• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KRIMINALITAS DI KOTA MAKASSAR DENGAN PENDEKATAN EKONOMI SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD FADHIL T. NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KRIMINALITAS DI KOTA MAKASSAR DENGAN PENDEKATAN EKONOMI SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD FADHIL T. NIM:"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

MUHAMMAD FADHIL T.

NIM: 105710226615

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2020

(2)

i

ANALISIS TINGKAT KRIMINALITAS DI KOTA MAKASSAR

DENGAN PENDEKATAN EKONOMI

SKRIPSI

Oleh

MUHAMMAD FADHIL T.

NIM: 105710226615

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2020

(3)

ii

Kedua orang tuaku, Bapak Taswar Waris dan Ibu Husniah yang telah

melimpahkan kasih sayang dan cintanya, doa yang tak pernah putus,

serta kerja keras ikhlas tanpa pernah lelah untuk memberikan yang terbaik

bagi kesuksesanku.

Almamaterku tercinta khususnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhamadiyah Makassar

Teman terkasih atas motivasi dan semangatnya

Para Dosen, Karyawan dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis

yang telah banyak membantu.

MOTTO HIDUP

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Makassar Dengan Pendekatan Ekonomi. Dibimbing oleh Pembimbing I Hj. Naidah dan Pembimbing II Ismail Badollahi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengangguran dan Kemiskinan Terhadap Tingkat Kriminalitas di Kota Makassar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik analisis data adalah regresi linear berganda dengan bantuan SPSS 21. Adapun hasil dari penelitian ini dapat dilihat dari uji analisis t yang dimana untuk hipotesis pertama (X1) pengangguran secara signifikan tidak berpengaruh terhadap variable (Y) Kriminalitas. Ini ditunjukkan oleh tabel coefficient yang dimana jika nilai signifikan > 0,05 maka keputusannya adalah ditolak atau variable dependen. Berbeda dengan uji hipotesis kedua (X) Kemiskinan yang dimana secara parsial berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas ini disebabkan karena nilai signifikannya < 0,05 yang berarti keputusannya adalah diterima atau variable independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variable dependen.

(8)

vii

ABSTRACT

MUHAMMAD FADHIL T., 2019. Analysis of Criminality Levels in Makassar City with Economic Approach. Supervised by Supervisor I Hj. Naidah and Advisor II Ismail Badollahi. This study aims to determine the effect of unemployment and poverty on crime rates in the city of Makassar. This type of research is quantitative research with data analysis techniques is multiple linear regression with the help of SPSS 21. The results of this study can be seen from the t analysis test which for the first hypothesis (X1) unemployment significantly does not affect the variable (Y) Criminality . This is indicated by the coefficient table where if the value is significant> 0.05 then the decision is rejected or the dependent variable. In contrast to the second hypothesis test (X) Poverty which partially influences the level of crime is caused by the significant value <0.05 which means the decision is accepted or the independent variable partially has a significant effect on the dependent variable.

(9)

viii

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW bserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Kriminalitas di Kota Makassar dengan Pendekatan Ekonomi”.

Skripsi yang penulis ini buat bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

Teristimewa dan terutama penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis bapak Taswar Waris dan ibu Husniah yang senantiasa memberi harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan doa tulus tanpa pamrih. Dan seluruh keluargaku tercinta yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta doa restu atas keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu hingga akhir studi ini. Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan dengan hormat kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

(10)

ix

2. Bapak Ismail Rasulong, SE., MM., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ibu Hj. Naidah, SE., M. Si., selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Hj. Naidah, SE., M. Si., selaku pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi selesai dengan baik.

5. Bapak Ismail Badollahi, SE., M. Si.AK.CA.CSP selaku pembimbing II yang telah berkenan membantu selama dalam penyusunan skripsi hingga ujian skripsi.

6. Bapak/Ibu dan Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti kuliah.

7. Segenap Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

8. Sahabat-sahabat Kapak Merah (A.Faisal Ansary, Nurul Fatwa, Taswin, Fahrul Agussalim, Adnan Musyawir, Ancu Kundang, Muhammad Rifki, Tomy Wahyudi, dan Ikhwan Saputra) yang telah menjadi sahabat sekaligus telah menjadi saudara selama studi ini.

9. Saudara-Saudara UKM PAHALA Unismuh Makassar yang selalu menjadi tempat ternyaman berbagi kisah dan kasih selama bersama-sama dalam studi ini.

10. Teman-teman kelas EP.15 D yang telah menemani dan memperhatikan saya selama studi ini.

(11)

x penulis.

12. Rekan-rekan di Himpuanan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembanguan (HMJ IESP) Periode 2017/2018 yang selalu belajar bersama yang tidak sedikit bantuannya dan dorongan dalam aktivitas studi penulis.

13. Dan taklupa juga saya berterima kasih dengan Nining Devina Ardita telah membantu saya dan setia menemani saya dalam menyelesaikan skirpsi ini. 14. Terima kasih teruntuk semua kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu

yang telah memberikan semangat, kesabaran, motivasi dan dukungannya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

Akhirnya, sungguh penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kepada semua pihak utamanya para pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikannya demi kesempurnaan skripsi ini.

Mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak utamanya kepada Almamater Kampus Biru Universitas Muhammadiyah Makassar.

Billahi fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat, Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Makassar, 2020

(12)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL ...

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN... v

ABSTARK INDONESIA ... vi

ABSTRACK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Teori ... 7

B. Tinjauan Empiris ... 18

C. Kerangka Konsep ... 20

D. Hipotesis ... 21

III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional dan Pengukuran ... 23

D. Populasi dan Sampel ... 23

E. Teknik Pengumpulan Data ... 24

(13)

xii V. PENUTUP ... 53 A. Kesimpulan ... 53 B. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN ... BIOGRAFI

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 21

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Makassar ... ... 33

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kota Makassar ... 35

Tabel 4.3 Jumlah Tingkat Kriminalitas di Kota Makassar ... 37

Tabel 4.4 Jumlah Penganggura di Kota Makassar ... 40

Tabel 4.5 Jumlah Kemiskinan di Kota Makassar ... 42

Tabel 4.6 Uji Analisis Linear Berganda ... 43

Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas ... 46

Tabel 4.8 Uji Koefisien Determinasi ... 49

Tabel 4.9 Uji t ... 50

(15)

xiv

Gambar 2.1 Kerangka Konsep………24

Gambar 4.1 Grafik Pengamatan Kriminalitas………37

Gambar 4.2 Uji Normalitas………...45

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara berkembang adalah sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan negara global. Sesuai namanya, negara berkembang pastilah memiliki berbagai macam permasalahan yang masih harus ditangani. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di negara berkembang.

Menurut Jamaluddin (2016), beberapa permasalahan tersebut membutuhka penaganan serius dari semua pihak, baik masalah yang bersifat sosial, ekonomi, budaya dan politik. Bahkan hampir di setiap wilayah daerah memiliki masalah sosial dengan karakteristiknya masing-masing. Dari macam-macam masalah tersebut, tidak dapat dipungkiri mengakibatkan timbulnya potensi tindak kriminalitas atau kejahatan. Kejahatan merupakan akibat dari situasi dan kondisi ketidakadilan hukum, keberpihakan hukum kepada kelompok dan status sosial tertentu, atau karena hukum itu hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Kejahatan disebabkan juga oleh keserakahan manusia yang selalu merasa miskin sehingga ingin memenuhi nafsunya untuk memenuhi kepuasan dirinya sendiri. Kejahatan juga merupakan gejala perubahan orientasi manusia secara instan ingin memuaskan hidup manusiawinya.

