• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendominasi yakni hampir mencapai 50% dari total PDRB Kota Batu 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendominasi yakni hampir mencapai 50% dari total PDRB Kota Batu 1."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Batu merupakan salah satu daerah di Malang Raya yang memiliki pembangunan dan pertumbuhan ekonomi terbilang cukup pesat terutama pada sektor pariwisata. Perkembangan sektor pariwisata di Kota Batu dibuktikan pada nilai PDRB, dimana sektor yang memiliki nilai kontribusi paling tinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan rumah makan dimana sektor tersebut berkaitan erat dengan industri pariwisata. Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mendominasi yakni hampir mencapai 50% dari total PDRB Kota Batu1.

Daerah unggulan yang tengah mengalami perkembangan serta menjadi ide utama sebagai arah mengembangan di kota Batu maka di katakan sebagai pariwisata.

Ketika dilihat dari pemandangan kota Batu yang semakin berkembang maka di juluki

“KWB” (Kota Wisata Batu). Pariwisata di Kota Batu telah berdampak besar dalam kontribusi pembangunan dan juga menciptakan perekonomian baru. Kota Batu memang tidak pernah kekurangan dalam pengembangan sekor pariwisata, terbukti banyaknya destinasi wisata yang terdapat di Kota Batu dari model wisata (mass torism) wisata buatan dan wisata khusus atau desa wisata. Jenis destinasi wisata

setiap tahunnya mengalami penambahan. Jenis wisata buatan meliputi Jatim Park 1, Jatim Park 2, Jatim Park 3, Alun-Alun Kota Batu, Batu Night Spectacular, Museum

1 Badan Perencanaan dan Litbang. 2017. Laporan Akhir Penyusunan Analisa Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu.

(2)

2

Angkut, Kusuma Agrowisata, Eco Green Park, Predator Fun Park dan Museum D’Topeng Kingdom . Sedangkan jenis wisata alam meliputi Taman Selecta, Air Terjun Coban Rondo, Paralayang Gunung Banyak, Goa Pinus, Taman Kelinci, Taman Baluga.

Pertumbuhan sektor pariwisata di Kota Batu tanpa disadari telah banyak menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan juga lingkungan, salah satunya masalah kompleks perkotaan seperti kemacetan, sampah, alih fungsi lahan, ketahanan pangan dan masalah kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pengembangan pariwisata Kota Batu2. Jika melihat pengembangan sektor pariwisata di Kota Batu didominasi besar oleh pengembangan wisata korporasi oleh pemodal yakni wisata buatan (mass tourism)3. Wisata buatan merupakan sebuah wisata yang dihadirkan tanpa melihat kearifan lokal yang dijadikan nilai jual sebuah wisata.

Wisata buatan di Kota Batu memang memilkik jumlah yang cukup banyak dan terus berkembang, jika kondisi ini dianggap sebagai persoalan biasa maka dampak akan pengembangan wisata akan terjadi di Kota Batu mengingat keperluan akan jumlah lahan yang cukup besar dalam menghadirkan wisata buatan. Pemerintah Kota Batu harus selektif dalam melihat persoalan tersebut dan mampu memberikan opsi guna mengatasi masalah tersebut.

Pemerintah Kota Batu harus memiliki alternative lain dalam pengembangan pariwisata agar masalah tersebut tidak semakin parah, opsi yang diperlukan bukan

2 I Ketut Suratha Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan. Media Komunikasi Geografi Vol. 15 Nomor 2 Desember 2014

3 Imron Hanas, Nurhadi Sasmita. The Effort In Tourism Developing To Build The City: Batu city, 2001-2012. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2014

(3)

3

berarti menggantikan arah pembangunan dari pariwisata kesektor lain, akan tetapi perlunya strategi pengembangan pariwisata yang lebih ramah lingkungan sustainable development dan juga untuk mengurangi jumlah pertumbuhan wisata buatan yang

semakin lama memberikan dampak yang makin parah serta mengantisipasi kejenuhan para wisatawan dalam menghadirkan objek baru dalam pembaharuan destinasi wisata.

Melihat strategi kebijakan pengembangan pariwisata di Kota Batu terdapat konsep pengembangan yang mampu memberikan nilai tawar yang lebih dalam menjawab permasalahan pertumbuhan wisata buatan. Jika melihat Visi dan Misi Visi Walikota dan Wakil Walikota Batu Tahun 2018 –2022 adalah “ Desa Berdaya Kota Berjaya Mewujudkan Kota Batu Sebagai Sentra Agrowisata Internasional Yang Berkarakter Dan Berdaya Saing Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani”4 Visi Misi tersebut lebih menekankan nilai jual desa yang tinggi, salah satunya dengan pengembangan potensi desa yang mampu menghdirkan desa wisata, dan di jabarkan melalui Misi point ketiga yakni Mewujudkan daya saing perekonomian daerah yang progresif, mandiri dan berwawasan lingkungan berbasis pada potensi ungulan.

Keseriusan pengembangan wisata berbasis potensi desa di Kota Batu memang telah mendapat perhatian, terbukti Kepala Daerah Kota Batu Rupanya Wali Kota Batu sangat mendorong pengembangan satu desa satu wisata : Dewanti Rumpoko tak mau ribet dalam merancang pariwisata unggulan di Kota Batu. Tiap desa ataupun kelurahan wajib mempunyai desa wisata. Dia menginginkan tiap kecamatan

4 Visi Misi Kota Batu 2018-2022

(4)

4

mempunyai satu keunggulan yang pasti.“ Ibu Wali Kota Batu yaitu Dewanti Rumpoko mengungkapkan bahwa tak perlu membuat sebuah desa wisata. Tiap- tiap desa saja tetapi jelas,” ungkap Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso.5

Langkah Pemerintah Daerah Kota Batu dalam mengembangkan satu wisata satu desa sangatlah tepat, dikarenakan potensi yang sangat mendukung di Kota Batu yakni andalan sector alam. Dengan luas kurang lebih 202, 30 km², dengan mayoritas topografi Batu paling utama adalah dataran tinggi serta lembah yang letaknya di lereng 2 gunung besar, yaitu Arjuno Welirang serta Butak Kawi Panderman. Di Kotamadya Batu yang letaknya di sebelah utara pusat kota ada hutan rimbun ialah hutan lindung yang di beri nama Taman Hutan Raya Raden Soerjo.

Pengembangan pariwisata berdasarkan model Desa Wisata berpedoman pada berbagai tujuan. Yang pertama adalah melakukan perancangan konsep tempat wisata yang beda dari desa satu dengan desa yang lainnya, jika melihat Walikota Batu setiap desa mempunyai produk unggulan, kemudian yang kedua adalah karena produk unggulan setiap desa bisa digunakan untuk upaya menumbuhkan ekonomi guna kesejahteraan masyarakat.

Salah satu desa yang mulai mengembangakan potensi yang dimilkinya adalah Desa Torongrejo, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu.

Keberadaan desa Torongrejo memilki lingkungan pemandangan yang bagus dan produk unggulannya merupakan pertanian. Wisata yang disuguhkan oleh desa wisata

5 http://www.batutimes.com/baca/9208/20180424/085157/tak-mulukmuluk-wali-kota-batu-dewanti- minta-satu-kecamatan-punya-wisata-unggulan/

(5)

5

Torongrejo yakni adalah Kampung Edukasi Budaya Alam dan Tradisi (KEBAT).

Wisata ini nampak begitu asri. Apalagi, lokasinya berdampingan dengan sungai Brantas.

Desa wisata Torongrejo Wisata KEBAT memilki beberapa wahana yang terbuat begitu ramah alam dan tradisional yang tersedia. Seperti, pondok bambu, ayunan dari ban bekas, pembuatan replika keris raksasa hingga patung Anoman. Menurut Sunarto, penggagas kampung Kebat, tempat ini masih dalam tahap pengembangan.

Sebab, dari 5 hektare lahan yang tersedia. Baru tergarap seperempatnya. Sementara itu, Sunarto mengakui jika wisata ini memang di konsep dengan model tradisi namun mengandung unsur edukasi. Agar lebih bermanfaat, tak hanya sekedar jadi kemasan.6

Meski demikian, lokasi yang tahun lalu sempat dinamai Ngukir Wisata Alam (NWA) ini, sering jadi jujugan wisatawan mancanegara untuk outbond dan belajar.

Karena ini awalnya adalah gunung, banyak jenis tanaman yang bisa lebih dipelajari, seperti jenis bambu, juga nampaknya sangat bermanfaat bagi kanan-kirinya (warga sekitar),”. Sementara itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu juga terus mendorong lahirnya desa-desa wisata yang dikelola oleh masyarakat.

Penelitian terdahulu lebih fokus pada strategi pengembangan potensi desa Wisata7. Implementasi nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan pengembangan desa wisata8. Dampak pengembangan desa wisata terhadap ekonomi masyarakat lokal9.

6 http://jatim.tribunnews.com/tag/kampung-edukasi-budaya-alam-dan-tradisi-kebat

7 Atmoko, T. Prasetyo Hadi. Stategi Pengembangan Potensi Desa Wisata Krajan kabupaten Sleman.

Jurnal Media, Volume 12, Nomor 2. 2014

8 Joko Tri Haryanto. Implementasi nilai-nilai budaya, sosial, dan lingkungan pengembangan desa wisata di Provinsi Yogyakarta. Jurnal Kawistara. Vol. 3. No. 1. 2013.

(6)

6

Sinergitas desa wisata dan industri kreatif dalam meningkatkan perekonomian masyarakat10. Berdasarkan penelitian terdahulu lebih fokus pada pengaruh desa wisata terhadap perkenomian masyarakat desa, implementasi nilai budaya, sosial dan lingkungan serta strategi pengembangan desa wisata.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji berlangsungnya proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di Desa Wisata Torongrejo meliputi bentuk pemberdayaan masyarakat, kendala yang dihadapi selama proses pemberdayaan dan hasil pemberdayaan serta mengidentifikasi implikasi pemberdayaan masyarakat tersebut terhadap ketahanan sosial budaya wilayah.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif

Peneliti untuk melihat model pengembangan dan pengelolaan wisata di desa Torongrejo dengan menggunakan pendekatan pengembangan CBT, Pengembangan CBT dilaksanakan atas dasar prinsip keseimbangan dan sinergi antara kepentingan berbagai pelaku dalam pembangunan pariwisata, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Aspek penting dari pariwisata berbasis masyarakat adalah fokus pada pengembangan pariwisata "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat". Selain itu, perlu ditegaskan bahwa pada semua tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan dan pengembangan serta pemantauan atau monitoring dan evaluasi, masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif berpartisipasi dan berbagi tingkat partisipasi yang setinggi-tingginya. Sehingga peneliti dapat melihat secara

9 Hary Hermawan. Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata. 2016. Vol. 3. No. 2

10 Leonandri, Dino, et. al. Sinergitas desa wisata dan industri kreatif dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. IKRAITH EKONOMIKA Vol 1 No 2 Bulan November 2018

(7)

7

mendalam dan keseluruhan model pengembangan desa wisata Torongrejo.

pendekatan pariwisata berbasis masyarakat.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan oleh peneliti di atas, maka rumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Torongrejo Kota Batu?

2. Apa yang menjadi penghambat pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Torongrejo Kota Batu?

C. Tujuan Penelitian

Menurut latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui model pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa Torongrejo Kota Batu.

2. Mengetahui faktor penghambat pengembangan desa wisata berbasis masyarakat di Desa torongrejo Kota Batu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam aspek akademis dan praktis.

1. Manfaat Akademis

(8)

8

a. Sebagai kontribusi ilmiah dalam penjabaran konsep dan teori terkait model pengembangan dan hambatan pengembangan desa wisata khususnya yang berkaitan dengan pariwisata, maka model pengembangan desa wisata Torongrejo dengan pendekatan community tourism.

b. Bahan tambahan untuk penelitian lain yang tertarik untuk mengkaji model pengembangan Desa Wisata Torongrejo dengan pendekatan wisata berbasis masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Berkontribusi kepada pemerintah daerah (Pemkot Batu dan Pemerintah Desa Torrejo) dalam Pendekatan Pariwisata Berbasis Masyarakat Strategi Pengembangan Desa Wisata Toronrejo untuk menciptakan hasil kebijakan yang lebih baik.

E. Definisi Konseptual

Konsep mengacu pada upaya untuk mengambil konstruk pemikiran abstrak dan menyempurnakannya dengan menjelaskan teori dan mengusulkan definisi konseptual. Konsep perlu didefinisikan dengan jelas dan akurat untuk menghindari kebingungan dan ambiguitas.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konsep yaitu penelitian kualitatif yang pakai untuk mendeskripsikan serta menganalisis temuan-temuan suatu penelitian. Untuk memperjelas pentingnya riset ini, di perlukan adanya definisi

(9)

9

konseptual yang mampu memberi arah serta ruang lingkup peneliti untuk memudahkan penelitian dengan memgamati judul penelitian, ruang lingkup studi konseptual yang relevan. Konsep-konsep tersebut diterjemahkan ke dalam definisi konsep.

1. Pengembangan Desa Wisata

Desa wisata merupakan lingkungan pedesaan dengan sejumlah keistimewaan yang menjadikannya sebagai tujuan wisata. Di wilayah ini, masyarakatnya masih relatif primitif dengan tradisi dan budaya yang yang mereka miliki. Selain itu, ada sejumlah faktor pendukung antara lain pola makan khas, selain itu juga ada sistem pertanian dan sistem sosial juga yang turut menghiasi terbentuknya sebuah desa wisata. Terlepas dari beberapa faktor di atas, lingkungan dan alam tetap menjadi salah satu faktor utama dari sebuah daerah tujuan wisata.11

Pada hakikatnya, desa wisata menampilkan kearifan lokal serta budaya lokal.

Selain itu, masyarakat setempat melakukan pengelolaan dengan memanfaatkan sosial ekonomi, budaya, sejarah, potensi alam dan ruang lingkup yang ada. Akomodasi dan atraksi merupakan komponen utama sebuah desa wisata.

Pembangunan merupakan suatu keinginan untuk meningkatkan suatu objek atau hal agar bermanfaat dan menjadi lebih baik guna kepentingan bersama.

Kemudian pada umumnya pembangunan dicoba secara terencana guna menggapai tujuan yang mau dicapai. Pengembangan dari desa wisata memiliki tujuan untuk

11 Rima Zakaria, dkk. "Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong. Kabupaten Pamekasan". Jurnal Teknik POMTS, Vol 3 No 2, 2014.

(10)

10

melindungi keberlangsungan wisata desa artisanal, memanfaatkan lokalitas, mendorong warga desa untuk memaksimalkan potensi komersial ini kemudian juga meningkatkan nama baik desa. Ada lima jenis model pengembangan desa wisata yaitu wisata budaya, wisata alam, wisata buatan, wisata atraktif dan wisata religi (Rochman, 2016).

Pengembangan tempat wisata harus mampu menghasilkan gaya produk unggulan seperti:

a. Objek tersebut mempunyai daya tarik buat disaksikan maupun untuk dipelajari.

b. Mempunyai kekhususan serta perbedaan dari objek-objek lainnya c. Tersedianya fasilitas untuk berwisata.

d. Dilengkapi dengan sarana dan prasarana telekomunikasi, akomodasi, transportasi serta sarana yang mendukung lainnya.

2. Desa Wisata

Salah satu bentuk kegiatan ekowisata di beberapa daerah dengan partisipasi masyarakat lokal adalah wisata desa kerajinan. Menurut Priasukmana, desa wisata adalah kawasan pedesaan yang memberikan suasana keseluruhan yang mencerminkan keaslian pedesaan dari segi sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, dan kehidupan sehari-hari, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang yang khas. desa, atau kegiatan ekonomi yang unik, menarik dan memiliki ciri khas. pengembangan potensi berbagai komponen pariwisata seperti atraksi,

(11)

11

akomodasi, makan, suvenir, dan kebutuhan wisata lainnya.12 Keberadaan desa wisata akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan keberadaan desa wisata akan menciptakan lapangan pekerjaan.

Menurut Hadiwijoyo “suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan strukutur tata ruang pedesaan yang khas dan kegiatan ekonomi yang dapat mengembangkan berbagai komponen pariwisata yang unik dan menarik (misalnya atraksi wisata, akomodasi, makanan dan minuman, permintaan pariwisata lainnya).”13

Secara garis besar Desa wisata adalah suatu bentuk integrasiantara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.14 Desa wisata dengan kata lain mengembangkan apa yang dimilki potensi untuk menunjang perkonomian masyarakat local tanpa menghilangkan unsur budaya di dalamnya, karna budaya tersebut yang menjadi nilai jual.

3. Community Based Tourism (CBT)

12 Priasukmana, Soetarso dan R. Mohamad Mulyadin. 2001. Pembangunan Desa Wisata : Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah. Info Sosial Ekonomi.

13 Hadiwijoyo, Surya Sakti. (2012). Perencanaan Pariwisata Perdesaan BerbasisMasyarakat (Sebuah Pendekatan Konsep). Yogyakarta : Graha Ilmu. Hlm 68

14 (Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai PariwisataBudaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hal. 2-3

(12)

12

Pariwisata menurut Badrudin adalah upaya mencari keseimbangan, keserasian, atau kebahagiaan dengan lingkungan pada tingkat lingkungan wisata, yang diartikan sebagai perjalanan dari suatu tempat yang bersifat sementara ke tempat lain, yang dilakukan secara individu atau kelompok sosial,budaya, alam dan ilmu.15

Menurut Paturusi mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan bermanfaat bagi masyarakat sekitar objek dan menarik wisatawan serta untuk pemerintah.16

Dalam perkembangannya, pariwisata memiliki banyak bentuk, salah satunya adalah community tourism. Community tourism atau biasa disebut dengan community tourism (CBT) adalah bentuk pariwisata yang dikelola oleh masyarakat lokal dengan penekanan pada prinsip-prinsip lingkungan, sosial dan budaya yang berkelanjutan untuk membantu wisatawan memahami dan mempelajari cara hidup penduduk setempat. masyarakat. CBT bertujuan untuk membangun dan memperkuat kapasitas organisasi masyarakat lokal. Hal inilah yang membedakannya dengan pariwisata reguler agar dapat memaksimalkan return bagi investor (mass tourism).

15 Badrudin, Rudi, 2001, Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah Istimewa Yogyakarta Melalui Pembangunan Industri Pariwisata, Kompak: Yogyakarta

16 Paturusi, Samsul A, 2001, Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pariwisata, Materi Kuliah Perencanaan Kawasan Pariwisata, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Bali.

(13)

13

CBT memprioritaskan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat lokal.17

Pengembangan desa wisata didorong oleh tiga faktor. Pertama, daerah pedesaan memiliki potensi budaya dan alam yang relatif otentik dibandingkan daerah perkotaan, dan masyarakat pedesaan masih memiliki tradisi dan ritual yang cukup harmonis dari segi budaya dan topografi. Kedua, daerah pedesaan memiliki lingkungan fisik yang relatif masih asli atau belum tercemar berat oleh berbagai jenis pencemaran dibandingkan dengan daerah perkotaan. Ketiga, sampai batas tertentu, daerah pedesaan memiliki perkembangan ekonomi yang relatif lambat, sehingga pemanfaatan potensi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat secara optimal merupakan alasan yang sah dalam pengembangan pariwisata pedesaan.18

F. Definisi Operasional

1. Pengembangan Desa Wisata Torongrejo Kota Batu Berbasis CBT

a. Perencanaan Pengembangan Desa Wisata Torongrejo Kota Batu Berbasis CBT

b. Partisipasi Masyarakat dalam pengembangan desa wisata Torongrejo.

c. Pengembangan Infrastruktur pariwisata desa Torongrejo.

2. Faktor penghambat model pengembangan desa wisata Torongrejo dengan pendekatan pariwisata berbasis masyarakat.

17 Suansri, P. (2003). Community Based Tourism Handbook. Thailand: Rest Project.

18 Damanik, Janianton, 2013 “Pariwisata Indonesia (Antara Peluang Dan Tantangan)”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

(14)

14

a. Kurangnya sosialisasi tentang desa wisata b. Minimnya peran dari Dinas Pariwisata kota batu c. Maraknya pembangunan wisata buatan di Kota Batu

d. Kurangnya pemasaran pariwisata yang dilakukan oleh pengelola desa wisata.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah teknik atau metode untuk menemukan, mengumpulkan, mencari serta merekam data, baik yang berupa data primer ataupun sebagai data sekunder yang diperuntukan untuk tujuan penyusunan artikel ilmiah, kemudian akan di analisis data yang berkaitan dengan pertanyaan kunci penelitian.

Untuk mendapatkan kebenaran data yang akan diambil. Metode Penelitian ini pada dasarnya adalah cara ilmiah guna memperoleh data dengan maksud dan kegunaan tertentu.19

Penelitian ini memakai metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Metode deskriptif ialah metode melihat keadaan sekelompok orang, suatu objek, seperangkat kondisi, serta suatu sistem pemikiran atau suatu golongan peristiwa yang terjadi pada saat ini.

H. Jenis Penelitian

Riset ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu metode ilmiah atau metode untuk memperoleh data dengan tujuan tertentu. Jenis penelitian

19 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung; Afabeta, Hal 2

(15)

15

yang digunakan adalah penelitian teknis. Riset teknologi adalah riset yang berusaha menjelaskan fenomena. Oleh sebab itu, dari konteks riset ini, kami mencoba mendeskripsikan kejadian yang sesungguhnya terjadi di lapangan sesuai dengan apa yang dibutuhkan peneliti.

1. Subjek Penelitian

Topik riset ialah alat yang berguna dalam sebuh riset sebab bisa membagikan data tentang suasana serta keadaan yang relevan dengan tujuan riset. Topik riset pula bisa membagikan data yang mendalam serta komprehensif terpaut kebutuhan riset.

Dan juga, dalam konteks riset kualitatif, topik riset diucap informan. Oleh sebab itu, informan buat riset ini antara lain:

a. Kepala Desa Torongrejo b. Kepala pengelola Desa Wisata c. Masyarakat Desa Torongrejo 2. Sumber Data

Sumber data merupakan informasi yang digunakan sebagai acuan atau panduan dalam melakukan mempelajari atau menganalisis sebuah penelitian. Sumber data diperoleh dengan beberapa metode, atau melalui wawancara dan studi pustaka.

Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer serta data sekunder, berikut rinciannya dapat kita lihat pada penjelasan di bawah ini:

a. Data Primer

(16)

16

Informasi Primer ialah data yang dikumpulkan periset langsung dari sumbernya.20 Informasi primer bisa dikumpulkan lewat proses wawancara yang dicoba oleh periset di posisi riset informan yang sudah didetetapkan. Informasi ini digunakan buat menciptakan data yang diperlukan buat menanggapi permasalahan riset. Informasi primer dikumpulkan lewat wawancara dengan informan yang sudah didetetapkan tadinya.

b. Data Sekunder

Tipe informasi lain dalam riset ini merupakan informasi sekunder. Informasi sekunder yang diperoleh dari sekunder serta sumber lain bisa menunjang riset ini.

Secara universal, informasi sekunder merupakan informasi dari lembaga ataupun organisasi terpaut yang jadi subyek riset yang lagi berlangsung. Informasi sekunder bisa diperoleh dari dokumen desa, data dari portal online, tv, serta dokumen kebijakan ataupun peraturan terpaut pengembangan desa wisata berbasis masyarakat.

Selaku alternatif, informasi sekunder pula bisa diperoleh lewat novel ataupun harian yang membagikan data yang relevan dengan subjek riset.

1. Diperoleh peneliti secara langsung melalui yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan perolehan data ini langsung melakukan kegiatan penelitian wawancara bersama dengan kepala desa Tongrejo, Sekdes Torongrejo, kepala BUMDes Torongrejo, ketua Gapoktan Torongrejo dan warga desa Torongrejo Kota Batu.

20 Hermawan Warsito, Pengantar Metode Penelitian . PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta Tahun 1995

(17)

17

2. Peraturan pemerintah pusat atau peraturan daerah Kota Batu yang berlaku mengenai Desa wisata.

3. Buku bacaan tentang desa wisata, dan sebagainya.

4. Jurnal terkait tentang pengembangan desa wisata berbasis CBT di kota batu maupun di daerah lain.

5. Media cetak dan online (Google Scholar, Joernal, dan lain-lain.)

6. Dokumen-dokumen dari Desa Torongrejo, Gapoktan Torongrejo, serta BUMDes Torongrejo.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah di Desa Torongrejo Kota Batu dan lokasi Desa Wisat KEBAT.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Peneliti mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian, baik secara langsung maupun melalui media lainnya. Wawancara ialah cara pengumpulan data dimana dilakukan oleh periset yang memberikan informasi yaitu sumber data primer.

Wawancara diperoleh dengan cara memberikan petunjuk ataupun petunjuk wawancara kepada narasumber untuk memperoleh data dan informasi yang detail.

Saat penelitian ini teknik wawancara dilakukan dengan terstruktur, dikarenakan mengacu kepada petunjuk wawancara yang telah tetapkan. Setalah itu wawancara dilakukan dengan sejumlah narasumber serta subjek penelitian, antara lain Kepala

(18)

18

Desa Torongrejo, Pengelola Desa Wisata dan juga masyarakat Desa Torongrejo yang merasakan dampak tersebut.

b. Observasi

Observasi adalah metode yang akan digunakan peneliti saat mengamati lokasi penelitian guna memperoleh data tentang objek yang akan di teliti. Dengan arti lain, observasi bisa memberikan peneliti gambaran yang menggambarkan tentang lokasi riset serta fenomena sosial yang akan diteliti. Data dikumpulkan menggunakan teknik observasi serta dilakukan oleh periset dengan cara turun langsung ke lapangan, untuk mengamati lokasi dan subjek yang akan di teliti, mengamati atau merekam apa saja yang masih relevan dengan penelitian. Pengamatan dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap kegiatan pengembangan desa wisata. Pengamatan untuk riset ini dilakukan dengan dua tahapan, yaitu pada saat riset awal dan ketika pengumpulan data.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dokumen yang dapat di jadikan sumber informasi yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian. Selanjutnya, dokumen juga bisa berupa foto atau gambar kejadian sosial yang mau diteliti. Dokumen tersebut bisa berupa laporan kegiatan dan juga berupa dokumentasi yang berkaitan dengan operasional bank sampah Temas Bersinar. Selain itu, juga tersedia dokumen berupa jurnal dan buku-buku yang mendukung penelitian ini.

(19)

19 5. Teknik Analisis Data

Riset ini menggunakan teknik berupa analisis model interaksi, yang mana merupakan bagian dari teknik analisis data dengan penelitian kualitatif. Model interaksi yang ini dapat dijelaskan dengan bagan berikut:

Gambar 1.1 Teknis Analisi Data Miles dan Huberman

Sumber: Miles dan Huberman dalam Silalahi, 2012:339 a. Pengumpulan data

Suatu proses Pengumpulan data dilakukan secara terintegrasi melalui proses menganalisis data lainnya. Cara ini dilakukan dengan wawancara ataupun studi literatur. Selain itu, ada dua tahap, baik saat pencarian sebelum dan selama pencarian.

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara (dengan pemberi informasi yang menjadi subjek observasi) dan dokumen. Cara ini meliputi pengumpulan data sekunder dan primer yang diperlukan dalam riset ini.

b. Reduksi Data

(20)

20

Reduksi data bulanan merupakan proses pilihan data yang diperlukan, dan berfokus pada penyederhanaan data, abstraksi, dan transformasi data kasar yang terjadi di catatan lapangan. Data-data itu nantinya berkaitan dengan gambaran umum tentang pengembangan desa wisata berbasis CBT di desa Torongrejo Kota Batu. Data yang di reduksi nantinya akan memberikan gambaran yang akan memudahkan

peneliti dalam proses pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika nanti diperlukan.

c. Display Data/ Penyajian Data

Tahapan ini dapat menyajikan data sebagai laporan terstruktur dan mendukung upaya untuk membuat kesimpulan selama proses berlangsung. Proses riset kualitatif disini didorong oleh penceritaan. Namun, saat ini penyampaian data bisa dilakukan melalui cara matriks, bagan, tabel, bagan, dan jaringan. Hal ini digunakan untuk mempermudah peneliti menarik kesimpulan. Namun, penyajian data perlu dilakukan melalui cara yang sesuai dengan konteks dan arah masalah.

d. Menarik Kesimpulan

Langkah akhir adalah menarik seluruh kesimpulan dari tiap data yang didapatkan, merangkum serta menyajikan seluruh proses riset. Menarik kesimpulan ialah mencari dan menelaah makna, pola, serta interpretasi. Namun, kegiatan penarikan kesimpulan tak dilakukan oleh lelaki saja, melainkan dikerjakan dengan interaksi antar seluruh proses analisis data. Sehingga setelah dilakukan verifikasi data, kemudian dapat ditarik kesimpulan data untuk menjawab permasalahan- permasalahan yang menjadi objek riset.

(21)

21

Gambar

Gambar 1.1 Teknis Analisi Data Miles dan Huberman

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Tata. Ruang Wilayah

Pencapaian Visi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi Tahun 2018 – 2023 khususnya untuk mewujudkan pilar religius dapat dicapai dengan melaksanakan amanah misi

Visi : Kota Batu sentra pertanian organik berbasis kepariwisataan internasional, ditunjang oleh pendidikan yang tepat guna dan berdaya saing, ditopang oleh sumber daya

Maksud penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Probolinggo Tahun 2013-2018 adalah untuk menjabarkan visi, misi dan program Bupati/Wakil Bupati

Dari telahaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa visi dan misi yang hendak dicapai ada kesamaan tujuan dan sasaran dari mulai visi misi Bupati Magetan terpilih, visi misi PU Cipta

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumenep 2016 - 2021 dengan Renstra Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam mewujudkan.. [AUTHOR NAME] 5 visi, misi,

Untuk mewujudkan visi tersebut, Deputi Bidang Operasi SAR mempunyai misi yaitu “Merumuskan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan operasi SAR yang efisien dan

Sebagai penjabaran untuk mewujudkan Visi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat melalui pelaksanaan misi keempat RPJMD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2021 yaitu