• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM. Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM. Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM

A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham

Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas yaitu Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan perlaksanaanya.

Dari ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada dasarnya merupakan instrument penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam sebuah perusahaan.18

Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUPT yaitu pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Dalam penjelasan Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT yang menyatakan modal dasar perusahaan terdiri atas seluruh nominal saham.

18

(2)

pasal yang sama diterangkan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.

Pada ketentuan lain dalam UUPT tepatnya dalam Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi dengan demikian bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti, bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.

Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh Direksi Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam UUPT Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi:

Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama dan alamat pemegang saham;

b. Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi; c. Jumlah yang disetor atas setiap saham;

d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;

e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)

Ayat (2): selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris

(3)

berserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.

Ayat (3): dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat pula setiap perubahan kepemilikan saham.

Setiap saham haruslah memiliki nilai nominal. Ini berlaku mutlak, karena UUPT melarang suatu perusahaan untuk menerbitkan saham tanpa nilai nominal. Namun demikian, tidak ada ketentuan berapa nilai nominal untuk masing-masing saham tersebut. Jadi, untuk satu saham dapat mempunyai nilai nominal misalnya Rp.1000,- Rp.500,- dan sebagainya. Kecuali untuk perusahaan terbuka dimana nilai nominal sahamnya sudah ditentukan oleh peraturan di bidang pasar modal dan harus seragam untuk semua perusahaan.19

1. Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.

Batas minimal modal yang ditentukan dalam pendirian perseroan terbatas adalah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun apabila sebuah perseroan terbatas hendak melakukan penawaran umum dipasar modal maka persyaratannya adalah sahamnya harus dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang saham dan juga harus memiliki modal setor sekurang-kurangnya Rp. 300.000.000,- (tiga ratus milyar rupiah). Jadi apabila perseroan tertutup akan menambah modalnya melalui pasar modal maka harus memenuhi persyaratan tersebut jika tidak maka perusahaan tersebut tidak dapat melakukan penawaran umum.

Adapun ketentuan yang mengatur pengurangan saham antara lain:

19

(4)

2. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada huruf b, telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan/atau anggaran dasar.

Mengenai nilai nominal saham dalam Pasal 49 UUPT dikatakan: 1. Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.

2. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

Dalam perkembangannya saham tanpa nilai nominal ini menjadi instrumen bursa pasar modal yang sangat likuid di Amerika, khususnya sebagai instrumen lembaga mutual fund atau investment fund semacam reksa dana di pasar modal.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah mengintrodusir saham tanpa nilai nominal dalam lembaga reksa dana yang berbentuk perseroan.20

B. Kepemilikan Saham

20

Nindyo Pramono, Hukum Bisnis Aktual (bunga rampai), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 139

(5)

Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain:21

1. Hak Pemegang Saham a. Hak memesan terdahulu

Dalam undang-undang perseroan terbatas bila perseroan terbatas menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama.22

b. Hak mengajukan gugatan ke pengadilan

Dalam rangka memenuhi kewajiban Pasal tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan pemesanan saham yang akan diterbitkan.

Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, Direksi dapat membahayakan kelangsungan PT, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan yang dilakukan oleh organ PT tersebut dapat merugikan pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, atau Komisaris. Gugatan

21

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006), hal. 61

22

(6)

semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan derivative action, yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama (primary rights) dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dna atas nama perseroan.23

c. Hak saham dibeli dengan harga wajar

Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Bila terjadi hal semacam ini, dalam UUPT dijelaskan bahwa para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:

a. Perubahan anggaran dasar

b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan c. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

23

Steven H. Gifis, Law Dictionary, (New York: Barron’s Educational Series, Inc, 1984), hal. 41.

(7)

Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai sahamatau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 24 Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihibatas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.25

d. Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS

Pada dasarnya penyelenggaraan RUPS dilakukan sekali dalam setahun, namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yakni sebagai berikut: a. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan

didahului pemanggilan RUPS

b. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/100 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau dewan komisaris.

c. Permintaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai alasannnya.

24

Pasal 37 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

25

(8)

d. RUPS diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS membicarkan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.

e. RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana pada ayat (6) huruf b dan ayat (2) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

Jika RUPS belum diselenggarakan sebagaimana layaknya, maka pemegang saham berhak meminta kepada ketua pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 80 UUPT sebagai berikut:

a. Ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk: 1) Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan

pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan

2) Melakukan sendiri RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima

(9)

3) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan undang-undang ini atau anggaran dasar.

4) Dalam RUPS yang diselenggarakan ketua pengadilan dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir

5) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir

e. Hak menghadiri RUPS

Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut: a. Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun

dengan kuasa tertuis, berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya

b. Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota komisaris, dan karyawan-karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang untuk bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk:26 a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS

b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi

26

(10)

c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini d. Hak menerima dividen

e. Hak menerima sisa kekayaan perseroan dalam hal perseroan dilikuidasi Selain mempunyai hak, pemegang saham juga memiliki kewajian yang harus dijalankan oleh pemegang saham, kewajiban tersebut yaitu:27

2. Kewajiban pemegang saham

a. Kewajiban dalam pengalihan saham

Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak dari pemegang saham yang bersangkutan. Hak ini tidak berarti dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain.

Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas saham harus mendapatkan eprsetujuan dari organ perseroan.

Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan ataupun akta otentik

27

Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif, (Jakarta: Mitra Karya, 2003), hal. 48.

(11)

b. Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari dua orang

Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti dibutuhkan lebih dari satu orang dalam pembentukan sebuah perseroan terbatas. Atau dengan kata lain saat perseroan didirikan harus terdapat paling sedikit dua orang pemegang saham. Namun adakalanya bisa terjadi bahwa setelah perseroan disahkan (memperoleh status badan hukum) salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu orang saja pemegang saham perseroan.28

Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal tersebut dalam jangka waktu bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut betanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan. Tangung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham yang dimiliki dalam perseroan, tapi juga meliputi harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan.29

c. Tanggung jawab terbatas

28

http://boedexx.blogspot.com/2009_08_01_archive.html. Diakses tanggal 7 Desember 2010.

29 Ibid

(12)

Ciri utama perseroan terbatas adalah bahwa PT merupakan subjek hukum yang berstatus badan hukum. Status yang demikian membawa konsekuensi berupa terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham (limited liability). Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham dianut dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang berbunyi:

Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. 1) Persoalan tanggung jawab terbatas pemegang saham ini, pada awalnya

memunculkan kontroversi. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham ini bersifat mutlak absolute. Artinya dalam segala keadaan pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Pendapat ini diajukan dengan pertimbangan bahwa jika pertanggungjawaban terbatas tersebut bersifat absolute, maka perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.

(13)

2) Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.

3) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau

4) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun secara tidak langsung melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dengan demikian, terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas dari pemegang saham.

Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing corporate veil.30

a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi Prinsip ini dalam bahasa Indonesia selalu diartikan “menyingkap tabir atau cadar perseroan”. Tabir atau cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut.

Dalam keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:

30

Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 81.

(14)

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

C. Jenis dan Klasifikasi Saham

Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan tidak dikenal lagi adanya saham atas unjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut.31

Pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 Tahun 2007 ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana

31

(15)

diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain:

1. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

2. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;

3. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;

4. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif;

5. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam Likuidasi

Selain dari jenis saham di atas, umumnya saham juga diklasifikasikan sebagai berikut:32

1. Saham biasa (common stock)

Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagaian pendapatan tetap/ deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.

2. Saham preferen

32

http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-saham-biasa-dan-saham-preferen-ilmu-pengetahuan-dasar-investasi-ekonomi-keuangan, diakses tanggal 25 Juli 2011.

(16)

Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.

Pada umumnya setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang sahamn perseroan terbatas. Pendiri adalah mereka yang hadir di hadapan notaris pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang bersamaan juga, yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum.

Kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dapat diklasifikan dalam: 1. Kepemilikan melalui perusahaan kelompok

Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebut holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal pula dengan istilah concern/ group company.

Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham satu atau lebih perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih

(17)

perusahaan lain tersebut. Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukum/ perseroan secara organisasi terkait sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan.33

33

Munir Fuady, Hukum Perusahaan, Op. cit, hal. 83-84.

Di dalam kedua pengertian tersebut di atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/

controlling company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi

pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan (daughter company) dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan (sister company)

Dalam struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas, dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu perusahaan kelompok dengan anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya.

Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada Undang-undang Perseroan Terbatas.

(18)

Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena berbagai sebab antara lain, karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakuta unipersonal/ personnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk.34

Beberapa ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan, yaitu:35

a. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab direksi, komisaris dan pemegang saham

b. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan (spin off) c. Ketentuan mengenai kepemilikan saham

d. Ketentuan mengenai treasury stock

e. Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham. 2. Kepemilikan piramid oleh perseroan

Di samping kepemilikan melalui holding company serikali dalam kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan pyramid ini terdiri dari piramid 2 (dua) tingkat dan piramid 3 (tiga) tingkat. Dalam piramid 2 (dua) tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya memegang saham pengendali (controlling stake) di dalam perusahaan yang

34

Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, (Medan: USU, 2006), hal. 32

35

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Op. cit, hal. 154.

(19)

menjalankan operasional (operating company). Di dalam Piramid 3 (tiga) tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (secondtier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional (operating company).36

Gunawan Widjaya menyebutkan kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut.37

3. Kepemilikan oleh anak perusahaan

Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid

holding, tidak ada hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal

(horizontal cross holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan

pengendali secara terpusat. Karenanya hak suara yang digunakan untuk mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota gru bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.

Undang-undang Perseroan terbatas melarang perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.38

36

Ibid, hal. 155. 37

Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 43

38

(20)

Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman modal karena kewajiban penyetoran saham sudah seharusnya dibebankan kepada pihak lain.

Selain itu, kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi.39 Di samping itu, menyatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip good corporate governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang.40

Kepemilikan sendiri secara langsung ini dapat terjadi karena:41

a. Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki sendiri

b. Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya

c. Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak perusahan dengan cuaca perusahaan.

Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian kembali saham perseroan, Pasal 37 Undang-undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa:

39

Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Op. cit, hal. 44. 40

Ibid 41

(21)

a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan berikut gadai saam atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/ atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan

c. Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama tiga tahun

Pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut di atas dan atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dengan ketentuan bahwa keputusan RUPS yang memuat persetujuan tersebut hanya sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran dasar. RUPS dapat menyerahkan kewenangan persetujuan pembelian kembali saham oleh perseroan kepada dewan komisaris untuk jangka waktu paling lama satu tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama, namun demikian penyerahan kewenangan tersebut hanya ditarik kembali sewaktu-waktu oleh RUPS.

(22)

4. Kepemilikan silang

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada mengatur mengenai mengenai larangan kepemilikan silang. Larangan yang terdapat dalam Pasal 29 Undang-undang ini adalah larangan kepada perseroan terbatas untuk mengeluarkan saham dengan tujuan untuk dimiliki sendiri, dan larangan kepemilikan saham tersebut juga berlaku bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan tersebut berpegang pada prinsip bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk mengumpulkan modal, karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain,42

Kepemilikan saham silang melanggar Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu pada Pasal 36 ayat (1) yang

dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan adalah karena anak dan induk perusahaan dianggap merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat dipisahkan kepemilikan di antara mereka, baik oleh induk perusahaan maupun anak perusahaan.

Menurut undang-undang perseroan terbatas, kepemilikan silang adalah kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Dengan demikian, berarti dari tiga jenis kepemilikan saham perseroan terbatas oleh anak perusahaan hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang dengan tegas.

42

(23)

mengatur mengenai larangan kepemilikan saham silang oleh Perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sehubungan dengan penjelasan Pasal berkenaan, kepemilikan saham perseroan oleh anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya yang timbul sebagai akibat peralihan karena hukum dan atau jual beli, hibah dan wasiat tidak secara eksplisit dikatakan dilarang, namun dengan konsekuensi hukum bahwa terjadinya kepemilikan silang tidak boleh dibiarkan permanen.43

a. Dari sisi permodalan, khusus dalam konteks pengeluaran saham baru, maka jelas tidak ada setoran modal secara riil yang masuk ke dalam perseroan

Ada beberapa alasan yang merupakan penyebab tidak disukainya bentuk kepemilikan silang, yaitu:

b. Dari sisi manajemen, kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan dan pengurusan perseroan, sehingga dalam hal ini manajemen menjadi tidak lagi independent satu terhadap lainnya.