(17)

Berkembangnya zaman saat ini diiringi juga dengan perkembangan kejahatan yang pesat dimana berkembang baik dari segi jumlah atau bentuknya. Daerah perkotaan merupakan pusat terjadinya tindak kriminal hal ini terjadi karena di daerah perkotaan terjadi persaingan yang ketat karena daerah perkotaan menjadi pusat kegiatan perokonomian di suatu wilayah sehingga setiap orang dituntut untuk dapat bersaing dengan keras sesuai kemampuan dan keahlian masing-masing untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal itu ditambah juga dengan tingginya arus urbanisasi yang menyebabkan daerah perkotaan menjadi wilayah padat penduduk (Priatna, 2016).

Jumlah penduduk yang terlalu banyak sementara sumber daya yang tersedia terbatas, penyebaran penduduk yang tidak merata, serta migrasi penduduk dari daerah satu ke daerah lain yang amat berbeda dari sisi kultur dan bahasanya memberikan kontribusi untuk lahirnya konflik. Kartono dalam Icksan (2016) faktor penyebab kriminalitas antara lain faktor biologik, sosiologik yang terdiri dari faktor-faktor ekonomi (sistem ekonomi, populasi, perubahan harga pasar, krisis moneter, kurangnya lapangan kerja dan pengangguran), faktor-faktor mental (agama, bacaan, harian-harian, film), faktor-faktor fisik: keadaan Iklim dan lain-lain, dan faktor-faktor pribadi (umur, ras dan nasionalitas, alkohol, perang). Kasus kejahatan yang terjadi pada masyarakat saat ini sangat beraneka ragam jenisnya. Kasus kejahatan konvensional yang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat antara lain pembunuhan, pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, kebakaran,

(18)

3

pemerkosaan, pemerasan, penyalah gunaan narkotika, kenakalan remaja dan perjudian.

Jumlah kejahatan di Indonesia untuk provinsi/polda. Selama tahun 2016 telihat Sumatera Utara diurutan kedua, yaitu sebanyak 35.102 kasus. Sedangkan untuk urutan pertama Polda Metro Jaya mencatat jumlah kejahatan terbanyak yaitu 43.842 kasus, kemudian diurutan ketiga adalah Jawa Barat sebanyak 29.351 kasus. Sedangkan Polda Maluku, Kep. Bangka Belitung, dan Maluku Utara jumlah kejadian kejahatan berturut-turut sebanyak 2.559 kasus, 2.094 kasus, dan 1.096 kasus, merupakan tiga Polda dengan jumlah kejahatan paling sedikit. Perlu menjadi catatan bahwa jumlah kejahatan bisa sangat dipengaruhi dengan banyaknya jumlah penduduk di suatu wilayah.

Banyak wilayah-wilayah di Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk tinggi terkadang mempunyai banyak permasalahan sosial yang timbul akibat efek dari pertumbuhan penduduk. Terlebih lagi didaerah perkotaan yang identik dengan banyaknya penduduk dan disertai dengan terbatasnya lahan yang tersedia, menimbulkan banyak sekali permasalahan sosial. Seringkali masalah yang timbul diperkotaan akibat banyaknya penduduk antara lain kemiskinan, pengganguran, kriminalitas, pemukiman kumuh, gelandangan, dan lain-lain (Nugroho,2014). Maka dari itu, baik secara nasional maupun daerah, kriminalitas yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia disebabkan oleh hal yang sama, begituh juga dengan tingkat kriminalitas yang terjadi di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar.

Konsekuensi negatif yang potensial dari pertumbuhan penduduk terhadap pembangunan ekonomi dapat di pilah-pilah menjadi tujuh kategori,

(19)

yakni dampak-dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, ketersedian bahan pangan, lingkungan hidup, serta imigrasi internasional. Kenaikan jumlah penduduk yang cepat sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk, dimana dapat berpotensi menimbulkan kemiskinan. Sebagian besar tersangka tindak kriminal merupakan mereka yang bermasalah pada sisi status ekonominya. Sebagian besar narapidana di penjara adalah meraka yang berasal dari strata ekonomi menengah kebawah (Hadianto dalam Ichsan, 2016).

Besarnya jumlah penduduk miskin di perkotaan mengindikasikan adanya ketimpangan pendapatan antara penduduk. Ketimpangan distribusi pendapatan yang tidak merata mengakibatkan timbulnya kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial tersebut apabila diikuti dengan sulitnya mendapatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan secara layak akan memicu penyimpangan perilaku yaitu melakukan hal yang tak wajar untuk mendapatkan materi yang dibutuhkan, salah satunya yaitu tindak pencurian.

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal, dimana tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan atau untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan masyarakat.

Dengan cara melihat faktor-faktor penyebab apa saja yang menjadi alasan bagi pelaku melakukan tindak kejahatan, diharapkan dapat menurunkan tindak kriminalitas secara tidak langsung. Maka penulis teratrik untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian yang berjudul:

(20)

5

“Analisis Tingkat Kriminalitas di Kota Makassar Dengan Pendekatan Ekonomi”.

B. Perumusan Masalah

. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan merumuskan masalah, yaitu :

1. Apakah pengangguran di Kota Makassar berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas ?

2. Apakah kemiskinan di Kota Makassar berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas ?

C. Tujuan Peneltian

Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kriminalitas di Kota Makassar terhadap pengangguran.

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kriminalitas di Kota Makassar terhadap kemiskinan.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini untuk memberikan gambaran perkembangan Kota Makassar serta mengetahui pengaruh pengangguran dan kemiskinan terhadap tingkat kriminalitas di Kota Makassar.

(21)

2. Manfaat praktis

Diharapkan sebagai informasi dan referensi dan bahan rujukan bagi para semua pihak yang melakukan penelitian lanjut mengenai hubungan variabel pengangguran dan kemiskinan dengan tingkat kriminalitas di Kota Makassar.

(22)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Kriminalitas

Batasan mengenai kejahatan menurut Bonger (2016:45) adalah “Perbuatan-perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan”. Bonger juga mengatakan “Kejahatan merupakan sebagian dari perbuatan immoral. Oleh sebab itu perbuatan immoral adalah perbuatan anti sosial. Secara sosiologi kejahatan merupakan segala prilaku manusia yang menimbulkan kerugian materi, psikologis dan menganggu kehidupan bersama. Kejahatan dapan terjadi kapan saja dan dimana saja, kejahatan harus diperangi sebagaimana menurut ilmu hukum karena karena kejahatan menyebabkan kerugian (Maulana, 2014: 22).

Menurut Peter Hoefnagels dalam Dirdjosisworo (2015), kejahatan dalam sudut pandang kriminologi dapat terbagi menjadi dua bentuk, yaitu: a. Kriminal yang sempurna, merupakan pemberian nama dan kondisi

yangluar biasa, termasuk tindakan represi negara, seperti penahanan, polisi, penjara, dan ritual-ritual yang kokoh. Publikasi dalam surat-surat kabar misalnya merupakan yang esensial dan diperlukan agak suatu tindakan dapat menjadi perbuatan yang dikenal sebagi kejahatan.

