• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ASKOPIS Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Volume 1 Nomor 1 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ASKOPIS Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Volume 1 Nomor 1 Tahun"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima: Januari 2017. Disetujui: Februari 2017. Dipublikasikan: Maret 2017 1

Strategi Komunikasi Perguruan Tinggi Agama Islam dalam Mendukung

Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Mohammad Zamroni*, Anisah Indriati, & Ayu Farkhatul Islami

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikai, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

*E-mail: mohammad.zamroni@uin-suka.ac.id

ABSTRACT

This study aims to determine the communication strategy of Islamic religious colleges (UIN Sunan Kalijaga) in supporting the internalization of student culture, especially new students. This is qualitative research by using descriptive approach. The result of research indicate that the objective of internalization student culture in UIN Sunan Kalijaga can be guidance, mentoring, giving information, stimulation, supervision, controlling and others which in essence aim to optimize ability. Medium for delivering messages of cultural internalization student at UIN Sunan Kalijaga include; SUKA News related to student affairs, there are also a communication network, correspondance and UIN publication in any media. The steps in developing new students as an effort to support the internalization of student culture are: a) Dialectics and Sharing, b) Participation, c) Communication Improvement, d) Paradigm Changes, e) Priority of leading programs, Creation of conducive atmosphere, f) Assistance activities, g) Increased insight, h) Allocation of coaching fund, and i) Award presentation.

Keywords: Communication Strategy, Islamic Higher Education, Cultural Internalization, Student Affairs

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi perguruan tinggi agama Islam (UIN Sunan Kalijaga) dalam mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan terutama mahasiswa baru. Ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan internalisasi budaya mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga dapat berupa pembinaan, pendampingan, pemberian informasi, stimulasi, pengawasan, pengendalian dan lain-lain yang pada hakekatnya bertujuan mengoptimalkan kemampuan. Media untuk melakukan penyampaian pesan internalisasi budaya kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga meliputi; Suka News berkaitan dengan kemahasiswaan, ada juga jaringan komunikasi dan juga publikasi UIN, serta surat menyurat. Langkah-langkah dalam membina mahasiswa baru sebagai usaha dalam mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan yaitu: a) Dialektika dan Sharing, b) Partisipasi, c) Peningkatan Komunikasi, d) Perubahan Paradigma, e) Prioritas berbagai program unggulan, Penciptaan suasana yang kondusif, f) Pendampingan kegiatan, g) Peningkatan wawasan, h) Pengalokasian dana pembinaan, dan i) Pemberian penghargaan.

Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Perguruan Tinggi Agama Islam, Internalisasi Budaya, Kemahasiswaan.

* Penulis Korespondensi

JURNAL ASKOPIS

Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 http://journal.askopis.id/ja

(2)

2 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 PENDAHULUAN

Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan sistem pendidikan perguruan tinggi, mempunyai peranan yang amat menentukan perkembangan potensi manusia (mahasiswa khususnya) secara maksimal, sehingga manusia itu memiliki

ketajaman response terhadap

lingkungannya, ketrampilan, intelektual, sehat dan berkehidupan yang baik, koperatif, mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mampu berkompetisi, toleran, dapat menghargai pendapat orang lain, dan mampu mencapai kebahagiaan hidup. Peranan perguruan tinggi dalam pembentukan kepribadian manusia ini belum dapat digantikan oleh sistem yang lain, meskipun pada tahun delapan puluhan pernah ada pemikiran bahwa pendidikan sekolah (perguruan tinggi) tidak lagi diperlukan masyarakat (deschoolling

society).

Meskipun perkembangan manusia itu berlangsung secara individual, namun manusia bukanlah atom yang self-contained. Perkembangan yang dicapainya

adalah hasil kerjasama, kompetisi dan bentuk interaksi lainnya dengan manusia lain dan lingkungannya. Pada saat berinteraksi itu, ia tidak berada dalam ruang yang kosong, tetapi berada dalam suatu budaya. Budaya sendiri memang sulit didefinisikan, namun tidak dapat disangkal bahwa ia berfungsi sebagai katalisator pembentukan kepribadian manusia itu, dan sekaligus menjadi tujuan kehidupan suatu masyarakat.

Jika digunakan konsep budaya sebagai proses belajar yang menuntut keterlibatan psikologis yang total dan intensif para pelakunya, maka pendidikan

multikultural merupakan proses

kulturalisasi tentang multikultural. Jika diperhatikan pula bahwa budaya adalah

shared meaning akibat interaksi dengan

lingkungan, pendidikan itu sendiri sebenarnya adalah proses pembentukan budaya multikultural. Sejak anak lahir, ia

bersosialisasi dengan lingkungannya. Jika ia menangis, maka orang tuanya mengerti apa artinya tangisan itu. Ia makin berkembang, dan dalam keluarga itu ia belajar bagaimana berbagi perasaan dan arti dengan ibu, bapak, saudara, nenek yang kemudian berkembang ke sanak saudara dan tetangga dan masyarakat yang makin lama makin luas, sehingga masuk kepada budaya dunia (global culture). Ia harus secara cerdas mengakomodasi nilai-nilai yang terterpa (exposed) kepadanya, sehingga terbentuk budayanya melalui proses internalisasi nilai itu. Pendidikan formal kemudian ikut memberikan andil dalam proses pembentukan budaya itu sendiri. Dengan kata lain, pendidikan formal adalah bagian dari proses pembentukan budaya multikultural. Masalahnya adalah, apa pelaku pendidikan (shareholders) menyadari tentang masalah ini, dan secara sengaja dan sistematik membangun suasana sehingga terjadi proses pendidikan multikultural itu dapat berlangsung, dan lembaga pendidikan tidak hanya bermuatan tetapi merupakan ajang pendidikan multikultural.

Strategi Komunikasi merupakan kebijakan atau pedoman untuk mencapai target dalam tukar-menukar pendapat atau hubungan kontak antar manusia baik individu maupun kelompok, termasuk didalamnya dalam kelompok di lingkungan lembaga pendidikan. Di dalam strategi komunikasi akan nampak sekali aspek pentingnya sebuah perencanaan komunikasi. Aspek perencanaan inilah yang berkaitan erat dengan strategi komunikasi.

