• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTO TEKNOLOGI FIKSASI JARINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTO TEKNOLOGI FIKSASI JARINGAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTO TEKNOLOGI FIKSASI JARINGAN DISUSUN OLEH: ANNISA NURFADILLAH 1804034046 6B

D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERDITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR. HAMKA JAKARTA

(2)

FIKSASI JARINGAN BAB 1

PENDAHULUAN A. Definisi Fiksasi

Fiksasi merupakan suatu hal yang menjadi salah satu factor keberhasilan dalam suatu pembuatan sediaan. Ketika terjadi kesalahan dalam proses fiksasi maka proses selanjutnya menjadi sia-sia karena akan menghasilkan sediaan yang tidak baik, lebih gawatnya lagi sel atau jaringan yang akan diamati manjadi rusak keseluruhannya dan tidak dapat diambil kembali. Dikarenakan fiksasi merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan sediaan.

Fiksasi jaringan adalah suatu usaha untuk mempertahankan komponen-komponen sel atau jaringan agar tidak mengalami perubahan dan tidak mudah rusak. Proses fiksasi ini

diharapkan setiap molekul pada jaringan yang hidup tetap berada pada tempatnya dan tidak ada molekul baru yang timbul. Pada prosesnya ini tentu tidak akan berjalan dengan sempurna, apabila timbul molekul asing baru pada jaringannya disebut artefak. Tujuan fiksasi ini agar jaringan tersebut tetap utuh. Fiksasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengangkatan jaringan atau setelah kematian agar tidak terjadi autolisis (Anil & Rejendran, 2008).

Mekanisme kerja dari fiksasi pada dasarnya adalah mengawetkan bentuk sel dan organel sehingga mendekati bentuk ketika masih di tubuh. Dengan pemberian cairan fiksasi maka akan mengubah komposisi jaringan secara kimiawi ataupun secara fisik. Pada sel atau jaringan yang akan difiksasi tersusun atas sel dan komponen ekstraseluler. Sel dan komponen ekstraseluler terdiri dari elemen peptida dan protein, lipid dan fospolipid (membran), karbohidrat dan kompleks karbohidrat, berbagai jenis RNA dan DNA dan sebagainya. Elemen-elemen ini akan bereaksi selama proses fiksasi dan akan tergantung pada jenis fiksasi yang digunakan, baik itu akan dihilangkan atau dipertahankan (Khristian & Inderiati, 2017).

B. Tujuan Fiksasi

Tujuan umum dari fiksasi jaringan adalah menjaga komponen sel dan jaringan seperti ketika sel itu masih dalam kondisi hidup. Dalam proses fiksasi dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan tentu ada perubahan substansial pada komposisi dan tampilan komponen sel dan jaringan. Dan ini kadangkala proses ini menghasilkan sediaan yang cukup jauh dari keadaan yang ideal. Namun jika dilakukan dengan hati-hati, kita diharapkan dapat menghasilkan sediaan yang secara karakteristik kimia maupun struktur yang baik sehingga memungkinkan pengamatan menghasilkan nilai yang maksimal.

Tujuan fiksasi adalah mengawetkan jaringan secara permanen sedekat mungkin dengan keadaan saat hidup. Fiksasi sebaiknya dikerjakan sesegera mungkin setelah pengambilan jaringan (pada kasus patologi bedah) atau segera setelah kematian (dengan otopsi) untuk mencegah autolisis.

(3)

Tidak ada bahan pengawet yang sempurna, Seringkali larutan pengawet merupakan campuran dari berbagai bahan pengawet sehingga dapat memaksimalkan kemampuan masingmasing bahan atau mengurangi kelemahan bahan lainnya. Selain itu fiksasi juga bertujuan untukmengeraskan jaringan terutama jaringan lunak sehingga memudahkan pembuatan irisian yang tipis (Zulham, 2009).