5. Kepemilikan oleh Nominee

Secara harfiah, nominee mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama,

nominee merujuk pada suatu usulan, atau nominasi kandidat atau calon untuk

menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu, atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya. Kedua nominee memberikan pengertian sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Dalam pengertian kedua

43

(24)

ini, seorang nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya, sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk kepentingan) yang diurus oleh nominee ini.44

Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang hanya mengenal satu pemegang saham sebagai pemegang saham dalam dominium ternyata telah mendapatkan terobosannya dalam Undang-undang Pasar Modal, melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang dalam hal ini diwakili oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hak-hak yang diturunkan dari perjanjian penitipan kolektif tersebut, khususnya yang terkait dengan hak-hak pemilik rekening dalam penitipankolektif pada LPP tersebut dan lain seterusnya. Berdasarkan pada perjanjian penitipan kolektif itulah, dapat dijelaskan, dipahami dan dimengerti mengapa yang tercatat dalam daftar pemegang saham emiten adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian, sedangkan pihak yang berhak hadir dlam rapat RUPS emiten adalah pemegang “sub” rekening dalam Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Dengan demikian berarti, selama dan sepanjang diakui oleh undang-undang (khusus) dan

44

(25)

diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya dalam perjanjian penunjukan

nominee shareholders, maka keberadaan nominee shareholders tidak perlu

dipersoalkan. Namun demikian, seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam daftar pemegang saham perseroan terbatas, selain Undang-undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif, maka jelaslah keberadaan nominee shareholders, dapat dikatakan belum diakui keberadaannya di Indonesia. Undang-undang PT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum).45

6. Kepemilikan tunggal

Sebagaimana Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih…., maka diketahui bahwa pada dasarnya perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian yang diperjelas pula oleh Pasal 1 butir 1 Undang-undang Perseroan Terbatas, dimana di dalam perjanjian tersebut minimal terdapat dua orang/ pihak yang eksistensinya harus tetap dipertahankan oleh perseroan tersebut selama perseroan terbats berdiri.

Terhadap kemungkinan terjadinya pemilikan perseroan oleh hanya satu orang/ pihak atau terjadinya pemilikan tunggal setelah perseroan berdiri, jika perseroan yang berdiri belum memperoleh pengesahan dari menteri hukum dan

45

(26)

HAM, maak selama pendiri belum memperoleh pihak lain sebagai pasangan perjanjiannya, maka ia tidak akan pernah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan otomatis ia juga tetap dianggap sebagai usaha perseorangan dengan tanggung jawab pribadi dari satu-satunya pendiri dan atau pihak lain yang mengambil alih seluruh penyertaan pendiri.

Apabila perseroan telah berstatus badan hukum dan pihak pemegang sahamnya menjadi satu orang saja, maka Pasal 7 ayat (5) Undang-undang Perseroan Terbatas mengharapkan pemegang saham tersebut dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan ia menjadi pemegang saham tunggal, wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

Jadi, undang-undang perseroan terbatas memungkinkan suatu perseroan yang berbadan hukum dengan satu pemegang saham, untuk masa waktu maksimal enam bulan saja, tetapi ketika keadaan ini terjadi, otomatis tanggung jawab perseroan terbatas akan digantikan oleh tanggung jawab pribadi pemegang saham terhadap berbagai bentuk kerugian perseroan dan prinsip piercing the corporate veil bagi pemegang saham perseroan berlaku dalam hal ini, tetapi terhitung sejak lewat masa enam bulan yang diizinkan oleh UUPT.

Konsekuensi lain dari pemilikan tunggal adalah dapat menyebabkan dibubarkannya perseroan tersebut oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak yang berkepentingan, termasuk kejaksaan untuk kepentingan umum, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, karyawan perseroan, kreditur dan/ atau pemangku kepentingan (shareholder) lainnya.

(27)

Pengecualian terhadap pemilikan tunggal terdapat dalam ketentuan Pasal 7 ayat (7) yang mengizinkan perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpangan dan penyelesaiann, lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pasar modal untuk didirikan oleh satu orang saja, dan tentu saja prinsip piercing the corporate veil tidak berlaku di sini.

D. Penjualan dan Pemindahan Saham

Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pemindahan hak atas saham dari penjual kepada pembeli saham. Pemindahan hak atas saham tersebut harus dilakukan berdasarkan Akta Pemindahan Hak Atas Saham yang dapat dibuat dihadapan Notaris atau secara bawah tangan (Pasal 56 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007). Para pihak diharuskan untuk menyampaikan akta tersebut atau salinannya secara tertulis kepada Perseroan (Pasal 56 ayat (2)) dan kemudian Direksi Perseroan berkewajiban untuk melakukan pencatatan mengenai perubahan susunan pemegang yang saham yang terjadi akibat pemindahan hak atas saham tersebut serta memberikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 56 ayat (3)).

