• Tidak ada hasil yang ditemukan

Libert Hamonangan Habeahan 1, Alvi Syahrin 2, M. Hamdan 3, M. Eka Putra 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Libert Hamonangan Habeahan 1, Alvi Syahrin 2, M. Hamdan 3, M. Eka Putra 4"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Dan Atau

Pengancaman Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan

Transaksi

Elektronik

Dan

Kuh

Pidana

(Studi:

Putusan

Nomor

7/Pid.Sus/2017/Pn.Snb)

Libert Hamonangan Habeahan1, Alvi Syahrin2, M. Hamdan3, M. Eka Putra4

1,2,3,4Prgogram Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara

E-mail: liberthabeahan@gmail.com (CA)

Abstrak

Banyaknya kasus pemerasan dan atau penganncaman yang menggunakan sarana teknologi infromasi yang terjadi membuat penulis tertarik melakukan penelitan dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Dan Atau Pengancaman Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan KUH Pidana” (Studi: Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/Pn.Snb) Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana tindak pidana pemerasan dan atau pengancaman menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUH Pidana, (2) Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan KUH Pidana. (3) Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/PN.Snb ? Penelitian ini bersifat normatif dan deskriptif analisis.Teori hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pertanggungjawaban Pidana. Data yang digunakan adalah data sekunder dapat terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data adalah library research (penelitian kepustakaan). Analisis data adalah kulitatif. Perumusan ketentuan Pasal 27 ayat (4) yang menggabungkan tindak pidana pemerasan dan/atau pengancaman dalam satu ketentuan padahal dalam KUH Pidana tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 sedangkan pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUH Pidana. Pemerasan merupakan tindak pidana biasa. Pemerasan cara melakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pengancaman merupakan pidana aduan absolut. Pertanggungjawaban pidana terhadap pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut UU ITE dan KUH Pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh KUH Pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran perbuatan tertentu. Pertimbangan Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan 7/Pid.Sus/2017/PN.Snb, bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, dan keterangan saksi-saksi, terdakwa telah terbukti dengan sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerasan dan pengancaman melanggar Pasal 27 ayat 4 UU ITE UU ITE Jo Pasal 45 ayat (4) Dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pemerasan dan Pengancaman, UU ITE, KUH Pidana. Abstract

The number of cases of extortion and / or threats using information technology means that the author is interested in conducting research with the title "Criminal Liability Against Extortion and Or Threats Perpetrators According to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Information. Electronic Transactions and the Criminal Code

http://jurnal.bundamediagrup.co.id/index.php/iuris

(2)

”(Study: Decision Number 7 / Pid.Sus / 2017 / Pn.Snb) The formulation of the problem in this research is (1) How is the criminal act of extortion and / or threats according to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and the Criminal Code, (2) How is criminal responsibility for extortion and / or threats through electronic media according to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information And Electronic Transactions and the Criminal Code. (3) What are the judges' legal considerations in Decision Number 7 / Pid.Sus / 2017 / PN.Snb? This research is normative and descriptive analysis. The legal theory used in this research is the Criminal Liability Theory. The data used is secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The data collection technique is library research (library research). Data analysis is qualitative. The formulation of the provisions of Article 27 paragraph (4) which combines the criminal act of extortion and / or threats in one provision, whereas in the Criminal Code the criminal act of extortion is regulated in Article 368 while threatening is regulated in Article 369 of the Criminal Code. Extortion is a common crime. Extortion is how to do it by using violence or threats of violence. Threatening is an absolute complaint. Criminal responsibility for extortion and / or threats through electronic media according to the ITE Law and the Criminal Code because someone has committed a criminal act. Criminal liability is essentially a mechanism established by the Criminal Code to react to violations of certain acts. Judges' legal considerations in the Court Decision 7 / Pid.Sus / 2017 / PN.Snb, that based on the facts at the trial, and the testimony of witnesses, the defendant has been legally and convincingly proven to have committed the crime of extortion and threats of violating Article 27 paragraph 4 UU ITE UU ITE Jo Article 45 paragraph (4) In the trial, the Panel of Judges did not find anything that could eliminate criminal responsibility, either as a justification and / or excuse, so the Defendant had to be accountable for his actions. The defendant is able to be responsible, so he must be found guilty and sentenced to punishment.

