• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabloid Karo Bulanan Edisi April 2019, No. 6. EDISI 6, April Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabloid Karo Bulanan Edisi April 2019, No. 6. EDISI 6, April Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

K

ATANTARAS

1

EDISI 6, April 2019

Tabloid Karo Bulanan Edisi April 2019, No. 6

KATASUKI

Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

- Pande, lit can, nak. Tapi cakapta sidua-dua

saja ngenda ya..

Lit kalak si nggit mereken serpi ter 300

ribu kita, gelah si pilih...

+Ihhh..laaaaang ! La pe ridi-ridi bagenda

dohko, merga nge kuakap bangku....

Enda pemandangen Tongging si idah bas perjuman Pangambatan, antara Penatapen Tongging, Sipisopiso ras uruk Gajah Bobok. Taneh perjuman e kalak Karo punana. Ngidah gambar pemandengen enda si lanai tealang ulina, banci jadi kabang-kabang ukur natapsa, rikut pe sora ermin-min bas pusuh, bicara kundul-kundul ije janah minem bandrek ras nalkupi onggal-onggal, tah ernguda nge aku mis, nuate.

Foto Sadrah Peranginangin

Jakarta (Katantaras)

P

emutaran film “Jandi La Surong” (JLS) tanggal 23 Maret 2019 di Hall Cin

-ema Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) di kawasan Kun

-ingan, Jakarta, mengalami sukses besar. Pertunjukan dilakukan tiga kali yaitu pukul 12.30, 16.00 dan 19.00. Semua kursi dalam ge

-dung yang berkapasitas sekitar 400 orang itu penuh (full house). Menunjukkan antusiasme masyarakat Karo di Jabode

-tabek sangat tinggi untuk menyaksikan film garapan sutradara muda Ori Semloko (bebere Barus) itu. Film JLS didasarkan pada novel karya H. Tempel Tarigan dengan judul yang sama, yang mer

-upakan kisah nyata tentang ki

-sah cinta antara Tempel muda dengan Beru Ribu di tahun 60-an. Film itu menggunakan bahasa Karo menambah ke

-dekatan sosial dengan penon

-ton Karo.

Seperti diketahui, pemu

-taran perdana JLS film di Ge

-dung Star Teater Hotel Mikie Holiday, Berastagi, tanggal 23 Februari 2019 yang lalu juga berlangsung sukses. Dengan jumlah penonton mencapai 1.800 orang.

Seusai pemutaran film pertama pukul 12.30, dia

-dakan acara diskusi yang dipandu oleh Heri Ketaren

Purba, dengan menghadirkan artis nasional Putri Ayudya, pemenang Piala Citra 2018 sebagai artis terbaik, H.Berthy Lindia dari PPHUI, Ori Soleko sang sutradara JLS, Royamana Sembiring (juru kamera JLS), dan kedua bintang utama JLS masing-masing Femilia Si

-nukaban dan Junaidi Ginting. Hadir juga H. Tempel Tarigan, Kadis Diaspora Pemkab Karo Robert Peranginangin dan ekse

-kutif podsuer JLS Marta Ulina Br. Tarigan, S. Sos, SH, M.H.

Dalam acara diskusi Putri Ayudya mengapresiasi peng

-garapan film JLS dan melon

-tarkan kekagumannya kepada bintang cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tem

-pel Tarigan pada masa kecil, yaitu ketika Tempel duduk di bangku sekolah rakyat. “Ia perlu dibina agar bakat ala

-minya tidak akan hilang begitu saja” ujar Putri.

Pada akhir diskusi tampil penyanyi jazz Karo Murni Sur

-bakti melantunkan lagu “Mu

-suh Suka” ciptaan perkolong-kolong legendaris Tipan br Sembiring. H. Tempel Tarigan dan juga Junaidi Ginting ber

-sama peserta acara diskusi menari dengan gembira.

“Kehadiran film JLS ini menunjukkan kita lebih maju dari daerah lain dalam mem

-produksi film lokal” kata Heri

Ketaren Purba. “Daerah lain, seperti Sulawesi, mesikupun telah cukup lama terjadi pem

-bicaraan untuk membuat film lokal, ternyata berjalan lamban” lanjutnya. “Sejauh ini baru dua film yang mereka produksi”.

Film yang menelan biaya produksi sekitar 800 juta rupi

-ah ini mendapat dukungan dari Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo. Film ini men

-gambil lokasi syuting di Med

-an, Deli Serdang, dan Tanah Karo. Hampir 90% yang ter

-libat dalam pembuatan film itu adalah orang Karo..

Menurut pengamatan KATANTARAS, pengorgan

-isasian dalam pemutaran film JLS di PPHUI patut diapre

-siasi karena terjalin kerjasa

-ma yang rapi antara semua petugas yang pada umumnya anak-anak muda dari generasi milenial. Di hall PPHUI dijual berbagai makanan khas Karo seperti cipera dan cimpa jong labar serta cimpa unung-unung yang menambah kental suasa

-na Karo.

Pemutaran Perdana Film “JLS” di Pusat Pefilman Usmar Ismail Jakarta

“Seorang mahasiswa Ter

-ulin Sitepu mengatakan ia sangat menyukai film JLS. Namun demikian, menurut

-nya masih ada beberapa hal kecil yang sebenarnya dapat membuat film I tu jadi leb

-ih menarik. Antara lain logat Karo dari pemain utamanya,

terkesan kurang lepas, kare

-na itu terdengar seperti bahasa Karo perkotaan. “Akan jauh lebih bagus seandainya mereka tinggal di desa beberapa lama untuk mempelajari bagaimana gaya bicara masyarakat desa” ujar Terulin yang sejak kecil gemar menonton film.

Karena latar belakang ceri

-ta adalah kehidupan desa pada tahun 60-an, maka seyogyanya logat mereka juga logat desa, katakanlah logat Tiga Neder

-ket dan sekitarnya dimana to

-koh cerita berasal, ujarnya. ”Ini kan sekedar wacana demi pen

-ingkatan film Karo seandainya akan lahir lagi film Karo di masa yang akan datang” ujarn

-ya.. “Tapi film JLS sudah lebih dari lumayan, sudah baguslah” tukasnya mengakhiri percaka

-pan dengan KATANTARAS. Dari pantauan KATAN

-TARAS, pada umumnya para penonton merasa puas setelah mnyaksikan JLS. Bagi mere

-ka yang paling penting adalah kedekatan sosial dengan ceri

-ta film, termasuk penggunaan bahasa Karo, dan suasana pedesaan yang digambarkan di dalam film itu, telah me

-ngungkit kenangan mereka akan kehidupan di masa lalu. Mayoritas orang Karo punya kenangan dengan kehidupan desa, entah karena berasal dari desa, ataupun sering pergi ke

desa untuk mengunjungi kakek dan nenek serta sanak saudara. Paling saat kerja tahun.

Seorang pembaca KA

-TANTARAS dari Medan, B. Pruba, mengontak KATANTA

-RAS mengatakan jarak sosial sangat penting bagi penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya seni.. Dia mengambil contoh lagu Bee Gees berjudul “Massachusetts” yang populer di seluruh dunia tahun 1970-an, namun tidak bagi dikenal oleh masyarakat Karo terutama di pedesaan. Namun setelah Ju

-sup Sitepu mengubah syair lagu itu dengan judul “Singalorlau”, serta merta menjadi sangat popuker hingga ke desa-desa di Tanah Karo.. “Itulah penting nya jarak sosial dengan masya rakat penikmat seni” ujarnya.

Itu pulalah menurutn

-ya -yang menjadi salah satu keunggulan film JLS, karena unsur Karo yang sangat kental, baik dalam cerita, maupun pe

-main, sutradara, juru kamera, semua orang Karo. Maka diperkirakan film JLS akan se

-lalu dekat dengan masyarakat Karo, termasuk mereka yang belum sempat menontonnya, ujar B. Purba yang banyak mengamati masalah sosial dan kesenian di Tanah Karo.

Bila demikian, kita hara

-pkan setelah JLS, akan muncul film Karo yang lain, dan juga muncul aktor orang Karo, seperti potensi yang dimiliki actor cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tempel masa kecil dengan akting yang sangat bagus. Dia tampak sep

-erti bukan sedang berakting. (Tambur)

(2)

K

ATANTARAS

2

EDISI 6, April 2019

Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan Umum/ Wkl. Pimpinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi : Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring. Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari. Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan), Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yog-yakarta), Oren B. Peranginangin (Bandar Lampung). Perwakilan Eropa : Christina Ginting (Munchen). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris : Eko Tarigan. Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf Produksi Julio Ari Napitupulu

Alamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44 Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan.

E-mail : katanta_ras@yahoo.com Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo

Redaksi

K

ATANTARAS

Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen, puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email Redaksi : katanta_ras@yahoo.com. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa mengubah isi dan substansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat honorarium.

K A T A N A K A N

Editorial

Dewan Pakar/Penyantun : Analgin Ginting, Dr. Budi D Sinulingga, Nelson Barus, Robinson Sitepu, Sion Sembiring Meliala.

Kabanjahe (Katantaras)

P

eringatan hari jadi/HUT Kabupaten Karo yang ke 73 tahun yang dipu

-satkan di Pendopo Dinas de

-pan Rumah Dinas Bupati Karo, Jalan Veteran, Kabanjahe, ber

-langsung dengan meriah. Acara itu di buka oleh Bupati Karo Ter

-kelin Brahmana SH didampingi wakil Bupati (08/03/2019). Aca

-ra ulang tahun itu diawali den

-gan Ziarah ke Makam Pahlawan sebagai ungkapan terima kasih kepada para pejuang.

Sebagaimana cita-cita para pejuang kita terdahulu, kita ingin mewujudkan Kabupat -en Karo ini menjadi Tanah Si

-malem,” ujar Terkelin di Taman Pahlawan. Ia juga menyam

-paikan rasa bangga kepada suku Karo. “Dimana pun kita berada, dan pada saat inilah kita buat hari kelahiran Karo, dan kita perlu renungkan mengapa harus ada Kabupaten Karo ini . Dan kita manfaatkan acara ini dalam melayani warga masyarakat Karo dan semoga kedepanya kita berkolaborasi dengan Ka

-bupaten lain, nantinya kita man

-faatkan anggaran hari jadi /HUT dengan kita tuntut para SKPD untuk berkreasi dan kita buat tempatnya di Berastagi meng

-ingat Berastagi daerah wisata,” kata Bupati Karo Tarkelin Brah

-mana, SH yang dilansir Online News Indonesia.

Sementara itu Ketua Le

-giun Veteran Kabupaten Karo,

Randan Ginting mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Karo atas perhatian dan pagelaren acara ini . “Dulu kami sangat susah untuk mem

-perjuangkan Tanah Karo ini dan kami mempunyai banyak suka duka dalam penjajahan. Kami harapkan kepada gener

-asi penerus supaya mencintai Tanah Karo ini ” harapnya.

Untuk memeriahkan per

-ingatan HUT Kabupaten Karo itu, sepanjang Jalan Veteran berjejer puluhan stand pam

-eran mulai dari berbagai Sat

-uan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kecamatan, hingga kebudayaan, semuanya terja

-jar rapih di kedua sisi jalan. Dan juga tersedia menu kuliner yang bisa dicicipi hadirin se

-cara gratis. A-cara perayaan itu dilakukan selama 2 hari yakin 8-9 Maret 2019.

Dalam acara ramah Pem

-kab Karo memberikan cend

-Sanggar Sinabung kurang lebih satu tahun terakhir. Bupati dan Wakilnya pun ikut menari.

Menurut pendamping anak-anak itu, Sada Arih br Sinulingga, Sanggar Sinabung merupakan salah satu sarana dalam mengobati rasa trauma anak-anak dari bencana yang melanda desanya. Selain itu, disebutkannya sanggar terse

-but juga sebagai ajang menjaga dan memperkenalkan kebu

-dayaan bagi generasi muda, “Mereka ini semuanya su

-dah tinggal di relokasi, seperti dari Berastepu, Gamber, dan Kuta Tengah. Kalau total anak yang tergabung ini sebanyak 40 orang, yang main musik 10

HUT Kabupaten Karo ke – 73

DIPERINGATI DENGAN MERIAH

eramata kepada mantan Bupa

-ti, mantan ketua DPRD Karo, mantan Sekda yang diserahkan Bupati Karo Terkelin Brahmana didampingi Wakil Bupati Karo Cory S Sebayang, dan pembe

-rian cinderamata oleh Ketua TP PKK Kabupaten Karo Ny Sariati Terkelin Brahmana SH kepada para pejuang veteran se

-bagai bentuk apresiasi Pemkab Karo kepada para pejuang.

Ketika Bupati Terkelin dan Wakilnya Cory br Sebayang berkeliling, di salah satu stan keduanya disambut dengan tarian taradisional Karo oleh anak-anak kecil yang berpaki

-an adat. Mereka adalah - anak-anak dari para pengungsi kor -ban erupsi Gunung Sinabung

yang sudah tergabung dengan Bersambung ke Hlm 11 Lit dua si man pepayonta

ras man ukurenta ibas bulan enda. Perlebe emekap kerna pemutaren perdana film “Jandi La Surong” (JLS) i Jakarta bas tanggal 23 Maret 2019 silewat. Peduaken kerna sura-sura si la erleja-leja ilakoken ICKSU (Ikatan Cendikiwan Karo Su

-matera Utara) sedekah enda, guna ndarami serpang luah per

-soalen dalan Medan – Berasta

-gi si enggo mekatep kal macet lanai teralang.

Si pemena, emkap kerna pemutaren perdana film JLS i Jakarta si ilakoken i Pusat Per

-filman H. Usmar Ismail, Jakar

-ta ibas -tanggal 23 Maret 2019. Tangkas teridah enterem kal kalak Karo si reh guna ndedah. Film JLS e enggo piga-piga kali iputar. Pemutaren si peme

-na ilakoken i Berastagi bulan Febrari 2019 silepus. Asum e pe seh kal teremna si ndedah, lit kira-kira 1800 kalak.

Adi sinen pemutaren film JLS ibas dua kota, Berastagi ras Jakarta, perteremna kalak si ndedah, lanai bo lang-lang. Si enda nuduhken maka tuhu-tuhu mbelin kal antusiasme kalak Karo nandangi film JLS. Film enda nuri-nuri kerna kalak Karo (ibuat bas novel karangen H. Tempel Tarigan nari), Si er

-bahanca pe kerina kalak Karo, subuk sutradara, juru kamera, bagepe pemainna. Em dalanna kerehen JLS enda jadi sada ke

-banggan man banta kerina ka

-lak Karo ija pa pe ringan. Kesuksesen pemutaren film JLS enda pe labo lepas ibas andil promosina nari. Ibas tabloidta enda pe lit piga-piga kali nuriken kerna film JLS enda. Lenga ka arah media sidebanna.

Kerna film e sendiri, arah dampar film sebage seni, ban

-ci kataken tuhu mejile. Bagi si eteh, alu gendek-gendek. film banci ikataken cara nuri-nu-ri. Erkiteken film medium au-dio visual (lit sora ras banci si idah alu mata), emaka kualitas sada film itentuken si kerina : kamera, akting pemain, musik, ras plot tah pe alur cerita.

Se-cara umum kerinana unsur e bas JLS enggo mejile.

Lit piga-piga adegan bas

film e si mehuli (indah) kal penggambarenna. Bas baha

-sa teknisna ikataken bahasa

film. Misalna, adegan pembuka film JLS, igambarken Tempel masa tuana, reh kubas sada kerja-kerja, la arapna jumpa ije ras si Beru Ribu si enggo puluhen tahun dekahna duana la pernah jumpa nari. Bas ade

-gan berikutna, duana kundul bas sada kede, sentisik ngenca duana cakap-cakap. Adegan e gendek tapi mejile kal peng

-gambarena. Enda sada contoh guna ncidahken maka film JLS e mejile.

Gendekna, janah si pent

-ingna kal man banta, min film JLS enda banci jadi momentum

guna kebangkitan film Karo. Ngarap kita maka rencana film enda iputar i piga-piga kota bagi Medan ras Bandung, ban

-ci erdalan alu mehuli, enterem kalak Karo si reh ndedah.

Si peduaken, siman pe

-payonta ras-ras emekap kerna konsep tah pe sura-sura guna ndatken solusi dalan Medan – Berastagi si enggo mekatep sa macet. Kerina pendekaten prosedural enggo ndekah ila

-koken ICK. Perkembangen si mbaru, bas tanggal 27 Maret 2919 sekitar 13 organisasi ma syarakat Karo ikut jumpa ras DPRD SU guna encakapken sura-sura e.

Sada si penting man banta maka lit 15 ormas Karo eng

-go ersada ukur gelah min lit serpang pulah (revitalisasi) nandangi dalan Medan – Ber

-astagi. Dung acara perjumpaan ras DPRD SU, ipedarat sada momo (pernyataan pers) ibas gelar 13 ormas Karo e. Ertina, kerina nggo ersada ukur guna empekena dalan Medan-Be

-rastagi alu konsep si enggo ndekah ipesikap ICK SU ce-takbiru-na.

Memang gedang denga dalan ras kelbung si man ben

-tasen. Bage gia, pengarapenta rikut pe ras totota gelah min kerina banci erdalan alu me

-huli seh dungna pepagi dalan Medan – Berastagi lanai terjadi kemacetan, lanai bel-bel mo

-tor e bas deleng ah, sierbanca tulpak kita kerina. Adi enggo lancar, tentu saja lit dampak ekonomisna si signifikan man masyarakat.

Sibar bage me lebe, janah tetap iarapken kami saran ras dukungendu nandangi Tabloid

-ta enda. Mejuah-juah ki-ta kerina

FILM ‘JANDI LA SURONG’

RAS DALAN MEDAN – BERASTAGI

T a b l o i d K a r o

Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

Mengucapkan Selamat Atas Peresmian Toko Sepatu Baru

D

DIEGO

Cibaduyut

(3)

K

ATANTARAS

3

EDISI 6, April 2019

Opini

Bersambung ke Hlm 11

KEGETIRAN DAN RAUNGAN

DALAM SASTRA KARO

Oleh Simson Ginting

Yang dimaksud dengan sastra Karo dalam tulisan ini adalah puisi liris Karo klasik

yang dikenal dengan sebutan “bilang-bilang” serta syair lagu-lagu Karo baik yang

“klasik” maupun lagu pop. Secara sederhana, yang dimaksud dengan lagu Karo

klasik ialah karya yang sudah berusia lebih dari 50 tahun namun masih disenangi

banyak orang sampai sekarang.