Secara teknis fiksasi bertujuan untuk mencegah atau menahan proses degeneratif yang dimulai segera setelah jaringan lepas dari kontrol tubuh dan kehilangan pasokan darahnya. Proses degeneratif ini kadangkala disebut dengan proses penurunan metabolisme atau penghentian metabolisme yang berujung terhadap kematian sel dan penghancuran sel. Selain dari proses degeneratif, kehilangan dan difusi zat terlarut di dalam sel harus dihindari semaksimal mungkin dengan mekanisme pengendapan atau koagulasi komponen ini dengan mekanisme “cross linked” dengan komponen struktural lain yang tidak dapat larut. Jaringan harus dilindungi dari kerusakan akibat proses pematangan jaringan termasuk infiltrasi pada suhu tinggi di dalam parafin cair. Selain dari kerusakan struktural, hal yang paling penting lainnya adalah mempertahankan

jaringan dari kerusakan yang dapat menghilangkan (negatif palsu) atau memunculkan reaktivitas (positif palsu) terhadap pewarnaan dan reagen lainnya termasuk antibodi dan probe asam nukleat. C. Prinsip Fiksasi

Untuk dapat menghasilkan efek fiksasi dengan baik, ada beberapa faktor yang harus dipenuhi oleh suatu proses fiksasi, antara lain :

a. Koagulasi Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid didalam sel karena adanya penambahan bahan kimia atau pemberian perlakuan fisik sehingga partikelpartikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan. Koagulasi pada proses fiksasi dapat terjadi pada protein yang ada didalam sel atau kandungan lainnya yang dianggap perlu dipertahankan akibat degrasi yang terus berlangsung (Khristian & Inderiati, 2017).

b. Presipitasi Secara umum presipitasi adalah pengendapan yang terjadi akibat koagulasi yang terjadi sebelumnya. Presipitrasi yang diharapkan ketika proses fiksasi adalah presipitasi protein, yang mana protein inilah yang menjadi salah satu faktor utama pembusukan (Khristian & Inderiati, 2017).

D. Larutan Fiksasi

Larutan fiksasi yang digunakan terdiri atas formalin 10% dalam air laut, buffer formalin, larutan bouins, formalin 5%. Sedangkan bahan yang dipakai adalah formalin 37%-40% sebagai bahan utama dalam membuat larutan fiksasi, air laut, aquadest, natrium difosfat (NaH2PO4), natrium fosfat (NaH2PO4), picric acid, glacial acetic acid. Larutan dibuat dengan mencampur bahan-bahan tadi sesuai dengan larutan yang diinginkan. Dari hasil perlakuan fiksasi

menunjukkan bahwa formalin 10% lebih baik untuk fiksasi gonad dan untuk dibawa sampling ke daerah karena lautan tersebut dapat dibuat di lokasi pengambilan sampel. Larutan bouins baik

(4)

untuk fiksasi larva dan semua organ dikarenakan dalam melakukan pemblokan dan pemotongan sampel yang difiksasi dengan larutan bouins berwarna kuning dan lautan ini juga mengandung bahan asam sebagai bahan pelunak (dekalsifikasi) jaringan keras. Larutan buffer formalin baik digunakan untuk semua organ/jaringan. Sedangkan larutan formalin 5% baik digunakan untuk larva umur 1-10 hari, akan tetapi kurang baik digunakan untuk organ/jaringan dengan tujuan melihat perubahan histopatologisnya.

1. BNF 10%

Secara umum, yang banyak dipakai di laboratorium patologi anatomiadalah BNF 10%, yaitu campuran dari 100 ml formaldehid 40%, aquadest 900ml,sodium dehidrogen fosfat 4 gr dan disodium hydrogen fosfat 6,5 gr, dengan pHlarutan 7, larutan ini memiliki penetrasi yang baik ke jaringan serta tidak menyebabkan jaringan menjadi rapuh, prinsipnya akan mengawetkan

strukturhalus(fine structures),fosfolipida, dan beberapa enzim dengan sangat baik efekpada jaringan yang mengandung lemak tidak rusak, sehingga menyerap warna dengan baik (Juliati, 2017). Salah satu sifat formaldehida adalah mudah teroksidasi menjadi asamformat yang bersifat asam. Namun formaldehida sendiri mempunyai sifat asam dan mempunyai afinitas baik pada zat warna basa. Untuk mencegah ini terjadi formalin sebaiknya disimpan dalam botol yang tertutup rapat, atau diletakkan bubuk kalsium karbonat pada dasar botol untuk netralisasi asam format yangterbentuk. Formaldehida tidak boleh dicampur dengan asam format atau osmiumteroksida (Prasetyani, 2017).