Dalam anggaran dasar Perseroan, Direksi berhak untuk mengatur mengenai (i) keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; (ii) keharusan untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ Perseroan (pada umumnya Rapat Umum Pemegang Saham); (iii) keharusan mendapatkan

(28)

persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentun peraturan perundang-undangan (Pasal 57 ayat (1)). Namun demikian, perlu dicatat bahwa kewajiban tersebut tidak berlaku dalam hal pemindaham hak atas saham disebabkan oleh peralihan hak atas anak secara hukum, pengecualian atas syarat-syarat tersebut akan terjadi dalam hal pemindahan hak atas saham diakibatkan oleh pewarisan, karena dalam hal tersebut harus tetap dimintakan persetujuan dari instansi yang berwenang (Pasal 57 ayat (2)).

Apabila anggaran dasar yang mewajibakan pemegang saham penjual untuk menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, maka dalam hal setelah 30 hari sejak penawaran pemegang dilakukan pemegang saham yang ditawarkan tersebut tidak membeli, maka pemegang saham yang bersangkutan dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga (Pasal 58 ayat (1)). Namun demikian, pemegang saham penjual yang diwajibkan untuk menawarkan sahamnya kepada pemegang saham lain, dapat menarik kembali penawaran yang telah dilakukannya setelah lewatnya jangka waktu 30 hari tersebut (Pasal 58 ayat (2)).

Pemberian persetujuan atas pemindahan hak atas saham membutuhkan persetujuan dari organ Perseroan (Pasal 59 ayat (1)). Selanjutnya dalam hal setelah lewatnya jangka waktu 90 hari tidak ada jawaban apapun dari organ Perseroan tersebut, maka dengan demikian organg Perseroan dianggap telah memberikan persetujuan atas penjualan dan pemindahan hak atas saham (Pasal 59 ayat (2)). Setelah diperolehnya persetujuan dari organ Perseroan, maka pemindahan hak atas saham harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 56

(29)

dan dilakukan dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak persetujuan diberikan (Pasal 59 ayat (3)).

Jika dilihat dari sisi peralihan saham, maka saham dapat dibedakan atas saham atas nama dan saham atas unjuk. Secara hukum, pemilik saham atas nama adalah yang namanya tertera pada surat saham tersebut. Sebaliknya saham atas unjuk seperti halnya uang, kepemilikannya ditentukan pada siapa yang memegang saham tersebut.

Penyerahan adalah cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu. Cara memperoleh hak milik dengan penyerahan ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan.

Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud berupa hak-hak puitang dibedakan atas 3 macam:46

d. Levering dari surat piutang aan toonder (atas unjuk atau atas bawa), menurut Pasal 613 Ayat (3) KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan surat itu.

e. Levering dari surat piutang op naam (atas nama), menurut Pasal 613 Ayat (1) KUH Perdata dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan (yang dinamakan cessie).

f. Levering dari piutang aan order (atas perintah), menurut Pasal 613 Ayat (3) KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan surat itu disertai dengan

endosemen.

46

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000), hal.145-146.

(30)

Pengalihan kepemilikan dalam jual beli saham juga diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) yang menyebutkan bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak, sedangkan saham atas unjuk dilakukan dengan penyerahannya secara fisik.

Referensi

Dokumen terkait

Negara tujuan ekspor terbesar Sulawesi Utara bulan Juli 2016 adalah Amerika Serikat dengan nilai US$ 28,85 juta atau 40,80 persen dari total nilai ekspor, disusul Belanda

Dalam upaya revegetasi lahan terdegradasi di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur perlu memprioritaskan pada pohon-pohon dominan savana seperti tersebut di atas;

Indikator kemampuan komunikasi matematis tulis dalam penelitian ini diturunkan dari NCTM terdiri dari lima macam yaitu (1) siswa menuliskan ide matematis menggunakan

Dasar filosofisnya entah karena bangsa ini sudah tidak memiliki karakter lagi, atau dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya pembentukan karakter, atau

Elemen Biaya Langsung yaitu biaya pembelian kain yang menjadi bahan baku utama perusahaan.. Beban Gaji Buruh dan uang makan adalah biaya tenaga kerja

Manajemen laba berhubungan dengan cara manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba perusahaan karena mereka mengharapkan imbalan atau manfaat atas tindakan yang

Dari hasil penelitian dan pembahasan seperti telah diuraikan di atas menjelaskan bahwa dengan penerapan metode dua tinggal dua tamu yang tepat pada siswa kelas

Dewan Penguji Skripsi saudari Fatroyah Asr Himsyah, NIM 07210020, Mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik