• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI EKOSISTEM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMP PADA MATERI EKOSISTEM."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

SMP PADA MATERI EKOSISTEM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh:

FITRI DAHLIA 0905864

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Pengaruh Pembelajaran

Discovery

Learning

terhadap Peningkatan Literasi

Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SMP pada

Materi Ekosistem

Oleh Fitri Dahlia

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Fitri Dahlia 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

FITRI DAHLIA

PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

SMP PADA MATERI EKOSISTEM

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I,

Dr. Hj. Sri Anggraeni, M.Si. NIP. 195801261987032001

Pembimbing II,

Dra. Yanti Hamdiyati, M.Si. NIP. 196611031991012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Biologi

(4)
(5)

THE EFFECT OF DISCOVERY LEARNING TOWARD SCIENCE LITERACY AND SCIENTIFIC ATTITUDE OF JUNIOR HIGH SCHOOL IN ECOSYSTEM

CONCEPT

ABSTRACT

This study aims to identify differences science literacy and scientific attitude of junior high school through discovery learning in ecosystem concept. The study was done on grade VII at junior high school Kartika XIX-2 Bandung. The method used a quasy experiment. The instrument used a prestest and posttest for science literacy with PISA 2006 indicator and scientific attitude with a combined indicator of PISA 2006 and SAI II, as well as the observation sheet for feasibility syntax of discovery learning. Data processing includes scoring, tabulation, test prerequisites, test hypotheses, and interpretation of the results of scientific attitude questionnaire. The results were showed significant differences in average value of science literacy in experimental class before and after discovery learning applied compared to control class before and after applied of conventional learning. Scientific attitude test results showed a significant difference between the control class and the experimental class. Experimental class increased 10% while the control class increased only 5%. Feasibility the syntax discovery learning was satisfactory from the stages of observation, manipulation, generalization, verification, and application. Hopefully, further research can pay attention to condition factor of students, execution time, and readiness of teachers about discovery learning.

(6)

PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH

SISWA SMP PADA MATERI EKOSISTEM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP melalui pembelajaran discovery learning pada konsep ekosistem. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung. Metode yang digunakan adalah metode quasy eksperimen. Instrumen yang digunakan berupa soal pretest dan posttest untuk kemampuan literasi sains dengan indikator PISA 2006 dan sikap ilmiah siswa dengan indikator gabungan dari PISA 2006 & SAI II, serta lembar observasi keterlaksanaan sintaks pembelajaran discovery learning. Pengolahan data meliputi pemberian skor, tabulasi, uji prasyarat, uji hipotesis, dan interpretasi hasil kuisioner sikap ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan nilai rata-rata kemampuan literasi sains pada kelas eksperimen sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran discovery learning dibandingkan dengan kelas kontrol sebelum dan setelah menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil uji sikap ilmiah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen mengalami peningkatan 10% sedangkan kelas kontrol hanya mengalami peningkatan 5%. Keterlaksanaan tahapan sintaks pembelajaran discovery learning cukup memuaskan dari tahapan observation, manipulation, generalization, verification, dan application. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memperhatikan faktor kondisi siswa, waktu pelaksanaan, dan kesiapan guru tentang pembelajaran discovery learning.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Asumsi ... 6

F. Hipotesis ... 6

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II DISCOVERY LEARNING, LITERASI SAINS DAN SIKAP ILMIAH A. Pembelajaran Inquiry ... 8

B. Discovery Learning ... 9

C. Literasi Sains ... 12

D. Sikap Ilmiah ... 15

E. Tinjauan Materi ... 18

BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional... 19

B. Metode Penelitian... 20

(8)

D. Populasi dan Sampel ... 20

E. Lokasi Penelitian ... 21

F. Teknik Pengumpulan Data ... 21

G. Instrumen Penelitian... 21

H. Teknik Pengolahan Data ... 27

I. Prosedur Penelitian... 30

J. Alur Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keterlaksanaan Tahapan Pembelajaran Discovery Learning ... 33

B. Kemampuan Literasi Sains Siswa ... 38

C. Sikap Ilmiah Siswa ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 61

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Aspek inkuiri yang dapat dikembangkan diadaptasi dari NRC (2000) 8 2.2 Aspek pemahaman tentang inkuiri ilmiah diadaptasi dari NRC (2000) 8

2.3 Hierarki pembelajaran inquiry... 9

2.4 Kompetensi ilmiah PISA 2006... 14

2.5 Indikator Sikap terhadap Sains pada PISA 2006... 16

2.6 Indikator PISA dan SAI II serta irisan diantara keduanya... 17

2.7 Karakteristik materi ekosistem... 18

3.1 Desain penelitian... 20

3.2 Kisi-kisi butir soal literasi sains... 22

3.3 Interpretasi nilai koefisien korelasi... 23

3.4 Interpretasi koefisien realibilitas... 23

3.5 Klasifikasi daya pembeda... 24

3.6 Klasifikasi indeks kesukaran... 24

3.7 Rekapitulasi hasil analisis butir soal kemampuan literasi sains... 25

3.8 Kriteria keterlaksanaan sintaks... 26

3.9 Kisi-kisi kuesioner sikap ilmiah... 26

3.10 Rekapitulasi hasil analisis butir soal kemampuan sikap ilmiah... 27

3.11 Kriteria Indeks gain... 29

3.12 Cara pemberian skor kuesioner sikap ilmiah... 29

3.13 Kategori persentase sikap ilmiah siswa... 30

4.1 Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran discovery learning... 33

4.2 Rekapitulasi uji statistik hasil pretest kemampuan literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol... 39

4.3 Rekapitulasi uji statistik hasil posttest kemampuan literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol... 41

4.4 Rata-rata indeks gain literasi sains kelas eksperimen dan kelas kontrol... 43

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Bagan alur penelitian... 32 4.1 Diagram kedudukan siswa dalam kelompok tingkatannya

berdasarkan hasil pretest... 40 4.2 Grafik perbandingan rata-rata pretest dan posttest kemampuan

literasi sains siswa... 42 4.3 Diagram kedudukan siswa dalam kelompok tingkatannya

berdasarkan hasil posttest... 44 4.4 Grafik data capaian tiap indikator literasi sains siswa... 46 4.5 Grafik rekapitulasi persentase (%) hasil pretest dan posttest sikap

ilmiah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol... 50 4.6 Grafik capaian sikap ilmiah siswa setiap indikator umum pada

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN Halaman

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Discovery Learning... 61

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional... 67

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) Discovery Learning... 72

B. INSTRUMEN PENELITIAN 1. Instrumen Soal Kemampuan Literasi Sains... 75

2. Instrumen Soal Kemampuan Sikap Ilmiah... 83

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Discovery Learning... 94

4.Rubrik Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Discovery Learning... 95

C. ANALISIS STATISTIK 1. Analisis Tabulasi Hasil Uji Coba Kemampuan Literasi Sains... 96

2. Analisis Tabulasi Hasil Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas Eksperimen... 97

3. Analisis Tabulasi Hasil Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas Kontrol... 99

4. Analisis Tabulasi Hasil Uji Coba Sikap Ilmiah... 101

5. Analisis Tabulasi Hasil Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen... 102

6. Analisis Tabulasi Hasil Sikap Ilmiah Siswa Kelas Kontrol... 104

7. Pengolahan Sikap Ilmiah Secara Keseluruhan... 106

8. Pengolahan Setiap Indikator Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen ... 107

9. Pengolahan Setiap Indikator Sikap Ilmiah Kelas Kontrol... 109

10. Uji Statistik Literasi Sains & Sikap Ilmiah (SPSS Versi 16.00)... 111

11. Frekuensi Data Literasi Sains secara Keseluruhan... 113

12. Frekuensi Data Sikap Ilmiah secara Keseluruhan... 114

D. DOKUMENTASI PENELITIAN Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran... 115

E. ADMINISTRASI PENELITIAN 1. Izin Penggunaan Instrumen Sikap Ilmiah... 119

2. Surat izin penelitian... 120

(12)
(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah memberikan suasana baru dalam dunia pendidikan terutama untuk mata pelajaran IPA, yang memungkinkan baik guru maupun siswa dapat memberdayakan potensi dan kemampuan yang ada. Tujuan KTSP ini sejalan dengan tujuan pendidikan IPA saat ini, yaitu untuk mencapai manusia yang melek sains (scientific literacy).

IPA pada hakikatnya yaitu (1) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) aplikasi: penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari; (4) sikap: rasa ingin tahu tentang objek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar (Depdiknas, 2007). Oleh karena itu seseorang yang literat IPA menurut Hayat dan Yusuf (2006) harus memiliki pengetahuan dan pemahaman konsep fundamental IPA, keterampilan melakukan proses penyelidikan IPA, serta menerapkan pengetahuan, pemahaman serta keterampilan tersebut dalam berbagai konteks secara luas.

(14)

2

pengetahuan. Hal ini pun selaras dengan tujuan pendidikan sains yaitu meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan siswa untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai kompetensi.

Pentingnya literasi sains ini telah dilakukan beberapa penelitian. Dalam studi literasi internasional PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation & Development) selama tiga periode, yaitu pada 2000, 2003, dan 2006. Pada tahun

2000, penelitian PISA difokuskan pada kemampuan membaca; sementara dua aspek lainnya menjadi pendamping. Pada 2003, aspek matematika menjadi fokus utama yang kemudian diteruskan aspek sains pada tahun 2006. Hasilnya menunjukkan kemampuan literasi sains siswa indonesia yang dilakukan sejak 2000 pun tidak menunjukkan hasil yang gemilang karena skor rata-rata siswa masih jauh di bawah rata-rata internasional yang mencapai skor 500. Dalam hal ini, nilai rata-rata sains yang diperoleh siswa Indonesia 371 pada tahun 2000, 382 pada tahun 2003, dan 393 pada tahun 2006. Firman (2007) menegaskan pula dalam hasil penelitiannya bahwa tingkat capaian literasi sains siswa Indonesia yang diukur dengan tes PISA Nasional 2006 masih rendah, belum berubah dari kondisi pada saat PISA Internasional sebelumnya. Demikian pula dengan hasil penilaian PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) pada tahun 2006 yang dirancang untuk mengetahui kemampuan siswa Sekolah Dasar dalam memahami bermacam ragam bacaan, siswa Indonesia hanya dapat mencapai rata-rata 405. Hasil ini tentu saja memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan rata-rata internasional yang mencapai skor 500. Hasil capaian tersebut dapat diketahui bahwa literasi bahasa, matematika, dan IPA siswa Indonesia masih sangat rendah, siswa Indonesia baru sampai pada kemampuan mengenali sejumlah fakta dasar, tetapi mereka belum mampu untuk mengomunikasikan dan mengkaitkan kemampuan itu dengan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak (Hayat dan Yusuf, 2006).

(15)

3

sekolah, sumber daya manusia sekolah, dan tipe organisasi serta manajemen sekolah, sangat signifikan pengaruhnya terhadap prestasi literasi siswa. Firman (2007) juga mengungkapkan rendahnya literasi sains siswa Indonesia dalam PISA bertalian erat dengan adanya kesenjangan yang besar antara kurikulum dan pembelajaran IPA yang diterapkan di sekolah dan tuntutan PISA.

Berdasarkan hal tersebut ternyata terdapat kaitan antara kemampuan literasi sains dengan proses pembelajaran yang diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pembelajaran yang dapat mengatasi hal tersebut. Salah satunya adalah pembelajaran yang sesuai dengan hakikat IPA dan tuntutan KTSP yaitu proses pembelajaran IPA secara inquiry ilmiah (scientific inquiry) dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya merupakan aspek penting dalam kecakapan hidup (Depdiknas, 2007). Hal ini juga di dukung oleh penelitian Brickman, et al (2006) yang mengukur literasi sains dengan menerapkan model pembelajaran inquiry berbasis laboratorium diperoleh peningkatan sains dengan nilai (g) sebesar 0,4. Dijelaskan juga oleh Rustaman (2005) bahwa metode praktikum paling tepat apabila digunakan dan dilaksanakan untuk merealisasikan pembelajaran inquiry dan pendekatan penemuan (discovery). Tepatnya guru harus lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya dengan berbuat dan mengemukakan pendapatnya. Hendry (1996) dalam Toharudin, et al., (2011) juga mengungkapkan pendekatan pembelajaran yang paling tepat adalah problem solving, inquiry, dan discovery karena konsep literasi sains terdiri dari dimensi

proses inquiry, yaitu dimensi yang menunjukkan pemahaman dan kompetensi untuk memahami dan mengikuti argumen tentang sains dan hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan teknologi media.

Wenning (2005), mengklasifikasikan level inquiry berdasarkan sejauh mana fokus kontrol antara guru dengan siswa dan kompleksitas pengalaman intelektual yang didapat siswa dalam pembelajaran. Level yang paling rendah sekaligus yang paling fundamental adalah level discovery learning, diikuti oleh interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry Lab (guided inquiry. bounded inquiry dan

(16)

4

setiap kali siswa melewati level inquiry yang baru maka siswa juga telah menguasai science process skill yang lebih kompleks.

Salah satu level inquiry yang paling mendasar adalah Discovery learning. Wenning (2005) mengungkapkan bahwa Discovery learning tidaklah berfokus pada menemukan aplikasi untuk pengetahuan tetapi berfokus pada membangun pengetahuan dari sebuah pengalaman. Humaira (2012) mengaplikasikan guided inquiry pada siswa SMA hasilnya ternyata kemampuan scientific inquiry siswa

melalui discovery learning memiliki rata-rata pencapaian yang lebih tinggi dibandingkan dengan guided inquiry yang tanpa melalui discovery learning.

Mengingat hakikat sains selain sebagai proses, produk, dan aplikasi. Sains juga pada hakikatnya sebagai sikap. Sikap ilmiah menentukan pandangan siswa terhadap sains, motivasi karir di bidang sains dan penggunaan metode ilmiah dalam kehidupan sehari-hari (OECD, 2007). Menurut Ekohariadi (2009) literasi sains siswa juga berkorelasi positif dengan sikap siswa terhadap sains. Moore & Sutman (1970) dalam Moore & Foy (1997) telah menyusun rangkaian tes yang dinamakan Scientific Attitude Inventory (SAI) untuk mengukur sikap ilmiah siswa. Sampai saat ini SAI masih terus direvisi, terakhir adalah SAI II yang disusun oleh Moore & Foy (1997). Selain mengevaluasi literasi sains PISA juga ikut mengevaluasi sikap, yakni sikap siswa terhadap sains. Hoff (2003) mendefinisikan sikap terhadap sains beririsan dengan sikap ilmiah, karena itu terdapat persamaan antara muatan indikator sikap terhadap sains PISA dan sikap ilmiah pada SAI.

(17)

5

terhadap materi tersebut. Zarkasi (2009) menyatakan bahwa penerapan metode discovery-inquiry berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi ekosistem

kelas VII SMPN I Purwojati Kabupaten Banyumas tahun pelajaran 2008/2009. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pembelajaran Discovery Learning terhadap Peningkatan Kemampuan Literasi Sains dan Sikap Ilmiah Siswa SMP pada Materi Ekosistem”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP melalui pembelajaran discovery learning pada materi ekosistem?”. Untuk mempermudah penelitian ini, permasalahan di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagimanakah keterlaksanaan tahapan model pembelajaran Discovery Learning kelas eksperimen pada materi ekosistem?

2) Bagaimanakah peningkatan kemampuan literasi sains siswa sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran Discovery Learning pada materi ekosistem? 3) Bagaimanakah perbedaan peningkatan literasi sains kelas kontrol dan

eksperimen melalui pembelajaran Discovey Learning pada materi ekosistem? 4) Bagaimanakah peningkatan kemampuan sikap ilmiah siswa sebelum dan

setelah diterapkan pembelajaran Discovery Learning pada materi ekosistem?

C. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan dalam berbagai hal dan untuk menghindari meluasnya masalah maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut:

1. Penelitian dilakukan di salah satu sekolah swasta yaitu SMP Kartika XIX-2 kelas VII semester 2 tahun ajaran 2012/2013.

(18)

6

3. Konsep Ekosistem yang digunakan lebih spesifik pada sub bab materi ekosistem seperti dalam standar kompetensi yaitu memahami saling ketergantungan antar komponen ekosistem kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam kompetensi dasar yaitu menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosisitem (BSNP, 2006).

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah siswa SMP melalui pembelajaran discovery learning pada materi ekosistem.