2. Formaldehid

Formaldehid adalah suatu gas yang larut dalam air. Larutan ini bersifat asam dan tersedia dalam bentuk formaldehid 40% atau formalin, namun dengan konsentrasi ini tidak dapat dipakai untuk fiksasi karena terlalu cepat mengeraskan jaringan. Sebagai larutan fiksasi harus dicampurkan dalam air biasa atau larutan garam fisiologis, dengan perbandingan 1 bagian formalin dengan 9 bagian pelarut menjadi formal saline 10% atau lebih dikenal dengan formalin 10%. Untuk penyimpanan dalam jumlah besar dan waktu yang lama maka formaline 10% harus diberi garam buffer atau magnesium atau kalsiumkarbonat supaya tidak terjadi pembentukan endapan asam formik. Formalin mempunyai bau yang tidak enak dan dapat mengiritasim kulit, selaput lendir dan mata. Oleh karena itu dianjurkan memakai sarung tangan dengan udara terbuka waktu kita sedang mengelola materi berformalin.

3. Alcohol

Alkohol Merupakan larutan dengan daya dehidrasi yang kuat dan menyebabkan pengerasan dan pengerutan jaringan. Alkohol dapat mengkoagulasi protein dan presipitasi glukogen dan

melarutkan lemak. Fungsi alkohol yang utama adalah sebagai bahan fiksasi sediaan sitologi namun dalam keadaan terpaksa dapat digunakan sebagai fiksasi sediaan histopatologi. Hal ini disebabkan daya tembus alkohol yang kurang baik oleh karena jaringan cepat menjadi keras dan

(5)

mengkerut sehingga sediaan sukar dipulas. Dua jenis alkohol paling sederhana adalah methanol dan etanol.

(6)

BAB II

PROSEDUR KERJA A. Persiapan Larutan Fiksasi

1. Larutan Bouin

Organ yang telah dicuci dengan larutan garam fisiologis, dimasukkan ke dalam larutan Boiun (maksimal 24 jam) dengan volume sekurang-kurangnya 10x volume jaringan yang akan difiksasi. Komposisi larutan Bouin :

• Larutan asam pikrat jenuh 75 ml • Formalin (Formaldehid 40%) 20 ml

• Asam Asetat Glasial 5 ml (ditambahkan pada saat digunakan).

Larutan stok asam pikrat jenuh : dibuat dengan cara melarutkan 1 gr serbuk asam pikrat dalam etanol 95% 100 ml.

2. Larutan NBF (Neutral Buffered Formalin) Komposisi:

• Formalin 10 ml

• Acid Sodium Phosphate monohydrate 0,40 gr • Anhydrous disodium phosphate 0,65 gr • Ad akuades 100 ml

Rumus yang digunakan untuk memonitor fiksasi diuji dengan : d = k √t Keterangan :

• d = ketebalan jaringan (mm) • t = waktu yang dibutuhkan/tersedia

• k = ketetapan daya fiksir dari atas dan bawah (2 X ketetapan masing- masing fiksasi) Ketetapan fiksasi formalin 10% = 0.78

B. Ratio antara jaringan dengan volume larutan fiksasi

Kemampuan penetrasi (penetration rate) dan ketebalan pemotongan Penetrasi jaringan tergantung pada kemampuan berdifusi dan berat molekul dari setiap cairan fiksatif, diman formalin dan alkohol mempunyai kemampuan penetrasi terbaik dan glutaraldehid yang terburuk. Mercuri dan yang lainnya berada di antara keduanya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini dengan pemotongan jaringan tipis (2 sampai 3 mm). Penetrasi pada potongan tipis akan