(23)

Dengan demikian, sekadar perilaku saja belum cukup untuk dianggap sebagai kejahatan.

b. Kriminal yang tidak utuh, dimana menurut Hoefnagels, melakukan rekonstruksi terhadap cara memosisikan seorang pelaku kejahatan. berkehidupan bebas bagaikan seniman atau pahlawan adalah keliru. Hal ini disebabkan mereka menganggap dirinya bagaikan orang yang kalah atas pemilihan dalam dunianya. Mereka melihat perbuatannya tidak sebagai pencapan orang lain, tetapi sebagai kesalahannya sendiri.

Secara Yuridis, Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang. Disini diperlukan suatu kepastian hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa perbuatan jahat dan apa yang tidak jahat (Herpandi, 2017:11).

Bagi kalangan kriminolog, kejahatan merupakan suatu keniscayaan, yang tidak dapat dihindari keberadaanya dalam suatu komunitas. Anggapan bahwa kejahatan adalah suatu hal yang normal dalam masyarakat ini dikemukakan oleh Emile Durkheim (Darmawan, 2007: 7.2).

Menurut Durkheim, kejahatan memiliki fungsinya tersendiri bagi setiap masyarakat. Setidaknya ada dua fungsi kejahatan bagi masyarakat menurut Durkheim, yaitu kejahatan sebagai agen perubahan, dan sebagai sesuatu yang dapat mempersatukan masyarakat. Kejahatan sebagai agen perubahan diartikan bahwa kejahatan merupakan indikator bagi adanya

(24)

9

perkembangan dalam suatu masyarakat. Kejahatan tidak akan terjadi dalam masyarakat yang stagnan, yang bertingkah laku dalam cara yang sama, dan akan setuju dengan seluruh prinsip sosial yang ada. Jadi, kejahatan merupakan suatu perbuatan yang akan membawa pada adanya perubahan dalam masyarakat. Selanjutnya kejahatan sebagai pemersatu masyarakat. Pendapat ini didasari oleh anggapan bahwa kejahatan adalah “penyakit sosial” sehingga warga masyarakat akan secara bersama-sama melakukan reaksi untuk mengevaluasi norma-norma sosial yang telah disepakati (Darmawan, 2007: 73).

Adanya pelanggaran terhadap norma-norma sosial merupakan tolak ukur suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan jahat ataupun tidak. Walau definisi norma sosial dipandang secara berbeda oleh banyak kriminolog. Perbedaan pendapat tersebut setidaknya terlihat pada pemikiran Edwin H. Sutherland dan Thorsten Sellin.

Sutherland memandang norma sosial yang dimaksud adalah norma-norma yang telah diformalkan secara tertulis. Ia membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar Undang-Undang, yaitu suatu norma-norma sosial yang telah bersifat formal, telah ada tolak ukur yang baku terhadap suatu perbuatan itu jahat atau tidak, suatu perbuatan jahat hanya apa yang telah diatur oleh Undang-Undang (Darmawan, 2007: 1.4).

Berbeda dengan Sutherland, Sellin berpendapat bahwa kriminologi harus diperluas dengan mempelajari “conduct norms” (norma-norma tingkah laku), yaitu (norma-norma-(norma-norma tingkah laku yang telah digariskan

(25)

atau ditentukan oleh berbagai kelompok masyarakat di mana individu merupakan anggota dari padanya (Darmawan, 2007: 1.6).

2. Kriminalitas Dalam Sudut Ekonomi

Ilmu ekonomi sendiri memandang kejahatan merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan ketidak efisienan alokasi sumberdaya dan mendistorsi harga sehingga jumlahnya harus ditekan. Ilmu ekonomi menggunakan kerangka yang dimiliki dalam mengoptimalkan alokasi penggunaan sumber daya untuk menekanangka kejahatan ke tingkat yang serendah-rendahnya (Herpandi2017 :16).

Hipotesis Becker (2015;34) bahwa kejahatan merupakan tindakan rasional dengan memperhitungkan untung rugi yang didapatkan dari melakukan tindakan ilegal tersebut. Tidak jauh berbeda dengan model yang dijelaskan Becker, rasionalitas kejahatan menurut Sullivian (2017:33) menjelaskan bahwa landasan individu dalam bertindak kriminalitas hanyalah untung dan rugi yang akan ia dapatkan, maka dari itu ia membuat keputusan pemikiran yang rasional tanpa mempertimbangkan benar atau salahnya suatu hal. Keputusan melakukan tindak kriminalitas tersebut merupakan keputusan yang rasional berdasarkan maksimisasi kepuasan yang bedasarkan pada ekspetasi kepuasan dari tindakan yang mereka pilih. Jika ekspetasi kepuasan dari tindakan kriminalitas dapat diperoleh maka nilainya sama dengan kepuasan dalam melakukan tindakan legal.

(26)

11

Ekonomi kriminalitas mempunyai asumsi rasionalitas pelaku kejahatan dalam melakukan aksinya. Pelaku akan melakukan tindak kriminalitas apabila manfaat yang diperoleh (harta rampasan) melebihi biaya dari tindak kriminal tersebut (peluang tertangkap dan biaya jika tertangkap). Kejahatan bagi pelaku merupakan cara untuk meningkatkan utilitas dengan memperbesar pendapatan secara ilegal (Hakim 2009 : 45).

Menurut Detotto dan Otrando (2010 :46), disatu sisi aktivitas kriminal memungkinkan adanya tambahan konsumsi barang dan jasa dari harta jarahan walaupun dianggap tidak pantas. Sementara disisi lain, kriminalitas membebankan biaya yang besar di sektor publik maupun swasta seperti pencurian dan perusakan aset, kehilangan sumber daya manusia, tambahan biaya keamanan dan tambahan biaya kesehatan. Kriminalitas bersifat seperti pajak di perekonomian secara keseluruhan, yaitu memunculkan keengganan pihak asing dan domestik untuk berinvestasi langsung, mengurangi daya saing perusahaan, relokasi sumberdaya, menciptakan ketidak pastian dan inefisiensi.

3. Jenis Tindak Kriminalitas

Menurut Pasaribu (2014:50), jenis tindak kriminalitas/kejahatan dibagi menjadi :

a. Kejahatan Perorangan dengan kekerasan meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminal seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Kejahatan ini tidak memperoleh dukungan dari kelompok manapun, walaupun

(27)

mungkin terdapat batasan-batasan dalam sub-kebudayaan yang mendukung penggunaan kekerasan secara umum. Kejahatan ini terdapat suatu reaksi sosial yang sangat kuat.

b. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, yang termasuk didalamnya pencurian, perampokan yang menyebabkan hilangnya harta benda orang lain. Kejahatan ini terdapat dukungan dari norma-norma kelompok dan bersifat pelanggaran atas nilai-nilai kepemilikan pribadi.

c. Kejahatan-kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang berkedudukan tinggi. Sifat kejahatan yang dilakukan amat rumit dan tidak kelihatan nyata, hal ini dikarenakan status sosial ekonomi pelaku kejahatan.

d. Kejahatan politik yang meliputi penghianatan, spionase, sabotase, dan sebagainya. Kejahatan ini memperoleh sokongan dari kelompoknya, tetapi masyarakat sebagai keseluruhan melakukan reaksi sosial yang kuat apabila perbuatan itu dipandang sebagai ancaman bagi masyarakat.

e. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum jenis ini misalnya seperti pelacuran yang tidak dikehendaki sebagian masyarakat. Sementara bentuk lainya seperti gelandangan dipandang semata-mata kegagalan sistem ekonomi yang ada.

