ini diikuti oleh responden berjenis kelamin laki-laki dan 39,0 % berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan selisih perbedaan 22 %.

5.1.3 Komposisi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel: 5.3 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi % Persentase Komulatif SD 47 18,1 18,1 SLTP 57 21,9 40,0 SLTA 108 41,5 81,5 D1, D3, D4 9 3,5 85,0 S1 37 14,2 99,2 S2 ke atas 2 ,8 100,0 Total 260 100,0

(41)

34

KPU Kabupaten Dharmasraya Tahun 2015

Berdasarkan komposisi responden menurut tingkat pendidikan, mayoritas secara umum di ikuti oleh responden berpendidikan SLTA yakni sebesar 41,5 % atau 108 orang dari 260 total responden yang menjawab pertanyaan. Posisi tamatan SLTP mendapat posisi kedua dan tamatan SD pada posisi ketiga. Secara keseluruhan terdapat 81,5 % responden yang berpendidikan SLTA ke bawah. Tingkat pendidikan responden tentunya berpengaruh kepada pengetahuan masyarakat akan politik dan pemilihan umum.

5.1.4 Komposisi Responden berdasarkan Agama

Tabel: 5.4 Komposisi Responden berdasarkan Agama

Agama Frekuensi % Persentase

Komulatif

Islam 248 99,6 99,6

Kristen Katolik 1 0,4 100,0

Total 249 100,0

Sumber : Data Primer 2015

Berkaitan dengan sebaran kepercayaan yang di anut/agama responden, dapat diketahui terdapat 2 agama responden yang mengikuti survei ini yakni Islam dan Kristen katolik dengan masing-masing 99,6 % dan 0,4 %

5.1.5 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel: 5.5 Komposisi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi % Persentase

Komulatif

Guru/Dosen 10 3,9 3,9

Pegawai Pemda 4 1,6 5,5

Pegawai Swasta 27 10,6 16,1

Wiraswasta kecil-kecilan 44 17,3 33,3

Ibu Rumah Tangga 56 22,0 55,3

Bengkel/Jasa servise 3 1,2 56,5

Petani/Peternak 61 23,9 80,4

Buruh Kasar/Pembantu 4 1,6 82,0

Gambar

Gambar 1: Model Hipotesis Geometrik Faktor Sosio Demografi Status Sosial Ekonomi Penilaian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Sikap terhadap Politik Uang  Perilaku Memilih
Tabel 5.7 Komposisi Responden berdasarkan Pendapatan RumahTangga
Tabel 5.8 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur Umur Responden Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Tabel 5.9 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music), dan suara (sound). Kode-kode representasional

Pemahaman makna yang dilakukan Hamka dalam tafsirnya, yakni berusaha menemukan makna dan menjelaskan yang samar dari ayat dengan memasukkan istilah lokal, kemudian

3. Mengenal hubungan antar satuan waktu, antar satuan panjang, dan antar satuan berat. Peta Konsep Pengukuran Memilih alat ukur sesuai dengan fungsinya Menggunakan alat ukur

Data berupa proses bisnis peminjaman buku oleh mahasiswa, sivitas akademis, proses bisnis pengembalian buku oleh mahasiswa, sivitas akademis, proses bisnis pelayanan informasi

Keefektifan Strategi PSRT (Prepare-Structure-Read-Think) dalam Pembelajaran Memahami Teks Eksplanasi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 12 Magelang untuk memenuhi

b) Bakat: sebagai potensi/ kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang dimiliki individu masing-masing berbeda. c) Minat: tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran

Sedangkan kewenangan Administrator Pelabuhan hanya menyangkut kapal-kapal yang melewati laut saja, tidak termasuk angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.Faktor yang

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang disusun oleh Yosi Wastika Pratama (2005) yang menyatakan terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap