• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT KECELAKAAN Resiliensi Pada Penderita Tuna Daksa Akibat Kecelakaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT KECELAKAAN Resiliensi Pada Penderita Tuna Daksa Akibat Kecelakaan."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT

KECELAKAAN

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

CAHYADI WINANDA

F 100 110 110

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT

KECELAKAAN

Cahyadi Winanda

Fakultas Psikologi Unviversitas Muhammadiyah Surakarta

. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan

upaya resiliensi pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan pengambilan sampel

dilakukan secara purposive sampling. Jumlah informan dalam penelitian ini yaitu

4 informan, yang terdiri dari 4 laki-laki dengan karakteristik: informan yang cacat karena kecelakaan dan sudah dapat menerima kondisinya sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara serta dianilisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa yang mempengaruhi resiliensi pada penderita tuna daksa yaitu faktor dari dalam diri sendiri atau internal yaitu informan berusaha menjalani aktivitas seperti orang normal lainnya, dan dukungan dari faktor eksternal yaitu keluarga terutama dari ibu dan tunangan sangat mempengaruhi informan untuk melupakan peristiwa kecelakaan tersebut. Dan juga dukungan dari teman-teman dan lingkungan kerja yang mendatangi informan setelah peristiwa kecelakaan dan memberi kata-kata positif yang berpengaruh untuk membantu dan membuat informan bangkit dari kejadian kecelakaan tersebut. Dengan dukungan orang yang terdekat dapat memberikan dampak yang positif untuk merubah pola pikir korban tentang orang yang cacat itu tidak bisa berbuat apa- apa dan informan bisa menjadi orang yang berperilaku layaknya orang yang mempunyai tubuh normal lainnya, karena dengan dukungan orang-orang yang terdekat selalu memberi semangat, selalu mengatakan hal-hal yang positif, sehingga informan dapat melanjutkan hidup kembali dan bangkit dari keterpurukan pasca kecelakaan tersebut. Lingkungan yang positif dapat membantu informan untuk bangkit, lingkungan terdekat seperti orang tua, sahabat, dan pasangan yang mendorong informan menjadi termotivasi untuk bangkit dan memulai hidup baru lagi. Motivasi untuk bangkit dari kejadian traumatis tersebut, motivasi terbesar informan juga berasal dari orang yang bertubuh normal dan sebagaian orang yang memandang remeh atau sebelah mata. Informan ingin membuktikan kepada orang yang meremehkannya, informan mengatakan tubuh saya boleh saja tidak lengkap akan tetapi motivasi dan semangat saya sama dengan orang bertubuh lengkap bahkan bisa melebihi mereka. Informan masih bisa bekerja seperti biasa pasca kecelakaan tersebut walaupun dalam bekerja tidak maksimal karena mudah lelah akibat keterbatasan stamina yang tidak seperti dulu lagi.

(6)

2

ABSTRACT

RESILIENCE OF POST-ACCIDENT DISABLED PEOPLE Cahyadi Winanda

Faculty of Psychology, Muhammadiyah University of Surakarta

Purpose of the research is to understand dan describe resilient efforts of post-accident disabled people. Sample was taken by using purposive sampling. Informants of the research were 4 males with characteristics: an individual with disability because of accident and he or she can accept his or her existing condition. The research is qualitative research. Data was collected by using observation and interview. The data was analyzed descriptively. Research results show that the affecting resilience on tuna daksa sufferers namely a factor of in ourselves or internal namely informants trying to cope with the activity of like normal people other , and support from external factors namely the family especially from mother and fianc very affecting informants to forget the accident .And also support from friends and working environment which visited informants after the accident and give positive words of influential to help make informants and rise from the scene of the accident. With support of close related and important people can provide positive impact to change thinking pattern of the victims that disabled people can do nothing. The informants were able to behave as other normal people, because the close related persons always provided support and said positive things so that the informants were able to go on and to rise up from adversities after the accidents. Positive environment can help informant to stand up. The close environment such as parent, best friends and partners encouraged the informants to stand up and to live on new life. The informants had been inspired to stand up from traumatic incidents. Greatest motivation of the informants derived from normal people and also, there were some persons underestimating them. The informants wanted to prove to the persons with underestimation view that their body were incomplete but their motivation and spirit were like as normal persons or exceeding them. The informants can still work on their job as usual as pre-accident although their performances were not maximum, they felt fatigue easily because of reduced stamina.

(7)

3

A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan banyak sekali problematika yang dialami oleh individu,

salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

beberapa individu seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, hingga

kecelakaan saat berolahraga. Berbagai kecelakaan tersebut berdampak pada

kelangsungan hidup dari individu yang mengalami kecelakaan baik yang langsung

maupun tak langsung. Kecelakaan langsung merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan cacat atau kerusakan anggota tubuh yang berujung pada amputasi.

Sedangkan kecelakaan tidak langsung merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan salah satu aspek kehidupannya terganggu terutama pada aspek

ekonomi dan sosial. Individu yang mengalami peristiwa traumatis akan

mengalami reaksi yang berbeda-beda apakah dia menjadi terpuruk dengan kondisi

yang dialaminya atau individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan kondisi

yang dihadapinya dan bangkit dari keterpurukan atau menjadi kuat dalam

menghadapi peristiwa traumatis tersebut. Penyesuain yang mampu membuat

individu mampu kembali hidup normal atau menjadi lebih baik, dimana usaha ini

disebut dengan resiliensi.

Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit dari situasi yang sulit

pasca mengalami kecelakaan, keterpurukan, atau kemalangan. Menurut Chen &

George (2005) mendefinisikan resiliensi sebagai sebuah proses, kemampuan

seseorang, atau hasil dari adaptasi yang berhasil meskipun berhadapan dengan

situasi yang mengancam. Psikologi positif menempatkan konsep resiliensi sebagai

sebuah contoh dari hal yang baik dan positif dari seorang individu.

Salah satu bagian dari penyandang dissabilitas yaitu penyandang tuna

daksa. Penyebab individu mengalami tunadaksa karena penyakit dan kecelakaan

yang mengakibatkan luka serta ketidakmampuan fisik untuk melaksanakan

fungsinya secara normal karena hilangnya sebagian anggota tubuh (Kosasih,

2012). Penelitian Anggraeni (2008) menjelaskan kecacatan akibat kecelakaan

merupakan suatu hal yang sulit diterima bagi yang mengalaminya sehingga tidak

mengherankan jika penyandangnya memperlihatkan gejolak emosi dan cenderung

(8)

4

menerima keadaan dirinya sehingga dapat menjalankan kehidupannya dengan

baik.

Para penyandang tuna daksa atau difabel dipandang sebelah mata bagi

masyarakat luas, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor beberapa diantaranya

disebabkan oleh keterbatasan mereka untuk melakukan suatu aktivitas dan

keterbatasan mereka terhadap kemampuan fisik mereka. Oleh karena itu dengan

tujuan mensejajarkan keberadaan antar kaum difabel dan manusia pada umum

maka dibuatlah bangunan yang memberikan suatu pelayanan bagi para kaum

difabel. Untuk mengetahui jumlah perkembangan penyandang difabel dari tahun –

tahun, butuh suatu pembahasan mengenai jumlah penderita cacat. Pada tahun

2011tercatat jumlah penyandang cacat di D.I. Yogyakarta sebanyak 29.110, yang

terdiri dari 15.667 pria dan 13.443 wanita. Ini merupakan jumlah total dari

keseluruhan penyandang cacat karena untuk penyandang cacat ini pun juga

merupakan jumlah dari gabungan jenis cacat fisik maupun cacat mental. Namun

dari jumlah yang banyak ini tidak semua dapat ditampung karena muatan dari

pusat-pusat rehabilitas yang terbatas, bukan hanya itu jumlah yang tidak dapat ini

pun berkelanjutan di tahun ini. Belum ada suatu usaha pemecahan permasalahan

yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini, oleh karena itu diharapkan

adanya pusat-pusat rehabilitas yang baru bermunculan sehingga permasalahan ini

dapat terpecahkan.

Penyandang tuna daksa memerlukan kesadaran diri yang memunculkan

perasaan optimis bahwa penyandang tuna daksa memiliki hak yang sama seperti

individu normal sehingga kecacatan bukanlah hambatan untuk sukses terlebih

dukungan teknologi yang meminimalisir dampak kecacatan. Penelitian Febrianti

(2008) menyatakan individu dengan resiliensi tinggi akan mampu keluar dari

masalah dengan cepat, mengambil keputusan saat berada dalam situasi sulit,

mempertahankan perasaan positif, optimis, pemahaman akan kontrol diri, yakin,

pemecahan masalah secara aktif dan tidak terbebani dengan perasaan sebagai\

korban lingkungan atau keadaan sehingga dapat berhati-hati atau mengimbangi

(9)

5

Berdasarkan uraian diatas pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan

dapat diketahui bahwa para penderita tuan daksa atau difabel pasca kecelakaan

betapa menderita dan rentannya subjek mengalami stress dan depresi dan

pentingnya upaya menumbuhkan resiliensi kepada para penderita difabel pasca

kelakaan agar mampu bertahan dan bangkit kembali, maka penelitian ini berfokus

pada pemahaman pada penderita difabel pasca kecelakaan.

B. METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif,

bertujuan untuk mendreskripsikan, mencatat, menganalisis dan

menginterpretasikan fenomena yang diteliti. Subjek Penelitian: Subjek peneliti ini

berjumlah 4 orang yang dimana karakter subjek adalah atlet penyandang cacat

yang sudah mencapai tahap individu yang resilien yaitu orang yang mampu

bangkit dari kejadian traumatis yang dialami dan mampu beradaptasi dengan

lingkungannya .

Analisis data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data

deskriptif,yang bertujuan untuk memberikan dan mejelasakan secara deskripsi

mengenai subjek peneltian berdasrkan data dari variabel yang diperoleh dari

kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut, organisasi data, membaca

kesuluruhan data, koding, kategorisasi data, mendeskripsikan hasil kategori dan

pembahsan hasil penelitian.

C. HASILDANPEMBAHASAN

Hasil penelitian menyebutkan,cara mengatasi masalah pada penderita

tuna daksa pasca kecelakaan. Berdasarkan observasi dan wawancara yang

dilakukan inrforman mampu bangkit dan mengatasi masalah pasca kecelakaan

yang dialaminya, informan beserah diri kepada yang kuasa dan tetap bersyukur

kepada karena Tuhan tidak akan memberi ujian kepada umatnya apabila umatnya

tidak mampu. Hal ini sesuai dengan pendapat Connor dan Davidson (2003) yang

(10)

6

Tuhan atau nasib. Kepercayaan ini dapat menjadi sandaran bagi individu dalam

mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa. Orang dewasa,

dengan kematangan koginitifnya mampu memaknai peristiwa yang terjadi, tetap

menerima keadaan yang menimpanya selalu berdoa, berusaha sehingga

penderitaaan yang penyadang cacat rasakan menjadi tidak berat. Kemampuan

inilah yang membuat penyandang cacat lebih mampu berpikir bijak, memandang

ada hikma dibalik peristiwa kecelakaan yang terjadi serta menyadari perlunya

optimisme untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) dengan pengertian dewasa sendiri

yang berarti individu yang telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat.

Peristiwa kecelakaan tersebut memang menyisakan trauma yang mendalam,

meskipun para informan tersebut mendapatkan tekanan dan traumatis dalam hal

ini para penyandang cacat ini mampu bangkit dan beradaptasi secara positif

termasuk mampu mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Hal ini sesuai dengan

pendapat Snyder dan Lopes (2007) yang menyatakan bahwa resiliensi adalah

kemampuan seseorang beradaptasi secara positif dan mampu bangkit kembali dari

berbagai tekanan atau traumatis yang dialaminya pasca kecelakaan. Individu yang

bersifat resilien adal individu yang tabah, bisa bangkit kembali dari keterpurukan

dan kondisi buruk yang menimpanya, individu tersebut juga dapat merubah

kondisi negatif menjadi kekuatan yang positif untuk mengatasi kesulitan yang

dihadapinya.

Dalam resiliensi pada penderita tuna daksa pasca kecelakaan dukungan

dari lingkungan sekitar sangat berpengaruh. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa dukungan keluarga, tetangga

sekitar rumah, dan teman-teman dekat sangat berpengaruh besar untuk bangkit

dari kejadian kecelakaan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Holaday (2001)

yang menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah social

support yaitu berupa community support, personal support, family support serat

budaya dan komunitas dimana individu tinggal. Hal ini serupa juga diungkapkan

Everall (2006) faktor keluarga meliputi dukungan yang bersumber dari anggota

(11)

7

melayani. Selain dukungan dari orang tua, struktur keluarga juga berperan penting

bagi individu.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dapat diketahui

bahwa informan berusaha menjadi orang yang bertubuh normal lainnya dan dapat

melakukan aktivitas seperti biasanya,informan juga mengatakan kalau orang lain

bisa saya juga pasti bisa. Hal ini sesuai dengan pendapat Reivich (2002)

menyatakan bahwa individu yang resilien adalh individu yang optimis, optimisme

adalah ketika melihat bahwa masa depan yang cemerlang. Optimisme yang

dimiliki oleh seorang individu menandakan individu tersebut percaya bahwa

dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi

dimasa depan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Everall (2006) menjelaskan

bahwa faktor yang mempengaruhi resiliensi salah satunya adalah faktor

individual, faktor individual yang meliputi keammpuan kognitif individu, konsep

diri, harga diri, dan kompetensi yang dimiliki individu. Keterampilan kognitif

berpengaruh penting pada resileinsi pada individu. Resiliensi sangat terkait erat

dengan kemampuan untuk memahami dan menyampaikan sesuatu lewat bahasa

yang tepat, kemampuan membaca, dan komunikasi verbal. Resiliensi juga

dihubungkan dengan keamampuan untuk melapaskan pikiran dari trauma dengan

menggunakan fantasi dan harapan-harapan yang ditumbuhkan pada diri individu

yang bersangkutan.

D. PENUTUP

Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bangkit dari peristiwa

atau kejadian traumatis, dalam resiliensi faktor dari dalam diri sendiri dan

dukungan dari lingkungan sekitar sangat berpengaruh untuk membantu dan

membuat informan bangkit dari kejadian traumatis tersebut. Lingkungan yang

positif dapat membantu informan untuk bangkit dan menjalani hidup normal

seperti dulu lagi, dan menjadi lebih baik lagi setelah peristiwa kecelakaan tersebut.

Faktor-faktor yang mendukung resiliensi pada informan adalah faktor dari

dalam individu itu sendiri, yaitu informan berusaha menjadi orang bertubuh normal

(12)

8

faktor lingkungan kerja dan pertemanan yang selalu memberikan kata-kata dan

masukan yang positif agar dapat bangkit dari peristiwa traumatis tersebut. Dan

juga mendapatkan motivasi dari lingkungan terdekat seperti orang orang tua,

sahabat, dan pasangan yang mendorong informan menjadi lebih termotivasi untuk

(13)

9

DAFTARPUSTAKA

Anggraeni. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan (Intelektual, Emosi, Spiritual) Dengan Penerimaan Diri Pada Dewasa Muda Penyandang Cacat Tubuh Di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Tuna Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

Surakarta: Jurnal Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret. Vol. 4 no. 7 hal. 20-50.

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Chen, J. & George, R. A. (2005). Cultivating Resilience in Children From

Divorced Families. 13: 452. : The Family Journal. Vol. 3 no.5 hal. 13-20

Connor, K. M. & Davidson, R. T. (2003). Development of A New Resilience. San

Fransisco: Pearson

Creswell, J. W. (2010). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif

danmixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Damayanti R.S., (2003). Childhood obesity : evaluation and management. Dalam Soebagijo A., Sri M., Askandar T., Hendromartono., Ari S., Agung P., eds.

Naskah Lengkap National Obesity Simposium II 2003. Surabaya: ISSN h.

123-37.

Everall, R. D., Altrows, K. J., & Paulson, B. L. (2006). Creating a future: A study

of resilience in suicidal female adolescents. Journal of Counseling and

Development, 84 (4),461470.doi:10.1002/j.1556-6678.2006.tb00430.x

Greef, A. (2005). Resilience : Personal Skill for Effective Learning. Crown House

Publishing, UK.

Grotberg. (2000). Resilience for today : Gaining strength from adversity. (Rev.

Ed). United States of America : Greenwood Publishing Group, Inc.

Herdiansyah, H.(2013), Wawancara Observasi dan Fokus Groups Sebagai

Instrumen Penggalian Data Kualitatif, Jakarta : Rajawali Press.

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Psikologi.

Jakarta: Salemba Humanika.

Holaday. (2001). Resilience and Severe Burns. Journal Of Conseling &

Development. Vol. 3 no. 6 hal. 12-24

Hurlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. Terjemahan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga

Jackson. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama, Cetakan

(14)

10

Koentjoro. (2000). Analisis Regresi , Teori, Kasus dan Solusi . BPFE UGM ,

Yogyakarta

Lester. (2006). Optimism and Pessimisim in Kuwaiti and American College

Students. International Journal Of Social Psychiatry. Vol 1. no 7 hal

43-56

Lightsey. (2006). Resilience, Meaning and Well-being. Journal of Counseling

Psychologist Association. Vol.10 no. 2 hal. 55-76

Martini. (2008). Definisi Kompetensi Sosial. Yogjakarta: Graha Ilmu

Martini.(2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogjakarta: Rohima Press.

Moloeng, L. J., (2002). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rasdakarya

Putrantie. (2008). Definisi Resiliensi. Jakarta: Rajawali Press

Reivich.(2002). The Resilience Factor ; 7 Essential Skill For Overcoming Life’s

Inevitable Obstacle. New York, Broadway Books

Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The recilience factor. New York: Broadway

Books

Siebert, A (2005). The Resiliency Advantage: Master Change, Thrive

UnderPressure, and Bounce Back from Setbacks. California:

Berret-KoehlerPublisher, Inc

Snyder C. R. (2007). Positive psychology the scientific and practical explorations

of human strengths. Kansas: Sage Publication.

Snyder, C. R., & lopez (2007). Positive Psycyhology in Scientic and Practical

Exploration of Human Strength. London: Sage Publication

Sukandar. (2006). Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi

Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Sumantri. (2005). Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta:

Dinas Pendidikan

Wrastari, T. A. (2003). Pengaruh Pemberian Neuro Linguistic Programming

(NLP) terhadap Peningkatan Penerimaan Diri. Insan. Vol. 5 no. 1 hal. 17

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal siswa berpengaruh sebesar 55,25% dan faktor eksternal siswa berpengaruh sebesar 44,75%. Lebih diperdalam lagi

Lie A.(1994) menyatakan bahwa , jigsaw merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Sejumlah riset telah banyak dilakukan berkaitan dengan metode

Penilaian kinerja (performace appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Dalam penilaian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode destruksi terbaik untuk analisis kadar timbal Pb pada ikan mujair Oreochromis mossambicus di Sungai Lesti dengan membandingkan

V   dinamakan  ruang vektor  jika terpenuhi aksioma : 1.  V   tertutup terhadap operasi penjumlahan.

Kepribadian remaja yang memiliki kecenderungan besar menjadi anggota geng motor adalah remaja yang memiliki kontrol diri yang lemah dan tidak bisa mengembangkan

Jaringan transportasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman meliputi jaringan jalan, yang

IPR Izin Pertambangan Rakyat (People’s Mining Permit) ISEAS Institute of Southeast Asian Studies (Singapore) IUCN International Union for Conservation of Nature IUP Izin