(28)

13

f. Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian dengan keerasan dan pemberatan. Pelanggar hukum melakukanya sebagai “part timer career” dan seringkali untuk menambah penghasilan melalui kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan ekonomi, yang melanggar nilai kepemilikan pribadi seseorang.

g. Kejahatan terorganisasi yang meliputi antara lain pemerasan, Pelacuran, dan perjudian terorganisasi serta peredaran narkotika dan sebagainya. Pelaku biasanya berasal dari golongan bawah dan mempunyai hubungan dengan kelompok penjahat, dan juga terasing dari masyarakat luar, tetapi golongan atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat pada umumnya bahkan sering kali bertempat tinggal dilingkungan yang baik.

h. Kejahatan professional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang dirinya sebagi penjahat dan bergaul dengan penjahat lainya serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka juga terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat.

4. Faktor Penyebab Tindak Kriminalitas

Becsi (2011:35), memaparkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sesorang melakukan tindakan kriminalitas antara lain: kepadatan penduduk, tingkat pengangguran, pendapatan personal dan

(29)

pendidikan. Gillani (2009) menambahkan, kemiskinan juga dapat mempengaruhi seseorang melakukan tindakan kriminalitas.

Menurut Pasaribu (2014:73), Faktor-faktor yang mempengaruhi kriminalitas yaitu :

a. Faktor biopsikogenik yang terdiri dari : mesomorfik fisik yakni keadaan fisik yang dikaitkan dengan sifat atau tempramen tertentu yang menyebabkan prilaku jahat.

b. Faktor sosiogenik yang meliputi: asosiasi diferensial, misalnya menjadi anggota geng, asosiasi dengan poila prilaku kriminal dan seterusnya Frustasi karena perbedaan perlakuan atau kepahitan di masa lampau, tekanan-tekan karena rasa takut, adanya ancaman-ancaman, kemiskinan dan lain sebagainya.

c. Faktor lingkungan yang fundamental, yang mencakup taraf kepatuhan agama yang relatif rendah, oleh karena itu tidak berhasil menjiwai ajaran dan norma-norma agama, hal ini dikarenakan tidak adanya bimbingan dari keluarga, pecahnya keluarga, dan sebagainya : disorganisasi sosial seperti pudarnya nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang mengakibatkan warga masyarakat kehilangan pedoman untuk berperilaku pantas.

d. Faktor pendukung dalam lingkungan, yang terdiri dari kesempatan atau peluang, moralitas sosial yang relative rendah konflik kebudayaan atau konflik antara bagian-bagian dari suatu kebudayaan.

(30)

15

e. Waktu, waktu sangat mempengaruhi tindakan seseorang penjahat untuk melakukan aksi kejahatanya seperti : malam hari, sepi merupakan suasana yang baik untuk melakukan kejahatan.

f. Tempat, Para penjahat akan memilih tempat tempat yan menguntungkan baginya, misalnya tempat yang jauh dari polisi, gelap dan sebagainya. g. Sosial, gejala dalam proses atau interaksi sosial yang berkaitan dengan

kejahatan dalam proses ini masyarakat bergeser dari masyarakat. Diantaranya kurang atau mengendornya pengawasan atau kontrol sosial sebagai kekuatan yang mempertahankan norma-norma sosialnya. Hal ini juga memberikan gaya hidup kriminal yang melibatkan cara pemikiran tertentu dan mendukung perilaku anti sosial kurang harmonis dengan orang lain.

h. Keadaan keluarga, Keluarga merupakan kelompok lingkungan yang terkecil dalam masyarakat namun keluarga merupakan lingkungan yang terkuat dalam mendidik seseorang dalam membentuk kepribadianya.

Secara teoritik M.Harvey Brenner mengidentifikasi beberapa pandangan yang berbeda mengenai latar belakang kejahatan dalam hubungannya dengan pengaruh langsung ekonomi terhadap kejehatan, yakni:

a. Penurunan pendapatan nasional dan lapangan kerja akan menimbulkan kegiatan-kegiatan industri ilegal.

b. Terdapatnya bentuk-bentuk “inovasi” sebagai akibat kesenjangan antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan sosial dengan sarana-sarana sosioal

(31)

struktural untuk mencapainya. Dalam masa kemunduran ekonomi, banyak warga masyarakat yang kurang mempunyai kesempatan mencapai tujuan-tujuan sosial dan menjadi “inovator” potensial yang cenderung mengambil bentuk pelanggaran hukum.

c. Perkembangan karir kejahatan dapat terjadi sebagai akibat tersumbatnya kesempatan dalam sektor-sektor ekonomi yang sah. d. Pada beberapa tipe kepribadian tertentu, krisis ekonomi akan

menimbulkan frustasi oleh karena adanya hambatan atau ancaman terhadap pencapaian cita-cita dan harapan yang pada gilirannya menjelma dalam bentuk-bentuk perilaku agresif.

e. Pada kelompok-kelompok tertentu yang mengalami tekanan ekonomi terhadap kemungkinan besar bagi berkembangnya sub-kebudayaan delinkuen.

f. Sebagai akibat krisis ekonomi yang menimbulkan pengangguran sejumlah warga masyarakat yang menganggur dan kehilangan penghasilannya cenderung untuk menggabungkan diri dengan teman-teman yang menjadi pengangguran pula dan dengan begitu lebih memungkinkan dirancang dan dilakukannya suatu kejahatan.

5. Pengangguran Terhadap Kriminalitas

Pengangguran adalah masalah makro ekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling besar. Bagi kebanyakan orang kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika

(32)

17

pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw,2007). Untuk menghitung tingkat pengangguan terdapat rumus yaitu :

TP=

x 100%

Pengangguran terbuka tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibat dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di dalam suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan sepenuh waktu oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri (Sukirno, 2004).

6. Kemiskinan Terhadap Kriminalitas

Supriatna (2008) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi yang serba terbatas da terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Penududuk dikatakan miskin apabila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi serta kesejahteraan hidup, yang menunjukan lingkaran ketidakberdayaan.

(33)

Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab dari tindak kriminalitas karena pasalnya, menurut Chambers (2017 : 13). Kemiskinan berkaitan dengan masalah deprivasi sosial, dimana akar masalah kemiskinan adalah ketergantungan, isolasi, ketidak berdayaan dan rendahnya harapan hidup. Dengan hidup dalam keterbatasan maupun kekurangan akan mempersulit kebutuhan hidupnya baik dari segi kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal), maka untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut seseorang melakukan berbagaicara guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dengan cara melakukan tindak kriminalitas atau kejahatan. Hal ini berarti semakin banyak jumlah penduduk miskin maka akan semakin tinggi pula tingkat kriminalitas.

B. Tinjauan Empiris

Untuk lebih memperkaya khasanah pengetahuan dari penelitian ini,maka perlu disajikan tinjauan-tinjauan empiris dari penelitian-penelitian sebelumnya yang kurang lebih berkaitan dengan penelitian ini. diantaranya yaitu hasil penelitian yang dilakukan.

Yogi Yedia Pritna (2016) penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kejahatan Pencurian di Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2010-2015”. Adapaun metode yang digunkan dalam penelitian yang menggunakan analisis data panel dengan metode fixed effect model (FEM). Hasil menunjukkan bahwa variable independen tingkat

(34)

19

pengagguran berpengaruh negatif dan signifikan. Sedangkan variabel tingkat pendidikan dan rasio gini keduanya berpengaruh negative dan signifikan terhdap tingkat pencurian di Daerah Yogyakarta periode 2010-2015.

