• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Pengertian Kerjasama

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah, manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya. Tidak seorang pengusaha atau wirausaha yang sukses karena hasil kerja atau usahanya sendiri. Karena dalam kesuksesan usahanya, pasti ada peran orang atau pihak lain. Oleh karena itu, salah satu kunci sukses usaha adalah sukses dalam kerja sama usaha.

Dari sudut pandang sosiologis menurut Tohirin, dkk (2006:50) bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan bersama. Kemudian Tohirin (2006:51) menjelaskan lebih lanjut bahwa pelaksanaan kerjasama antar kelompok ada tiga bentuk, yaitu: (a) bargaining yaitu kerjasama antara orang perorang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu perjanjian saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu, (b) coopration yaitu kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas organisasi, dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di antara oganisasi yang berkoalisi memiliki batas-batas tertentu dalam kerjasama sehingga jati diri dari masing-masing organisasi yang berkoalisi masih ada. Bentuk-bentuk kerjasama di atas biasanya terjadai dalam dunia politik.

(2)

Selain pandangan sosiologis, kerjasama dapat pula dilihat dari sudut manajemen yaitu dimaknai dengan istilah collaboration. Makna ini sering digunakan dalam terminologi manajemen pemberdayaan staf yaitu satu kerjasama antara manajer dengan staf dalam mengelola organisasi. Dalam manajemen pemberdayaan, staf bukan dianggap sebagai bawahan tetapi dianggap mitra kerja dalam usaha organisasi. Menurut Sarwono (2011:139) kerjasama merupakan bentuk kelompok yang terdiri dari lebih dari seseorang yang melakukan tugas dengan sejumlah peraturan dan prosedur.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat diambil satu kesimpulan bahwa pengertian kerjasama siswa dalam belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan dan dilakukan lebih dari dua orang dalam kegiatan kemampuan kerjasama.

2.2 Faktor-faktor Mempengaruhi Kerjasama Anak

Dalam (Syakira 2009 dalam http:www.Kemampuan kerjasama anak-Blog.com/diunduh pada tgl 23 mei 2011) terdapat 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kerjasama anak dalam kehidupan sehari-hari yakni faktor internal dan faktor internal.

1. Faktor Internal

Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor internal yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini.

a) Jenis Ras/ Keturunan

Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Dengan demikian secara tidak langsung dalam berperilaku sehari-hari ras sering memperlihatkan perilaku

(3)

kerjasama yang begitu akrab dibandingkan dengan kerjasama yang dibentuk dari ras yang berbeda.

b) Jenis Kelamin

Perbedaan kerjasama berdasarkan jenis kelamin antara lain dalam bentuk keakraban dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Sehingga seorang pria dan wanita kurang terbentuk kerjasama yang baik dalam belajar karena perbedaan jenis kelamin tersebut.

c) Sifat Fisik

Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis. Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul, humoris, ramah dan banyak teman. Siswa yang memiliki tipe piknis lebih mudah bergaul, diajak bekerjasama serta mudah beradaptasi dengan situasi baru dalam kegiatan pembelajaran.

d) Kepribadian

Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya khususnya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

(4)

e) Intelegensia

Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah terutama dalam mengambil keputusan

f) Bakat

Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya

2. Faktor Eksternal

a. Pendidikan Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah. b. Agama

Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.

c. Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan lainnya. Kerjasama akan terjalin lebih baik dan terkoordinir bila dilakukan

(5)

oleh individu-individu yang memiliki latar belakang kebudaaan yang sama. Hal ini terjadi karena adanya kesepahaman budaya seperti bahasa.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat dikuasainya.

e. Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.

2.3 Pentingnya Kemampuan Kerjasama Anak

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peristiwa belajar mengajar banyak mengakar pada berbagai pendangan dan konsep, perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam beberapa model. Sardiman (2011:69) mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, ras dan karsa, ranah kongnitif, afektif dan psikomotorik. Sebagai hasil dari aktifitas belajar ini dapat dilihat dari perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman inilah nantinya yang akan membentuk pribadi kearah kedewasaan.

(6)

Menurut Mulyasa, (2007:255) Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternl yang datang dari lingkungan.

Indikator kerjasama anak dapat dilihat melalui beberapa kemampuan anak dalam membantu teman, kemampuan menghargai teman, dan kemampuan membina kebersamaan di dalam kelas maupun diluar kelas. Kemampuan anak tersebut merupakan aktivitas dalam keseharian selalu dapat ditemui, namun hal ini belum pasti dapat dilakukan oleh anak tanpa bimbingan dari guru melalui kegiatan bermain ataupun pembelajaran di dalam kelas.

Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Salah satu bentuk perubahan yang dapat perilaku tersebut adalah pada bentuk kerja sama dan dapat dijumpai pada semua kelompok siswa pada setiap usia. Sejak masa kanak-kanak, kebiasaan bekerjasama sudah diajarkan di dalam kehidupan keluarga. Setelah dewasa, kerjasama akan semakin berkembang dengan banyak orang untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pada taraf ini, kerjasama tidak hanya didasarkan hubungan kekeluargaan, tetapi semakin kompleks. Dasar utama dalam kerja sama ini adalah keahlian, di mana masing-masing orang yang memiliki keahlian berbeda, bekerja bersama menjadi satu kelompok/tim dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Kerja sama tersebut adakalanya harus dilakukan dengan orang yang sama sekali belum dikenal, dan begitu berjumpa langsung harus bekerja bersama dalam sebuah kolempok belajar. Oleh karena itu, selain keahlian juga dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dalam setiap lingkungan atau bersama segala mitra yang dijumpai.

(7)

2.4 Cara Meningkatkan Kerjasama Anak

Terkait dengan cara menumbuhkan kerjasama anak, Maginn (2004 : 3) mengemukakan 14 (empat belas) cara, yakni:

1. Tentukan tujuan bersama dengan jelas. Sebuah tim bagaikan sebuah kapal yang berlayar di lautan luas. Jika tim tidak memiliki tujuan atau arah yang jelas, tim tidak akan menghasilkan apa-apa. Tujuan memerupakan pernyataan apa yang harus diraih oleh tim, dan memberikan daya memotivasi setiap anggota untuk bekerja.

2. Perjelas keahlian dan tanggung jawab anggota. Setiap anggota tim harus menjadi pemain di dalam tim. Masing-masing bertanggung jawab terhadap suatu bidang atau jenis pekerjaan/tugas. Di lingkungan sekolah, para guru selain melaksanakan proses pembelajaran biasanya diberikan tugas-tugas tambahan, seperti menjadi wali kelas, mengelola laboratorium, koperasi, dan lain-lain. Agar terbentuk kerja sama yang baik, maka pemberian tugas tambahan tersebut harus didasarkan pada keahlian mereka masing-masing.

3. Sediakan waktu untuk menentukan cara bekerjasama. Meskipun setiap orang telah menyadari bahwa tujuan hanya bisa dicapai melalui kerja sama, namun bagaimana kerja sama itu harus dilakukan perlu adanya pedoman. Pedoman tersebut sebaiknya merupakan kesepakatan semua pihak yang terlibat.

4. Hindari masalah yang bisa diprediksi. Artinya mengantisipasi masalah yang bisa terjadi. Seorang pemimpin yang baik harus dapatmengarahkan anak buahnya untuk mengantisipasi masalah yang akan muncul, bukan sekedar menyelesaikan masalah.

5. Gunakan konstitusi atau aturan tim yang telah disepakati bersama. Peraturan tim akan banyak membantu mengendalikan tim dalam menyelesaikan pekerjaannya dan menyediakan petunjuk ketika ada hal yang salah.

(8)

6. Ajarkan rekan baru satu tim agar anggota baru mengetahui bagaimana tim beroperasi dan bagaimana perilaku antaranggota tim berinteraksi. Yang dibutuhkan anggota tim adalah gambaran jelas tentang cara kerja, norma, dan nilai-nilai tim. Di lingkungan sekolah ada guru baru atau guru pindahan dari sekolah lain, sebagai anggota baru yang baru perlu ”diajari” bagaimana bekerja di lingkungan tim kerja di sekolah.

7. Selalulah bekerjasama, caranya dengan membuka pintu gagasan orang lain. Tim seharusnya menciptakan lingkunganyang terbuka dengan gagasan setiap anggota.

8. Wujudkan gagasan menjadi kenyataan. Caranya dengan menggali atau memacu kreativitas tim dan mewujudkan menjadi suatu kenyataan. Di sekolah banyak sekali gagasan yang kreatif, karena itu usahakan untuk diwujudkan agar tim bersemangat untuk meraih tujuan. 9. Aturlah perbedaan secara aktif. Perbedaan pandangan atau bahkan konflik adalah hal yang

biasa terjadi di sebuah lembaga atau organisasi. Organisasi yang baik dapat memanfaatkan perbedaan dan mengarahkannya sebagai kekuatan untuk memecahkan masalah.

10. Perangi virus konflik, dan jangan sekali-kali ”memproduksi” konflik. Di sekolah terkadang ada saja sumber konflik misalnya pembagian tugas yang tidak merata ada yang terlalu berat tetapi ada juga yang sangat ringan. Ini sumber konflik dan perlu dicegah agar tidak meruncing.

11. Saling percaya. Jika kepercayaan antaranggota hilang, sulit bagi tim untuk bekerja bersama. Apalagi terjadi, anggota tim cenderung menjaga jarak, tidak siap berbagi informasi, tidak terbuka dan saling curiga.. Situasi ini tidak baik bagi tim.

12. Saling memberi penghargaan. Faktor nomor satu yang memotivasi karyawan adalah perasaan bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan danm prestasi organisasi. Setelah

(9)

sebuah pekerjaan besar selesai atau ketika pekerjaan yang sulit membuat tim lelah, kumpulkan anggota tim untuk merayakannya.

13. Evaluasilah tim secara teratur. Tim yang efektif akan menyediakan waktu untuk melihat proses dan hasil kerja tim. Setiap anggota diminta untuk berpendapat tentang kinerja tim, evaluasi kembali tujuan tim, dan konstitusi tim.

14. Jangan menyerah. Terkadang tim menghadapi tugas yang sangat sulit dengan kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Tim bisa menyerah dan mengizinkan kekalahan ketika semua jalan kreativitas dan sumberdaya yang ada telah dipakai. Untuk meningkatkan semangat anggotanya antara lain dengan cara memperjelas mengapa tujuan tertentu menjadi penting dan begitu vital untuk dicapai.

2.5 Pengertian Bermain

Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat peka untuk menerima berbagai rangsangan dari lingkungan. Keberhasilan anak dalam mencapai perkembangan yang optimal pada masa ini akan menunjang perkembangan jasmani dan rohani yang ikut serta menentukan keberhasilan anak didik dalam mengikuti pendidikannnya di kemudian hari. Menurut Soejanto (2005:28) bermain merupakan makanan rohani bagi anak. Tanpa dirangsang atau digunakan, otak manusia tidak akan berkembang karena pertumbuhan otak memiliki keterbatasan waktu, dengan demikian rangsangan otak pada usia dini ini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat menerima program-program baru (Solehudin, 2000:3).

Bermain merupakan cara alamiah anak untuk menemukan lingkungan, orang lain, dan dirinya sendiri. Pada prinsipnya bermain mengandung rasa senang dan lebih mementingkan proses daripada hasil akhir. Perkembangan bermain sebagai cara pembelajaran hendaknya

(10)

disesuaikan dengan perkembangan umur dan kemampuan anak didik, yaitu berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih besar) menjadi belajar sambil bermain (unsur belajar lebih banyak). Dengan demikian anak didik tidak akan canggung lagi menghadapi cara pembelajaran di tingkat berikutnya. Oleh karena itu dalam memberikan kegiatan belajar pada anak didik harus diperhatikan kematangan atau tahap perkembangan anak didik, alat bermain atau alat bantu, metode yang digunakan, waktu dan tempat serta teman bermain (Depdikbud 1995: 8)

Menurut Dariyo (2007:217) bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, spontan dan didorong oleh motivasi internal yang umumnya dilakukan oleh anak-anak. Maxim (dalam Solehuddin, 2000;88) menjelaskan peranan bermain terhadap perkembangan anak sebagai beriku; 1) fisik; mengembangkan otot-otot besar dan kecil. Misalnya mengangkat balok, melempar bola, melukis, menggunting, dan sebagainya, 2) keterampilan intelektual; mengembangkan aktivitas berfikir anak melalui bahasa, mengamati warna, bentuk, problem solving, dan sebagainya, 3) keterampilan sosial; mengembangkan aktivitas interaksi anak dengan yang lain, belajar untuk diterima, terlibat dengan yang lain dan empati. Misalnya : menunggu giliran.Emosi; mengembangkan ekspresi anak, mengendalikan emosi, menghadapi ketegangan, takut dan frustrasi.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka bermain merupakan salah satu aktivitas anak dalam memenuhi kebutuhan rohani yang dilakukan dengan penuh kesenangan.

2.6 Pengertian Bermain Peran

Bermain peran merupakan salah teknik pembelajaran yang digunakan dalam mengembangkan perilaku anak didik yang kurang. Artinya bahwa perilaku anak yang perlu ditingkatkan dalam segi positif seperti kurang percaya diri, interkasi sosial yang kurang baik

(11)

sehingga mencapai perilaku yang diharapkan. Dengan menggunakan metode bermain peran, diharapkan anak sebagai pelaku dalam kegiatan pembelajaran lebih mampu memahami makna dari kegiatan pembelajaran. Sudirman (2001 : 96) metode bermain peran adalah cara mengajar yang dilakukan oleh guru dengan jalan menirukan tingkah laku dari sesuatu situasi sosial. Metode bermain peran lebih menekankan pada keikutisertaan pada murid untuk bermain peran/sandiwara dalam hal menirukan masalah-masalah sosial.

Uno (2008: 26) mengemukakan metode ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Di sisi lain bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan (belief) serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.

Menurut pandangan Partin (2009:182) bermain peran adalah teknik yang berharga untuk menstimulus situasi kehidupan nyata. Sedangkan menurut Uno (2008: 26) menguraikan proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: a) menggali perasaannya, b) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsinya, c) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, d) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan mendapatkan diri dalam suatu situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja dan lain-lain.Metode ini sering dilakukan dalam pembelajaran, sehingga anak-anak lebih menghayati pelajaran yang diberikan.

(12)

Metode bermain peran tepat digunakan : (1) Apabila ingin memperjelas gambaran suatu peristiwa dari pelajaran yang diberikan yang didalamnya menyangkut orang banyak dan atas pertimbangan didaktis lebih baik di dramatisasikan dari pada hanya diceritakan saja, (2) Apabila dimaksudkan untuk melatih anak-anak agar mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial mereka kemudian hari, (3) Apabila dimaksudkan untuk melatih anak-anak agar mudah bergaul, mempunyai tenggang rasa serta kemungkinan pemahaman terhadap orang lain dengan berbagai permasalahannya.

Menurut Rostiyah (2008:90) bermain peran adalah siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antara manusia. Dalam kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Untuk kebutuhan itu, kita mampu menempatkan diri dalam posisi atau situasi orang lain dan mengalami/mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang lain tersebut. Kemampuan ini adalah kunci bagi setiap individu untuk dapat memahami dirinya dan orang lain yang pada akhirnya dapat berhubungan dengan orang lain (masyarakat).

Berdasarkan kajian teori tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa bermain peran merupakan salah satu teknik yang dapat meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial, kerjasama anak dalam kehidupan sehari-hari.

2.7 Tujuan Penggunaan Teknik Bermain Peran

Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan

(13)

kelompok. Artinya melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Metode bermain peran tepat digunakan : (1) Apabila ingin memperjelas gambaran suatu peristiwa dari pelajaran yang diberikan yang didalamnya menyangkut orang banyak dan atas pertimbangan didaktis lebih baik di dramatisasikan dari pada hanya diceritakan saja, (2) Apabila dimaksudkan untuk melatih anak-anak agar mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial mereka dikemudian hari, (3) Apabila dimaksudkan untuk melatih anak-anak agar mudah bergaul, mempunyai tenggang rasa serta kemungkinan pemahaman terhadap orang lain dengan berbagai permasalahannya.

Menurut Djamarah (2006:88) menyebutkan bahwa tujuan yang dapat diharapkan dengan menggunakan metode bermain peran adalah :

1. Agar anak dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain 2. Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab

3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelampok secara spontan 4. Mengembangkan rasa percaya diri anak dalam pergaulan

5. Meningkatkan keberanian anak dalam berkomunikasi dengan orang lain 6. Mengubah perilaku berdasarkan pesan dasar dari peran yang diperankan

Disamping itu juga, ada lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam memilih suatu metode mengajar menurut Dirdjosoemarto dkk. (2004:74) yaitu :

- Kemampuan guru dalam menggunakan metode. - Tujuan pengajaran yang akan dicapai.

- Bahan pengajaran yang perlu dipelajari siswa.

(14)

- Sarana dan prasarana yang ada di sekolah.

Dengan metode bermain peran, siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, dan mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, bagaimana cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dan dalam situasi tersebut mereka harus dapat memecahkan masalahnya. Melalui metode ini siswa menjadi mengerti bagaimana cara menerima pendapat orang lain. Siswa juga harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya. Jika diperlukan dapat mencari jalan keluar atau berkompromi dengan orang lain jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Lebih bagus lagi jika siswa mampu mengambil kesimpulan atau keputusan dari tiap-tiap persoalan (Roestiyah 2001:90-91).

Agar pelaksanaan metode ini berhasil dengan efektif, maka harus memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut, (1) guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan teknik ini, (2) guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat siswa. Guru mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk memecahkan masalah itu. (3) agar siswa paham peristiwanya, maka guru harus bisa mejelaskan dan mengatur adegan yang akan dimainkan siswa. Guru harus menjelaskan apa yang harus dilakukan siswa, dan bagaimana memerankan naskah yang diberikan guru. Siswa lain harus menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, mereka juga harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah selesai memerankan naskah (Roestiyah, 2001:96).

(15)

Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.

Menurut Shaftel (dalam Mulyasa, 2004:145) Mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi tahap dua, (9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran adalah

a. Menentukan topik pembelajaran yang berkaitan dengan perilaku moral anak. b. Menentukan pemain peran.

c. Membagi tugas berdasarkan skenario ang telah dibuat.

d. Guru menjelaskan tehnik bermain peran dan memberikan contoh. e. Anak memainkan peran berdasarkan skenario yang telah dibuat

f. Guru dan siswa menyimpulkan kegiatan bermain peran yang telah dilakukan

2.9 Kelebihan dan Kekurangan dari Metode Bermain Peran

Menurut Mulyasa (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar

(16)

dengan model-model mengajar lainnya. Sedangkan menurut Djamarah (2006:68) bahwa kelebihan dan kekurangan metode bermain peran adalah :

a) Kelebihan metode bermain peran antara lain :

1. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berperan aktif mendramatisasikan suatu masalah sosial yang sekaligus melatih keberanian serta kemampuannya melakukan suatu adegan dihadapan orang banyak.

2. Suasana kelas sangat hidup karena perhatian para murid semakin tertarik melihat adegan-adegan seperti melihat keadaan sesungguhnya.

3. Para murid dapat menghayati suatu peristiwa, sehingga mudah memahami mebanding-banding, menganalisa serta mengambil kesimpulan berdasarkan pengahayatannya sendiri 4. Anak-anak menjadi terlatih berpikir kritis dan sistematis.

Ahmadi dan Prasetyo (1997:64) menyebutkan beberapa nilai positif dari penggunaan metode bermain peran, yaitu (1) dengan metode bermain peran melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian, (2) metode ini akan menarik perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup, (3) anak-anak dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri, (4) anak dilatih untuk menyusun pikiran yang teratur.

Roestiyah (2008:93) juga menyebutkan keunggulan-keunggulan penggunaan metode bermain peran, yaitu, siswa lebih tertarik pada pelajaran sehingga siswa lebih mudah memahami masalah-masalah sosial yang diperankan. Selain itu siswa dapat menempatkan diri seperti watak orang yang diperankan, siswa dapat merasakan perasaan orang lain, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih kepada sesama makhluk, sampai akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan

(17)

diskusi yang hidup karena telah merasakan dan menghayati permasalahannya. Sedangkan siswa lain yng menonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran maupun kritik.

Banyak segi positif dari penggunaan metode bermain peran menurut Uno (2008: 29), yaitu (1) siswa terlatih untuk mendramatisasikan masalah dan mereka lebih tertarik mengikuti pelajaran, (2) melatih keberanian siswa untuk tampil di muka umum, (3) membuat kelas menjadi hidup karena dapat menarik perhatian siswa, (4) melatih penghayatan terhadap suatu peristiwa, (5) melatih anak untuk berpikir secara teratur. Metode bermain peran dapat diterapkan untuk materi apa saja, termasuk penanaman moral pada anak.

b) Kekurangan metode bermain peran menurut Uno (2008: 31), antara lain :

1. Metode ini membutuhkan ketekunan, kecermatan dan waktu yang cukup lama.

2. Guru yang kurang kreatif biasanya sulit berperan menyerukan suatu situasi/tingkah laku sosial yang berarti pula metode ini baginya sangat tidak efektif.

3. Adakalanya para murid enggan memerankan suatu adegan karena merasa rendah diri atau malu

4. Apabila pelaksanaan dramatisasi gagal, maka guru tidak dapat mengambil suatu kesimpulan apapun yang berarti pula tujuan pengajaran tidak tercapai.

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: ”Jika menggunakan teknik bermain peran maka kemampuan kerjasama anak di PAUD Kalimas Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo dapat ditingkatkan”.

(18)

Yang menjadi indikator kinerja keberhasilan penelitian tindakan ini adalah apabila 80% dari jumlah anak di PAUD Kalimas Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo sudah memiliki kerjasama yang baik, atau terjadi peningkatan dari 12 orang anak atau 52% menjadi 18 orang anak atau 80% dari jumlah anak 23 orang.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan

DESA WISATA YANG SUDAH BERKEMBANG PADEPOKAN- PADEPOKAN & SANGGAR- SANGGAR SENI YANG SUDAH ADA PADEPOKAN- PADEPOKAN & SANGGAR- SANGGAR SENI YANG SUDAH ADA YOGYAKARTA

informasi yang menjelaskan gaya permainan dari sebuah Game, dan sampai dengan sekarang ini sudah banyak kombinasi antara genre Game itu sendiri untuk melabeli sebuah Game..

Dengan menggunakan parameter asba>b al-khat}a>’ fi> al-tafsi>r (sebab- sebab kesalahan dalam tafsir) seperti yang sudah ditunjukkan oleh para pakar

Bagi masyarakat, jika pencatatan kelahiran dan kematian bisa dilakukan dengan baik dan terhubung secara online, semua penduduk DKI Jakarta akan memperoleh kemudahan untuk

Bandung: Program Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan Industri PPS-ITB, 2005. Tesis (Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan

Dari keseluruhan data yang diperoleh, da- pat dilihat bahwa tingkat kebisingan mesin pembangkit sudah menggangu aktivitas pekerjaan operator dan persepsi