K

alaulah semua orang Karo ditanya melalui survey, mungkin ma yoritas responden, dan tidak tertutup kemungkinan bahkan 100 %, yang punya pendapat sama: karya sastra Karo selalu berkaitan dengan penderitaan (kiniseran/ suffering) yang bernada ratapan dan jerit kesakitan yang mesangat.

Entah karena geluh mesera

(konotasinya ke arah status ekonomi yang berada di bawah garis kemiskinan) akibat “ulah” sang nasib. Atau, karenaurusan asmara yang porak poranda,

sirang ras ate jadi, sehingga hidupnya jadi merana, kesepian di tengah kerumunan orang banyak, al hasil gula ras tualah pe pagit dungna nanamna.

Sebagai contoh simak cuplikan Bilang-Bilang yang dituliskan dalam aksara Karo pada sepotong bambu ini, memuat keluh kesah penulisnya tentang nasib malang yang menimpa dirinya:

Maka io ari kute

bilang-bilang kin ndube buluh minak si mula jadi, si mula tubuh lako ni teruh langit si la erbina ngun si la ertongkut

si man penusuk-nusuken ni babo taneh mekapal

si man pengite-ngiten enda lako nitabah Mama Anak Ginting

Mergana

man ingan nuri-nuriken ate mesui Nande, Nandeku Beru Karo Emaka ndube kutabah buluh minak ni tepi-tepi Layo Pepekatep arah kenjulu i tapin Buluh Awar kawis dalen kahe-kahe kemuhun dalen kolu-kolu ndube turang Beru Karo

Maka kutabah pe buluh minak enda man ingan nuri-nuriken pengindo ku la mehuli

ibas buluh singawan enda aku lampas terbaba pengindo la mehuli….

Maka kuga kin nge ndia ndube pemupusken Nande Beru Karo Si sangap mupusken dagingku enggo parang enda

si liah ngajarken dagingku parang.. Isinya begitu mengiris hati. Dalam dunia sastra puisi liris disebut sebagai penguras airmata.

Kemudian lirik lagu pop Karo modern Tersempul Nakan Mbergeh ciptaan Perli Sitepu misalnya, juga menggambarkan secara dahsyat kesengsaraan yang timbul akibat kerinduan yang demikian hebat kepada kekasihnya : Termampa-mampa kel tendingku Suari berngi ndarami kena Kinahun enggo ndauh perdalan Nahengku enjingkangken bana Tarum nginget-nginget kena turang Perban tedehna ateku kena

Nakan mbergeh sempat ku sempul. Hidup si tokoh “aku” dalam lirik lagu ini begitu terpuruk dirinya secara kejiwaan, didera rasa rindu yang tak terperi, sehingga rasionya mulai tidak dapat lagi berfungsi dengan betul dan benar : nahengku enjingkangken bana kemudian nakan mbergeh pe sempat ku sempul sebagai indikator dari lunglainya jiwanya.

Lalu ciptaan Pinta Bangun “Ngandung La Terngandung ken”, penuh dengan duka nestapa. Coba simak liriknya : ngandung pe la terngan dungken, tangis pe labo malem, uga pe la tengteng, adi sahun kin kita sirang…..ula aku tadingken. Syair lagu ini bersifat futuristik kondisional, ditandai dengan kata “adi” (jikalau). Akan seperti itu jadinya nanti keadaan dirinya apabila sang kekasih dambaan dan pujaan hati itu meninggalkannya. Memang itulah yang ditakutkannya, sekali pun belum terjadi, dia sudah membayangkan hal-hal buruk.

Salah satu alasan mengapa kehidupan asmara seorang pemuda menjadi berantakan, bisa juga karena faktor lain, yakni soal status ekonomi yang parah. Seperti dalam lirik lagu

Geluh Mesera karya Robby Gintings, ....geluh mesera erbansa kita sirang nande Biring Kena nandangi erjabu ras pilihen orang tuandu.

Sebenarnya, lagu-lagu kar ya Djaga Depari juga banyak yang syairnya berthemakan penderitaan, walaupun penderi taan itu disajikan dengan simbolisme dan secara puitis (tidak dengan cara telpus-telpus, apa adanya). Misalnya lagu “Piso Surit” : Piso surit, piso surit

Terdilo-dilo terpingko-pingko Lalap la jumpa ras atena ngen Ija kal kena tengahna gundari Siangna menda turang atena wari Entabeh naring mata kena tertunduh Kami nimaisa turang tangis teriluh.

Lagu ini mengisahkan penderitaan seorang pemuda karena “kasih tak sampai”. Dia datang bertandang ke desa lain, ke desa si pujaan hati, sebagaimana kebiasaan orang pacaran pada masa itu. Tapi si gadis dambaan itu tidak keluar (tidak ada respons). Karena malam sudah larut sekali, diasumsikan dia sudah tidur lelap (entabeh naring mata kena tertunduh). Sedangkan si pemuda menanti-nanti dengan hati menangis. Fajar pun segera menyingsing, saatnya dia pulang ke desanya dengan hati hampa. Kisah cinta yang tidak digubris, itulah kisah dalam syair lagu Piso Surit.

Lagu Piso Surit baik kare na syairnya maupun karena

melodinya yang melankolis, membuat banyak orang tetap menyukai lagu itu sampai sekarang. Sedangkan lagu Dja ga Depari yang lain misalnya Tiga Sibolangit yang bernada riang dan juga sebenarnya bagus, tapi tidak sepopuler Piso Surit. Lagu bersuasana sendu lebih mengesankan dan membekas di hati banyak orang.

Masih banyak syair lagu Karo, termasuk lagu-lagu karya Djaga Depari sendiri yang berisi penderitaan (bathin) seperti dalam syair Pinta-Pinta, Si Mulih Karaben (dengan ungkapan yang sangat dalam maknanya diantaranya larik kerah iluh kidekah ngandung), Timan Melawen dan lain-lain. Bahkan dalam syair lagu “Selandi“ yang iramanya cu kup riang, ada sebait liriknya yang menyiratkan tentang pende ritaan itu: Selandi kuta Selandi, Inganta ngadi rate mesui. Disana ada renungan filosofis tentang bagaimana agar penderitaan dalam hidup ini bisa berakhir. Ya dengan pergi ke desa Selandi. Begitulah cara Djaga Depari menggambarkan kehebatan desa Selandi.

Ini sekedar contoh betapa dominannya tema penderitaan atau kesepian dalam syair lagu-lagu Karo. Sekarang, timbul satu pertanyaan, mengapa demikian? Mengapa banyak orang Karo sangat menikmati karya-karya bersuasana sendu seperti itu? Apakah hal ini merupakan

sesuatu yang ganjil secara kejiwaan atau normal adanya?

Penderitaan yang indah

J.H. Neumann, seorang penginjil Belanda di Tanah Karo yang banyak menaruh perhatian terhadap kebudayaan Karo, mengatakan bahwa Bilang-Bilang berakar pada sastra lisan. Orang yang kepadanya Bilang-Bilang itu ditujukan tahu betul bahwa penderitaan yang dilukiskan dalam puisi liris itu hanya rekaan saja. Artinya, bukan kisah nyata alias fiktif. Tapi itu tidak menjadi soal, kata Neumann, karena yang terpenting adalah efek suasana hati yang ditimbulkannya, bisa membuat air mata menetes.

Berarti, inti dari Bilang-Bilang adalah aspek kesedihan dan sebagai puisi liris kekuatannya terletak pada bagaimana kesedihan itu diungkapkan dengan bahasa yang indah (estetis), sehingga dapat menyentuh perasaan orang lain. Dalam novel/roman atau film dari manca negara juga cukup banyak karya sastra yang penguras airmata, dan mereka menyebtunya tearjerker.

Bila demikian halnya karak teristik sastra Karo, maka sebenarnya sejak abad ke 19 sastra sendu yang ada dalam sastra Melayu, sudah melekat dalam kesenian kita. Menurut analisa para ahli, Bilang-Bilang yang diguratkan dalam sepotong bambu atau tempat tembakau (tabung) itu ditulis pada kurun waktu itu. Kalau aspek kesedihan yang terdapat dalam Bilang-Bilang itu dikaitkan dengan ngandung-ngandung atau musik katoneng-katoneng yang masih dikenal sampai sekarang, maka tampaknya terdapat kesinambungan. Orang Karo secara kolektif memang

Kilasan Sejarah

Aksi Bumi Hangus Masa Perang Kemerdekaan di Tanah Karo,

Taktik Perang Gerilya atau Salah Kaprah?

Menjelang agresi militer I Belanda tahun 1947, Wakil Presiden Mohammad

Hatta mengeluarkan seruan kepada seluruh rakyat Indonesia agar melaksanakan

bumi hangus terhadap segala hal yang diduga vital dan dapat dimanfaatkan oleh

musuh. Ketika serangan Belanda ke Kabanjahe semakin dekat, 1 Agustus 1949

pimpinan pasukan Napindo Resimen Halilintar berkumpul di rumah Koran

Karo-Karo. Disepakati untuk melaksanakn seruan Hatta tersebut.