E. Asumsi

Berikut adalah asumsi-asumsi yang menjadi landasan penelitian ini:

1. American Association for the Advancement of Science (AAAAS) mengemukakan bahwa metode pembelajaran inquiry merupakan jalan untuk meningkatkan literasi sains karena siswa mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dan membahas ide-ide ilmiah (scientific ideas) (Brickman et al, 2009)

2. Penerapan pembelajaran inquiry secara sistematis menurut tingkatan inquiry yaitu pembelajaran discovery, demonstrasi interaktif, guided inquiry, dan hypothetical inquiry, dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan

membimbing literasi sains siswa (Wenning, 2010a).

3. Kemampuan scientific inquiry literacy siswa SMP meningkat melalui pembelajaran berbasis guided inquiry yang melewati tahap discovery learning sebelumnya (Humaira, 2012).

F. Hipotesis

Berdasarkan asumsi tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah,

(19)

7

2. (H1) : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains pada kelas dengan pembelajaran discovery learning dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional.

G. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa, sebagai sarana untuk mengeksplor kemampuan inquiry dalam memahami fenomena alam dan meningkatkan pemahaman mengenai hubungan keseimbangan antara komponen-komponen ekosistem di alam.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi dalam memilih metode dan model pembelajaran yang dapat menggali kemampuan inquiry siswa memahami fenomena alam sekitarnya dan penerapan suatu metode pembelajaran secara berproses.

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmiah dalam: a. Pengembangan asesmen yang mengukur literasi sains dan sikap ilmiah

siswa.

b. Memberikan referensi tambahan mengenai analisis capaian litersi sains siswa Indonesia

(20)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Discovery learning yang dimaksud adalah pembelajaran tentang menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem. Tahap observation, pembelajaran dimulai dengan guru memperlihatkan kepada siswa

sebuah ekosistem buatan (terarium) yang berisi cacing tanah dan habitatnya, sehingga siswa tertarik dengan fenomena yang ditunjukkan, kemudian siswa diminta untuk mendeskripsikan apa yang mereka lihat. Tahap manipulation, guru meminta siswa untuk melakukan pengamatan secara langsung terhadap komponen biotik dan abiotik pada ekosistem di sekitar sekolah yang berbeda setiap kelompoknya dan siswa diminta untuk berdiskusi dengan kelompoknya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara komponen yang ditemukan dalam pengamatan tersebut. Tahap generalization, siswa diminta untuk membuat kesimpulan sementara tentang ekosistem, komponen ekosistem, dan hubungan antara komponen ekosistem. Tahap verification, setiap kelompok disuruh mempresentasikan dan saling memverifikasi satu sama lain hasil pengamatan yang mereka lakukan dibeberapa tempat. Tahap application, siswa diminta untuk menyebutkan contoh lain hubungan antara komponen ekosistem dalam ekosistem sawah dan guru memberikan penguatan pada konsep yang akan dikembangkan.

2. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran materi ekosistem yang disampaikan dengan metode ceramah, dan diskusi.

3. Literasi sains yang dimaksud adalah hasil skor pada tes kemampuan literasi sains dengan indikator yang telah dirumuskan oleh PISA 2006. Tes yang digunakan dikembangkan oleh peneliti, di judgment oleh ahli dan telah divalidasi, dengan nilai reliabilitas 0,61 termasuk kriteria tinggi.

(21)

20

Richard Moore yakni SAI II (1997), dan telah divalidasi dengan nilai reliabilitas 0,60 termasuk kriteria tinggi.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasy eksperimental. Pemilihan metode penelitian ini karena sampel tidak diambil secara acak (random sampling) kemudian digunakan satu kelas eksperimen yang akan diberikan suatu kondisi perlakuan berupa pembelajaran dengan discovery learning dan membandingkan hasilnya dengan satu kelas kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan pembelajaran discovery learning melainkan pembelajaran yang konvensional, kelompok kontrol ini juga tidak sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi eksperimen (Sugiyono, 2012).

C. Desain Penelitian

Desain penelitian eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design dengan pola sebagai

berikut:

Tabel 3.1 Desain penelitian

(Sukardi., 2003) Keterangan :

Y1 :Tes awal yang diberikan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

X :Penerapan pembelajaran discovery learning

Y2 :Tes akhir yang diberikan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Kartika Siliwangi XIX-2 Bandung. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua kelas, satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai kelas

Kelompok Pretest Variabel Terikat Posttest

Eksperimen Y1 X Y2

(22)

21

eksperimen. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan yaitu purpossive sampling dengan dasar pemilihan karena dilihat kemampuan siswa dua kelas

tersebut relatif homogen.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Kartika Siliwangi XIX-2 Bandung semester genap tahun ajaran 2012-2013.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga instrumen, yaitu soal pretest dan posttest kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah yang diberikan

kepada siswa sebelum pembelajaran dilakukan (pretest) dan setelah diberikan pembelajaran (posttest). Untuk soal literasi sains digunakan pada pretest dan posttest ini adalah soal sama begitu pula pada pengujian sikap ilmiah soal yang

digunakan ketika pretest dan posttest adalah soal yang sama. Selama pembelajaran dilangsungkan, diadakan observasi dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian sintaks pembelajaran discovery learning di kelas eksperimen.