Wahyu Dian Herpandi dalam penelitiannya berjudul tentang “Pengaruh Ketimpangan Ekonomi Terhadap Tingkat Kriminalitas di Kota Medan”. Adapun Variabel Dependen yang mempengaruhi yaitu, tingkat kriminalitas, Rasio gini dan jumlah penduduk miskin. Hasil dari analisis ini menunjukkan gini rasio dan jumlah penduduk miskin secara simultan berpengaruh terhadap kejahatan sebanyak 82,7% sedangkan 17,3% lagi dipengaruhi oleh faktor lain dan berdasarkan uji koefisien korelasi, ketimpangan ekonomi (gini rasio) dengan tingkat kriminalitas mempunyai hubungan cukup tinggi, sedangkan jumlah penduduk miskin dengan tingkat kriminalitas mempunyai hubungan tergolong sangat tinggi.

Nurul Asahani Harahap (2014) dalam penelitiannya berjudul tentang “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingkat Kriminalitas di Sumatera (melalui pendektan ekonomi). Dalam penelitian ini Variabel Dependen mempengaruhi tingkat kriminalitas, rasio gini, tingkat kemiskinan dan pendidikan. Adapun hasil yang telah dianalisa yaitu pendekatan hasil regresi yang diperoleh dari nilai R=0.9599 hari ini menunjukkan model yang digunakan yaitu pendapatan perkapita. Tingkat pengangguran yang mempengaruhi tingkat kriminalitas.

Florentius Nugro Hardanto (2009) dalam penelitian ini berjudul tentang “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kriminalitas

(35)

di Indonesia dari Pendekatan Ekonomi” dilihat dari Variabel yang mempengaruhi yaitu, jumlah kriminalitas ,tingkat upah, rasio yang terdakwa, pengeluaran pembangunan pemerintah. Adapun hasil peneletian ini, variabel tingkat upah berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan variabel pengeluaran pembangunan pemerintah untuk sektor hukum berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia, sedangkan variabel probabilitas jumlah terdakwa yang dihukum penjara tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kriminalitas.

Pinjaka Romdhon Nur Ichsan (2015) dalam penelitian ini berjudul tentang “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kriminalitas Di Provinsi Sumatera Utara”. Adapun pengaruh variabel yang berpengaruh yaitu tingkat kriminalitas, kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat pengagguran, pendidikan, PDRB perkapita. Dari hasil penelitian menunjukkan kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan PDRB perkapita secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kriminalitas. Lalu secara parsial kepadatan penduduk, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan PDRB perkapita berpengaruh , sedangkan tingkat kemiskinan tidak berpengaruh terhadap tingkat Kriminalitas.

(36)

21

Table. 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama peneliti

Judul penelitian Variabel Hasil

1. Yogie Yedia Priatna (2016) Analsis Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Kejahatan Pencurian Di Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2010-2015 Variabel Dependen: - Kejahatan Pencurian Variabel Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis data panel dengan model fixed effect model (FEM). Hasil menunjukkan bahwa variabel independen tingkat pengangguran berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Sedangkan variabel tingkat pendidikan dan rasio gini keduanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pencurian di Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2010-2015. 2. Wahyu Dian Herpandi (2017) Pengaruh ketimpangan ekonomi terhadap Tingkat kriminalitas di Kota Medan Variabel Dependen: - Tingkat Kriminalitas Variabel Independen: - Rasio Gini - Jumlah Penduduk Miskin Hasil analisis menunjukan gini rasio dan jumlah penduduk miskin secara simultan berpengaruh terhadap kejahatan sebanyak 82,7% sedangkan 17,3% lagi di pengaruhi oleh faktor lain. Dan berdasarkan uji koefisien korelasi, ketimpangan ekonomi (gini rasio) dengan tingkat

(37)

kriminalitas mempunyai hubungan cukup tinggi, sedangkan jumlah penduduk miskin dengan tingkat kriminalitas mempunyai hubungan tergolong sangat tinggi. 3. Nurul Asahani Harahap (2014) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat kriminalitas di Sumatera ( melalui pendekata ekinomi) Variabel Dependen: - Tingkat Kriminalitas Variabel Independen: - Rasio Gini - tingkat kemiskinan - Pendidikan pendekatan Hasil regresi yang diperoleh dari nilai R= 0.9599 hal ini menunjukan model yang digunakan yaitu perkapita .tingkat pengangguran yang mempengaruhi tingkat kriminalitas 4. Florentius Nugro Hardianto (2009) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat kriminalitas diindonesia dari Pendekatan Ekonomi Variabel Dependen: - Jumlah Kriminalitas Variabel Independen: - Tingkat Upah - Rasio yang Terdakwa - Pengeluaran Pembangunan Pemerintah

Hasil dari penelitian ini, variabel tingkat upah berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan variabel pengeluaran pembangunan pemerintah untuk sektor hukum berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kriminalitas di Indonesia. Sedangkan variabel probabilitas jumlah terdakwa yang dihukum penjara tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kriminalitas. 5. Pinjaka Romdhon Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Variabel Dependen: Hasil penelitian menunjukan

(38)

23 Nur Ichsan (2015) Terhadap Tingkat Kriminalitas Di Provinsi Sumatera Utara - Tingkat Kriminalitas Variabel Independen: - Kepadatan Penduduk - Tingkat Kemiskinan - Tingkat pengangguran - Pendidikan - PDRB Perkapita kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan PDRB perkapita secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kriminalitas. Lalu secara parsial Kepadatan

penduduk, tingkat pengangguran terbuka, rata-rata lama sekolah dan PDRB perkapita berpengaruh, sedangkan tingkat kemisikinan tidak berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas. C. Kerangka Konsep

Kemampuan seseoarang untuk masuk ke aktivitas ilegal atau tindak kriminal sebagian besar disebabkan karena ketersedian waktu yang berlebihan dan ketidak mampuannya untuk masuk ke pasar legal sehinnga membuatnya berusaha mendapatkan kepuasan dengan cara ilegal. Dengan semakin meningkatnya tindak kriminalitas dikarena oleh faktor Pengangguran dan kemiskinan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan kejahatan demi memenuhi kebutahan ekonominya.

(39)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka peneliti membagi variabel yang mempengaruhi tingkat kriminalitas di Kota Makassar menjadi satu jenis variabel, yakni : variabel Pengangguran dan variabel kemiskinan.

Dari uraian diatas, kerangka konsep disajikan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga bahwa Pengangguran berpengaruh terhadap tingkat Kriminalitas di Kota Makassar.

2. Diduga bahwa Kemiskinan berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas di Kota Makassar.

Tingkat Kriminalitas

(Y)

Kemiskinan (X

2

)

Pengangguran (X

1

)

(40)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian berupa angka dan analisis menggunakan statistik. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan (Library Research) serta laporan dokumentasi. karena dalam pelaksanaannya meliputi data yang berupa angka, atau data berupa kata-kata atau kalimat yang dikonversi menjadi data yang berbentuk angka. Data yang berupa angka tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu informasi ilmiah dibalik angka-angka tersebut.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Peneltian

Dalam penelitian, penulisan memilih kantor BPS Makassar dan Polrestabes Makassar sebagai objek penelitian dengan data Tingkat Kriminalitas di Kota Makassar Dengan Pendekatan Ekonomi

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini berlangsung kurang lebih 2 bulan, yakni Januari sampai dengan Febuari, 2019.

(41)

C. Definisi Oprasional Variabel dan Pengukuran

Untuk memudahkan penulis dalam mencari data dan menentukan variable penelitian sekaligus untuk menyamakan persepsi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka batasan variabelnya yaitu : 1. Tingkat kriminalitas (Y) adalah perbuatan-perbuatan yang sangat anti

sosial.

2. Pengangguran (X1) adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian

yang secara aktif mencari pekerjaan akan tetapi belum memperolehnya. (satuannya adalah orang).

3. Kemiskinan (X2) adalah keadaan saat ketidak mampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan (satuannya adalah orang).

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi penelitian

Menurut Sugiyono (2013) pengertian poulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Adapun Populasi yang akan diambil dalam penelitian ini adalah jumlah tingkat kriminalitas, pengangguran dan kemiskinan dari tahun 2014-2018.

(42)

27

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2014), bahwa : “Teknik sampling jenuh merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.” Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah jumlah tingkat kriminalitas, pengangguran dan kemiskinan dari tahun 2014 - 2018.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang di gunakan pada penelitian ini adalah riset kepustakaan (library research). Riset kepustakaan yaitu pengumpulan data dan informasi yang diperoleh pada instansi tempat penelitian berdasarkan dokumentasi kepustakaan, litenatur- litenatur dan laporan lainnya, sehubungan dengan perkembangan tingkat kriminalitas, pengangguran dan kemiskinan yang berada di Kota Makassar. Seperti perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal, browsing Internet serta berbagai sumber penerbitan seperti buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

F. Teknik Analisis

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah variablel independen/bebas dan variabel dependen/ terikat. Dimana variabel bebas dalam penelitian ini yaitu, pengangguran (X1) dan kemiskinan (X2), kemudian

variabel dependen/terikatnya yaitu tingkat kriminalitas (Y). Dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan suatu

(43)

bentuk analisis yang diperuntukkan bagi data yang besar yang dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang berwujud angka-angka, dimana data yang akan di peroleh adalah data sekunder yang akan di kumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber, dari data yang di peroleh kemudian akan di olah menggunakan teknik analisis regresi berganda, dengan cara menganalisis data menggunakan statistik deskriptif uji hipotesis yang terdiri dari uji R2 uji f, dan uji t dan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji autokolerasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas dengan bantuan komputer melalui program IBM SPSS 21 for windows.

1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif yang digunakan adalah dengan mengumpulkan, mengolah, mengklasifikasikan dan menginterpretasikan data penelitian sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai objek yang diteliti.

2. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas (pengangguran dan kemiskinan) terhadap variabel terikat (tingkat kriminalitas). Bentuk umum persamaan regresi berganda adalah:

𝑦 = 𝑎 + 𝑏1𝑥1 + 𝑏2𝑥2 + 𝑒 Dimana : Y : Tingkat kriminalitas a : Konstanta b1,b2 : Koefisien regresi X1 : Pengangguran X2 : Kemiskinan

(44)

29

e : Standard error (error term)

Kemudian setelah di tentukan tehnik analisis regresi berganda yang di lakukan dalam penelitian ini, maka akan di lakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikoleritas, dan uji heteroskedastisitas kemudian uji hipotesis yang terdiri dari uji determinasi R2, uji f (simultan), dan uji t (parsial).

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji kesalahan model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah model dalam regresi, variabel bebas dan variabel terikat semuanya memiliki kontribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS versi 21, dengan menggunakan SPSS versi 21 ini agar mengetahui apakah data distribusi normal atau tidak hanya dilihat pada baris Asyimp. Sig (2-tailed). Jika nilai tersebut kurang dari taraf signifikasi yang ditentukan misalnya 5% maka data distribusi tersebut berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai Asymp. Sign lebih dari atau sama dengan 5% maka data berdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel bebas. Nilai korelasi tersebut dapat dilihat dari colliniearity statistics, apabila nilai VIF (Variance Iflation Factor) memperlihatkan hasil yang lebih besar dari 10 dan nilai tolerance tidak boleh lebih kecil dari 0,1 maka

(45)

menunjukkan adanya gejala multikolinearitas, sedangkan apabila nilai VIF urang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,1, maka gejalan multikolinearitas tidak ada.

c. Uji Heterokedastisitas

Asumsi heterokedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika terdapat perbedaan varians maka dijumpai gejala heterokedastisitas. Pengujian heterokedastisitas dilakukan menggunakan uji Glejser. Dengan uji Glejser, nilai absolute residual diregresikan pada tiap-tiap variabel independen. Uji heterokedastisitas dengan Glejser dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS versi 23. Dengan menggunakan SPSS versi 23 untuk menafsirkan hasil analisis yang perlu dilihat adalah angka koefisien antara variabel bebas dengan absolute residu dan signifikasinya. Jika nilai signifikasi tersebut lebih besar atau sama dengan 0,05 maka asumsi homosedastisitas terpenuhi, tetapi jika nilai signifikasi tersebut kurang dari 0,05 maka asumsi homosedastisitas tidak terpenuhi.

4. Uji Hipotesis

Untuk membuktikan hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dilakukan dengan uji koefisisien determinasi, uji t dan uji f.

a. Uji Koefisien Determinasi

Imam Ghozali (2016) koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan sebuah model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah anatara Nol dan satu nilai yang kecil berarti variasi

(46)

31

variabel dependen yang sangant terbatas dan nilai yang mendekati 1 berarti varabel-variabel independen sudah dapat memberi semua informasi yang dibutuhkan.

b. Uji Parsial (Uji-t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhahap variabel dependen, ditunjukkan oleh tabel coefficient. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka keputusannya adalah ditolak atau variabel independen secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05 maka keputusannya adalah diterima atau variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

c. Uji Simultan (Uji-f)

Uji f dalam analisis regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan, yang ditunjukkan dalam tabel anova. Jika nilai signifikansi > 0,05, maka keputusannya adalah ditolak atau variabel independen secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai signifikansi < 0,05 maka keputusannya adalah terima atau variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

(47)

32

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Kondisi Geografis dan Administrasi Kota Makassar.

Secara astronomis, Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan sebelah Utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros, sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29°C. Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam kota wilayah administrasi. Kota Makassar terdiri dari 15 kecamatan, luas daratan masing-masing kecamatan, yaitu: Mariso (1,82 km2), Mamajang (2,25 km2), Tamalate (20,21 km2), Rappocini (9,23 km2), Makassar (2,52 km2), Ujung Pandang (2,63 km2), Wajo (1,99 km2), Bontoala (2,10 km2), Ujung Tanah (4,40km2), Tallo (5,83 km2), Panakkukang (17,05 km2), Manggala (24,14

(48)

33

km2), Biringkanaya (48,22 km2), serta Tamalanrea (31,84 km2), dan Kecamatan Kep.Sangkarrang (1,54 km2).

Tabel 4.1

Luas Wilayah Menurut Kecematan di Kota Makassar, 2018

No. Kecamatan Luas (km) Persentase

1 Mariso 1,82 1,04 2 Mamajang 2,25 1,28 3 Tamalate 20,21 11,50 4 Rappocini 9,23 5,25 5 Makassar 2,52 1,43 6 Ujung Pandang 2,63 1,50 7 Wajo 1,99 1,13 8 Bontoala 2,1 1,19 9 Ujung Tanah 4,4 2,50 10 Kep. Sangkarrang 1,54 0,88 11 Tallo 5,83 3,32 12 Panakukang 17,05 9,70 13 Manggala 24,14 13,73 14 Biringkanaya 48,22 27,43 15 Tamalanrea 31,84 18,11 Kota Makassar 175.77 100,00

Sumber data: BPS Kota Makassar ,2019

Luas wilayah Kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar di tambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km2. Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia.

