• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADER IMP, SEBUAH CATATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADER IMP, SEBUAH CATATAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel

KADER IMP, SEBUAH CATATAN

Oleh: Drs. Mardiya

Kedudukan dan peran Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dalam pembangunan KB di Indonesia sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Sejak dirintisnya pola pembinaan peserta KB (akseptor) yang melibatkan masyarakat sebagai pelaksana pada era 1975 an, IMP telah menunjukkan eksistensi dan peran baktinya dalam menunjang kesuksesan Program KB Nasional. Hasilnya sungguh menggembirakan. Sekarang ini pola pelaksanaan KB di Indonesia banyak ditiru oleh bangsa-bangsa di dunia khususnya negara-negara berkembang dengan persoalan demografis serupa.

IMP sendiri pada hakekatnya merupakan wadah pengelolaan dan pelaksanaan Program KB Nasional mulai dari tingkat Desa/Kalurahan, Dusun/RW hingga tingkat RT. Ditingkat Desa/Kalurahan disebut Koordinator Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Koord. PPKBD), di tingkat Dusun dinamakan Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) dan ditingkat RT dinamakan Sub Pembantu Pembina KB Desa (Sub PPKBD).

Realitanya, Koord. PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat desa/kalurahan. Sementara PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi dengan peran yang sama di tingkat dusun/RW. Sedangkan Sub PPKBD adalah seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat RT.

Selain Koord. PPKBD, PPKBD dan Sub PPKBD, ada lagi kader IMP yang juga berperan aktif mensukseskan program KB di tingkat lini lapangan yaitu Kelompok KB KS. Kelompok KB-KS ini merupakan kelompok peserta KB/KS dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB ditingkat RT yang melakukan kegiatan di bidang KB seperti Posyandu, UPPKS, kelompok Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yang terdiri dari kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) dan sebagainya.

Perlu diketahui bahwa ditingkat nasional atau provinsi lain selain DIY, istilah Koord. PPKBD tidak ada. Karena kader IMP di tingkat desa/kalurahan dimanakan PPKBD, di tingkat

(2)

dusun/RW disebut Sub PPKBD, dan di tingkat RT dinamakan Kelompok KB-KS. Mengapa terjadi demikian? Karena di DIY memiliki spesifikasi khusus bila dilihat dari parameter-parameter demografis maupun aspek programatis di mana Program KB DIY merupakan barometer di tingkat nasional sehingga intensitas pembinaan dan pengelolaan KB dilapangan diharapkan dapat lebih intensif.

Dilihat dari sisi sejarahnya, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi kader IMP di DIY, bahwa embrio kelahiran IMP adalah berasal dari DIY yang kemudian dikenal dengan nama PPKBD Dwi Karti. Pencetusnya adalah Bapak Winarno Wiromidjojo (alm) mantan Ketua BKKBN Propinsi DIY periode tahun 1973 – 1979. Dwi Karti mengandung makna dan pengertian pakarti (karya) yang mempunyai dua tujuan:

1. Ngupoyo, artinya mencari peserta KB baru dengan menyebarluaskan KB secara gethol tular. Beberapa media strategis yang dimanfaatkan untuk penyuluhan KB waktu itu adalah media rapat, layat, bayen, manten.

2. Ngopeni, artinya membina peserta KB yang sudah ada agar tidak berhenti dalam ber-KB.

Dwi Karti dilaksanakan melalui ”Oil Flex system” yaitu sistem yang diibaratkan seperti minyak yang diteteskan di atas air. Butiran-butiran minyak itu akan menyebar dengan cepatnya dan akan menutup permukaan air itu. Demikian pula harapannya, kalau ada satu peserta KB lestari di suatu dusun/desa, maka masyarakat sekitarnya akan terdorong untuk mengikuti menjadi peserta KB.

Berkat adanya PPKBD Dwi Karti, pola pembinaan terhadap akseptor maupun calon akseptor KB di Kulon Progo menjadi lebih intensif dan efisien, disamping memiliki daya jangkauan lebih luas. Apalagi pola kerja dan pola pembinaannya kemudian ditata sedemikian rupa melalui sistem pembinaan yang berjenjang, dimana seorang akseptor dibina oleh seorang ketua, sedangkan ditingkat desa/kelurahan dibentuk Tim Pembina yang terdiri dari tokoh formal dan non formal antara lain : Kades/lurah, Bagian Sosial, PKK, Lembaga Sosial desa (LSD) dan dilengkapi tokoh masyarakat yang lain seperti ulama, guru, dan lain sebagainya.

PPKBD Dwi Karti pertama di Kulon Progo adalah Ibu Medi Harsono dari Desa Glagah Kecamatan Temon. PPKBD Dwi Karti ini menjadi cikal bakal munculnya institusi masyarakat pendukung program KB yang sekarang lebih dikenal sebagai Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP).

(3)

Kader IMP saat ini memiliki 6 (enam) peran dalam rangka ikut mensukseskan program KB yang kemudian dikenal dengan istilah “Enam Peran Bakti Institusi”. Keenam peran bakti institusi tersebut adalah: Pengorganisasian, Pertemuan, KIE dan Konseling, Pencatatan Pendataan, Pelayanan Kegiatan dan Kemandirian yang masing-masing akan diuraikan bab per bab dalam buku ini. Dengan enam peran baktinya, kader IMP telah menjangkau seluruh aspek yang ditangani dalam keluarga berencana sebagaimana diamanatkan dalam UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, yakni: (1) Pendewasaan Usia Perkawinan, (2) Pengaturan Kelahiran, (3) Pembinaan Ketahanan Keluarga, dan (4) Peningkatan Kesejahteraan Keluarga.