Keywords:

Criminal Accountability, Extortion and Threats, ITE Law, Criminal Code.

Cara Sitasi:

Habeahan, Libert Hamonangan. (2021), “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Dan Atau Pengancaman Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Kuh Pidana (Studi: Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/Pn.Snb)”, IURIS STUDIA: Jurnal Kajian Hukum Vol. 2 No.1 , Pages 74-82

A. Pendahuluan

Pertanggungjawaban pidana merupakan bentuk perbuatan dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut. Pengaturan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik atau cybercrime diatur dalam Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (Selanjutnya dalam penelitian ini disebut dengan UU ITE). Pengaturan cybercrime tertuang dalam pasal 27 ayat 4 UU ITE , yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Pasal 29 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”.

Ketentuan pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tindak pidana yang diatur dalam KUH Pidana yaitu mengenai tindak pidana kesusilaan (Pasal 282 dan Pasal 283), perjudian (Pasal 303), penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 310 dan Pasal 311), dan pemerasan atau pengancaman (Pasal 368 dan Pasal 369). Perumusan perbuatan dalam Pasal 27 UU ITE pada dasarnya merupakan reformulasi tindak pidana yang terdapat dalam pasal-pasal KUH Pidana tersebut.1 Perumusan ketentuan Pasal 27 ayat (4) UU ITE yang menggabungkan tindak pidana pemerasan dan/atau pengancaman dalam satu ketentuan padahal dalam KUH Pidana tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 sedangkan pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUH Pidana.

(3)

Ketentuan Pasal 27 UU ITE mensyaratkan perbuatan mendistribusikan, mentransformasikan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten yang dilarang tersebut dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak.2

Pasal 1 UU ITE menyebutkan “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan Teknologi Informasi, jaringan teknologi informasi, dan/atau media elektronik lainya”. Ini berarti handphone dengan layanan SMS, internet dengan facebook dan media sebagai media elektronik lainnya termasuk dalam UU ITE. SMS digunakan untuk menyampaikan pesan singkat kepada seseorang untuk berbagai kepentingan. Begitu banyak kasus seputar penggunaan handphone dengan layanan ShortMessage Service (SMS), seperti kasus Nomor. 7 /Pid.Sus/2017/PN.Snb, bahwa pelaku dengan menggunakan media telekomunikasi diaawali dengan berkenalan melalui akun facebook pasu dengan media internet, selanjutnya menggunakan handphone dengan layanan SMS mengirimkan pesan singkat berupa pemerasan dan pengancaman terhadap korbannya. Kasus tersebut diatas merupakan kasus yang berkenaan degan teknologi informasi, maka terhadap setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirim pesan atau informasi elektronik seperti diuraikan diatas, maka orang itu akan dijerat dengan pasal-pasal perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, yaitu Pasal 27 sampai Pasal 29 serta Pasal-pasal di dalam KUHP yaitu tindak pidana pemerasan dan pengancaman. Tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUH Pidana sedangkan pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUH Pidana.

Penerapan Pasal 368 dan 369 KUHP dan UU ITE dalam tindak pidana pemerasan dan pengancaman lewat SMS, handphone, telah memenuhi unsur objektif suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 yaitu: memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan dan dalam Pasal 369 KUHP, yaitu memaksa orang lain untuk menyerahkan suatu benda dengan cara ancaman pencemaran, baik lisan maupun tulisan, dan juga telah memenuhi unsur objektif yaitu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sedangkan tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana pemersan dan pengancaman lewat SMS adalah dengan menggunakan Pasal 368 dan Pasal 369 KUHP. Berdasarkan penafsiran ekstensif dapat pula dijerat dengan Pasal 29 juncto Pasal 43 ayat (3) UU ITE. Pemerasan dan pengancaman diatur juga dalam KUH Pidana. Pemerasan terdapat dalam Pasal 368 KUH Pidana. Pengancaman terdapat dalam Pasal 369 KUH Pidana. Berdasarkan urain tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Dan Atau Pengancaman Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan KUH Pidana (Studi: Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/PN.Snb)” sangat penting dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui fokus permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana tindak pidana pemerasan dan atau pengancaman menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUH Pidana? bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan KUH Pidana? bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/PN.Snb? Penelitian ini merupakan penelitian normatif melalui penyusunan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data hukum positif tertulis, merumuskan definisi hukum. 3 Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang membuat masyarakat dapat dimaklumi, termasuk produk hukum yang menjadi bahan kajian dan produk hukum sebagai alat bantu pembentuk hukum.kritik. Bahan hukum sekunder meliputi penjelasan bahan hukum primer di dalam bentuk doktrin ahli yang ditemukan di buku, jurnal, dan situs web.4