(49)

barat Sulawesi Selatan pada koodinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20 sampai dengan 32 , dengan batas-batas berikut :

- Batas utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan - Batas selatan : Kabupaten Gowa

- Batas Timur : Kabupaten Maros - Batas Barat : Selat Makassar

Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, di apit 2 sungai yaitu sungai tallo yang yang bermuara di bagian utara kota dan sungai je’neberang yang bermuara di selatan kota. Secara administrasi jumlah kecamatan di Kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Di antara kecamatan tersebut, ada 7 kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea, dan Biringkanaya. Kota Makassar salah satu daerah tujuan wisata di Sulawesi Selatan, disamping sebagai daerah transit para wisatawan yang akan menuju Tana Toraja dan daerah-daerah lainnya.

Kota Makassar juga sebagi kota terbeser di Indonesian Timur dan kota Mertopolitan, tidak bisa pula terlepas yang nama kejahat–kejahat maupun tindak kriminalitas yang di kota-kota terbesar termasuk di Kota Makassar.

(50)

35

2. Jumlah penduduk di Kota Makassar

Kota Makassar memiliki jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya seperti pada tahun 2018 jumlah penduduk tercatat sebanyak 1,5 juta jiwa atau setara dengan 17,15% total penduduk. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar penduduk yang menetap di suatu daerah dan tercatat resmi di BPS, namun ada penurunan drastis jumlah penduduk di tahun 2018 ini.

Tabel 4.2

Data Jumlah Penduduk Kota Makassar Tahun 2009-2018

Tahun Jumlah petumbuhan penduduk

(Jiwa) 2009 1,272,349 2010 1,339,374 2011 1,352,136 2012 1,369,606 2013 1,408,072 2014 1,398,804 2015 1,651,146 2016 1,658,503 2017 1,769,920 2018 1.671.001

Sumber data: BPS Kota Makassar ,2019

Menurut hasil survey Badan Pusat Statistik Makassar, jumlah penduduk di Kota Makassar dari tahun 2007-2018 mengalami peningkatan setiap tahunnya namun hanya di tahun 2018 itu sendiri mengalami penurunan secara drastis.

(51)

1. Analisis Deskriptif

Berikut ini akan di gambarkan atau di deskriktifkan dari data masing-masing informasi mengenai data yang didapatkan dari kantor BPS Kota Makassar, Polrestabes Makassar dan perpustakan lainya yang akan menampilkan karakteristik sampel dari penelitian.

a. Deskripsi Jumlah tingkat kriminalitas di Kota Makassar Tahun 2007 – 2018.

Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama. Dapat diartikan bahwa, tindak kriminalitas adalah segala sesuatu perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Laporan Evaluasi Data Kriminalitas Polri, Polrestabes Makassar dan Badan Pusat Statistik Kota Makassar merupakan laporan tahunan Mabes Polri maupun Polrestabes yang menyajikan gambaran mengenai situasi keamanan dan ketertiban masyarakat pada level nasional dan provinsi. Data kriminalitas yang disajikan meliputi karakteristik kejadian kejahatan, pelaku dan jumlah kerugian. Data kriminalitas ini hanya mencakup seluruh peristiwa atau kejadian kriminalitas yang dilaporkan oleh masyarakat, atau aksi kriminalitas yang pelakunya tertangkap tangan oleh kepolisian. Mengingat masih tingginya keengganan masyarakat untuk melapor, diduga data yang dihasilkan cenderung ”under-estimate”. Artinya, kejadian

(52)

kejahatan-37

kejahatan atau kriminalitas yang sesungguhnya diduga lebih besar dari yang dilaporkan. Dengan kata lain, angka gelap (dark number) kejahatan masih relatif lebih besar.

Berikut ini disajikan tabel perkembangan jumlah tingkat kriminalitas di Kota Makassar periode 2007 – 2018.

Tabel 4.3.

Jumlah tingkat kriminalitas di Kota Makassar Tahun 2007 – 2018

Sumber data: BPS Kota Makassar ,2019, BIRO OPS POLDA SULSEL

Pada tabel 4.3 menunjukan jumlah tingkat kriminalitas dalam kurun waktu 2007 – 2018 menunjukan adanya kenaikan yang cukup drastis.

Gambar Grafik 4.1

Grafik pengamatan Jenis-jenis kriminalitas Tahun 2007 – 2018

Jenis Kriminal 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Narkoba 107 186 192 296 330 402 295 779 1161 1569 1645 1871 Pembunuhan 51 42 39 25 38 36 14 110 94 88 74 70 Kejahatan Seksual 40 20 31 35 23 36 529 507 370 451 384 401 Penganiayaan 1.732 1048 1179 935 1638 1528 3862 3678 3501 3270 4301 5028 Pencurian 2.077 1451 1383 1884 2191 887 2329 2218 1904 2225 3682 3811 Penipuan 1061 5722 700 553 359 395 1649 1600 1649 1791 3028 2939 Pemalsuan Uang 12 15 13 9 13 16 14 7 11 9 5 10 Jumlah Total 5080 8484 3537 3737 4592 3300 8692 8899 8690 9403 13119 14130 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Narkoba Pembunuhan Kejahatan Seksual Penganiayaan Pencurian Penipuan Pemalsuan Uang

(53)

kriminalitas yang dapat kita amati bahwa adanya peningkatan dan penurunan jenis kriminalitas setiap tahunnya.

Jenis kriminalitas yang pertama yaitu Narkoba, dapat dilihat dari pengamatan garfik diatas bahwa jenis kasus narkoba di Kota Makassar pada tahun 2007 - 2018 mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya terkecuali pada tahun 2013 yang sempat mengalami penurunan

Jenis kriminalitas yang ke-dua yaitu pembunuhan, dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa jenis kasus pembunuhan di Kota Makassar pada tahun 2007-2018 mengalami peningkatan kasus pembunuhan pada tahun 2014 yang berjumlah 110 korban jiwa dan sampai tahun 2018 mengalami penurunan.

Jenis kriminalitas yang ke-tiga yaitu kejahatan seksual, dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa jenis kasus kejahatan seksual di Kota Makassar pada tahun 2007 - 2018 mengalami penurunan pada tahun 2011 dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan dengan jumlah 529 kasus. Dilihat dari tabel terdapat peningkatan dan penuruan dalam kasus kejahatan seksual.

Jenis kriminalitas yang ke-empat yaitu kejahatan penganiayaan, dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa jenis kasus kejahatan penganiayaan di Kota Makassar pada tahun 2007-2018 mengalami penurunan di tahun 2010 berjumlah 935 orang, namun pada tahun 2018 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari setiap tahunya dalam kasus ini yaitu penganiyaan.

(54)

39

Jenis kriminalitas yang ke-lima yaitu pencurian, dapat dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa kasus pencurian di Kota Makassar pada tahun 2007-2018 dilihat dari tabel di tahun 2008 jumlah yang sangat tinggi mencapai 5722 orang dan di tahun 2011 menurun hingga 553 kasus. Namun pada saat di tahun 2012-2018 mengalami peningkatan yang cukup tinggi.