Yang perlu juga dipahami oleh setiap kader IMP adalah bahwa intensitas dan kualitas pelaksanaan enam peran bakti institusi dari kader IMP selanjutnya akan diukur berdasarkan parameter-parameter yang telah dibuat yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar yaitu:

1. Klasifikasi Dasar (D) dengan karakteristik peran sebagai berikut:

a. Pengorganisasian, kepengurusan dan pembagian tugas sudah ada, namun belum jelas dan tidak dilengkapi dengan seksi-seksi kecuali untuk PPKBD yang dimungkinkan kepengurusannya tunggal sesuai kondisi wilayah.

b. Pertemuan belum rutin, tidak ada rencana kerja, belum ada notulen.

c. KIE dan Konseling belum dilaksanakan secara lengkap karena baru sebatas ada KIE, namun belum ada konseling.

d. Pencatatan dan pendataan masih sederhana.

e. Pelayanan kegiatan sederhana, meliputi: pelayanan ulang alat/obat kontrasepsi, rujukan, Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) dan Bina Keluarga Sejahtera (BKS) minimal ada satu bina keluarga.

f. Baru melaksanakan satu upaya kemandirian atau tidak ada sama sekali. 2. Klasifikasi Berkembang (B) dengan karakteristik peran sebagai berikut:

a. Pengorganisasian, kepengurusan sudah dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas kecuali untuk PPKBD yang dimungkinkan kepengurusannya tunggal sesuai kondisi wilayah.

(4)

c. KIE dan Konseling dan konseling keduanya sudah dilaksanakan. Pencatatan dan Pendataan sudah lengkap, namun belum ada tindak lanjut.

d. Pelayanan kegiatan sudah lebih lengkap, meliputi: pelayanan ulang alat/obat kontrasepsi, rujukan, Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) dan Bina Keluarga Sejahtera (BKS) minimal ada satu atau dua bina keluarga.

e. Sudah melaksanakan paling tidak 2 (dua) upaya kemandirian. 3. Klasifikasi Mandiri (M) dengan karakteristik peran sebagai berikut:

a. Pengorganisasian, kepengurusan sudah dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas dan dilengkapi dengan seksi-seksi kecuali untuk PPKBD yang dimungkinkan kepengurusannya tunggal sesuai kondisi wilayah.

b. Pertemuan sudah dilakukan secara rutin, berjenjang, ada rencana kerja dan notulen.

c. KIE dan Konseling dan konseling keduanya sudah dilaksanakan. d. Pencatatan dan Pendataan sudah lengkap dan ada tindak lanjut.

e. Pelayanan kegiatan sudah lebih lengkap, meliputi: pelayanan ulang alkon, rujukan, Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) dan Bina Keluarga Sejahtera (BKS) minimal ada 3 (tiga) bina keluarga, yakni BKB, BKR dan BKL.

f. Sudah melaksanakan paling tidak 3 (tiga) upaya kemandirian yang meliputi: (1) menyalurkan alat/obat kontrasepsi, (2) Pendanaan kelompok melalui iuran, jimpitan dan penjualan produk setempat, dan (3) mendorong kemandirian kelompok kegiatan. Di era sekarang ini, khususnya di era otonomi daerah, peran kader IMP sangatlah penting dan menjadi satu kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap dapat mempertahankan keberhasilan program KB di masyarakat seiring dengan terus menurunnya jumlah Penyuluh KB yang aktif karena pindah, pensiun atau meninggal. Tanpa kader IMP, program KB di Indonesia termasuk di Kabupaten Kulon Progo dipastikan sudah tidak berjalan lagi dan tidak mampu mempertahankan keberhasilan yang pernah dicapai. Tentu saja ini didukung oleh personil kader IMP yang cukup banyak hingga menjangkau seluruh desa, dusun dan RT serta memiliki daya juang yang tinggi dalam rangka ikut mensukseskan program KB.

Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi,

(5)

Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulonprogo

Referensi

Dokumen terkait

Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut,

Ranking Pengganda Output, Tenaga Kerja, Keterkaitan Sektor dan Pendapatan Rumah Tangga Golongan Rendah Agroindustri Makanan dan Non Makanan, Tahun 2003 .... Penentuan

Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah kelenjar limfe yang diekstraksi sebagai prediktor kesintasan pasien kanker serviks yang dilakukan histerektomi radikal dan

Selain itu prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika antara lain ditentukan oleh kemampuan memahami dan menguasai meteri pelajaran yang diberikan,

Studi ini meliputi pembuatan serbuk umbi porang, ekstraksi glukomanan berbantu ultrasonik menggunakan pelarut isopropanol kadar 50% dan 60%, analisis kadar glukomanan dengan

Pada waktu deposisi 15 menit diperoleh nilai resistansi sebesar 115 k Ω , hal ini kemungkinan partikel hasil sputtering belum mencukupi untuk terdeposit pada luasan substrat

2) Penetapan upah dasarnya ditetapkan berdasarkan jabatan, keahlian, kecakapan, prestasi kerja, kondite dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan. 3) Pembayaran upah

Sukatan Pelajaran Pendidikan Seni Visual Kurikulum Bersepadu Sekolah Rendah merangkumi tajuk-tajuk yang menegaskan penerokaan, proses penghasilan, pengertian seni secara