96
Bab V
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan hasil pembahasan penelitian ini dapat dirumuskan satu kesimpulan umum bahwa kedudukan hukum internasional di depan pengadilan nasional seyogyanya tidak dijustifikasi oleh teori tradisional monisme-dualisme yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan praktik-praktik negara saat ini. Oleh karena tidak memadainya teori monisme-dualisme, teori internasionalisme menjadi alternatif yang lebih baik untuk memberi normativitas terhadap penggunaan hukum internasional oleh negara yang tidak memiliki otorisasi eksplisit pada konstitusinya. Selain itu, terkait dengan pembahasan yang lebih spesifik, penulis merumuskan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Teori monisme-dualisme sebagai teori klasik dalam menjustifikasi hubungan hukum internasional dan hukum nasional tidak cukup memadai dalam memberikan dasar normativitas penggunaan hukum internasional di wilayah nasional. Hal ini disebabkan karena faktor
pertama, teori tersebut bersifat ex-post yang hanya melihat pada praktik-praktik negara saja.
Kedua, teori tersebut kurang mengandung
97
sebagai argumen di pengadilan nasional. Ketiga,
teori monisme-dualisme tidak mampu menghadapi praktik overlapping terhadap teori itu sendiri di suatu negara. Kelemahan-kelemahan di atas menunjukkan ketidakmampuan teori monisme-dualisme dengan perkembangan praktik negara-negara saat ini.
2. Teori internasionalisme lebih memadai dalam memberikan dasar normativitas untuk penggunaan atau penerapan hukum internasional oleh pengadilan nasional ketimbang teori monisme-dualisme. Teori ini terdiri dari teori
transnational legal process dan teori international constitution yang memberi legitimasi penggunaan hukum internasional di forum pengadilan nasional dilihat dari perspektif internasional maupun nasional (konstitusional). Teori ini membantu negara menemukan dasar normativitas untuk pemanfaatan hukum internasional di tengah fenomena overlappingdan ketiadaan otorisasi konstitusional eksplisit yang kurang mampu diselesaikan oleh teori monisme-dualisme.
98
internasional sebagai dorongan penggerak kemerdekaan Indonesia, proses pembentukan UUD NRI Tahun 1945 yang tidak terlepas dari sumbangsih hukum internasional, dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan peran negara Indonesia dalam menjaga ketertiban dunia. Sejarah tersebut merupakan keinginan implisit UUD NRI Tahun 1945 untuk berlaku comply terhadap hukum internasional. Teori internasionalisme memberi legitimasi keinginan implisit tersebut dengan penafsiran konstitusi yang beyond the text itself.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penelitian ini memiliki saran bagi para hakim MK RI untuk memahami maksud implisit dari UUD NRI Tahun 1945, yang berdasarkan teori internasionalisme, menjadi legitimasi penggunaan hukum internasional dalam putusan MK RI. Hakim MK RI perlu memahami bahwa ”international law is law” yang dapat digunakan dalam forum domestik sebagai the intepretative tool terhadap ketentuan UUD NRI Tahun 1945 supaya pada akhirnya hukum nasional dapat berlaku selaras dengan hukum internasional dalam upaya harmonisasi jaminan hak asasi manusia di level nasional.
99