Dengan melihat kondisi obyektif dari mahasiswa baru yang diterima di UIN Sunan Kalijaga, maka diperlukan strategi tertentu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam rangka pembinaan sebagai upaya untuk mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(3)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 3

Ada banyak program-program

pembinaan yang dirancang pihak

Universitas dalam menyambut para mahasiswa baru sebelum memasuki dunia perkuliahan. Salah satu fungsinya adalah untuk memperkenalkan bagaimana budaya yang ada di lingkungan UIN Sunan Kalijaga ini. Tidak hanya berhenti pada perkenalan saja tetapi pihak Universitas mengupayakan sebuah strategi komunikasi dalam usaha mendukung internalisasi budaya tersebut, khususnya budaya kemahasiswaan yaitu budaya yang harus tertanam pada seorang mahasiswa bila menjadi salah satu civitas akademika di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dalam konteks komunikasi, Arifin (1984:59) menyatakan bahwa strategi diperlukan untuk mendukung kekuatan pesan agar mampu mengungguli semua kekuatan yang ada untuk menciptakan efektivitas komunikasi. Menurut Mulyana (2002:107), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Sedangkan Gudykunst, (dalam Griffin, 2003:423) menggunakan istilah komunikasi efektif untuk merujuk pada process of minimizing

misunderstanding.

Effendy (1978:32), mendefinisikan strategi komunikasi sebagai paduan antara perencanaan komunikasi (communication

planning) dengan manajemen komunikasi

(communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari pandangan tersebut, terlihat bahwa langkah awal dalam menerapkan sebuah strategi komunikasi adalah menyusun perencanaan komunikasi.

Dalam merumuskan strategi

komunikasi, Arifin (1984:78), berpendapat bahwa ada lima faktor yang harus diperhatikan yaitu; pengenalan khalayak, penyusunan pesan, penetapan metode, pemilihan media dan peranan komunikator. Sejalan dengan perndapat tersebut, Sayoga (2002:14-22) menjelaskan bahwa

langkah-langkah dalam perencanaan komunikasi meliputi; pengumpulan data base line dan

need assesment, merumuskan tujuan

komunikasi, analisis perencanaan dan pengembangan strategi, analisis dan segmentasi khalayak, pemilihan media, mendesain dan mengembangkan pesan, perencanaan pengelolaan pelaksanaan program dan melaksanakan pelatihan ketrampilan pada komunikator.

Sebuah strategi komunikasi mengisyaratkan fungsi manajemen di dalamnya. Setelah menyusun perencanaan komunikasi yang akan dijalankan, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan rencana tersebut dalam bentuk tindakan nyata untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, strategi di implementasikan dalam berbagai bentuk perilaku komunikasi sesuai dengan apa yang telah direncanakan pada saat rencana komunikasi dirumuskan.

Selain planning dan action langkah yang harus dilakukan adalah evaluasi untuk mengetahui dan mengukur keberhasilan strategi. Dalam prakteknya, beberapa ahli manajemen sering menggunakan istilah

controlling untuk merujuk pada

pengevaluasian sebuah program. Hal ini sesuai dengan pandangan Handoko (1999:359) yang menyatakan bahwa ada banyak sebutan bagi fungsi pengawasan (controlling), antara lain evaluating, appraising, atau correcting. Quarles dan

Rowlings (1999:359), menyatakan bahwa

pengevaluasian sebuah program berarti

“measuring what actually happen againts objectives developed in the plan”. Di sisi

lain, secara lebih detail, Mockler sebagaimana dikutip Handoko (1999:360-361) menjelaskan bahwa pengevaluasian merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan program dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur

(4)

penyimpangan-4 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Kusnawan, 2010).

Dari pemahaman di atas, maka manajemen strategi komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk evaluasi dan kontrol. Secara sederhana proses kontrol dijalankan untuk memastikan organisasi mencapai apa yang sudah ditetapkan harus tercapai. Kontrol strategi itu pada dasarnya merupakan pengendalian organisasi melalui kegiatan monitoring, evaluasi, dan perbaikan berbagai kegiatan yang dijalankan di dalam organisasi. Itu sebabnya, dalam control strategi penting sekali untuk menentukan dengan jelas hasil seperti apa yang diharapkan dari setiap tindakan yang dilakukan. Dengan kontrol, misalnya dibandingkan kinerja ideal yang diinginkan dengan kinerja actual organisasi sehingga dapat diperoleh umpan-balik pada manajemen untuk melakukan langkah-langkah korektif yang diperlukan. Proses evaluasi dan control ini memiliki 5 tahapan, seperti yang digambarkan Wheelen dan Hunger, sebagaimana dikutip Yosal Irianto (2004:30-34), meliputi; menetapkan apa yang diukur, menetapkan standar kinerja, ukuran kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan standar, dan mengambil langkah korektif.

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi (organization

culture) atau budaya kerja (work culture)

ataupun biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah

kultur pembelajaran sekolah (school

learning culture) atau Kultur akademis

(Academic culture).

Dalam dunia pendidikan

mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits), citra

akademis, ethos kerja yang

terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.

Internalisasi berarti proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Jika sosialisasi lebih ke samping (horizontal) dan lebih kuantitatif, maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.

Menurut Koentjaraningrat

(1996:142-143), proses internalisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang hanyatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan

emosi, yang kemudian membentuk

kepribadiannya.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah di UIN Sunan Kalijaga yang berada di wilayah

(5)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 5

Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini bermaksud mendeskripsikan dan mengeksplorasi strategi komunikasi perguruan tinggi agama Islam dalam mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan, mulai dari perencanaan dan manajemennya, maka

pendekatan yang dipakai adalah

fenomenologi yang berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasinya yang khusus (Sutopo, 2002:25) Perspektif ini menurut Bogdan & Taylor dalam Sutopo (2002:25), mengarahkan bahwa apa yang

dicari peneliti dalam kegiatan

penelitiannya, bagaimana melakukan kegiatan dalam situasi penelitian, dan bagaimana peneliti menafsirkan berbagai ragam informasi yang telah digali dan dicatat, semuanya sangat tergantung pada perspektif teoretis yang digunakannya.

Sedangkan metode deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1985:62).

Unit analisis yang menjadi fokus penelitian adalah strategi komunikasi yang dijalankan, bukan pada dinamika organisasinya. Dalam hal ini, unit analisis yang diteliti hanya berkisar pada strategi komunikasi, program-program, budaya-budaya kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Data yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian sebagian besar berupa data kualitatif. Menurut Lofland & Lofland (1984), sebagaimana dikutip Moleong (2000:112), sumber data utama dari penelitian kualitatif berasal dari kata-kata dan tindakan dari individu-individu yang akan diamati.

Sedangkan data-data tambahan lainnya berupa dokumen baik itu berupa data tertulis, foto maupun data statistik. Dalam penelitian ini, kalau dilihat dari sumbernya, ada dua jenis data yang dapat digunakan, yaitu: Data Primer dan Data Sekunder.

Sementara itu yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Moleong, 2000:112). Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar diambil berupa data kualitatif. Kemudian informasi tersebut akan digali dari beragam sumber data, yang pada gilirannya sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi; Narasumber (Informan), Tempat dan Peristiwa/Aktivitas, Arsip dan Dokumen Resmi.

Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Wawancara Mendalam (In-depth

Interviewning), Observasi Langsung,

Mengkaji Dokumen dan Arsip. Untuk

menetapkan keabsahan data

(trustworthness) diperlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan teknik

pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu yang meliputi; derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan

(dependability) dan kepastian

(confirmability) (Moleong, 1989:42). Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini akan digunakan: Trianggulasi, dan Kecukupan Referensi.

Melihat penelitian ini termasuk studi kasus tunggal, maka teknik analisis yang diambil dan digunakan adalah teknik deskriptif analitik. Pada tiap proses

analisisnya dilakukan dengan

menggunakan model analisis interaktif (Miles & Huberman, dalam Sutopo, 2002:96). Di mana tiga komponen analisisnya, yaitu reduksi data, sajian data,

(6)

6 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

dan penarikan simpulan atau verifikasinya, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Aktivitas peneliti bergerak diantara tiga komponen analisis yang ada tersebut untuk kemudian pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan memanfaatkan sisa waktu yang tersisa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Mahasiswa merupakan bagian integral dari civitas akademika yang ikut menentukan hidup matinya pembelajaran di perguruan tinggi. Oleh karena itu eksistensi mahasiswa dan kegiatan-kegiatan mereka harus terus menerus diberdayakan dan dikembangkan sesuai dengan denyut nadi arus perkembangan zaman dan tetap berada dalam bingkai teosentris, antropologis dan sunnatullah.

Agar siap menjadi calon pendidik dan calon pemimpin, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga sebagai investasi jangka panjang tentu harus didukung seperangkat kemampuan akademik dan kemampuan non akademik sehingga siap memasuki kehidupan dunia global yang ditandai oleh kompetensi yang semakin ketat dan

terbuka. Untuk itu kita harus

mengembangkan kegiatan kemahasiswaan yang dinamis, produktif, inovatif, kualitatif dan variatif dengan berbagai strategi yang bernafas ilmiah, edukasi, humanis dan bertanggungjawab dalam suasana yang religius. Untuk mencapainya tentu harus didukung oleh setiap elemen di kampus ini. Tanpa dukungan tersebut, maka harapan

hanya tinggal harapan bagaikan

fatamorgana yang tak pernah aktual.

Kebijakan perguruan tinggi dengan paradigma baru menunjukkan adanya perubahan pengelolaan perguruan tinggi yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik. Meskipun perguruan tinggi di Indonesia mempunyai latar belakang

sejarah serta visi dan misi,

pengorganisasian, dan model

kepemimpinan yang berbeda satu sama lainnya, namun tetap terikat pada satu tujuan yakni perguruan tinggi yang sehat, sehingga mampu berkontribusi pada daya saing bangsa.

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga merupakan customer yang harus dilayani secara prima. Oleh karena itu upaya pengembangan sumber daya dosen dan pegawai, pemenuhan sarana dan prasarana belajar, pembenahan manajemen perguruan tinggi dan lain-lain, ditujukan untuk mengoptimalkan kemampuan akademik dan non akademik mahasiswa sesuai dengan visi misi UIN Sunan Kalijaga.

Dengan meningkatnya kemampuan

tersebut, diharapkan mampu melahirkan

mahasiswa unggul yang mampu

memberikan kontribusi dalam

pembangunan bangsa dan negara.

Sehubungan dengan pemikiran di atas, UIN Sunan Kalijaga memegang peranan penting dalam mengembangkan mahasiswa sebagai asset bangsa, peranan tersebut dapat dilihat dari tujuan didirikannya UIN Sunan Kalijaga, yakni menyiapkan sarjana integratif dan interkonektif yang mempunyai kemampuan akademik dan/atau profesional serta mampu menerapkan dan/atau mengembangkan kemampuan tersebut, mahasiswa yang beriman-berakhlak mulia, memiliki kecakapan sosial dan manajerial, berjiwa entrepreneurship serta rasa tanggungjawab sosial kemasyarakatan dan mahasiswa yang menghargai nilai-nilai keilmuan dan kemanusiaan.

Hakikat dari internalisasi budaya kemahasiswa UIN Sunan Kalijaga ialah suatu usaha keras yang sistematis, terencana dan berkelanjutan dalam pengembangan diri mahasiswa dengan segala potensinya sejalan dengan visi misi dan tujuan perguruan tinggi ini. Internalisasi budaya dapat berupa pembinaan, pendampingan,

(7)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 7

pengawasan, pengendalian dan lain-lain

yang pada hakekatnya bertujuan

mengoptimalkan kemampuan yaitu:

Pertama, hard skill (keterampilan teknis

dan analitis dan kemampuan atau kompetensi inti dari suatu bidang ilmu, diperoleh di pembelajaran di kelas dalam kegiatan intrakurikuler); Kedua, soft skill (keterampilan berinteraksi sosial, (a) menyangkut kualitas pribadi seperti tanggungjawab, integritas, bersosialisasi, pengendalian diri, dll (b) keterampilan interpersonal, seperti komunikasi, kepemimpinan yang banyak diperoleh

dalam kegiatan kokurikuler dan

ekstrakurikuler); dan ketiga, life skill (kecakapan hidup) yakni kemampuan atau keterampilan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi secara nyata (bukan rekayasa) dan mencari solusinya. Dengan tiga kecakapan tersebut mahasiswa diharapkan berkembang arti dari potensialitas menuju aktualitas sesuai dengan kapasitas potensi diri mahasiswa seoptimal mungkin (Maragustam Siregar, 2008-5).

Penjelasan Maragustam Siregar diatas menunjukkan bahwa internalisasi budaya kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga diwujudkan antara lain dengan adanya internalisasi budaya akademik, dimana mahasiswa yang menulis artikel di media massa diberikan penghargaan oleh Rektor dan kumpulan dari tulisan-tulisan mahasiswa tersebut dibukukan dalam setiap tahunnya. Inilah yang memotivasi mahasiswa untuk terus menulis sehingga di Yogyakarta bisa dibilang para penulis-penulis itu muncul dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bentuk internalisasi budaya kemahasiswaan yang lain sebagaimana disebutkan Maragustam Siregar adalah budaya IPK tinggi dikembangkan di lembaga Intra Kampus atau Organisasi Mahasiswa (Ormawa). Dimana bagi mahasiswa yang akan mencalonkan diri sebagai ketua lembaga intra kampus diwajibkan memenuhi persyaratan IPK

minimal 3.00, sehingga meskipun calon ketua ormawa tersebut cakap dalam organisasi, tetapi bila nilai IPK tidak sesuai standar maka tidak akan bisa mendaftarkan diri. Ini sangat berbeda jauh pada masa masih IAIN Sunan Kalijaga, dimana mahasiswa yang IPKnya 1,50 masih bisa menjadi ketua salah satu organisasi kemahasiswaan.

Selain kedua diatas, internalisasi budaya kemahasiswaan juga diterapkan dengan pembudidayaan nilai-nilai Islam. Ini diwujudkan dengan banyak tulisan-tulisan/slogan tentang perilaku-perilaku dan nilai-nilai Islam yang ditulis di sepanduk, banner dan lainnya terpasang disudut-sudut Fakultas. Dengan begitu mahasiswa selalu diingatkan akan pentingnya perilaku-perilaku dan nilai-nilai Islam yang untuk selalu diterapkan baik di kampus maupun diluar.

Sedangkan pembinaan

kemahasiswaan ini menurut Dudung Abdurrohman, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FISHUM (wawancara 5 Nopember 2010), menurutnya program internalisasi budaya kemahasiswaan untuk mahasiswa adalah penting karena hal ini bertujuan untuk membentuk karakter mahasiswa yang akademis sebagai peserta didik. Selain itu beliau juga mengutarakan bahwa tujuan dari program pengembangan

kemahasiswaan ini adalah untuk

mengembangkan wawasan mahasiswa

sehingga tercipta suasana akademik yang santun dan religius.

Program Pembinaan Mahasiswa Baru Sebagai Usaha Mendukung Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Pada dasarnya mahasiswa adalah insan akademis yang mempunyai idealisme yang relatif orisinal. Oleh karena itu citra yang harus ditampilkan oleh mahasiswa

adalah citra yang mencerminkan

kemampuan intelektual dan

profesionalitasnya. Citra ini antara lain tampil dalam perwujudan daya nalar dan daya kritis analitis yang kuat terutama

(8)

8 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

dalam menuangkan gagasan untuk

penyusunan program yang akan dilakukan dalam membina mahasiswa baru sebagai usaha mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan. Program pengembangan kemahasiswaan disusun mengacu pada kondisi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga saat ini serta berpedoman pada strategi pengembangan kegiatan kemahasiswaan. Sebagai catatan perlu diingat bahwa dunia

kemahasiswaan selalu mengalami

perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu secara dinamis.

Dari keterangan Maragustam, dapat disimpulkan bahwa untuk mendukung

realisasi internalisasi budaya

kemahasiswaan dilakukan dengan cara;

pertama, kegiatan OPAK yang orientasinya

pengenalan tentang akademik dan kemahasiswaan. Disini terdapat dua kepanitian yang menjalankan kegiatan yaitu dari panitia mahasiswa dan panitia unsur dosen dan karyawan agar terjadi sinergitas dan tidak keluar dari jalur kegiatan OPAK sebagaimana dirancang semula. Dalam OPAK sendiri paling tidak ada 6 (enam) materi yang disajikan; Kedua, kegiatan SOSPEM yang hanya diarahkan pada bidang akademik. Berbeda dengan OPAK yang ada muatan kegiatan soft skill dan life

skill. Dalam SOSPEM diharapkan

mahasiswa nantinya terarah dan paham apa yang akan dikerjakan secara akademik dalam masa studi mahasiswa baru.

Dudung Abdurrahman, Pembantu Dekan Bidang kemahasiswaan di Fishum (wawancara tanggal, 5 Nopember 2010) menyatakan bahwa menurut beliau usaha yang dilakukan Universitas dalam pembinaan kemahasiswaan ini selain melalui OPAK dan SOSPEM, juga melalui kuliah-kuliah umum yang menuntut adanya interaksi langsung ataupun dialektika. Sementara hal senada juga disampaikan oleh Badrun Alaina (wawancara tanggal, 2 Nopember 2010), pembantu dekan bidang kemasiswaan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya yang menurutnya usaha yang

dilakukan Universitas dalam pembinaan kemahasiswaan ini salah satunya ada dialektika, dimana setiap mahasiswa baru selalu melalui masa OPAK, dalam OPAK ini lah proses dialektika berlangsung. Adanya sosialisasi tata tertib, dan lain sebagainya. Selain itu juga dilakukan

dengan pendampingan kegiatan,

peningkatan komunikasi serta partisipasi dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Namun secara rinci kegiatan dalam program membina mahasiswa baru sebagai usaha mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan pada dasarnya dapat

dikelompokkan atas (Maragustam,

2008:34-52): Penalaran dan Keilmuan, Minat, Bakat dan Kegemaran (MBK),

Pengembangan Bidang Organisasi,

Pengembangan Kepribadian, Kesejahteraan dan Kepedulian Sosial, Kegiatan Penunjang, dan Realisasi Program dan Kegiatan Kemahasiswaan

Menurut Anita Rahmawati,

Mahasiswi Fakultas Ushuluddin yang masuk pada angkatan 2009/2010, Meskipun program-program tersebut bisa dikatakan sukses akan tetapi hanya sukses dalam pengertian program tersebut bisa direalisasikan dengan tepat waktu, akan tetapi apakah program itu punya efek positif atau negatif terhadap perkembangan mahasiswa juga masih menjadi pertanyaan. Dia mencontohkan, program-program itu tidak bnayak memberikan kontribusi terhadap perkembangan dirinya sebagai mahsiswa UIN Sunan Kalijaga, dia lebih banyak mencari diluar dengan salah satu cara buat forum diskusi sendiri yang sesuai dengan jurusannya.

Namun berbeda denga respon yang muncul dari mahasiswa lain seperti Khairul Amin (wawancara tanggal, 26 Oktober 2010), yang merupakan mahasiswa Fishum

yang menurut pendapatnya dalam

pelaksanaan program-program untuk menunjang proses internalisasi budaya kemahasiswaan pun yang selama ini berjalan, seperti sospem dan opak,

(9)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 9

menurutnya program-program tersebut baik yang diadakan oleh UKM atau INTRA sangat menyenangkan dan sangat positif

terhadap perkembangan akademik,

terutama dalam hal penambahan wawasan dan pergaulan. Selain itu juga melalui opak dan sospem, bisa tahu bahwa dikampus itu tidak hanya kuliah melulu tapi juga aktif dikegiatan-kegiatan kemahasiswaan, apakah intra ataupun organisasi ekstra. Selain itu juga menurutnya UKM di lingkungan UIN Sunan Kalijaga sangat mendukung sekali dalam mengembangkan skill yang dimikiki mahasiswa.