Y

ang pertama melakukan nya atas perintah Selamat

Ginting adalah Koran Karo-Karo. Dengan hati

berat dia menyulut rumah kediamannya sendiri. Sejak itu mulailah dilakukan aksi bumi hangus secara konsekwen. Hingga akhir Desember 1947, aksi bumi hangus dilakukan di 53 kampung di seluruh dataran

tinggi Karo. Di Batu Karang,

kantor Raja Urung Lima Senina yang anggun juga dibakar

(biografi Selamat Ginting,

“Kilap Sumagan“). Ternyata

tidak hanya rumah modern

atau kantor yang di hanguskan, juga rumah-rumah adat Karo, yang bukanlah sarana vital bagi musuh, dibumi hanguskan rata

dengan tanah bersama harta benda penduduk.

Di desa Rumah Berastagi, dari 19 rumah adat siwaluh jabu 12 diantaranya dibakar. Menurut Leamri br Sembiring

ketika diwawancari sekitar

10 tahun yang lalu, sebelum terjadi aksi bumi hangus ada yang membawa kabar ke kampung bahwa pasukan Belanda telah berada di Barus Jahe. Laskar itu kemudian memerintahkan agar seluruh warga kampung berkemas dan mengungsi dengan membawa peralatan dan bekal seadanya.

Sebab, isunya, kalau nanti

ditangkap musuh, maka akan dimasukkan ke dalam penjara, disiksa dan dijadikan budak.

Sekitar satu kilometer dari kampung, kami melihat asap hitam mengepul ke udara, ujar Leamri. “Kami dengar rumah-rumah di kampung kami telah musnah dibakar.

Tidak diketahui pasti siapa

yang melakukannya. Namun, berita yang tersiar di kalangan pengungsi, rumah-rumah tersebut sengaja dibakar, agar

tidak dapat dijadikan musuh sebagai tempat tinggal dan

benteng pertahanan mereka“. Rumah siwaluh jabu tempat

tinggal nenek delapan cucu

ini semasa masih remaja ikut musnah terbakar.

Sepulang dari pengungsian yang berlangsung sekitar satu tahun lamanya, banyak rakyat

yang kehilangan tempat tinggal

dan harta benda. Pada saat itu, ada sebuah lagu rakyat,

anak melumang, erbantalken urat kayu, ertilamken taneh mekapal, ercabinken embun berngi.

Dari satu sisi aksi bumi

hangus itu menjadi bukti patriotisme rakyat dan pejuang

Karo untuk melaksanakan instruksi pemerintah. Namun

di sisi lain, timbul pertanyaan apakah tindakan bumi hangus

itu, karena salah kaprah dalam menterjemahkan seruan

Mohammad Hatta? Sebab, rumah-rumah adat tidak

dapat dikatakan sarana vital yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda.

Kalau memang tidak salah

kaprah, maka ada 2 kemung

kinan yang mendasari tinda

kan membakar rumah pendu duk itu. Pertama, untuk memo bilisasi rakyat agar mereka pergi mengungsi, untuk memberikan perlawanan secara total terhadap Belanda. Kedua,

mengingat paham komunis sebagai salah satu paham perjuangan yang telah lama mengakar di Sumatera Timur, boleh jadi para pejuang kita

memetik pelajaran dari aksi

bumi hangus yang dilakukan

Rusia ketika menghadapi

serbuan Napoleon (tahun 1812) dan invasi Jerman pada PD II di Stalingrad (1941). Aksi bumi hangus yang dilakukan Rusia itu berhasil memukul tentara Napoleon dan juga pasukan Jerman dalam kurun waktu yang berbeda.

Tapi perlu diingat, aksi bumi

hangus di Rusia sangat efektif

karena keadaan alamnya pada musim dingin sangat berat (bisa mencapai minus 30 derajat celsius). Baik pasukan Napoleon maupun pasukan

Jerman pada masa PD II logistik mereka tidak siap menghadapi

musim dingin yang turun lebih awal sekitar seminggu

dari perkiraan mereka. Ketika

pasukan Napoleon demikian juga pasukan Jerman mundur

saat itulah mereka diserang oleh tentara Rusia.

Kalau misalnya tindakan

bumi hangus itu belajar dari aksi bumi hangus yang terjadi di kota Bandung, masalahnya sangat berbeda, demikian juga kondisi kota Bandung sebagai kota besar. Aksi bumi hangus kota Bandung dilakukan TRI (Tentara Republik Indonesia) berawal dari keinginan pasukan Inggris yang memimpin sekutu untuk segera mengambil alih tentara Jepang yang ditawan dan minta senjata di tangan masyarakat sipil diserahkan. Tentara Republik Indonesia

(TRI) tidak menyetujui tindakan

Inggris tersebut. Inggris pun pada 23 Maret 1946 melalui

udara menyebar pamflet-pamflet yang meminta warga

Bandung segera meninggalkan kota tersebut, Dan meminta TRI keluar dalam radius 10 km dari kota Bandung. Kol

AH Nasution yang waktu itu

(4)

K

ATANTARAS

4

EDISI 6, April 2019

Seni Budaya

ras

PAKATAN

PATARAS

SEMINAR MENGENAL SOSOK

DJAGA DEPARI DI BERASTAGI

Berastagi (Katantaras)

D

jaga Depari dan karya- karyanya selalu menarik untuk diperbincangkan. Dalam rangka mengembang-kan wawasan kebangsaan bagi pemuda/generasi Karo, ber-tempat di Gedung Kesenian, Kompleks Taman Mejuah-juah, Berastagi telah diselenggarakan seminar dengan topik uta-ma “Mengenal Sosok Djaga Depari Komponis dari Karo” (6/3/2019). Sebagi pembic-ara Anton Sitepu, M.Sn, Drs. Robinson Sembiring, M.Si dan Marta Ulina Br. Tarigan, S. Sos, SH, MH, dan Brepin Tarigan, M.Sn. sebagai moderator.

Seminar tersebut dip-rakrasi oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo, dan

dibuka oleh Wakil Bupati Karo

Corry Sebayang, didampingi oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo, Rob-ert Billy Perangin-angin, S.Pd.

Dalam sambutannya, Masing-masing pembica ra, memaparkan tentang sosok Dja-ga Depari yang lewat karya-kary-anya harus diteladani oleh gen-erasi muda dalam mencintai dan mengisi kemerdekaan Indo-nesia. Generasi muda, khususn-ya generasi milleneal hidup

da-lam jaman dan tantangan yang menyertai jamannya.

Dalam sesi dialog mengemu-ka usulan dari beberapa peserta untuk mengabadikan nama Djaga Depari sebagai nama sebuah jalan di Kabanjahe atau membangun gedung kesenian dengan nama Gedung Kesenian Djaga Depari.

Para peserta minta kepada panitia

penyelenggara untuk

memper-hatikan aspirasi itu untuk disam -paikan kepada pihak pemerintah. Dengan harapan. pemerintah Ka-bupaten Karo segera merespons aspirasi yang sesungguhnya me-wakili harapan dari masyarakat Karo pada umumnya.

Seminar ini juga dihadiri para guru pembimbing

siswa-siswa pendidikan menengah yang menjadi peserta ditambah beberapa kalangan penggiat seni di Kabupaten Karo. Sempat

menjadi perhatia publik dalam

pertemuan tersebut adalah ke-hadiran putra-putri Djaga

Depa-ri: Agustina Depari, Junita Sem -biring dan Ngapuli Depari.

Ceda Perkade-kaden

Pa Katan: Nokoh kal kuakap Pa Gondrong nderbih nak. Pandangina ka lalap calon presiden si ngena kal ateku. Enggom kuturiken alu saber ras manjar-manjar gelah angkana min ukurku. La lit sitik pe sura-surangku nga

-juk ia gelah milih calon si ngena ateku e. Tapi empet

-ina ka lalap! Enda kin calonmu ah ndai la tertepat-ina janjina, mbue pengangguren, meherga rega dollar, ras sideban-idebanna. Bagem kapko nina lalap.

Pa Taras : Uga dungna nim man ia?

Pa Katan: Ningku lanai padah engko minem jenda. Bas kede enda buen si seri ukurna ras aku, ningku. Bicara lanai pe tenahkenna aku pagin bas kerja-kerjana lanai kuakap dalih. Ngilas kel kuakap ibanna.

Pa Taras : Bagenam kita rusur. Ceda perkade-kaden per

-ban Pilpres. Uga nina ngaloi cakapmu?

Pa Katan: Reh nina, kai dalinna engko la mere aku minem i kede enda? Radu-radu nggalar nge kita jenda. Si em

-puna kede pe labo aku ambatina reh ku jenda. Engko ka ngambati aku. Kai kin pangkatmu?

Pa Taras : Pas kel katana ena nak! Perkede pe banci ikut merawa man engko. Dahko kurang kari si nukurna adi la berem ia reh minem ku jenda?!

Pa Katan: Ngilas kel kuakap! Seh melas tentenku e baha

-nna!

Pa Taras : Nina kuan-kuan bas cakap Indonesia: “Hati boleh panas, namun kepala harus tetap dingin”. Bagelah ban ko nak. Kuidah melala kita lemah bas soal si bagidie, termasuk engko. Dosa la jumpa rananta bas runggu, piah lanai ateta erkade-kade pe ras temanta runggu.

Pa Katan: Aku bage kin nak. Mis melimber kuakap ngidah sider-bertengna adi lit jelma njabapi lalap da

-hinna. Seding ka babahna e enjababi kita…Enca bage mis mejin kuidah ayona e.

Pa Taras : E, enggo perlu man periksan tensim ku dokter nak. Ula pagi rempet ka ko tenggalak je sanga sijabap

-en ras jelma si deban. Kurangi man daging, apai d-enga ka nggalar, ence perlu rusur ku perpulungen, melala ngoge Kitab Pustaka ras ertoto dingen erpengendes man Dibata. Pagi lit reh dokter ku kutanta enda erban kegiatan pengobaten gratis. Periksalah ko pagi. Kubegi beritana, si jadi panitia emkap Pa Gondrong.

Pa Katan: Kai nim?? Pa Gondrong panitiana? Ih..kusku

-la…!

Pa Taras : E ee..tensi….jaga tensi….

Robinson Sembiring

Reuni Yogyaprimsa III

BUKAN SEKEDAR BERNOSTALGIA , TAPI LAWATAN SPIRITUAL

Yogyakarta (Katantaras)

O

rang Karo yang pernah

menempuh pendidikan atau bekerja di Yogya

-karta di tahun 70 – 80-an yang tergabung dalam Yogyaprimsa, mengadakan acara reuni yang ketiga kalinya 7 – 11 Maret 2019 di Yogyakarta. Peserta datang dari beberapa tempat. Ada dari Kalimantan, Jakarta, dan Medan.

Acara reuni itu bukan se

-kedar bernapak tilas atau ber

-nostalgia antara teman-teman yang sudah puluhan tahun la

-manya tidak pernah bertemu. Namun lebih dari sekedar kan

-gen-kangenan. Tapi melakukan lawatan spiritual ke masa lam

-pau. Hampir semua peserta re

-uni yang sempat dihubungi re

-porter Katantaras berpendapat demikian.

“Ya memang demiki

-an” ujar Simson Tarigan yang semasa kuliah di Yogya aktif di GMKI. “Jatuh bangun merupa

-kan proses yang perlu karena pada akahirnya menjadi posi

-tif bagi penempaan diri untuk menjadi tangguh” lanjutnya. “Ketika mengalaminya dulu hal itu belum kita sadari sepenuhn

-ya. Namun meski begitu, tidak mengurangi makna dari proses pembelajaran itu” kata pria yang ketika sudah bekerja dk TVRI Jakarta, pernah memperdalam studi mengenai penyutradaraan di Yogya,

“Kita yang datang ke Yog

-yakarta di tahun 70 dan 90-an baik untuk kuliah atau seko

-lah di SMA bahkan ada yang masuk SMP, pada umumn

-ya bukanlah karena demiki

-an besar hasrat untuk maju di dunia pendidikan” ujar Sada Arih Surbakti, salah seorang peserta paling senior, dalam acara malam kekaraban pada hari pertama. “Melainkan kare

-na kurang beres disa-na (kota asal)” lanjut alumni Fisipol UGM ini.

Banyak kisah hidup mer

-eka yang cukup dramatis, ada yang hanya 8 kali dalam se

-tahun menerima kiriman dari orang tua, seperti yang dialami sendiri oleh Sada Arih Surbakti dari Berastagi ini. Seret rejeki orang tua maka seret pula nasib anak di perantauan, simpulnya. “Kita melakukan reuni ini karena ada ikatan pengalaman yang sama, yakni mengalami penderitaan yang umumnya terkait dengan uang kiriman dari kampung yang tidak men

-cukupi” ujar ketua panitia pelaksana Ir Ruslan Girsang. “Memang, pada dasarnya jum

-lah kiriman dari orang tua sitik banci pebias-bias,adi melala la bias”, lanjutnya.

Begtulah romantika ke

-hidupan di masa lalu mereka. Dengan segala kekurangan dan duka nestapa yang harus mereka alami, masa depan yang dirajut pada akhirnya menjadi pijakan bagi masa depan mereka. “Nasib yang sama, itulah yang menjadi ika

-tan persahaba-tan kami semua” ujar bendahara panitia Daulat Sembiring. “Reuni ini seperti reuni seregu tentara yang ber

-kumpul mengenang pertempu

-ran di garis depan”, ujarnya.

“Banyak bekas luka dan jalan sempat terseok-seok, tapi bisa jadi pemenang walau ciningen sitik” imbuhnya.

“Memandang masa lalu dengan perspektif masa kini, menimbulkan rasa syukur yang dalam akan kasih Tuhan, beta

-pa masa-masa penuh perjuan

-gan itu dapat dilewati den-gan susah payah, hanya karena kemurahan Tuhan semata” ujar Pdt Em Dharma Pelawi STh yang pernah ditugaskan Modreamen GBKP sebagai pelayan tetap di GBKP tahun 1978 – 1982.

“Mengenang semua pen

-galaman itu ketika usia sudah di atas 60 atau 70 tahun, su

-dah barang tentu punya mak

-na teologis tersendiri dalam diri peserta” lanjut Pdt Pela

-wi. “Kuliah kemudian men

-cari pekerjaan, lalu berumah tangga, ada yang sudah punya cucu, semua itu patut disyuku

-ri, betapa tangan Tuhan selalu menuntun hidup kita” ujarn

-ya. “Dari perspektif ini, maka acara reuni Yogyaprimsa ini sebenarnya sebagai perjalanan spiritual” lanjut pendeta yang selalu dekat denga anak muda selama bertugas di Yogyakarta.

Selain itu, seperti dika

-takan Anjar Malem Ginting, penderitaan di masa lalu men

-jadi lucu bila dilihat dari masa sekarang. “Dengan teman-teman kita banyak tertawa, mentertawakan masa lalu, semua kesulitan yang dulu di

-alami menjadi kenangan in

-dah dan banyak juga yang lucu sekalipun dulu mengharukan”

ujar pensiunan PLN ini. Penjelasan Ginting itu di

-amini oleh teman akrabnya sejak masa kuliah dulu, Ria Tarigan. “Meringis bersama di masa lalu, sekarang tetawa bersama mengenang kepahitan di masa silam” ujarnya berfil

-safat. “Waktu itu ada beberapa teman yang nemelihara burung puyuh sekedar menambah uang

belanja”, ujarnya tentang berb

-agai upaya untuk menyambung hidup. Merih leto niasuh.

Semua peserta menginap di Hotel Sriwedari yang pada tahun 70-an merupakan salah satu hotel cottage ternama di Yogya, dan sekarang general manager hotel itu R. Tarigan yang berasal dari Berastagi. Acara reuni itu selain melaku

-kan kunjungan wisata ke be

-berapa tempat, pada malam

terakhir di pendopo hotel itu diadakan acara landek dengan iringan kibod.

Acara itu mendapat lipu

-tan dari TVRI Yogya dan juga mewancarai ketua panitia Ir Ruslan Girisang. Suasana ri

-ang dan intim menjadi malam penutup dari keseluruhan acara reuni Yogyaprimsa. Sebelum para peserta terlelap di malam itu, mengalun dalam lamunan sebuah lagu lama “paksana

berngi nake i Yogyakarata… Yogyakarta inganku erlajang ndube.” ciptaan Yusup Sitepu yang sempat bercokol di kota ini di tahun 70-an. Semua ke

-nangan selama berjuang di kota gudeg ini menjadi kekal dalam ingatan dan selalu melam

-bai-lmbai memanggil agar mereka datang kembali. “sta-siun kereta api jadi sakasi….

suara Jusup Sitepu terus men

(5)

K

ATANTARAS

5

EDISI 6, April 2019

Seni Budaya

KATA KATA

Puisi

S

iapa yang tidak kenal dengan Meke Wijaya artis film lawas yang su

-dah membintangi ribuan film nasional dan sinetron di jagad perfilman Indonesia. Salah satu filmnya yang terkenal poduksi tahun 1957 berjudul Tiga Dara, yang kemudian mengilhami film “Ini Kisah Tiga Dara” pro

-duksi tahun 2016.

Tetapi generasi muda war

-ga Karo bahkan yang sudah lan

-jut usia, boleh jadi tidak banyak jumlahnya yang mengetahui bahwa isteri bintang film lawas almarhum Dicky Zulkarnain (membinangi film Si Pitung) ini pernah menjadi artis wanita pemeran utama film Piso Surit yang diproduksi sebagai film la

-yar lebar tahun 1960 PISO SURIT

Film Piso Surit yang loka

-si shotingnya di Berastagi dan Mieke Wijaya yang masih eksis sampai saat ini didunia sinetron berhadapan dengan pemeran pria aktor Achmadi Hamid den

-gan sutradara Bachtiar Siagian yang kawakan di dunia perfil

-man Indonesia saat itu.

Film Piso Surit yang dipro

-duksi Rentjong Film ini mengi

-sahkan tentang Wita (Mieke Wijaya), mahasiswi yang datang ke Tanah Karo untuk mengadakan penelitian budaya. Untuk itu ia menyewa kuda dari Pande (Ahmadi Hamid), pria pandir yang mengimpikan punya sado sendiri. Hubun

-gan antara keduanya makin lama makin erat, Pande antara lain mengajarkan kepada Wita lagu Piso Surit yang membuat Pande lama-lama jatuh cin

-ta kepada Wi-ta. Seperti ki-ta ketahui, lagu Piso Surit karya

Djaga Depari berkisah tentang cinta seorang pemuda yang tidak berbalas, seperti halnya kisah Pande dengan Wita yang bertepuk sebelah tangan.

TURANG

Satu lagi film Nasion

-al mengkisahkan perjuangan rakyat Karo melawan penjajah Belanda semasa perang ke

-merdekaan yakni film Turang. Dibintangi artis/aktor ibukota Nizmah sebgai pemeran wanita, Omar Bach pemeran utama pria dan dibantu Tuahta Perangi

-nangin yang semasa hidupnya mejabat sebagai Kadis Kebu

-dayaan Pemda Karo

Film Turang yang disutradari Bachtiar Siagian ini mengisahkan tentang perjuan

-gan gerilya melawan Belanda di Tanah Karo, khususnya di desa Seberaja, kampung yang pernah jadi pusat komando. Wakil komandan Rusli (Omar Bach) yang terluka diserah

-kan perawatannya kepada Tipi (Nizmah), adik anggota geri

-lyawan Tuah (Tuahta Perangi

-nangin), maka terbitlah jalinan cinta antara Rusli dan Tipi. Na

-mun keadaan tidak me-mungk

-inkan bagi mereka untuk terus

bersama karena serangan

Be-landa, atas petunjuk mata-mata Belanda, Dendam (Hadisjam Tahax, anak Tanjung Balai), memaksa pasukan terus ber

-pindah-pindah untuk melak

-sanakan perang gerilya.

Lokasi shoting film Turang seluruhnya di beberapa desa di Tanah Karo, diantaranya desa Seberaya. Film ini diproduk

-si tahun 1957 oleh Yayasan Pemuda yang diketuai Djamin Gintings, Panglima TT I yang kemudian berganti nama men

-jadi Pangdam Bukit Barisan, bekerjasama dengan Rentjong Film. Dan judul film ini diam

-bil dari judul lagu “Oh Turang” karya Sersan Mayor Hasyim Ngalimun dan menjadi sound track film ini yang dinyanyikan oleh Tuty Dauly

Perlu diketahui, sebe

-lum film Turang dipasarkan di bioskop seluruh Indonesia pertunjukan perdana dilakukan di Istana Medeka disaksikan Presiden Soekarno. Dalam Festival Film Indonesia tahun 1960 film ini meraih 5 peng

-hargaan sebagai Film Ter

-baik, Sutradara Ter-baik, Peran Pembantu Pria Terbaik, Film Drama Terbaik dan Dekor Ter

-baik. Perlu dicatat bahwa film ini juga diputar pada Festival Film Asia Afrika I tahun 1958 di Tashkent, Uzbekistan, me

-wakili Indonesia.

Namun demkian, ada satu hal yang patut disayang

-kan, kedua film itu telah han

-gus, sehingga tidak dapat kita sakasikan lagi. Penulis pernah menanyakan hal ini ke Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kun

-ingan, Jakarta. Ada dugaan, film Piso Surit dan Turang, tel

-ah dihanguskan bersama film-film garapan Bachtiar Siagian lainnya, karena dia dituduh se

-bagai anggota Lekra yang bera

-filiasi dengan PKI.

Namun cuplikan film Turang, terutama adegan serangan 6 pesawat jenis Mustang terhadap pasukan Resimen I dibawah komando Djamin Ginting di sungai di lembah Alas, masih dapat kita saksikan di you tube tentang bagaimana serunya adegan itu. Pesawat-pesawat tempur Mus

-tang itu terbang rendah dan

memberondong para pejuang dengan senapan mesin.

JANDI LA SURONG Sekarang ini muncul film

Jandi La Surong, (JLS) yang berkisah tentang hubungan cin

-ta an-tara dua insan, berdasar

-kan kisah nyata jalinan hubun

-gan H. Tempel Tari-gan pada masa mudanya pada tahun 60-an deng60-an seor60-ang gadis y60-ang hanya disebut Beru Ribu. Ki

-sah hubungan cinta itu telah diterbitkan dalam sebuah novel dengan judul yang sama.

Berbeda dengan film Piso Surit dan Turang, film Jandi La Surong mempunyai beberapa keunggulan. Film ini digarap oleh sutradara berdarah Karo, para pemain utama orang Karo, skenario dan tehnisi semua di

-tangani oleh orang Karo, ter

-masuk penggarapan musiknya, produsernya Pemkab Karo, serta ceritanya tentang orang Karo. Dan satu hal lagi, dialog dalam film ini menggunakan bahasa Karo sehingga leng

-kaplah semua kriteria untuk menyebut film JLS sebagai film Karo.

Ini merupakan langkah tero

-bosan budaya yang sangat mem

-banggakan. Untuk pertama kali kita telah berhasil melahirkan sebuah film tentang orang Karo, diproduksi oleh orang Karo dan untuk orang Karo. Kita hara

-pkan di masa mendatang akan banyak muncul film nasional tentang Karo sehingga suatu saat nanti film Karo akan benar-be

-nar menjadi bagian dari perfil

-man nasional kita.

*Penulis adalah mantan wartawan dan pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP

DARI FILM ‘PISO SURIT’,

‘TURANG’ HINGGA

‘JANDI LA SURONG’

Oleh Nuah Torong

Timanta Peranginangin

TIDURLAH BUAH BARAKU

buat i.s

Kereta kecil penuh kembang

Tanpa kata

Kau pun berlalu begitu saja buah baraku

Air susu kehidupan tiada kau sentuh

Haruskah sesingkat ini?

Aku mengerang tiada kau acuhkan

Mengambang seribu dongeng di atas ranjang

Kudekap rindu bertahun dalam nestapa

“Agar menjadi kekal,

nande biring

Ku dengar suaramu dalam dadaku

Jemarimu yang kecil dan putih

Usap genangan duka di mata

Di luar jendela kembang musim semi melambai

Engkau sunting untukku,

buah barangku

Tiada rela engkau aku terbata-bata lagi

Saat kulantunkan nina bobok buatmu

Kini hari-hari jadi lengang dan muram

Ketika ku dengar sorak sorai anak-anak di

ta-man

Di bawah langit biru

Di atas rumput hijau

Kau berlari kepadaku

“Agar menjadi kekal, mama“

Lalu kau benamkan kepalamu

Di pangkuanku

Kubelai rambutmu yang subur

Kini aku paham, anakku

Tiada pernah kau tinggalkan aku

Telah kusiapkan dongeng indah buatmu

Telah kugubah nyanyian tentang musim semi

Dan tiga anak kelinci berkejaran di padang

Tidurlah tenang anakku,

buah baraku

2005

Medan (Katantaras)

B

ertempat di ruang Bamus DPRD Sumatera Utara berlangsung pertemuan antara 15 organisasi masyarakat Karo (27/3/2019). Melalui per-temuan itu diperoleh kesepa-katan untuk mendesak instansi pemerintah terkait untuk segera

menindaklanjuti pembangunan

jalan Medan-Berastagi dalam mengatasi masalah kemacetan yang sangat sering terjadi.

Pertemuan dibuka bersa-ma oleh Ketua ICKSU, Dr. Budi D. Sinulingga, Ketua HMKI Ka-bupaten Karo, Prof. Dr. Paham

Ginting dan Ketua Fraksi PDIP

Sumatera Utara, Drs. Baskami

Ginting. Diskusi dipandu oleh

Prof. Dr. Sukaria Sinulingga. Budi D. Sinulingga mem-berikan penekanan secara khusus tentang potensi terjad-inya disparitas pembangunan antara kawasan Utara Danau Toba dengan kawasan Selatan Danau Toba, jika pembangu-nan infrastruktur di kawasan

Selatan tidak dilakukan.

Sinulingga juga mengemuka-kan betapa dalam hal pemberita-an menypemberita-angkut usulpemberita-an pemba-ngunan jalan Medan-Berastagi, wartawan sering salah mengin-formasikan seolah-olah ICKSU

lebih fokus pada pembangunan jalan Tol sebagaimana sering ter-baca pada berita media massa lokal Sumatera Utara. ICKSU se-benarnya mengajukan gagasan agar jalan lama Medan-Berastagi direvitalisasi dengan

memba-ngun jembatan pada dua titik

yaitu Sembahe dan Bandar Baru

yang dianggap rawan dilewati

bus besar dan truk. Selanjutnya

dalam mengantisipasi perkem -bangan kepadatan lalu-lintas, ICKSU mengusulkan perbaikan

jalan-jalan alternatif yang ada seperti Tuntungan – Bandar Baru, dan Rawasering. Antisipa -si lebih lanjut, dalam kaitannya

dengan pengembangan wilayah adalah pembangunan jalan tol

Amplas – Tiga Panah yang berja -rak hanya 45 Km.

Pada akhir pertemuan, seluruh peserta bertemu dengan Ketua DPRD Suma-tera Utara, Wagirin Arman didampingi oleh Ketua Fraksi

PDIP, Baskami Ginting. Dialog

singkat dalam pertemuan ini diakhiri dengan pernyataan Ketua DPRD Sumatera Utara yang menyatakan mari secara bersama-sama, saling mem-bahu memperjuangkan agar pembangunan jalan ini segera berlangsung, karena ini

sung-guh-sungguh menyangkut ha-jat masyarakat Karo, Simalu-ngun, Pakpak, Dairi, Samosir hingga Aceh bagian Selatan.

DPRD Sumatera Utara setiap

saat akan berusaha mendesak instansi terkait demi pemba-ngunan tercapainya pelaksa-naan pembangunan yang di-maksud.

Di akhir pertemuan, 15or-mas Karo mengeluarkan per-nyataan bersama yang antara lain menekankan bahwa pro-gram pemerintah tentang

infra-struktur, ada ketimpangan pem -bangunan infrastruktur antara kawasan Selatan Danau Toba dan Kawasan Utara (Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Samosir).

Ke 15 ormas Karo tersebut adalah Organisasi Masyarakat

Karo : ICKSU (Ikatan Cendiki-awan Karo Sumatera Utara), HMKI SUMUT (Himpunan Masyarakat Karo Indonesia Sumatera Utara), HMKI KARO (Himpunan Masyarakat Karo In-donesia Kab. KARO ), DPP PMS (Pemuda Merga Silima), DPW KAMKA SUMUT (Keluarga Besar Muslim Karo Sumatera Utara), IAMAKA USU (Ikatan Alumni Mahasiswa Karo Universitas Su-matera Utara), DPP. MAKAMU-LIA (Masyarakat Karo Muslim Indonesia), DPP Barisan Pemu-da Karo Indonesia, DPD Barisan Pemuda Karo Sumatera Utara, FOKUS Berastagi , PBWS ( Per-satuan Warga Berastagi Sejagat , FK3 ( Forum Kita Kalak Karo ), dan IMKA ERKALIAGA FH USU (Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas Hukum USU ). RS

Tindak Lanjut Gagasan Pembangunan Jalan Medan - Berastagi

(6)

K

ATANTARAS

6

EDISI 6, April 2019

Opini

D

alam proses pengena lan si pemuda biasa nya menunjukkan kemam puannya dalam bekerja dan berbagai ketrampilan yang dia miliki seperti mengenai seluk beluk pertanian. Demikian pula halnya dengan si gadis, biasanya dia akan menunjukkan sifat-sifat ideal yang dimiliki seorang wanita, seperti sabar dan ulet dalam mengelola semua kerumahtanggaan.

Bagi masyarakat Karo uku ran seorang ANAK PERANA, dan SINGUDA-NGUDA disebut sudah dewasa. Untuk anak perana jika ia sudah mengenakan celana panjang (seluar gedang), sudah diterima tidur bersama pemuda lainnya di jambur, dan sudah menjalankan sunat (kacip-kacip) dan sudah gerat-geraten (kelenjar hormon sudah ada). Sedangkan tanda-tanda seorang wanita telah dewasa dan disebut singuda-nguda apabila sudah datang bulan (ngidah bulan), sudah berhak menjadi anggota aron mbelin (sebelum dewasa biasanya ikut aron erlajar), sudah berhak mengikuti acara guro-guro aron.

Ukuran kedewasaan pada pemuda untuk bisa menikah ia harus memiliki beberapa keterampilan yaitu sudah bisa motong manuk, engkalaki, nenggala, niding. Semua ketrampilan itu melambangkan kemampuan pemuda itu untuk berumahtangga.

Motong manuk sebagai simbol dari kemampuan dia sebagai anak beru, sudah bisa menjadi seorang menantu (kela) seperti yang diharapkan oleh mertuanya.

Engkalaki (menghalai burung waktu padi mulai menguning) dan

nenggala (meluku) adalah simbol dari ketangkasan dan kemampuan seorang pemuda Karo dalam hal bertanai secara mandiri. Niding

(menjerat hewan) merupakan simbol dari keuletan seorang pemuda untuk menyediakan makan enak (dari hewan yang dijerat) bagi keluarganya.

Adapun bagi perempuan Karo sudah dianggap dewasa dan memenuhi syarat untuk menikah (erjabu) jika sudah bisa enggule (memasak),

mbayu (menganyam tikar), dan ngerangkapi (manambal pakaian). Enggule merupakan tanggung jawab wanita dewasa di rumah orang tuanya, terutama kalau sudah berumah tangga. Seorang gadis yang tidak bisa memasak menjadi aib, menjadi bahan cemohan dan kondisi itu akan membuat pemuda enggan untuk menikahinya).

Mbayu merupakam simbol dari kesabaran, ketangkasan dan kerapian. Wanita dianggap sudah dewasa kalau sudah bisa mbayu sehingga menjadi sabar dalam berfikir, bisa jeli

melihat keperluan keluarganya, dan rapi pekerjaannya. Ngerang kapi simbol dari bijaksana dalam berfikir dan bertindak. Jika sudah memiliki ketrampilan ini dianggap perempuan sudah dewasa dan bijaksana (rimbang tengah) dalam membuat kepu tusan atau tindakan . Apabilan seorang gadis memiliki semua ketrampilan itu maka pihak keluarga akan selalu mendorong anaknya untuk menikah, bahkan sampai kade-kade ikut mencari jodoh bagi anaknya.

Anak perana yang sudah cukup umur dan ingin untuk menikah (empo) maka ia akan melakukan ngaras-ngaras

yaitu pergi ke desa lain untuk mencari calon kekasihnya. Jika memang sudah ada wanita yang cocok maka si anak perana akan berusaha mengenalnya. Cara berkenalannya juga beragam ada bertemu langsung dengan cara bertutur, lewat teman (kelang-kelang) dan lain sebagainya. Jika pilihan sudah ditentukan pada gadis pujaannya maka mulai memasuki tahap naki-naki (pedekatan).

Sebelum pemuda-pemudi dapat bertemu di ture (teras

rumah adat), si pemuda berusaha mempengaruhi seorang ibu yang biasanya janda, agar perempuan ini bersedia menjadi perantara untuk mempertemukan dia dengan sang gadis pujaan hati. Naki-naki dapat dilakukan oleh pemuda dari desa lain (tandang) atau dari desa yang sama dengan singuda-nguda. Jika dia berasal dari desa lain, sudah menjadi keharusan bagi pemuda itu un tuk bergaul dengan pemuda desa setempat. Tujuannya, agar keamanan terjamin, dan bisa juga memanfaatkan pemuda setempat untuk kelancaran pro

ses naki-naki itu

Pertemuan di ture dilakukan pada malam hari. Biasanya pertemuan itu mempergunakan bahasa Karo halus dan tinggi sekaligus untuk menunjukkan kebolehannya dalam berbahasa kiasan dan peribaratan (cakap lumat). Untuk dapat memahirkan diri dalam sastra naki-naki ini, terkadang mereka berguru pada orang tua yang sudah berpengalaman. Sastra naki-naki disebut cakap lumat. berikut contoh naki-naki yang menggunakan kata kiasan yang dalam dan halus. (P=perempuan, L=laki-laki)

L: Mejuah-juah Turang si sope lenga kutandai. (salam sejahtera wahai adik yang belum kukenal)

P: Mejuah-juah kaka.

(salam sejahtera abang)

L: Kuidah kam dauh-dauh nari, tambat kel pusuhku ibahanndu. nungkun ateku agi ? (kupandang dari kejauhan,

hati seperti tertambat karena pesonamu, jika berkenan, bolehkah aku bertanya adik)

P: Malem kel ateku mbegi cakapndu e kaka, kai kin sungkunenndu ? (senang aku

mendengarnya abang, mau tanya apa abang?)

L: Ertutur ateku kita, me labo kapndu lit lepakna agi?

(ngak salah kan jika berkenalan dengan adik)

P: Labo ku akap lit lepak adi kin guna ertutur atendu kaka (jika niat untuk berkenalan, saya perkenankan abang)

L: Egia, ma langa bo kam perpan belo agi? (tapi, adik belum termakan sirih bukan?)

P: Uga lah ningku man belo adi lenga lit si nukursa kaka.(bagaimalah termakan sirih, jika yang membeli sirihpun tak kunjung tiba abang)

L: Adi bage banci nge ndia aku nangkih ku datas

ture e agi? (jikalaulah begitu, bolehkah aku naik keatas teras itu adik?

P: Banci kaka, egia nungkun aku, me tutus nge atendu e kaka? (boleh, aku tanya dulu abang, seriuskah abang ini)

L: Tutus agi (serius adik)

P: Adi kin tutus atendu, kudatas dage kam kaka, tapi ula kam arah redan e nangkih kaka. (kalo abang serius naiklah, tapi jangan melalui tangga ya)

L: Adi bage tuduhken dage dalin ku datas agi! (kalo begitu tunjukkanlah jalanku naik)

P: Arah selambar cike enda kam kudatas kaka. (abang

naik dengan sehelai pandan ini.)

L: (mengikatkan surdam nya pada ujung cike) Baba dage aku kudatas agi, ngarak-ngarak aku arah selembar cike enda,, (bawalah aku keatas adik, melalui selembar pandan ini)

P: Mari kaka, enteguh tagangi, metenget ula celus, sebab kitik kite siman tingkahen.

(mari abang, berhati hatilah, sebab tangganya kecil abang)

L: Bagenda aku enggo seh i datas, banci nge aku kundul bas amak bekasndu

NAKI NAKI DAN CAKAP LUMAT

Oleh Simpei Sinulingga

mbayu enda agi ? (begini aku sudah sampai diatas, bolehkah aku duduk ditikar bekas adik anyam ini?