(7)

terjadi lebih cepat daripada bagian tebal.Seperti yang didefinisikan oleh Medawar bahwa d = K√t, dimana d adalah dalamnya penetrasi, K adalah koefisien difusi (spesifik pada tiap agen fiksatif) dan t adalah waktu.Secara praktis,ini berarti bahwa koefisien difusi (K) adalah jarak dalam milimeter dimana agen fiksatif telah berdifusi ke jaringan dalam waktu satu jam, contohnya formalin 10% mempunyai K=0,78, ini berarti bahwa formalin tidak dapat diharapkan untuk melakukan penetrasi lebih dari 1 mm dalam satu jam.Ketebalan sebuah spesimen tidak boleh lebih dari 4 mm. Idealnya spesimen dengan tebal 3 mm dapat menghasilkan fiksasi dan pengolahan jaringan yang baik.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

• Aryadi, T., & Suryono, H. 2017. Kualitas Sediaan Jaringan Kulit Metode Microwave dan Conventional Histoprocessing Pewarnaan Hematoxilin Eosin. Jurnal Labora Medika. 1. 1. 7-11 • Jusuf, A. A. 2009. Histoteknik Dasar .Tesis.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta. • Astawan, M., 2006. Mengenal Formalin Dan Bahayanya. Penebar Swadaya. Jakarta

• Nasar, I M, 2008.Prinsip Dasar Pengolahan Jaringan untuk Histologi dan Sitoplasma Fiksasi Alkohol 70% Dab BNF10% Pada Pewarnaan HE.

(9)

SOAL :

1. Jika saudara membeli formalin PA 40%, jika saudara mengambil 100 mL formalin PA ini, lalu ditambahkan akuades sampai 1000 mL. maka berapa persen konsentrasi formalin yg saudara buat?

2. a. Berapa gr asam pikrat yg saudara butuhkan, jika saudara ingin membuat asam pikrat jenuh dengan penambahan etanol 95% sebanyak 500 mL.

b. Jika saudara mempunya asam pikrat jenuh sebanyak 500 mL, berapa mL latutan Bouin yg saudara peroleh? JAWABAN : 1. M1 = 40% V1 = 100 mL V2 = 1000 mL Dit : M2 = ? Jawab : M1 x V1 = M2 X V2 40% x 100 mL = M2 x 1000 mL M2 = 4% 2. a. Dik : % (b/v) Etanol = 95% V = 500 mL Jawab = 95 % / 100% x 500 ml = 475 gr

b. As. Pikrat : formalin : as. Asetat glasial 75 : 25 : 5

(10)

b. diketahui: as. Pikrat = 500 ml 500/ 15 = 33,33 Formalin?

33,33 x 5 = 166,67 As. Asetat glasial ? 33,33x 1 = 33,33

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengamatan yang berjudul struktur fungsi jaringan dan organ ini bertujuan untuk mendeskriprsikan beberapa spesifikasi dalam sel – sel atau bagian – bagian sel dari jaringan

Di dalam proses fiksasi ini, banyak sekali cairan yang dapat digunakan untuk mengawetkan jaringan, baik itu yang terdiri dari satu macam cairan kimia

I.1. Latar Belakang Seperti halnya tumbuhan, hewan tersusun atas sel-sel. Sel-sel tersebut bersatu membentuk jaringan-jaringan yang terdapat pada

Jaringan pada hewan terbagi menjadi 4 bagian yang memiliki fungsi yang berbeda. Jaringan tersebut diantaranya adalah : jaringan epitel, jaringan otot,.. jaringan ikat, dan

Penetrasi pada potongan tipis akan terjadi lebih cepat daripada bagian tebal.Seperti yang didefinisikan oleh Medawar bahwa d = K√t, dimana d adalah dalamnya penetrasi, K adalah

Dehidrasi merupakan metode yang digunakan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan setelah dilakukan proses fiksasi sehingga nantinya dapat diisi dengan

Larutan fiksatif yang paling umum digunakan untuk histopatologi adalah larutan 4% formaldehid yang biasa disebut dengan formalin 10%.. Penggunaan larutan ini telah 50 tahun

Sedangkan dalam proses fiksasi dengan larutan bouin, mempunyai kemampuan untuk penetrasi ke dalam jaringan lebih cepat pada nukleus dan jaringan ikat akan terpulas dengan baik, tetapi