Pihak Bertanggung Jawab dalam Mendukung Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Pihak yang bertanggung jawab atas internalisasi budaya kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menurut Maragustam Siregar, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan bahwa seluruh

kegiatan yang berkenaan denga

kemahasiswaan secara langsung

dikorrdinasika oleh Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan yang dibawahnya terdapat Dewan Kehormatan Tatatertib Mahasiswa (DKTM ) yang keanggotannya terdiri dari dosen-dosen muda dari semua fakultas. Dari mereka inilah PR III mengkomunikasikan seluruh kebijakan-kebijakan bidang kemahasiswaan. Ini dimaksudkan agar pejabat tidak langsung ketemu dengan mahasiswa yang selalu alergi dengan birokrat. Di bawahnya PR III ada Biro Administrasi, Akademik dan Kemahasiswaan (AAK) yang berkoordinasi

langsung untuk masalah-masalah

kemahasiswaan. Selain itu juga ada Student Center yang menjadi pusat aktifitas kemahasiswaan, dimana disana terdapat dosen dan karyawan yang menjadi bagian perpanjangan tangan pembantu rektor bidang kemahasiswaan. Dari semua kebijakan-kebijakan yang dimiliki pembantu Rektor bidang kemahasiswaan selalu menjadi rujukan dan acuan untuk

implementasi kegiatan-ketiatan

pembinaaan kemahasiswaan bagi para pembantu Dekan bidang kemahasiswaan di fakultas-fakultas di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Penggunaan Media dan Penyampaian Pesan dalam Mendukung Internalisasi budaya kemahasiswaan

Media menjadi salah satu unsur penting untuk keberhasilan pelaksanaan internalisasi budaya kemahasiswaan di UIN Sunan Kalijaga. Dengan media ini, seluruh pesan yang ingin dikomunikasikan oleh para pimpinan perguruan tinggi termasuk UIN tersampaikan dengan efektif kepada mahasiswa khususnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan internalisasi budaya kemahasiswaan.

Alasan mengapa media-media yang ada dipakai oleh bagian kemahasiswaan dalam menyampaikan pesan internalisasi budaya kemahasiswaan kepada mahasiswa, menurut Maragustam Siregar (2008:3), menambahkan bahwa kalau ini kan persoalannya adalah dahulu Suara Kalijaga ini dikelola oleh mahasiswa tapi dibawah

kendali atasan PR III bidang

kemahasiswaan, karena jangan sampai mereka mengatakan bahwa ini adalah

tangan panjangnya ketua PR III. Jadi ini

tetap konstruktif, kenapa ini yang kita pakai, pertama karena ini suara kalijaga merupakan ahli budaya, jadi ketika saya menciptakan namanya itu saya berpikir Sunan Kalijaga itu menggunakan budaya untuk menyampaikan islam dalam konteks budaya maka terciptalah ”Suara Kalijaga” bukan suara yang lain, kita selalu dekat dengan konteks budaya bahwa islam itu rahmatan lil alamin. Kemudian kebetulan media yang fokus untuk kemahasiswaan itu tidak ada. Paling kita mengadakan lomba karya ilmiah tadi untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa.

Demikian juga hal yag sama

dikatakan Dudung Abdurrahman

(wawancara tanggal, 5 Nopember 2010), pembantu Dekan Bidang kemahasiswaan

(10)

10 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

memaksimalkan internalisasi budaya kemahasiswaan tersebut digunakan

berbagai macam cara dengan

memanfaatkan media yang ada. Media yang digunakan adalah forum-forum formal disaat ada rapat koordinasi dengan Ormawa. Selain itu juga dengan cara informal disetiap kesempatan dan disaat memberikan kuliah. Dan juga melalui spanduk atau pamplet yang diletakkan disekitar lingkungan fakultas, seperti contoh spanduk tentang cara berbusana yang tidak melanggar tata tertib yang terdapat di lantai 2 fakultas Soshum.

Senada dengan Dudung

Abdurrahman, adalah Badrun Alaina (wawancara tanggal, 2 Nopember 2010) Pembantu Dekan bidang kemahasiswaan

fakultas Adab dan Ilmu Budaya

mengatakan bahwa Dalam upaya

memaksimalkan internalisasi budaya kemahasiswaan tersebut digunakan

berbagai macam cara dengan

memanfaatkan media yang ada. Seperti contoh disela-sela memberikan kuliah, tidak jarang beliau menjadikan ruang kelas sebagai media dalam mendukung program internalisasi. Seringkali beliau memberikan dorongan-dorongan serta motivasi kepada mahasiswanya agar ikut aktif dalam kegiatan non akademik. Media ruang kelas ini dirasa beliau sangat efektif karena dapat berinteraksi dan berdialog langsung dengan mahasiswa.

Langkah-langkah Kemahasiswaan dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya

Mahasiswa adalah insan progresif ynag sedang berkembang, berproses menjadi, penuh dinamika, tidak bisa diduga dan penuh misteri. Mereka ibarat air mengalir. Perilaku air mengalir selalu mencari tempat yang lebih rendah dan tidak pernah berhenti berarti sudah mendapatkan wadah yang tenang atau sumber mata air telah mati. Kalau sumber mata air masih hidup sekecil apapun dia pasti terus mengalir. Dia bisa bergerak lambat atau deras dan di dalamnya banyak aliran yang

mengalir terpisah, tetapi suatu saat dia bertemu dan berpisah kembali. Itulah prilaku air mengalir.

Langkah langkah yang dilakukan tidak cukup dilakukan dalam kegiatan intrakurikuler, tetapi juga dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Tiga wilayah kegiatan tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling menunjang. Sekiranya dinamika mahasiswa salah jalur dalam melakukan aktifitas, maka warga kampus terutama pimpinan di bidang kemahasiswaan harus menghentikan dan mencarikan solusi efektif dan benar sesuai dengan gerak jantung perguruan tinggi. Untuk itu semua saluran (sistem pengembangan mahasiswa) harus selalu dibenahi, dirawat, diperbaharui atau jika perlu diganti agar dinamika mahasiswa tetap sesuai dengan visi misi perguruan tinggi.

Ada beberapa faktor umum yang perlu diperhatikan dalam pembinaan mahasiswa baru yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai; (2) materi yang akan disampaikan kepada mahasiswa; (4) kondisi dan fasilitas yang tersedia dan (5) pribadi dan kemampuan pembinanya sendiri. Kelima faktor tersebut haruslah selalu diperhatikan oleh para pembina mahasiswa baru. Sebagai contoh apabila kondisi obyektif mahasiswa sekarang ini sedang tidak setuju dengan bahasa/kata-kata perintah atau sosialisasi, maka seorang pembina harus mencari bentuk lain seperti cara dialog, sharing, musyawarah, copy morning atau bentuk-bentuk lainnya. Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam membina mahasiswa baru sebagai usaha dalam mendukung internalisasi budaya kemahasiswaan yaitu (Maragustam, 2008:29-32): dialektika dan sharing, partisipasi, peningkatan komunikasi, perubahan paradigma, prioritas berbagai program unggulan, penciptaan suasana yang kondusif, pendampingan kegiatan, peningkatan

(11)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 11

wawasan, pengalokasian dana pembinaan, dan pemberian penghargaan

Langkah-langkah yang ditawarkan

oleh Pembantu Rektor Bidang

Kemahasiswaan dirasa cukup efektif untuk menanamkan nilai-nilai budaya dalam rangka upaya implementasi internalisasi budaya kemahasiswaan. Sistem bottom-up menjadi kunci dimana semua kebijakan dan program digodok dengan PD III semua di lingkungan Fakultas bersama-sama mahasiswa dari perwakilan ormawa untuk disebarkan kepada seluruh mahasiswa. Baik kebijakan yang sifatnya akademik maupun non-akademik. Ini sangat berbeda dengan pengalama tempo dulu, di mana semua kebijakan dan program sifatnya top-down.

Konsekuensi bagi Mahasiswa Baru Tidak Memenuhi Kriteria dalam Mengikuti Program

Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa melepaskan diri dari orang lain atau lingkungan sosial di sekitarnya.

Namun demikian seiring dengan

pertumbuhan atau pertambahan populasi

dalam masyarakat untuk membuat

kesepakatan guna mengatur hubungan sosial mereka. Tanpa adanya aturan yang disepakati oleh warga masyarakat, kehidupan masyarakat akan mengalami ketidaknyamanan. Dalam masyarakat yang demikian nantinya yang akan muncul adalah hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang.

Selama masyarakat majemuk, dimana sebagian besar warga masyarakat sudah mengenyam pendidikan yang memadai, hukum rimba bukanlah sesuatu yang tepat. Dibutuhkan aturan yang lebih

rasional dan mampu memberikan

pengayoman bagi semua warga, tidak pandang bulu apakah dia berfisik kuat ataupun lemah, kaya atau miskin, semua memiliki kewajiban dan hak yang sama. Semua itu hanya bisa dicapai manakala ada aturan atau tata tertib yang disepakati dan dipedomani bersama.

Tata tertib dibuat untuk

menciptakan suasana yang kondusif bagi tata kehidupan masyarakat. Maka tujuan tata tertib mahasiswa adalah untuk menciptakan suasana kampus yang kondusif bagi terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sedangkan fungsi tata tertib mahasiswa adalah menjadi pedoman yang mengatur kewajiban, hak, pelanggaran dan sanksi yang berlaku bagi mahasiswa.

Dengan demikian tata tertib mahasiswa sekaligus berfungsi sebagai

pedoman pada mahasiswa tentang

bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, menjaga keutuhan masyarakat mahasiswa dari ancaman perpecahan atau disintegrasi dan menjadi pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).

Lantas ada tidaknya konsekuensi yang harus ditanggung mahasiswa baru untuk memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam mengikuti program-program? Pertanyaan ini mendapatkan jawaban cukup tegas dari Maragustam Siregar, pembantu rektor bidang kemahasiswaan.

Jika mahasiswa baru tidak dapat memenuhi segala konsekuensi/ tata tertib yang ada, maka ini di sebut pelanggaran. Tindakan menyalahi kewajiban ini dapat dikategorikan ke dalam tiga macam, yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan pelanggaran berat.

Selain tiga macam pelanggaran di atas, bagi para mahasiswa Pengurus Organisasi Kemahasiswaan juga bisa dikatakan melakukan pelanggaran (disebut pelanggaran khusus), jika menggunakan kantor atau gudang tidak sesuai dengan peruntukkannya; dan tidak dapat mempertanggungjawabkan kegiatan dan atau penggunaan dana dari Universitas sesuai dengan aturan yang berlaku.

Konsekuensi yang harus ditanggung mahasiswa baru yang tidak dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(12)

12 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

(dalam mengikuti program) adalah mendapatkan sanksi-sanksi. Sanksi yang diberikan terdiri dari sanksi ringan, sanksi sedang dan sanksi berat. Penjatuhan sanksi ditentukan setelah melalui pemeriksaan dan pertimbangan secara cermat serta teliti dengan bukti-bukti yang sah oleh Dewan Kehormatan Tata Tertib Mahasiswa. Sebelum penjatuhan sanksi tingkat sedang atau berat, dapat dilakukan pemanggilan orangtua atau wali yang sah secara hukum. Rektor, Dekan atau Direktur Sekolah Pascasarjana mempublikasikan nama, foto, jenis pelnggaran dan sanksi bagi pelanggar tata tertib di tempat-tempat strategis Universitas dalam jangka waktu dan bulan untuk pelnggaran sedang dan empat bulan untuk pelanggaran berat.

Khusus bagi para mahasiswa yang menjadi pengurus Ormawa, jika mereka melakukan pelanggaran maka sanksi khusus bagi pengurus Ormawa adalah penonaktifan untuk sementara waktu atau tetap dan/atau sanksi lain sesuai dengan tingkat pelanggarannya.

Perubahan Perilaku Diharapkan Universitas dalam Rangka Membina Mahasiswa Baru

Sebagai sebuah institusi pendidikan islam, UIN Sunan Kalijaga memiliki tata tertib yang berbeda dengan institusi pendidikan yang lain. Jika ditanyakan, untuk apa aturan/ tata tertib UIN dimunculkan, maka diantara jawaban yang bisa diberikian adalah untuk mewujudkan suasana kampus yang kondusif bagi semua civitas akademik dalam merealisasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Selain itu tata tertib juga dimaksudkan untuk memperbaiki moralitas dan integritas pribadi mahasiswa. Sebab tata tertib merupakan salah satu wujud dari pembinaan etika. Melalui tata tertib yang dicanangkan diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan membedakan yang mana yang benar-salah, baik-buruk, indah-jelek lalu melakukan yang benar dan meninggalkan yang salah, memilih yang

baik dan meninggalkan yang buruk. Tata tertib akan membimbing seseorang bagaimana bersikap dan berprilaku.

Sementara itu bagi Dudung Abdurrahman (wawancara tanggal, 5 Nopember 2010), selaku Pembantu dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Soshum dan Badrun Alaina (wawancara tanggal, 2 Nopember 2010), selaku Pembantu dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya dengan adanya internalisasi budaya kemahasiswaan, maka dari kesekian banyak program pembinaan kemaha-siswaan Universitas mengharapkan adanya sinkronisasi antara apa yang didapatkan

mahasiswa dikelas dengan yang

dipraktekkan di kegiatan non akademik. Perubahan perilaku dari mahasiswa diantaranya yaitu lahirnya berbagai prestasi akademik dan non akademik dari mahasiswa.

Harapan pelaksanaan program pembinaan dalam Mendukung Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Pembentukan kepribadian sesuai tujuan tentu membutuhkan waktu dan proses berkelanjutan. Dalam konsep Islam, belajar itu berlangsung dari buaian sampai keliang lahat alias mati. Pembinaan mahasiswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional semakin sulit karena banyaknya tantangan. Apa yang dibina dalam kegiatan akademik dan non akademik kadang-kadang jauh berbeda dengan kondisi sosial budaya yang dialami mahasiswa di

tengah-tengah masyarakat yang sering

menunjukkan ketidak sesuaian antara yang seharusnya dengan kenyataan di lapangan. Namun demikian tujuan yang diharapkan dari internalisasi budaya kemahasiswaan ialah ini: a) Diterapkannya Pembinaan Mahasiswa PTAI menuju sukses tanpa mengabaikan keragaman latar belakang, sosial budaya, ideologi, bentuk dan kondisi mahasiswa di masing-masing fakultas dan jurusan/prodi, b) Proporsi kegiatan bidang intrakurikuler dengan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler harus semakin

(13)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 13

mendekati keseimbangan, c) Terdapat

Ormawa yang mampu melibatkan

mahasiswa secara keseluruhan dalam pengembangan dan aktualisasi diri, serta meningkatkan daya saing mahasiswa menghadapi kehidupan global dan persaingan lapangan kerja, d) Pemanfaatan sarana dan prasarana kampus secara optimal oleh pengurus Ormawa dan

mahasiswa pada umumnya dalam

mengembangkan program kegiatan

kemahasiswaan. e) Adanya kesadaran pada mahasiswa khususnya pimpinan Ormawa bahwa posisi mereka adalah sebagai bagian dari sivitas akademika yang diharapkan untuk tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat almamater. f) Terciptanya iklim komunikasi dialogis antara pimpinan perguruan tinggi, staf pengajar dan pengurus Ormawa serta mahasiswa pada umumnya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. g) Meningkatnya keterlibatan para penasehat akademik dan pembina Ormawa dalam kegiatan kemahasiswaan untuk membantu mahasiswa maupun pimpinan perguruan tinggi dalam mengembangkan program-program kema-hasiswaan dan aktualitas diri mahasiswa. h)

Meningkatnya kesadaran dan

tanggungjawab dihadapan hukum dan atau peraturan yang berlaku, baik sebagai individu maupun sebagai pengurus Ormawa dan menjadi bagian integral dari civitas akademika. i) Terwujudnya komunikasi, sinkronisasi dan kerjasama yang baik antara pimpinan perguruan tinggi, staf pengajar dan pengurus Ormawa dalam melaksanakan

serta mengembangkan kegiatan

kemahasiswaan. j) Berkembangnya sistem informasi kemahasiswaan secara terencana, terarah dan berkesinambungan bagi pelaksanaan program kemahasiswaan. k) Lahirnya berbagai prestasi akademik dan non akademik yang membanggakan, baik pada tingkat internal perguruan tinggi, lokal, nasional maupun internasional (Siregar, dkk., 2008:23-25).

Evaluasi/Pencapaian Program Pembinaan Mahasiswa Baru Melalui Kegiatan Internalisasi Budaya Kemahasiswaan

Evaluasi terhadap pelaksanaan program kemahasiswaan penting untuk dilakukan, karena tanpa adanya evaluasi sulit untuk mengetahui suatu kegiatan telah mencapai sasaran atau belum. Untuk itu setiap pimpinan di bidang kemahasiswaan seharusnya mengadakan evaluasi terhadap realisasi program pembinaan di bidang kemahasiswaan.

Untuk mengukur seberapa besar keberhasilan yang sudah dicapai dan perlu tidaknya rumusan-rumusan program baru berkaitan dengan kegiatan internalisasi budaya kemahasiswaan, maka perlu dilakuka evaluasi menyeluruh. Hal ini

sudah dilakukan oleh bidang

kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta baik level Universitas sampai dengan Fakultas dan Jurusan/Prodi.

Pengakuan yang tak jauh berbeda juga keluar dari Aven Khafsah (wawancara tanggal, 3 Nopember 2010), seorang

mahasiswi Fakultas Dakwah yang

meskipun juga ada belum kepuasan atas program evaluasi yang dilakukan oleh pihak pemegang kebijakan.

“Evaluasi dari semua program yang dilakukan ataupun kegiatan yang berhubungan dengan minat dan bakat mahasiswa sesuai disiplin ilmunya belum berjalan lancar seperti apa yang diidealkan. Hal ini

harus segera dibenahi, demi

terwujudnya keinginan bersama

antara pihak birokrasi dan

mahasiswa”, katanya.

Dari paparan Aven datas, dari semua program yang dilakukan khususnya berhubungan dengan minat dan bakat mahasiswa yang sesuai bidang kelimuan belum berjalan sebagaimana mustinya. Ini perlu segera dilakukan evaluasi menyeluruh.

(14)

14 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 PENUTUP

Tujuan Internalisasim budaya mahasiswa di UIN Sunan Kalijaga dapat

berupa pembinaan, pendampingan,

pemberian informasi, stimulasi,

pengawasan, pengendalian dan lain-lain

yang pada hakekatnya bertujuan

mengoptimalkan kemampuan yaitu:

Pertama, hard skill (keterampilan teknis

dan analitis dan kemampuan atau kompetensi inti dari suatu bidang ilmu, diperoleh di pembelajaran di kelas dalam kegiatan intrakurikuler); Kedua, soft skill (keterampilan berinteraksi sosial, (a) menyangkut kualitas pribadi seperti tanggungjawab, integritas, bersosialisasi, pengendalian diri, dll (b) keterampilan interpersonal, seperti komunikasi, kepemimpinan yang banyak diperoleh

dalam kegiatan kokurikuler dan

ekstrakurikuler); dan Ketiga, life skill (kecakapan hidup) yakni kemampuan atau keterampilan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi secara nyata (bukan rekayasa) dan mencari solusinya.

Bentuk-bentuk organisasi intra kampus di UIN dibagi dalam tiga bidang yakni yang bergerak di bidang (1) legislatif, (2) eksekutif dan (3) khusus dan profesi. a) Organisasi bidang legislatif meliputi: Senat Mahasiswa baik tingkat universitas (Sema-U) maupun di tingkat fakultas (Sema-F); b) Organisai bidang eksekutif meliputi: Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM); c) Organisasi bidang khusus dan profesi ialah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang khusus bakat, minat dan profesi seperti Kopma, Menwa, KSR PMI, Kordiska, dan lain-lain.

Untuk mendukung realisasi

internalisasi budaya kemahasiswaan dilakukan dengan cara; Pertama, kegiatan OPAK yang orientasinya pengenalan tentang akademik dan kemahasiswaan;

Kedua, kegiatan SOSPEM yang hanya

diarahkan pada bidang akademik, dimana mahasiswa nantinya terarah dan paham apa

yang akan dikerjakan secara akademik dalam masa studi mahasiswa baru. Namun secara rinci kegiatan dalam program membina mahasiswa baru sebagai usaha

mendukung internalisasi budaya

kemahasiswaan pada dasarnya dapat dikelompokkan atas; a) Penalaran dan Keilmuan, b) Minat, Bakat dan Kegemaran

(MBK), c) Pengembangan Bidang

Organisasi, d) Pengembangan Kepribadian, e) Kesejahteraan dan Kepedulian Sosial, f) Kegiatan Penunjang, dan g) Realisasi Program dan Kegiatan Kemahasiswaan.

Seluruh kegiatan kemahasiswaan

dibawah Pembantu Rektor Bidang

Kemahasiswaan yang dibawahnya terdapat Dewan Kehormatan Tatatertib Mahasiswa (DKTM ) yang keanggotannya terdiri dari dosen-dosen muda dari semua fakultas. Di bawahnya PR III ada Biro Administrasi, Akademik dan Kemahasiswaan (AAK) yang berkoordinasi langsung untuk masalah-masalah kemahasiswaan. Student Center yang menjadi pusat aktifitas kemahasiswaan, disana terdapat dosen dan karyawan yang menjadi perpanjangan

tangan PR III yang

kebijakan-kebijakkannya disampaikan kepada Pembantu Dekan bidang kemahasiswaan di masing-masing fakultas-fakultas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta atas dukungan sponsor dalam penelitian ini, sehingga dapat terlaksana. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh anggota tim peneliti, surveyor, informan dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini, semoga amal baiknya mendapatkan balasan setimpal.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A. 1984, Strategi Komunikasi, Bandung: Armico.

(15)

Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16 15

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Budiarso, L. 1999. Strategi Komunikasi

Dana Sosial Rumah Zakat

Indonesia DSUQ Cabang

Yogyakarta, Yogyakarta: UIN

Sunan Kalijaga.

Effendy, O. U. 1978, Komunikasi dan

Modernisasi, Bandung: Penerbit

Alumni.

Griffin, E.M., 2003. A Fist Look at

Communication Theory,

McGraw-Hill, New York, Fith Edition. Grunig E. J., Public Audiens and Market

Segments: Segmentation Principles for Campaign, “ Information Campaign: Balancing Social Values and Social Change (Sage Annual

Reviews of Communication

Research Vol. 18), ed. Charles

T.Salmon USA: Sage Publication. Handoko, T. H. 1999. Manajemen, Edisi 2,

Yogyakarta: BPFE.

Irianto, Y. 2004. Manajemen Stretegis

Public Relations, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Kusnawan, A. 2010. Perencanaan

Pendidikan Tinggi Dakwah Islam.

Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 5(15)

897-920.

Mintzberg, H. & Quinn, B.C. 1991, The

Strategy: Process, Concepts,

Contens, Cases, Scond Edition,

New Jersey: Prentice Hall. Inc. Moleong, L. J. 2000. Metoodologi

Penelitiana Kualitatif, Bandung:

Remaja Roisdakarya.

Mulyana, D. 2001. Metode Penelitian

Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikai dan Ilmu Sosial

Lainnya, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

---, 2002 Ilmu Komunikas: Suatu

Pengantar, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Nazir, M. 1985. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Patton , MQ. 1980. Qualitative Evaluation

and Research Methods, California:

Sage Publications.

Purwasito, A. 2003. Komunikasi

Multikultural. Surakarta:

Muhammadiyah University Press. Qowim, M., dkk. 2010. Pedoman Umum

Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) UIN

Sunan Kalijaga, Yogyakarta:

Bidang Kemahasiswaan UIN Sunan Kalijaga.

Rais, A. 2000. Strategi Komunikasi Tim

Kampanye Capres-Cawapres (Studi Kasus Strategi Komunikasi Tim Kampanye Amien-Siswono dalam Membangun Citra Pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo Pada

Pemilu Presiden 2004),

Yogyakarta: Fisipol UGM.

Robbins, J. G. & Barbara S. Jones. 1982.

Effective Communication for

Today’s Manager. Terj. R.Turman

Sirait, Jakarta: CV.Tulus Jaya. Ruslan, R. 2002. Manajemen Humas dan

Komunikasi Konsep dan Aplikasi,

Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindi Persada.

Sayoga, B. 2002. Diktat Matakuliah

Perencanaan Komunikasi, Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta: Jurusan

Ilmu Komunikasi UGM.

Simmons, R.E, 1990 Communication

Campaign Management: A Systems Approach, New York: Longman.

Singarimbun M. 1989. Metode Penelitian

Survai, Jakarta: LP3ES.

Siregar, M. dkk. 2006. Buku Panduan

Pembinaan dan Pengembangan

Kegiatan Kemahasiswaan,

Yogyakarta: Bidang

Kemahasiswaan UIN Sunan

Kalijaga dengan SUKA Press. Siregar, M. dkk. 2008. Pedoman

Pengembangan Mahasiswa

(16)

16 Jurnal Askopis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 1-16

(Strategi Kunci Pengembangan Jati Diri dan Sukses Studi),

Yogyakarta: Bidang

Kemahasiswaan.

Susanto, A. S. 1983. Peranan Komunikasi

dalam Perusahaan dan Organisasi.

Majalah Manajemen, No.15 Tahun III, Edisi Maret-April, 1983.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian

Kualitatif, Surakarta: UNS Press.

Winarto, E. 2007, Strategi Komunikasi

POLRI dalam Rangka Menghadapi Kemerdekaan dan Kebebasan Pers,

Yogyakarta: Manggala, Edisi: November 2007.

Yin, R.K. 2000. Studi Kasus (Desain dan

Metode), Jakarta: PT. Raja Grafindo

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas media video pembelajaran setelah dikaji oleh ahli isi/materi pelajaran Bahasa Indonesia kualitas

Contohnya, untuk murid yang mempunyai tingkah laku bermasalah di mana selalu bergerak dalam bilik darjah, guru boleh menetapkan matlamat tingkah lakunya sebagai “Berhenti

PERKARA PUTUS BULAN NOPEMBER 2011PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kepala SMP Negeri 3 Peusangan Bireuen menyusun program supervisi akademik secara musyawarah dengan melibatkan wakil kepala sekolah

Pada akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi mengenai kegiatan yang telah dilakukan selama program pengabdian kepada pemuda RT. 14 Perumnas Aurduri Kota. Evaluasi ini

Menurut Setiadi (1990) dikutip oleh Karyaningsih (2009), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi proses kolonisasi dan pengaruh mikoriza yaitu kepekaan inang terhadap infeksi,

Si peneliti melihat proses dan hasil penelitian ini bisa menyimpulkan bahwa masalah-masalah yang dihadapi siswa selama ini adalah kurang lancarnya kemampuan mereka dalam

[r]