G. Instrumen Penelitian

(23)

22

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen soal kemampuan literasi sains

No. Indikator Khusus Jumlah Soal

1 Mengenali permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah 2

2 Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi

ilmiah 2

3 Mengenali fitur penyelidikan ilmiah 2

4 Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan 2

5 Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan prediksi

perubahan 2

6 Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang tepat 2

7 Menafsirkan bukti ilmiah dan membuat serta

mengkomunikasikan kesimpulan 2

8 Mengidentifikasi asumsi, bukti dan alasan dibalik kesimpulan 2

9 Merefleksikan implikasi sosial dan perkembangan sains dan

teknologi 2

Jumlah Butir Soal 18

Pengembangan instrumen kemampuan literasi sains dilakukan dengan tahap-tahap: a) Mengidentifikasi setiap indikator literasi sains, b) membuat instrumen sesuai dengan materi pokok tentang ekosistem pada K.D 7.1, b) Instrumen yang dibuat di-judgment oleh dosen ahli, c) Melakukan uji coba instrumen, d) Melakukan analisis butir soal, e) Melakukan seleksi soal yang memiliki karakter kurang baik, f) Melakukan revisi untuk soal-soal yang belum memenuhi syarat, kemudian untuk memastikan dilakukan kembali uji coba instrumen.

Analisis butir soal meliputi: a. Uji Validitas Soal

Validitas merupakan sebuah syarat untuk sebuah tes yang bisa dikatakan baik, adapun sebuah tes yang disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Proses uji validitas dibantu dengan menggunakan software Anates versi 4.0. Untuk melihat validitas dari tiap butir soal dilhat pada

(24)

23

Tabel. 3.3 Interpretasi nilai koefisien korelasi Rentang nilai interpretasi Hasil uji validitas menunjukkan nilai korelasi dengan kriteria rendah, sedang, dan tinggi. Butir soal dengan kriteria rendah tetap dipakai karena nilai korelasi yang didapatkan masih di atas batas signifikan. Untuk data hasil rekapitulasi pengolahan validitas soal selengkapnya disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.10. b. Uji Reabilitas Soal

Reabilitas juga merupakan syarat untuk sebuah tes yang berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2010). Proses uji reliabilitas ini dibantu dengan menggunakan software ANATES versi 4.1.0. Hasil pengolahan data reliabilitas dengan Anates langsung bisa terlihat pada bagian awal output dari Anates. Selanjutnya, diinterpretasikan menggunakan Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi koefisien reliabilitas Rentang Koefisien Reliabilitas Interpretasi

0,80 – 1,00 sangat tinggi

0,60 – 0,79 tinggi

0,20 – 0,59 rendah

0,00 – 0,19 sangat rendah

(Arikunto, 2010)

Hasil pengolahan uji reliabilitas dengan Anates menunjukkan nilai 0,61 untuk soal kemampuan literasi sains dan 0,60 untuk soal kemampuan sikap ilmiah termasuk pada kriteria tinggi.

c. Daya Pembeda

(25)

24

indeks daya pembeda, selanjutnya dinterpretasikan nilai indeks daya pembedanya dalam bentuk desimal dengan mengacu pada kriteria daya pembeda. Berikut disajikan tabel kriteria daya pembeda pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Klasifikasi daya pembeda

Rentang daya pembeda Interpretasi

0,00 – 0,20 jelek

0,21 – 0,40 cukup

0,41 – 0,70 baik

0,71 – 1,00 baik sekali

(Purwanto, 2008)

Hasil pengolahan data dari Anates menunjukkan bahwa daya pembeda soal termasuk pada kriteria baik dan cukup. Untuk data hasil rekapitulasi pengolahan daya pembeda soal selengkapnya disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.10.

d. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Proses uji tingkat kesukaran dibantu dengan menggunakan software ANATES versi 4.1.0. Hasil pengolahan dari Anates akan muncul indeks daya pembeda dalam bentuk persentase (%). Selanjutnya diinterpretasikan tingkat kesukarannya ke dalam bentuk desimal dan mengacu pada kriteria tingkat pada kesukaran pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Klasifikasi tingkat kesukaran

Rentang tingkat kesukaran soal Interpretasi

0,00 – 0,30 sukar

0,31 – 0,70 sedang

0,71 – 1,00 mudah

(Purwanto, 2008)

Hasil pengolahan data dari Anates menunjukan bahwa penyebaran porposional yaitu, mudah, sedang, dan sukar. Untuk hasil rekapitulasi data pengolahan tingkat kesukaran selengkapnya disajikan pada Tabel 3.7 dan Tabel 3.10. e. Kualitas Pengecoh

(26)

25

output Anates diinterpretasikan pada kriteria yang terdapat dalam tabel

program Anates. Rekapitulasi hasil analisis butir soal yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, kualitas pengecoh, serta kesimpulan hasil seleksi item soal pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Rekapitulasi hasil analisis butir soal kemampuan literasi sains

No

Item Kesim. Reliabilitas

D Int P Int A B C D Vi Int r11 Int

Keterangan : Int=Interpretasi; Daya Pembeda (CK=Cukup; BK=Baik); Tingkat Kesukaran (MD=Mudah; SD=Sedang; SK=Sukar); Kualitas Pengecoh (BR=Buru; KR=Kurang; BK=Baik; SB=Sangat Baik); Validitas Item (RD=Rendah; CK=Cukup; TI=Tinggi). Terima*=validitas butir soal termasuk kriteria rendah namun masih di atas nilai batas signifikasi koefesien korelasi, yaitu 0,349.

2. Lembar Kerja Siswa (LKS), digunakan untuk menuntun kegiatan praktikum siswa dengan tahapan discovery learning. LKS yang diberikan terdiri dari judul, tujuan, prinsip dasar, permasalahan, alat dan bahan, arahan penelitian dan diskusi. Pembuatan LKS ini berdasarkan hasil bimbingan dan judgment dosen pembimbing

(27)

26

Tabel 3.8 Kriteria keterlaksanaan sintaks Rentang Indeks Keterangan

4. Kuesioner sikap, yang digunakan adalah kuesioner dengan indikator terpadu yakni yang berasal dari PISA 2006 dan kuesioner yang telah disusun oleh Dr. Richard Moore yakni SAI II (1997). Izin penggunaan SAI II telah diberikan oleh Dr. Moore pada tanggal 14 Desember 2012 melalui e-mail (moorerw@muohio.edu) lihat lampiran E.1. Kuesioner disusun dalam bentuk skala Likert-5 (sangat setuju, setuju, netral/ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju). Adapun urutan tahapan pengembangan instrumen akan dilakukan sesuai dengan urutan pengembangan butir soal literasi sains sedangkan kisi-kisi dapat dilihat pada Tabel 3.9

Tabel 3.9 Kisi-kisi kuesioner sikap ilmiah

No. Indikator Sikap ilmiah No. Soal dan Orientasi Jawaban

Positif Negatif

1

Dukungan terhadap inquiry

Mengakui perbedaan perspektif dan argumentasi ilmiah

1 12

Mendukung penggunaan informasi faktual dan eksplanasi rasional

13 2

Menunjukkan pemahaman bahwa proses yang logis dan cermat diperlukan dalam mengambil kesimpulan

3 14

2

Dukungan terhadap sains

Menunjukkan pemahman bahwa teori dan prinsip sains adalah tentatif dan mendekati kebenaran serta tidak semua pertanyaan dapat diuji secara ilmiah (keterbatasan sains)

15 4

Meyakini saintis harus memiliki kejujuran intelektual, objektivitas dalam observasi. Observasi dan eksperiman adalah dasar dari penerapan sains

5 16

3

Keyakinan diri terhadap pembelajar sains

Keyakinan dalam menangani persoalan ilmiah secara efektif

17 6

Keyakinan dalam menangani kesulitan dalam menyelesaikan masalah

7 18

Keyakinan dalam menujukkan kemampuan ilmiah yang tinggi

(28)

27

No. Indikator Sikap ilmiah No. Soal dan Orientasi Jawaban

Positif Negatif

4

Ketertarikan terhadap sains

Mengindikasikan keingintahuan tentang sains, isu-isu sains dan mempraktikan sains

9 20

Menunjukkan keinginan untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan keahlian ilmiah, menggunakan beragam sumber dan metode ilmiah

21 10

Menunjukkan pemahaman bahwa sains memerlukan dukungan penuh dari masyarakat

11 22

Jumlah 11 11

Rekapitulasi hasil analisis butir soal sikap ilmiah yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, serta kesimpulan hasil seleksi item soal pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Rekapitulasi hasil analisis butir soal kemampuan sikap ilmiah

No

Item Kesim. Reliabilitas

D Int P Int Vi Int r11 Int

(29)

28

H. Teknik Pengolahan Data

1. Pengolahan data tes kemampuan literasi sains siswa yang mencakup pretest dan posttest menurut Sudjana (2005) adalah sebagai berikut:

a) Uji Prasyarat

Uji prasyarat merupakan uji awal untuk menentukan apakah pengujian hipotesis dilakukan dengan uji parametrik atau nonparametrik. Uji prasyarat ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji prasyarat ini dilakukan dengan software SPSS versi 16.00.

1) Uji normalitas

Uji normalitas merupakan uji untuk menentukan apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai signifikan lebih

besar dari α = 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak begitupun dalam hal

sebaliknya. Apabila data hasil uji normalitas menunjukkan data terdistribusi normal, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji homogenitas. Namun, jika data yang diperoleh tidak berdistribusi dengan normal, maka pengolahan data selanjutnya langsung dilakukan uji non parametrik.

2) Uji homogenitas

Uji homogenitas yang dimaksudkan untuk mengetahui asumsi varians

yang homogen atau tidak. Jika nilai signifikan lebih besar dari α = 0,05,

maka H0 diterima dan H1 ditolak begitupun dalam hal sebaliknya. b) Uji hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan uji t (untuk n ≥ 30) dengan mengambil taraf

signifikan α = 0,05. Jika nilai signifikan lebih besar dari α = 0,05, maka H0 diterima H1 ditolak begitupun dalam hal sebaliknya. Jika H0 diterima, maka berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan jika H0 ditolak, maka berarti terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

(30)

29

Digunakan rumus indeks gain (Hake, 2002) berikut:

Untuk mengetahui kriteria peningkatan yang diperoleh maka hasil perhitungan indeks gain diinterpretasikan pada Tabel 3.11 berikut ini,

Tabel 3.11. Kriteria indeks gain

Rentang Kriteria

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 < g < 0,70 Sedang 0,1 < g < 0,30 Rendah

g ≤ 0,1 Sangat Rendah

3. Pengolahan Data Kuisioner Sikap Ilmiah

Analisis kuesioner sikap ilmiah menggunakan skala Likert-5. Berikut adalah skor yang akan diberikan pada tiap tipe jawaban, sesuai dengan orientasi jawaban yang diharapkan :

Tabel 3.12. Cara pemberian skor kuesioner sikap ilmiah

Jawaban Responden Kategori

Soal berorientasi jawaban positif : soal yang diharapkan agar responden menjawab dengan jawaban berorientasi positif

2) Soal berorientasi jawaban negatif: soal yang diharapkan agar responden menjawab dengan

jawaban berorientasi negatif)

Pengolahan skor skala likert ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(Purwanto, 2009)

Keterangan

NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa 100 = Bilangan tetap

(31)

30

Selanjutnya, hasil persentase data tersebut diinterpretasikan berdasarkan kategori kemampuan menurut Purwanto (2009) sebagai berikut:

Tabel 3.13. Kategori persentase sikap ilmiah siswa Persentase Predikat

86 – 100 % Sangat Baik 75 – 85 % Baik 60 – 74 % Cukup 55 – 59 % Kurang

≤ 54 % Kurang Sekali

I. Prosedur Penelitian 1. Tahapan persiapan

a. Studi literatur, mengumpulkan informasi mengenai pembelajaran inquiry, discovery learning, literasi sains, dan sikap ilmiah.

b. Studi pendahuluan, dilakukan ke sekolah tempat penelitian untuk mengetahui keberadaan dan kondisi laboratorium dan waktu pembelajaran di sekolah.

c. Penyusunan proposal penelitian, seminar proposal, dan revisi proposal penelitian.

d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS).

e. Penyusunan instrumen tes literasi sains, sikap ilmiah, dan lembar observasi.

f. Pertimbangan (judgment) instrumen kepada dosen pembimbing dan dosen ahli.

g. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan literasi sains dan sikap ilmiah kepada siswa kelas VII SMPN 12 Bandung

h. Analisis butir soal instrumen kemudian dilakukan revisi instrumen. i. Analisis butir soal hasil revisi.

j. Penentuan sampel penelitian.

(32)

31

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pelaksanaan pretest untuk kedua kelas eksperimen.

b. Pelaksanaan pembelajaran discovery learning pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

c. Pelaksanaan posttest untuk kedua kelas d. Pengumpulan data

3. Tahap Penarikan kesimpulan

a. Analisis dan Pengolahan data hasil penelitian b. Pembahasan data hasil penelitian

(33)

32

J. Alur penelitian

Studi Literatur Penyusunan instrumen

penelitian

Studi Pendahuluan

Seminar Proposal

Judgment instrumen

uji coba instrumen, RPP, LKS

revisi instrumen penelitian

pelaksanaan penelitian

pretest pada kelas

eksperimen

pretest pada kelas

kontrol

pelaksanaan discovery

learning materi ekosistem

pelaksanaan pembelajaran

konvensional materi ekosistem

pelaksanaan posttest

analisis data

kesimpulan

penyusunan laporan Perumusan Masalah

(34)

55

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Analisis dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setelah diuji rata-rata dua pihak terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata kemampuan literasi sains kelas eksperimen sebelum dan setelah diterapkan pembelajaran discovery learning dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Faktor penerapan discovery learning memberikan pengaruh pada hasil peningkatan literasi sains siswa

diantaranya, siswa dilatih untuk menemukan konsep langsung melalui pengalamannya sehingga beberapa indikator literasi dapat tercapai.

Terdapat perbedaan peningkatan nilai rata-rata kemampuan literasi sains pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, meskipun kriteria peningkatan masih dalam kategori yang sama rendah tetapi kelas eksperimen menunjukkan nilai indeks gain yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai indeks gain kelas kontrol.

Hasil uji sikap ilmiah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Nilai persentase kelas eksperimen mengalami peningkatan 10% (predikat cukup) setelah diterapkan pembelajaran discovery learning, dibandingkan dengan kelas kontrol nilai persentase sebelum dan sesudah

pembelajaran konvensional mengalami peningkatan hanya 5% (predikat kurang sekali). Faktor penerapan discovery learning dapat memberikan pengaruh dikarenakan siswa dibiasakan untuk melakukan penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitiannya sehingga peningkatan terjadi pada semua indikator umum sikap ilmiah.

Keterlaksanaan tahapan sintaks pembelajaran discovery learning cukup memuaskan. Pada tahapan observation terlaksana sangat baik, manipulation terlaksana sangat baik, tahapan generalization terlaksana cukup baik, tahapan verification terlaksana cukup baik, dan application terlaksana sangat baik.

(35)

56

memerlukan pemahaman mendalam siswa merasa kesulitan, kondisi internal siswa juga mempengaruhi hasil capaian, dan keterbatasan waktu yang mengakibatkan proes pembelajaran discovery learning tidak dapat terlaksana sepenuhnya dan secara sempurna.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan, terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan kepada beberapa pihak, yaitu:

1. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menyempurnakan beberapa hal diantaranya: a) peneliti diharapkan dapat mengukur juga efektivitas pembelajaran dan kemampuan kognitif siswa; b) sintaks pembelajaran discovery learning tidak tercapai secara sempurna, oleh karena itu

sebaiknya peneliti lebih siap dan menguasai setiap tahapan pembelajaran; c) peneliti sebaiknya melakukan pembiasaan terlebih dahulu karena pembelajaran discovery learning menuntut kemandirian, kepercayaan dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek; d) sebaiknya penelitian ini dikembangkan lebih lanjut untuk menganalisis kesulitan-kesulitan siswa dalam mengerjakan soal literasi sains; e) sikap ilmiah sebaiknya diukur dalam beberapa kali pertemuan; f) peneliti selanjutnya sebaiknya mengukur juga keterampilan proses sains dalam pembelajaran. 2. Kepada pihak sekolah dan pemerintah, diharapkan dapat: a) Menyiapkan

(36)

57

DAFTAR PUSTAKA

Amien. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan

menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”. Jakarta:

Depdikbud Dikti PPLPTK.

Andari, A. (2011). “Analisis Kemampuan Proses Sains dan Sikap Ilmiah Pada Pembelajaran Sains di Taman Kanak-kanak”. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/operator/upload/t_pd_0907674_ta-ble-of-contents.pdf. [10 November 2012].

Arikunto, S. (2003). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

________. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Balitbang. (2009). PISA (Programme for International Student Asessment). [Online]. Tersedia : http://litbangkemdiknas.net/detail.-php?id=215 [03 Desember 2012].

Brickman, P. et al., (2006). Effects of Inquiry-based Learning on Students’ Succsess Literacy Skill and Confidence. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, 3(2), 3-22.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Campbell, et al., (2008). Biologi Edisi ke 8 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Dahar, W.R. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2007). Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.