P: Banci kaka, kunduli ndu min empatna suki amak bekasku mbayu enda, gelah ula situalen kaka. (boleh abang, tapi abang harus duduk pada keempat sudut tikar ini, biar seimbang abang.

L: (menempatkan kampuh, surdam dan rawit pada 3 sudut tikar, dan dia duduk pada sudut yang kosong) enggo empatna kukunduli suki amak ndube, rikut ras sibiak ku, kundul dage kam tengah na e agi.(aku sudah duduk pada keempat sudut tikar sekaligus, ditengahnyalah adik duduk)

P: Enggo tangkas kam kuidah kaka, kundul dage kita. (sudah jelas kulihat abang, mari kita duduk)

L: bagenda kita nggo kundul pedempak ayo, nungkun ateku beru kai dage kam agi?(begini kita sudah berpandangan, abang bertanya, beru apa gerangan adik ini?)

P: Ula kel kam megelut kaka, terlebih enggo ka kita kundul bas amak bekasku mbayu enda, kerna beru sikubaba la kel kueteh. (jangan

tersinggung, apalagi kita sudah duduk ditikar bekas anyamanku ini, aku tidak tahu beru apa aku)

L: Maka bage nindu agi ? (kenapa adik bilang begitu?)

P: Mbarenda tupung bapa anak perana lawes ia erburu ku sada kerangen, jumpa ia ras nini simada kerangen, ban senggetna ia lupa ia nangdangi mergana bagepe ras kutana ndube, em dalanna erlajang kukuta kami enda.

(dulu saat ayah masih muda, pergilah dia berburu kehutan, bertemulah dia penunggu hutan, ayah sangat terkejut, sehingga dia lupa marga dan asal usulnya, itulah maka dia merantau kedesa kami ini)

L: Labo dalih agi, adi bage kai nge bere-bere sini babandu ?(tidak apa apa adik, jikalau begitu bere bere apa adik ini ?

P: Endam la sangap erjumpaken liah kaka, kerna bere-bere sikubaba pe labo kueteh. (inilah hidup tidak beruntung, bere-bereku pun aku tidak tau)

L: maka banci kel bage agi? (kenapa bisa begitu adik?)

P: Ula surut ukurndu

Dalam kehidupan tradisional masyarakat Karo di pedesaan dulu, pendekatan yang

dilakukan oleh seorang pemuda kepada seorang gadis sangatlah unik. Karena harus

melalui proses perkenalan sampai saling kenal secara mendalam biasanya makan

waktu relatif cukup lama. Bahkan bisa sampai beberapa tahun. Hal ini disebabkan

karena sikap dari kedua belah pihak menjaga martabat atau harga diri sehingga

berusaha saling mengenal secara detail satu sama lain. Selain menyangkut

sifat-sifat dan karakter masing-masing juga tentang keluarganya (sangkep nggeluh) bila

hubungan itu mulai intensi.

Medan (Katantaras)

P

engurus Permata GBKP Mahanaim akan menye

-lenggarakan Camp Ma

-hanaim Permata GBKP 2019 tanggal 15-16 Juni 2019 di Re

-treat Center GBKP, Suka Mak

-mur, Sibolangit. Kepada pese

-ta dikenakan biaya registrasi 150.000/orang termasuk tenda, makan, kegiatan outbond yang menarik.

Acara camp itu trdiri dari praise & worship, sharing kelompok, team building dan outbond, M= Karena acara itu akan diikuti seluruh Permata Mahanaim se GBKP, maka pe

-serta akan mendapat kesempatan untuk bertemu dan berkanalan dengan Mahanaim dari semua Runggun. Informasi mengnai kegiatan camp ini selain dapat menghubungi Pengurus Rung

-gun/Klasis smashing-masing, dapat juga melalui akun media sosial PERMATA GBKP, Tim Mahanaim dan Camp Maha

-naim (Instagram dan Facebook). Seperti diketahui, PERMA

-TA GBKP merupakan perseku

-tuan bagi ngawan GBKP yaitu pemuda dan Permata memili

-ki pelayanan berjenjang dari Sinode, Klasis, Runggun bahkan ke Sektor/Perpulungen. Untuk mengerjakan panggilan yang banyak ini, PERMATA GBKP dilengkapi dengan susunan pengurus dan tim/badan/komisi yang dibentuk pengurus tersebut untuk membantu jalannya pe

-layanan seperti, Tim Mahanaim, Komisi Teologia, Tim KTB, Tim Lingkungan Hidup, Komisi Tanggap Bencana, Badan Usa

-ha dan masih banyak lagi. Pada kesempatan ini, secara khusus untuk lebih mengenai Tim Mah

-anaim PERMATA GBKP. Mahanaim PERMATA GBKP awalnya adalah sebuah gerakan pelayanan yang dipra

-karsai oleh beberapa PERMATA GBKP di sekitaran Bandung yang dari segi usia dan pekerjaan diang

-gap mapan dan berpikir mandiri. Mereka menyadari bahwa berkat yang mereka terima dari Allah tidak boleh berhenti pada mereka saja. Mereka sadar bah

-wa Program PERMATA GBKP sudah diatur dengan baik begitu pula dengan anggarannya. Oleh karena itu, kelompok ini tumbuh menjadi mandiri dari segi finan

-sial dan tidak terpisahkan dari PERMATA GBKP. Semangat ini dibawa dan diteruskan oleh tiap anggota ke tempat mere

-ka masing-masing. Di Medan sendiri, Mahanaim dibentuk oleh prakarsa dari Nomi br Sinulingga, MT,M.Th., Yanti br Sembiring, Sabrina br Bangun, Sri Menda br Ginting dan be

-berapa PERMATA GBKP lain

-nya yang merindukan ada-nya persekutuan dan pelayanan bagi PERMATA GBKP yang sudah masuk dalam tahapan pola pikir dan tingkat kedewasaan yang lebih matang dibandingkan PERMATA GBKP pada umum

-nya. Barulah pada Musyawarah Pelayanan PERMATA GBKP tahun 2010, kelompok ini men

-jadi sebuah tim yang berkoor

-dinasi langsung dengan Pen

-gurus Pusat PERMATA GBKP di bawah Bidang Pembinaan. Orang-orang yang mengurus

kelompok ini disebut Tim Mah

-anaim PERMATA GBKP. Sedikit berbalik, kenapa diberi nama Mahanaim? Nama Mahanaim diambil dari Kitab Kejadian 32 : 2 yang mana dit

-uliskan bahwa Yakub bertemu dengan Malaikat-Malaikat Al

-lah yang disebutnya sebagai bala tentara Allah dan menamai tempat pertemuannya itu dengan Mahanaim. Pelayanan ini diberi nama Mahanaim dengan hara

-pan menjadi tempat pertemuan PERMATA GBKP yang memi

-liki sikap militan layaknya seo

-rang tentara dan mandiri dalam pelayanannya, berani mengha

-dapi tantangan dalam pelayanan, berpikiran kreatif dan positif, dan dapat memberi kontribusi yang baik untuk GBKP khusus

-nya PERMATA GBKP.

Tim Mahanaim PERMATA GBKP sendiri mempunyai ke

-giatan rutin, yaitu PA Mahanaim yang dilaksanakan setiap bulan di minggu ketiga dan antusias dari teman-teman PERMATA selalu positif. Kegiatan ini sela

-lu meriah dan yang hadir akan mendapatkan siraman rohani dari pembicara-pembicara yang sesuai dengan kebutuhan dari Mahanaim itu sendiri. Selain itu, tim Mahanaim juga melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan lainnya seperti ; mengadakan KKR dan KKI, Bakti Sosial, membagikan buku-buku, men

-jalankan program adik asuh hingga memberikan Beasiswa, demikian penjelasan dari Tim Mahanaim PERMATA GBKP.

CAMP PERMATA MAHANAIM SE

GBKP DI SUKA MAKMUR

Gambar

Foto Sadrah Peranginangin

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Para Penggugat berkenaan dengan penetapan harta bersama dan pembagian terhadap harta bersama telah dikabulkan, selanjutnya

er berarti ”orang yang”; dalam hal ini mengajar). Dengan adanya ketentuan yang mengatur morfem, rangkaian bunyi-bunyian tertentu terjadi pada urutan tertentu.

Jadi, sistem informasi merupakan kombinasi dari orang (people), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), prosedur (procedures) dan sumber data yang

Pasca Sarjana Teknik Informatika PDHUPL- PAAL 1/ 23 Dokumen ini dan informasi yang dimilikinya adalah milik Program StudiTeknik Informatika-UAJY dan bersifat rahasia.

Salah satu upaya dalam meningkatkan performa dan sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan,adalah dengan penambahan tepung bata

Rekoleksi Hari Bumi: Menjawab Panggilan Allah, Wujudkan Bumi yang Adil dan Beradab Panggilan merawat bumi dan keutuhan ciptaan, tidak pertama-tama dimulai dengan aksi menanam pohon

Sistem NAS ini dibangun menggunakan Raspberry Pi yang memanfaatkan aplikasi Samba yang dikonfigurasi sesuai dengan kebutuhan jaringan, sehingga file berupa materi

Berdasarkan studi literatur ini, kajian lanjutan yang dapat dilakukan, di antaranya: (1) melakukan studi terhadap perbandingan pertumbuhan dan perkembangan pasar modal Indonesia