2 Asri Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace, Bandung: Citra Adiyta Bakti, (2001),

p. 32.

3 Rahmat Ramadhani dan Ummi Salamah Lubis, “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN)

in Handling Land Cases in the New Normal Era” Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1, (2021): p. 3.

4 Rahmat Ramadhani dan Rachmad Abduh, “Legal Assurance of the Land Registration Process in the Pandemic Time of

(4)

B. Pembahasan

1. Tindak pidana pemerasan dan atau pengancaman menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUH Pidana

Ketentuan unsur tindak pidana yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya terdiri dari unsur subjektif dan objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya5. Unsur subjektif, meliputi:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa); Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging ;

b. seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat(1) KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.6

Unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. Unsur unsur Objektif dari suatu tindak pidana meliputi:

a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelicjkheid;

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; dan

c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengansesuatu kenyataan sebagai akibat.7

Pasal 27 ayat (4) UU ITE berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat data dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.Bila dihubungkan dengan Pasal 29 UU ITE yang secara khusus mengatur mengenai ancaman kekerasan, maka pengancaman yang diatur dalam pasal 27 ayat (4) ini adalah ancaman yang bukan berupa ancaman kekerasan. Artinya, janji pengacaman yang terkandung dalam ancamannya bukan berupa “akan melakukan kekerasan” terhadap pihak yang diancam. Salah satu tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat adalah tindak pidana pengancaman, dimana dalam KUH Pidana diatur pada Pasal 368. Pasal 368 ayat (1) KUH Pidana berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.Ketentuan ayat (2) berbunyi: “Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini”.

Di dalam UU ITE tersebut, diatur mengenai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya tindak pidana melalui media elektronik seperti telepon seluler (handphone). Tindak pidana pengancaman melalui telepon seluler (handphone). dapat dijerat dengan ketentuan yang terdapat dalam UU ITE sebagai ketentuan khusus (lex specialis), sehingga mengenyampingkan ketentuan umum tentang tindak pidana pengancaman dalam KUHP (lex generalis).Hal ini sesuai dengan Pasal 63 ayat (2) KUHP bahwa Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum dan diatur pula dalam aturan pidana khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan.

Tindak pidana pengancaman dalam UU ITE diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat (4) dan pasal 29. Dari ketentuan di atas,dapat diklasifikasi unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

5 Muhammad Ikbal, dkk, Hukum Pidana, Banten:Unpam Press, (2019), p. 35.

6 Lamintang, P.A.F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung,Citra Aditya Bakti, (1997)

p. 193-194.

(5)

a.

Unsur Subjektif, adalah kesalahan pelaku yang dalam rumusan ketentuan undang-undang disebut ”dengan sengaja” artinya bahwa kesalahan dalam tindak pidana pengancaman melalaui layanan pesan singkat harus dilakukan dengan unsur sengaja baik sebagai niat, sengaja karena kesadaran akan kemungkinan maupun sengaja akan keharusan;

b.

Unsur objektif, adalah perbuatan melawan hukum. Unsur objektif dalam ketentuan Pasal 27 ayat (4) UU ITE sebagai berikut:

1) Tanpa hak, melihat letak unsur sengaja mendahalui unsur perbuatan tanpa hak, maka tidak diragukan bahwa pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik. Kehendak ini, termasuk juga pengetahuan yang harus sudah terbentuk sebelum berbuat, karena demikian sifat kesengajaan orang hanya dapat menghendaki segala sesuatu yang sudah diketahuinya. Disamping itu, sengaja juga harus ditujukan pada unsur tanpa hak, artinya bahwa pelaku sebelum mendistribusikan, mentrasmisikan informasi elektronik atau dokumen elektronik tersebut, telah mengetahui atau menyadari bahwa ia tidak berhak melakukannya.

2) Mendistribusikan, adalah menyalurkan (membagi, mengirimkan) kepada beberapa orang atau tempat. Dalam konteks tindak pidana pengancaman menggunakan sarana teknologi informasi menurut UU ITE. Maka kiranya perbuatanmendistribusikan diartikan sebagai perbuatan dalam bentuk dan cara apapun yang sifatnya menyalurkan,membagikan, mengirimkan, memberikan, menyebarkan informasi elektronik kepada orang lain atau tempat lain dalam melakukan Informasi Elektronik dengan menggunakan tekhnologi informasi.

3) Mentrasmisikan, dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, dirumuskan bahwa mentransmisikan adalah mengirimkan atau meneruskan pesan dari seseorang (benda) kepada orang lain (benda lain). Dari kalimat tersebut dengan menghubungkandengan objek yang ditransmisikan, maka perbuatan mentransmisikan dirumuskan pengertian, perbuatan dengan cara tertentu atau melalui perangkat tertentu mengirimkan atau meneruskan informasi dan/atau dokumen elektronik dengan memanfaatkan tekhnologi informasi kepada orang atau benda (perangkat elektronik) dalam usaha melakukan transaksi elektronik;

4) Membuat dapat diakses, dihubungkan dengan objek tindak pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE, perbuatan membuat dapat diaksesnya, adalah melakukan perbuatan dengan cara apapun melalui perangkat elektronik atau sekumpulan data elektronik dalam melakukan transaksi elektronik yang menyebabkan data elektronik tersebut, menjadi dapat diakses oleh orang lain atau benda lain.

5) Mengirimkan, definisi dari kata mengirimkan, adalah menyampaikan, mengantarkan (dengan perantara) ke berbagai alamat tujuan dan sebagainya. Dalam hal ini, adalah menyampaikan informasi dan/atau dokumen elektronik. Objeknya, adalah informasi dan/atau dokumen elektronik yang memuat pemerasan dan/atau pengancaman.

2. Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum di Indonesia

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya.8

Kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa” (geestelijke vernogens) dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam pasal 44 KUHP adalah verstandelijke vermogens. Untuk terjemahan dari verstandelijke vermogens sengaja digunakan istilah “keadaan dan kemampuan jiwa seseorang”. Terjemahan tersebut sesuai dengan perkembangan

8 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya

(6)

doktrin yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan seharusnya adalah keadaan dan kemampuan jiwa (goestelijke vermogens).9

3. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan Dan Atau Pengancaman Menurut UU ITE Dan KUH Pidana (Studi: Putusan Nomor 7/Pid.Sus/2017/Pn.Snb)

Ruang lingkup tentang Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Pemerasan dan atau Pengancaman telah diuraikan sebelumnya. Haryati DS Alias Ati Binti Alm M. Dusin Husda (korban) merasa diperas dan diancam oleh pelaku untuk menyerahkan sejumlah uang sehingga total keseluruhan . Kalau tidak, maka foto telanjang dari korban akan diunggah dari akun facebook. Menurut korban, bahwa pelaku Wiwin Mardianto Bin T Hamzah telah melakukan pemerasan dan pengancaman melalui akun facebook dan dan handphone. Berikut akan disampaikan ringkasan kronologi kasus, pasal yang didakwakan, tuntutan pidana, keterangan saksi:

a. Kronologis Kejadian

Sekitar bulan November, Desember 2016 bertempat di Desa Sinabang Kec. Simeulue Timur Kab. Simeulue, Wiwin Mardianto Bin T Hamzah (selanjutnya disebut Wiwin) menggunakan akun facebook Beruang Selatan atas nama EDI WINATARA berkenalan dan menjalin hubungan pacaran dengan Haryati DS Alias Ati Binti Alm M. Dusin Husda (selanjutnya disebut Haryati. Wiwin meminta foto seksi Haryati, Tanggal 13 Desember 2016, Wiwin menelpon Haryati untuk mengirimkan uang sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) ke nomor rekening tabungan Bank BPD Aceh nomor rekening : 020.02.03.660329-9 An. Mardiana, dengan nada mengancam dan memeras, Tanggal 15 Maret 2017 korban melaporkan terdakwa kepada Kepolisian Resor Simeulue di karenakan saksi korban merasa sangat terancam dan terganggu akan perbuatan terdakwa yang selalu mengancam dan memeras Haryati melalui hand phone.

b. Pasal yang didakwakan

Primer:Pasal 27 ayat (4) UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE Jo Pasal 45 ayat (4) UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Subsider: Pasal 29 UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE Jo Psal 45 B UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008.

c. Tuntutan pidana

Menyatakan terdakwa Wiwin bersalah melakukan tindak pidana “ yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman sebagaimana dakwaan primair Penuntut Umum. Menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) unit handphone warna putih merk Siomi dengan tipe Redmi; 1 (satu) buah kartu simpati (paket); 2 (dua) akun facebook : Haryati DS An. Haryati DS dan Ati; 1 (satu) lembar foto slip setoran Bank BPD Aceh tanggal 12 Desember 2016; 1 (satu) unit sepeda motor warna hitam merk Yamaha RX King nomor polisi: BL 3629 LJ; 1 (satu) buah BPKB, A No.026969 warna biru. Membebankan kepada diri terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000 (dua ribu) rupiah.

d. Keterangan saksi

Saksi Haryati DS Alias Ati Binti Alm M. Dusin Husda; Saksi berkenalan dengan terdakwa melalui media sosial facebook dengan akun facebook beruang selatan. Saksi Mardiana Binti Alm Marzali; Saksi menjelaskan terdakwa yang merupakan anak kandung saksi bahwa di bulan Januari 2017 sekira jam.12.00 Wib meminta untuk meminjam buku tabungan milik saksi lalu ditanyakan oleh saksi “untuk apa” dan dijawab oleh terdakwa “ada teman mau kirim uang dari Banda Aceh. Saksi Abdul Haris Bin Nasrun; Ahli bekerja di Kementrian Komunikasi dan Informatika sebagai kepala subdit penyidikan dan penindakan Direktorat Keamanan dan Informasi No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik dalam penjelasannya Pasal 27 ayat (1) yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang berbagai pihak melalui sistem elektronik, sedangkan yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik, dan yang dimaksud dengan “membuat dapat diakses” adalah perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sistem

9 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:Storia Grafika, (2012), p.

(7)

elektronik menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Atas pendapat ahli tersebut diatas, terdakwa tidak mengetahuinya.

e. Keterangan terdakwa

Terdakwa ada membuat akun facebook dengan nama Beruang Selatan. Terdakwa ada berkenalan dengan sa Haryati melalui akun facebook dengan nama Beruang Selatan dan mengaku bernama Edi Winatara lalu hubungan saksi Haryati dengan terdakwa berpacaran dengan saksi Haryati. Tahun 2016 terdakwa menyuruh saksi Haryati untuk mengirimkan uang jumah keseluruhan sebesar Rp.10.800.000,- (sepuluh juta delapan ratus ribu rupiah) dengan beberapa kali pengiriman dan belum ada yang terdakwa kembalikan.

f. Dakwaan

Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya telah memperlihatkan barang bukti yang telah disita sebagaimana penyitaan yang sah dan telah pula diperlihatkan kepada saksi-saksi maupun terdakwa bahwa kesemua barang bukti tersebut ada keterkaitan dengan saksi-saksi maupun terdakwa bahwa kesemua barang bukti tersebut ada keterkaitan dengan perkara terdakwa. Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum yang disusun secara Subsidair: Pasal 29 UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE Jo Psal 45 B UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE.

Bertitik tolak dari ketiga bentuk kesengajaan tersebut, maka terdwaka melakukan kesengajaan sebagai maksud (oogmerk). Terdakwa dengan sengaja membuat akun facebook palsu Beruang Selatan dengan nama Edi Winatra dimana photo-photo tersebut telah terdakwa ambil dan akun asli atas nama Edi Winatra, lalu terdakwa seolah-olah menjadi seorang yang bernama Edi Winatra yang bekerja sebagai seorang anggota kepolisian di daerah Batam dimana terdakwa membuat akun facebook palsu tersebut diperuntukkan mendekati saksi Haryati dengan menutupi identitas aslinya dan selain itu terdakwa dengan maksud hendak mendapatkan keuntungan berupa uang dari saksi Haryati. Terdakwa lalu meminta nomor handphone saksi Haryati yang digunakan untuk berkomunikasi. Selanjutnya, handphone tersebut dengan sengaja digunakan untuk melakukan pemerasan dan pengancaman. Pemerasan dilakukan oleh terdakwa dengan meminta sejumlah uang agar saksi Haryati menyerahkan sejumlah uang agar foto bugil saksi Haryati yang diperoleh dari akun palsu terdakwa dengan ancaman agar tidak disebarluaskan. Dikaitkan dengan perbuatan terdakwa yang melakukan pemerasan terhadap saksi Haryati dengan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sejumlah uang. Uang tersebut diperoleh terdakwa dari saksi Haryati melalui sarana komunikasi handphone agar mentransfer uang ke rekening yang ditentukan terdakwa.

Pengertian dengan sengaja adalah suatu bentuk kesengajaan yang dilakukan oleh terdakwa, dimana kesengajaan itu ada dalam sikap batin terdakwa yang kemudian diaplikasikan dengan perbuatan dan perbuatan itu dilakukan dengan keadaan sadar serta akibat-akibat yang timbul atas perbuatan tersebut dikehendaki oleh terdakwa sedangkan pengertian dari tanpa hak adalah sesuatu yang dilakukan yang bertentangan dengan kepatutan didalam pergaulan bermasyarakat. Pasal 27 ayat (4) UU ITE berbunyi :“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat data dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Dalam kasus ini, bahwa SMS yang ditujukan Terdakwa kepada Saksi korban bukanlah suatu hal yang termasuk dalam hak dan wewenang Terdakwa untuk melakukannya, karena SMS tersebut berisi muatan pemerasan dan/atau pengancaman dilakukan berulangulang sehingga menimbulkan ketakutan dan cemas bagi korban. Berulang-ulang berarti Terdakwa menyadari perbuatan dan sengaja melakukan hal tersebut.

Terkait kemampuan bertanggung jawab dalam hal ini berarti dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena Terdakwa memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dalam kasus ini Terdakwa dianggap memiliki keadaan batin normal, karena Terdakwa dapat menggunakan dan mengerti layanan teknologi yaitu handphone. Dalam kasus ini, bahwa sms dan handphone yang ditujukan Terdakwa kepada Saksi korban telah memenuhi unsur pemersan dan pengancaman.

Dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka harus

(8)

dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.

Saat di persidangan majelis hakim menanyakan keadaan dari terdakwa, bahwa terdakwa dalam kondisi sehat jasmani dan rohani dan telah berumur 21 tahun saat melakukan tindak pidana pemerasan dan pengancaman. Sehingga menurut ketentuan usia 21 tahun dinyatakan sudah dewasa dan dapat dipertanggungjawabkan segaa perbuatannya. Sehingga tidak ada alasan untuk menghapus pidana pada diri terdakwa.

C. Penutup

Pasal 27 ayat (4) yang menggabungkan tindak pidana pemerasan dan/atau pengancaman dalam satu ketentuan padahal dalam KUH Pidana tindak pidana pemerasan diatur dalam Pasal 368 sedangkan pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUH Pidana. Pemerasan merupakan tindak pidana biasa. Pemerasan cara melakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pengancaman merupakan pidana aduan absolut. Pertanggungjawaban pidana terhadap pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut UU ITE dan KUH Pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh KUH Pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran perbuatan tertentu. Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan 7/Pid.Sus/2017/PN.Snb, bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, dan keterangan saksi-saksi, terdakwa telah terbukti dengan sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerasan dan pengancaman melanggar Pasal 27 ayat 4 UU ITE UU ITE Jo Pasal 45 ayat (4) Dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tindak pidana pemerasan dan atau pengancaman yang diatur pada Pasal 27 ayat (4) UU ITE. Agar perumusan ketentuan Pasal 27 ayat (4) tidak menggabungkan tindak pidana pemerasan dan/atau pengancaman dalam satu ketentuan. Karena pemerasan dan pengancaman memiliki unsur yang berbeda. Pemerintah sebaiknya merevisi pasal tersebut. Pertanggungjawaban pidana terhadap pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut UU ITE dan KUH Pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Agar mengurangi terjadinya tindak pidana pemerasan dan atau pengancaman melaui media elektronik menurut UU ITE dan KUH Pidana, sebaiknya perlu diberikan edukasi kepada seluruh masyarakata sejak dini tentang manfaat dari media elektronik, sekaligus sanksi yang diberikan akibat melanggar ketentuan yang termuat dalam UU ITE. Peran aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa dibutuhkan untuk memberikan informasi tentang penggunaan media elektronik. Agar Mejelis Hakim yang menyidangkan perkara pemerasan dan pengancaman/Pid.Sus/2017/PN.Snb apabila terdakwa yang telah terbukti dan sah melakukan tindak pidana tersebut dijatuhi hukuman seberat-beratnya sehingga menjadi efek jera bagi pelaku. Korban telah mengalami kerugian materil dan merasa terancam jiwanya. Foto telanjang dari korban yang telah diunggah di media elektronik oleh pelaku dapat diakses oleh seluruh masyarakat sehingga dapat meresahkan korban dan keluarganya.

Daftar Pustaka

Arief Barda Nawawi. (2001). Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ikbal Muhammad. (2019). dkk, Hukum Pidana, Banten:Unpam Press.

Ilyas Amir. (2012). Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia.

Lamintang, P.A.F. (1997). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung,Citra Aditya Bakti. Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi. (2012). Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,

(9)

Ramadhani, Rahmat dan Ummi Salamah Lubis. (2021). “Opportunities and Challenges for the Badan Pertanahan Nasional (BPN) in Handling Land Cases in the New Normal Era” Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 29, No. 1.

Ramadhani, Rahmat dan Rachmad Abduh. (2021). “Legal Assurance of the Land Registration Process in the Pandemic Time of Covid-19” Budapest International Research and Critics Institute-Journa 4, No. 1.

Sitompul, Asri. (2001). Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum Cyberspace, Bandung: Citra Adiyta Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, audit terlihat sebagai sebuah bagian dari tata kelola eksternal perusahaan yang efektif untuk menggantikan tata kelola internal perusahaan,

HERMANUS

1) Bagi Subbagian Keuangan/ Akuntansi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir sebaiknya konsisten dalam melakukan pencatatan

Tutkimuksen pääkäsittelyiden, kasvualustan koostumuksen ja paksuuden, lisäksi analyyseissä tarkasteltiin sammalpeittävyyden muuttumista ajan suhteen ja katon

Sehubungan dengan ini, maka penelitian ini menjadi penting untuk mengungkap bagaimana peranan sertifikasi halal, dan variabel minat beli (sikap, norma subjektif, dan kontrol

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan

Terdapat beberapa tahapan penelitian serta pengolahan data yang meliputi, pengolahan data pengamatan harian pasang surut, pengolahan data penurunan tanah, pembentukan

Dugaan subdivisi genetik pada populasi ikan ini juga didukung oleh data frekuensi ha- plotipe; frekuensi dua jenis haplotipe yang pa- ling sering muncul (ABA dan ABB), pada po-