Jenis kriminlatas yang ke-enam yaitu penipuan, dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa kasus penipuan ini dari tahun ke tahun mengalami penurunan dan peningkatan. Dimana pada tahun 2017 ada sebnyak 3028 jiwa ini adalh tahun yang peningkatannya sangat tinggi disbanding tahun sebelumnya.

Jenis kriminalitas yang ke-tujuh yaitu pemalsuan uang, dilihat dari pengamatan grafik diatas bahwa kasus pemalusan uang tidak terlalu besar yang hanya mencapai angka tidak lebih dari 17, yang dimana setiap tahunnya mengalami peningkatan dan penuruan. b. Deskripsi Jumlah pengangguran di Kota Makassar Tahun 2007 - 2018

Pengangguran merupakan masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Kebanyakan orang kehilangaan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan rekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politis sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006).

(55)

Tahun Jumlah Orang 2007 543 2008 613 2009 712 2010 809 2011 860 2012 5159 2013 5269 2014 6267 2015 6547 2016 6782 2017 6495 2018 6493

Sumber : BPS Kota Makassar, 2019, Dinas Ketenagakerjaan

Berdasarkan tabel yang diperoleh dari BPS Kota Makassar, dapat dijelaskan bahwa setiap jumlah pengangguran dari tahun ke tahun memiliki tingkat penurunan dengan kenaikan yang jauh berbeda, yang berarti setiap tahunnya bisa dikatakan akan mengalami kenaikan yang sangan melunjak dan akan mengalami penurunan yang sangat drastic. Dilihat dari periode 2007 sampai dengan 2018, tingkat pengangguran yang sangat tinggi hingga mencapai 6782 orang itu berada di periode 2016, dan pada saat itu tingkat pengangguran yang terendah yaitu 543 berada pada periode 2007. itu dikarenakan adanya faktor pendidikan dan bertambahnya lapangan pekerjaan.

c. Deskripsi Jumlah Kemiskinan di Kota Makassar Tahun 2007 - 2018.

D

efinisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan

(56)

41

golongan yang selanjutnya disebut miskin (Nugroho, 1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

(57)

Jumlah Kemiskinan di Kota Makassar Tahun 2007 – 2018 Tahun Jumlah Orang 2007 502 2008 601 2009 69,7 2010 78,7 2011 71,7 2012 69,9 2013 66,4 2014 64,23 2015 63,24 2016 66,78 2017 6810 2018 66,22

Sumber : BPS Kota Makassar, 2019

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kota Makassar, dapat dijelaskan bahwa jumlah kemiskinan pada tahun 2007-2018 mengalami peningkatan dan penurunan, bisa dikaitkan dengan jumlah pengangguran yang dimana setiap tahunnya akan mengalami kenaikan dan penurunan, karena semakin banyaknya tingkat pengangguran disitu pula tingkat kemiskinan akan bertambah. Dilihat dari tahun 2007 sampai dengan 2018 jumlah kemiskinan yang paling besar yaitu pada tahun 2016 yang dimana mencapai 66,78 orang, sedangkan jumlah kemiskinan yang melonjak turun ada pada periode 2007 yang berjumlah 502 orang.

2. Analisis Regresi Berganda

Regresi Linear Berganda adalah metode analisis regresi linear berganda (Multiple Regression Analysis). Suliyanto (2011) menyatakan bahwa dalam regresi berganda variabel tergantung dipengaruhi oleh dua

(58)

43

atau lebih variabel bebas, di samping juga terdapat pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti (e).

Penelitian ini dilandaskan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel dependen untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dan Y, dan jika ada, bagaimanakah arah hubungan dan seberapa besar hubungan tersebut. Untuk mengetahui pengaruhnya dapat digunakan persamaan analisis linear bergana sebagai berikut :

𝑦 = 𝑎 + 𝑏1𝑥1 + 𝑏2𝑥2 + 𝑒 Dimana :

Y : Tingkat Kriminalitas

a : constanta (koefisien regresi)

b1 : Koefisien regresi untuk X1 (Pengangguran) b2 : Koefisien regresi untuk X2 (Kemiskinan) X1 : Pengangguran

X2 : Kemiskinan

e : Standard error (error term)

Hasil analisis persamaan linear berganda Tabel 4.6

Uji Analisis Linear Berganda

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std.

Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3,103 ,088 35,432 ,000

Pengangguran ,023 ,017 ,275 1,320 ,219 ,404 2,473

Kemiskinan ,054 ,016 ,688 3,302 ,009 ,404 2,473

a. Dependent Variable: Kriminalitas Sumber: Data Sekunder Diolah, 2019

(59)

SPSS 21, maka diperoleh hasil regresi sebagai berikut :

Y= 3,103 + 0,023 + 0,054 + e

Dimana merujuk pada hasil di atas maka diperoleh hasil analisis variabel independen ke dependen :

a. Dari hasil perhitungan data yang diperoleh nilai constanta sebesar

3,103 yang artinya jika X1 dan X2 = 0 maka pengangguran serta kemiskinan menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas sebesar 3,103 satuan. yang mana berarti seiring meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan berpengaruh terhadap tindakan kriminalitas yang terjadi dikota Makassar.

b. Nilai Koefisien Regresi pengangguran atau X1 adalah 0,023, artinya jika Variabel pengangguran (X1) meningkat sebesar 1% dengan asumsi kulitas kemiskinan (X2) dan Konstanta (a) adalah 0 (nol), maka tingkat kriminalitas pada Pengangguran meningkat sebesar 0,023. Hal tersebut menunjukkan bahwa variable Pengangguran (X1) yang berpengaruh positif bagi tingkat kriminalitas, sehingga semakin tinggi tingkat pengangguran maka melambung pula tingkat kriminalitas.

c. Variabel jumlah Kemiskinan (X2) memiliki kofisien regresi sebesar

0,054 artinya jika variable Kemiskinan (X2) meningkat 1% dengan asumsi variable Pengangguran(X1) dan konstanta (a) adalah (nol), maka tingkat kriminalitas pada kemisikinan meningkat sebesar 0,054. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengaruh hubungan yang positif terhadap jumlah kriminalitas yang terjadi, Sehingga makin

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Gambar 4.2 Uji Normalitas
Tabel 4.7   Uji Multikolinearitas  Coefficients a Model  Unstandardized Coefficients  Standardized Coefficients  t  Sig
Tabel 4.10   Uji F  ANOVA a Model  Sum of  Squares  df  Mean  Square  F  Sig.  1  Regression  ,079  2  ,039  23,953  ,000 b Residual  ,015  9  ,002        Total  ,094  11

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pendapatan perkapita (PPP) dan ketimpangan (VW) berpengaruh positif dan signifikan pada α = 10%, sedangkan variabel tingkat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap pengangguran pada 4 kota di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar berjalan dengan baik Proses komunikasi dilakukan secara

Bagaimana pengaruh tingkat pengangguran, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya selama tahun 2002-2015, baik secara

Jika pemerintah kota Makassar tidak dapat mengantisipasi para pendatang yang mencari kerja, maka tingkat pengangguran akan meningkat drastis dalam beberapa tahun

Visi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Makassar Makassar Kota Zakat, Berkah, dan Nyaman Untuk Semua, Visi ini mengandung tiga pokok pikiran yang secara

Variabel upah secara langsung berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif terhadap tingkat migrasi di Kota Makassar dengan nilai signifikansi lebih kecil

Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah pada kabupaten/kota di Provinsi Jambi selama periode tahun 2013-2017 yang tertinggi secara rata- rata adalah kabupaten Merangin yaitu