Ekohariadi. (2009). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi Sains

Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun”. Jurnal Pendidikan Dasar. 10,

37-40. [Online]. Tersedia: http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1010-92841.pdf [4 Desember 2012].

(37)

58

Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E. (1993). How to Design and Evaluate Reasearch in Education. 2nd edition. McGraw Hill Companies inc.

Hake, R. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High School, Physics and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/-hake/PER(2002hHake.pdf. [02 Juli 2013].

Hayat, B. dan Yusuf, S. (2006). Benchmark Internasional Mutu Pen-didikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hoff, A. G. (2003). A Test For Scientific Attitude. [Online]. Tersedia : http://www.ncsu.edu/sciencejunction/2007ems731/assessment/HoffSS M36_7.pdf [12 Oktober 2012].

Humaira, M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry melalui Discovery Learning terhadap Kemampuan Scientific Inquiry Literacy Siswa SMA pada Materi Pencemaran Lingkungan. Skripsi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Karim, A. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SD. [Online] Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/3-Asrul_Karim.pdf. [14 Juli 2013].

Khairina, I. (2012). Analisis Literasi Kuantitatif Desain Kegiatan Praktikum Materi Ekosistem Kelas X SMA Negeri di Kota Bandung. Skripsi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Moore, R. dan Rachel, F. (1997). “The Scientific Attitude Inventory: A

Revision (SAI II)”. Journal of Reseach in Science Teaching. 34, (4)

327-336.

Nasution. (2003). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.

(38)

59

OECD. (2006). PISA Take the Test: Sample Questions from OECD’s PISA Assessments. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.org/document/31-/0,3746,en_32252351_32236191_41942687_1_1_1_1,00.html [30 November 2012]

Purwanto, M.N. (2008). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya.

____________. (2009). Prinsip- prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rokhayati, N. (2010). Peningkatan Penguasaan Konsep Matematika melalui Model Pembelajaran Guided Discovery-Inquiry Pada Siswa Kelas VII SMAN 1 Sleman. [Online]. Tersedia:

http://eprints.uny.ac.id/2102/1/skripsi_Nuri_Rokhayati.pdf. [11 No-vember 2012]

Rokhayati, T. (skywalkeraddict@gmail.com). (2012, 12 Desember). Permission for SAI II. Email kepada Richard Moore (moorerw@muohio.edu).

Rupilu, N. (2012). Pengaruh Pembelajaran Guided Inquiry Terhadap Kemampuan Berpikir Formal dan Sikap Ilmiah Siswa.[Online]. Tersedia: http://pasca.uniksha.ac.id/e-journal/hndex.php/jurnal_ipa/ar-ticle/download/486/278 [10 Maret 2013].

Rustaman, N.Y.et al., (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang (UM Press).

Rustaman, N.Y. (2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. FPMIPA UPI. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_IPA/195012 311979032-RUSTAMAN_RUSTAMAN/PenPemInkuiri.pdf .[14 Juli 2013].

Sleman. (2006). Pendekatan Inkuiri. [Online] Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Saliman,%20Drs.%2 0M.Pd./PENDEKATAN%20INKUIRI.pdf. [14 Juli 2013].

Syamsuri, I. (2007). IPA Biologi untuk SMP Kelas VII. Jakarta : Erlangga.

(39)

60

________. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Penddikan. Bandung : Alfabeta.

Sukardi. (2003). Metode Penelitian Pendidikan Kompetesi dan Praktiknya. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Susanti, W. (2012). Analisis Profil Capaian Soal-soal Biologi Literasi Sains Kategori Sulit pada Tes PISA. Skripsi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Takdir, I. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Jogjakarta : DIVA Press.

Toharudin, U., Hendrawati, S. dan Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wenning, C. J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. [Online]. Tersedia : http://www.dl-su.edu.ph/offices/asist/documents/Levels_of_Inquiry.pdf. [12 Oktober 2012].

. (2010a). Levels of inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences to teach science. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/learning_sequences.pdf [12 Oktober 2012].

. (2010b). The Levels of Inquiry Model of Science Teaching. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/lear-ning_sequences.pdf [12 Oktober 2012].

Zarkasi. (2009). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Penerapan Metode Discovery Inquiry Pada Materi Ekosistem Di SMP Negeri 1 Purwojati Kabupaten Banyumas. [Online] Tersedia:

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 3.1 Desain penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen soal kemampuan literasi sains
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.23 : Statechart Diagram Hapus User Gambar 4.24 : Statechart Diagram Tambah Pasien Gambar 4.25 : Statechart Diagram Edit Pasien Gambar 4.26 : Statechart Diagram Hapus Pasien

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi keripik pare ke depan lebih menjanjikan dari pada keripik sayur lainnya, disamping pula ada

Berdasarkan hasil tersebut maka mayoritas tingkat pengetahuan primigravida Trimester II tentang asupan nutrisi anak pada golden age periode di Rumah Bersalin Medika

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar fisika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Tanete Rilau Kabupaten Barru terhadap konsep getaran

pengisi tanah dengan diinokulasi oleh Nitrosomonas sp……… 48 Gambar 18. Perubahan jumlah sel bakteri pengoksidasi NH 3

 Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan DPRD membahas

Pengaturan terkait dengan batas waktu penangkapan, dalam Pasal 19 ayat (1) KUHAP batas waktu penangkapan adalah satu hari, sedangkan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor

bandeng, kakap putih dan kerapu macan, juga telah berhasil dipijahkan dan diproduksi benihnya antara lain berbagai jenis kerapu kerapu lumpur (E. corallicola),