BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Spektral Lahan Terbuka Tambang Batubara Pada Citra Optik
Menurut Danoedoro (1996) citra digital beroperasi pada dua macam ruang yaitu ruang spasial dan ruang spektral. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ruang spectral adaah ruang yang kita kenal sehari-hari yang dapat dibuat dalam sitem koordinat kartesius (x,y,z). Model spasial yang paling umum adalah ruang dua dimensi berupa koordinat x dan y tiap piksel. Sedangkan ruang spektral adalah ruang dua dimensi yang dihasilkan melalui penggambaran distribusi nilai spektral piksel tiap saluran dalam sumbu koordinat saluran spektral yang berbeda-beda.
Ruang spektral ini sering juga disebut dengan feature space. Menurut Danoedoro (1996) pada feature space saluran hijau dan saluran inframerah dekat posisi piksel-piksel vegetasi dan lahan terbuka mudah dibedakan, demikian juga feature space antara saluran merah dan inframerah dekat antara vegetasi, lahan terbuka dan air terpisah saling berjauhan sehingga dapat dengan mudah dibedakan.
Sehingga saluran hijau, merah dan inframerah dekat paling baik digunakan dalam pembedaan obyek. Lebih lanjut Jaya (2007) menjelaskan bahwa tanah atau lahan terbuka mempunyai reflektansi yang mendekati monotonikal terhadap panjang gelombang dengan pusat-pusat lekukan pada panjang gelombang 1,4µm, 1,9 µm dan 2,7 µm yang disebabkan karena kandungan air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa vegetasi mempunyai kurva yang lebih kompleks. Rentang antara 0,7 µm dan 1.3 µm sifat reklektansinya banyak dipengaruhi oleh pigmentasi tumbuhan.
Band penyerap klorofil terletak pada daerah biru dan merah, di mana reflektansi yang cukup signifikan terjadi pada sinar hijau antara 0,5 µm dan 0,6 µm.
Sedangkan menurut Prahasta (2008) puncak pantulan vegetasi terjadi pada saluran inframerah dekat. Oleh karena itu nilai pantulan spektrum inframerah dekat akan jauh lebih besar dibandingkan spektrum tampak mata (hijau, biru,merah) sehingga vegetasi dapat diidentifikasi dengan nilai pantulan saluran inframerah dekat yang tinggi tetapi rendah pada nilai-nilai pantulan saluran tampak mata.
Pada penelitian ini digunakan saluran hijau, merah dan inframerah dekat di mana pada citra landsat TM 7 ada pada saluran 2, 3 dan 4 sedangkan pada citra SPOT 4 XS ada pada saluran 1, 2 dan 3. Hasil identifikasi lahan terbuka tambang batubara secara visual menggunakan kedua citra dengan citra SPOT 5 resolusi tinggi sebagai pembanding dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakteristik lahan terbuka tambang batubara
No.
Karakteristik Lahan Terbuka Tambang Batubara Pada Citra
Keterangan Landsat TM
Komposit 432 Liputan Tahun 2003
(Resolusi 30 m)
SPOT 4 XS Komposit 321 Liputan Tahun 2006
(Resolusi 20 m)
SPOT V XS Komposit 412 Liputan Tahun 2007
(Resolusi 2,5 m)
1 Tambang baru
berjalan pada areal Perusahaan Daerah Baramarta, baru selesai ditambang dan baru
direklamasi.
Warna biru muda
agak kehijauan Warna biru muda Warna ungu
2 Bekas Tambang
Ilegal yang sudah ditinggalkan sehingga terbentuk danau kecil, tidak direklamasi Warna biru tua agak
gelap
Warna biru tua agak
gelap Warna biru
3 Bekas areal
Tambang , kurang lebih 2 tahun,belum direklamasi Warna biru muda
agak kehijauan Warna biru muda Warna ungu
4 Tambang baru
namun belum dilakukan reklamasi sehingga terbetuk danau kecil,lokasi di pada areal Perusahaan Daerah Baramar
Warna biru tua agak gelap
Warna biru tua agak
gelap Warna biru
Berdasarkan kenampakan visual pada ketiga citra pada Tabel 7 kenampakan lahan terbuka tambang batubara mempunyai warna yang sama baik pada areal tambang yang sedang berjalan, areal reklamasi maupun yang bekas PETI yang
sudah lama dan tidak direklamasi. Demikian juga kenampakan areal tambang yang tergenang air, kenampakannya juga sama. Sedangkan berdasarkan nilai kecerahan atau digital number (DN) pada citra asli antara lahan terbuka biasa lahan terbuka tambang batubara baru dan lama dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai kecerahan lahan terbuka tambang batubara pada citra
Citra Saluran Nilai kecerahan Lahan Terbuka Tambang Batubara Pada Citra Lahan Terbuka Biasa Lahan Terbuka
Tambang Batubara Lama
Lahan Terbuka Tambang Batubara
Baru Min Max Rerata Min Max Rerata Min Max Rerata Landsat
TM 7
Inframerah Dekat
71 84 77,89 36 97 66,67 47 97 68,52
Merah 66 88 75 67 132 93,68 76 120 95,75
Hijau 60 122 84,78 59 166 108,10 83 148 113,13 SPOT 4
XS
Inframerah Dekat
149 168 158,85 41 183 147,43 68 232 138,27 Merah 111 133 124,47 45 161 130,61 80 223 136,65 Hijau 140 160 152,29 85 191 160,13 120 255 174,83
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai kecerahan antara lahan terbuka tambang batubara yang baru dan lama pada nilai rata-ratanya terdapat perbedaan antara lahan terbuka biasa, lahan terbuka tambang batubara lama dan baru.
4.2 Citra Komponen Utama
Danoedoro (1996) menyebutkan bahwa Analisis komponen utama atau principal component analysis (PCA) pada dasarnya merupakan teknik rotasi yang diterapkan pada sistem koordinat multi saluran sehingga menghasilkan jumlah saluran yang lebih sedikit. Dengan kata lain bahwa PCA mampu mengurangi dimensionalitas data sehingga dalam pengamatan visual sangat efisien karena hanya menggunakan beberapa saluran saja tanpa mengurangi kandungan informasi. Menurut Jaya (2007) teknik PCA multiwaktu banyak digunakan untuk análisis perubahan penutupan lahan dengan melakukan derivasi informasi yang menyatakan perubahan dan kestabilan kehijauan dan atau kecerahan (delta greeness, delta brightness, stable greeness dan stable brightness). Lebih lanjut
Jensen (2005) menyebutkan bahwa hasil dari analisis PCA menghasilkan dua komponen yaitu komponen mayor dan minor, di mana komponen mayor yang diturunkan dari dataset citra menyatakan variasi data yang tidak mengalami perubahan sehingga disebut stable component. Sedangkan komponen minor menyatakan perubahan kontras antara dua data citra pada waktu yang berbeda sehingga disebut change component. Untuk mengidentifikasi komponen mayor dan minor pada PCA digunakan nilaieigen (eigenvalue) dan vektoreigen (eigenvector) yang diturunkan dari dataset citra melalui aljabar linier. Lebih lanjut Jaya (2006) menyebutkan bahwa untuk mengidentifikasi komponen- komponen delta greeness, delta brightness, stable greeness dan stable brightness dilakukan dengan cara melihat tanda aljabar pada eigenvector dari setiap band PC pada masing-masing komponen.
Analisis citra komponen utama pada penelitian ini menggunakan citra Landsat 7 TM tahun 2003 dan citra SPOT 4 XS tahun 2006. Kedua citra ini mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu resolusi spasial yang berbeda dan waktu liputan yang berbeda. Untuk membuat citra komponen utama terlebih dulu citra Lansat 7 TM di resampling resolusi spasialnya dari 30 m menjadi 20 m, yang kemudian dibuat satu set data citra gabungan antara landsat 7 TM dan SPOT4 XS.
Hasil analisis citra komponen utama multiwaktu dengan menggunakan metode MPCA dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Eigenvector dari Komponen Utama Multiwaktu Landsat TM tahun 2003 dan SPOT XS tahun 2006
Band PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6
Landsat TM 2003 hijau
0,3023 0,5577 -0,0021 -0,1064 -0,0902 -0,7604 Landsat TM 2003
merah
0,2799 0,6453 -0,0541 -0,3246 0,0014 0,6300 Landsat TM 2003
inframerah dekat
0,3166 0,1958 0,2305 0,8584 0,2385 0,1204 SPOT XS 2006 hijau 0,4827 -0,2334 -0,4627 0,1772 -0,6789 0,0777 SPOT XS 2006 merah 0,3417 -0,1869 -0,6040 -0,1021 0,6846 -0,0664 SPOT XS 2006
inframerah dekat
0,6167 -0,3806 0,6042 -0,3233 0,0732 0,0009 Eigen Value 13.384,64 2163,21 1052,25 221,98 60,82 7,28
Variasi (%) 79,25 12,81 6,23 1,31 0,36 0,04
Indeks SB DB SG
Jaya (2005) menyebutkan bahwa berdasarkan konsep eigenvector yang membentuk sumbu baru yang saling ortogonal dan sekaligus mencari korelasi yang tinggi pada komponen-komponen di kelompok awal, maka sesungguhnya sumbu-sumbu komponen yang merekam adanya perubahan adalah pada komponen-komponen pada kelompok akhir. Pada Tabel terlihat 9 dapat dilihat bahwa kestabilan kecerahan atau stable brightness (SB) ditemukan pada komponen pertama atau PC1, perubahan kecerahan atau delta brightness (DB) ditemukan pada komponen kedua atau PC2 dan kestabilan kehijauan atau stable greenness (SG) ditemukan pada komponen ketiga atau PC3. Sedangkan komponen delta greenness (DG) yang menunjukkan perubahan kehijauan pada tutupan vegetasi tidak teridentifikasi. Komponen-komponen yang ditemukan hanya stable brightness, delta brightness dan stable greeness. Indeks stable brightness (SB) mencakup variasi 79,25 %, delta brightness (DB) 12,81% dan stable greeness (SG) 6,23%.
Suatu perubahan tutupan lahan yang terjadi pada suatu areal dapat merupakan penambahan atau pengurangan kehijauan dan kecerahan atau kontras.
Perubahan yang terjadi seperti tergambar pada Tabel 9 merupakan perubahan penambahan kehijauan atau pengurangan kecerahan. Hal in ditunjukkan oleh tanda aljabar masing-masing bobot pada saluran merah dan inframerah pada kedua waktu. Pada citra sintetik PC2 atau delta brightness terjadi pengurangan kecerahan atau kontras di mana terlihat bahwa pada tahun 2003 nilai bobot pada saluran merah dan inframerah positif yaitu 0,6453 dan 0,1958 sedangkan pada tahun 2006 mempunyai nilai positif yaitu -0,1869 dan -0,3806. Pada citra PC3 atau stable greenness tidak terjadi perubahan kehijauan dan kecerahan yang ditunjukkan tanda aljabar yang tetap pada band red dan infrared pada kedua tahun.
Indeks delta brightness (DB) menunjukkan terjadinya perubahan kelembaban tanah yang penyebabnya erat berhubungan dengan adanya perubahan atau penambahan lahan terbuka seperti aktivitas penambangan batubara. Studi yang dilakukan Hayes dan Sader (2001) menggunakan metode MPCA juga hanya mendapatkan komponen Stable Brigtness, Stable Greeness dan Delta Brightness sehingga hanya menggunakan komponen SG dan DB untuk menganalisis perubahan. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka untuk identifikasi lahan
terbuka tambang batubara digunakan citra indeks SB, DB dan SG. Hasil identifikasi komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 5~8.
Gambar 5. Citra Stable Brightness (SB) pada PC1 serta inset Perbesaran lahan terbuka tambang batubara
Gambar 6. Citra Delta Brightness (DB) pada PC2 serta inset perbesaran lahan terbuka tambang batubara
Gambar 7. Citra Stable Greenness (SG) pada PC 3 serta inset perbesaran lahan terbuka tambang batubara
Gambar 8. Citra Komposit SB, DB dan SG serta inset perbesaran lahan terbuka tambang batubara
4.3 Disparitas Indeks Vegetasi atau VIDN (Vegetation Index Differencing) Metode (Normalized Difference Vegetation Index) atau NDVI menghasilkan nilai indeks yang sensitif terhadap keberadaan vegetasi di permukaan bumi dan dapat digunakan untuk mengetahui tipe, jumlah dan kondisi vegetasi.
Transformasi NDVI dihitung berdasarkan perbandingan dari intensitas yang terukur pada saluran spektral merah dan inframerah dekat menggunakan rumus NDVI. Pembuatan citra sintetis VIDN berasal dari nilai disparitas indeks vegetasi NDVI antara dua waktu yang berbeda.
Pembuatan citra VIDN pada penelitian ini menggunakan citra NDVI SPOT 4 XS tahun 2006 dan citra Landsat 7 TM tahun 2000 dan 2003. Metode ini umum digunakan untuk tujuan analisis perubahan atau change detection. Deteksi perubahan merupakan sutu proses mengindetifikasi perubahan-perubahan suatu obyek atau fenomena melalui pengamatan pada berbagai waktu yang berbeda.
Intinya adalah dengan melakukan kuantifikasi pengaruh-pengaruh temporal dengan menggunakan serangkaian data yang dikumpulkan secara multiwaktu.
Seperti yang dikemukakan oleh Jensen (2006) bahwa salah satu metode yang paling sederhana untuk mengetahui terjadinya suatu perubahan tutupan lahan adalah menggunakan teknik pengurangan citra. Jaya (2005) menjelaskan bahwa nilai VIDN berkisar antara -2 sampai dengan 2 di mana nilai yang negatif menyatakan adanya pengurangan biomasa atau vegetasi hijau. Terjadinya pengurangan biomassa merupakan salah satu indikasi terjadinya suatu perubahan tutupan lahan, di mana pada penelitian ini perubahan lahan yang dimaksud adalah terjadinya lahan terbuka pada areal pasca tambang batubara.
Nilai VIDN dihitung dengan formula umum yaitu :
Di mana :
NIR = Saluran Near Infrared atau Inframerah dekat Red = Saluran merah
Pada citra Landsat saluran inframerah dekat terdapat pada band 4 sedangkan saluran merah terdapat pada saluran 3. Pada citra SPOT 4 XS saluran
) 2003 Landsat Citra
Red( NIR
Red ) NIR
2006 SPOT Citra Red( NIR
Red VIDN NIR
R R N N R
R N N
inframerah dekat terdapat pada saluran 3 sedangkan saluran merah terdapat pada salura 2. Hasil analasis pembuatan citra VIDN menggunakan software Erdas versi 9.1 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Citra VIDN serta inset perbesaran lahan terbuka tambang batubara
Untuk mendeteksi adanya lahan pasca tambang batubara selanjutnya dibuat citra sintetik yang berasal dari citra indeks yang merangkum perubahan kecerahan, kestabilan kehijauan dan kestabilan kecerahan (PC1, PC2 dan PC3).
Indeks-indeks ini diturunkan dari analisis komponen utama. Selain itu juga digunakan VIDN yang berasal dari pengurangan citra NDVI SPOT tahun 2006 dan citra NDVI Landsat tahun 2003. Hasil deteksi lahan pasca tambang batubara secara visual baik tambang batubara lama dan baru pada citra optik dan sintetik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kenampakan Tambang Lama dan Baru pada citra sintetis dan optik
No Citra Tambang Baru Tambang Lama
1 Citra SB
Warna abu-abu keputihan abu-abu
2 Citra DB
Warna abu-abu putih abu-abu
3 Citra SG
Warna hitam abu-abu tua
4 Citra Komposit SB, DB,SG
Warna merah-coklat coklat
No Citra Tambang Baru Tambang Lama 5 VIDN
Warna putih keabuan abu-abu
3 Citra Landsat
TM 7 Band Red
Abu-abu hitam hitam
4 Citra Landsat
TM 7 Band NIR
Warna Abu-abu hitam
5 Citra SPOT 4
XS Band Red
Warna Putih abu-abu Abu-abu muda
6 Citra SPOT 4
XS Band NIR
Warna Abu-abu tua Abu-abu muda
Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi nilai kecerahan atau digital number (DN) karakteristik lahan terbuka tambang batubara lama dan baru pada keempat citra sintetik dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Kecerahan lahan terbuka pada berbagai citra sintetik Citra
Sintetik
Nilai Kecerahan Pada citra Sintetik
Lahan Terbuka Lahan Terbuka Biasa Tambang Batubara Baru Tambang Batubara Lama
Min Max Rerata Min Max Rerata Min Max Rerata
SB 177,92 396,77 271,54 148,89 354,82 285,03 255,54 286,84 268,14 DB 3,21 44,53 25,89 1,33 31,27 16,27 -59,36 1,43 -46,85 SG -104,03 -16,38 -67,70 -100,44 -29,87 -75,96 -40,32 -18,56 -31,15 VIDN 0,21 0,30 0,27 -0,08 0,56 0,36 -0,22 0,39 -0,09
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa nilai kecerahan atau digital number (DN) antara lahan terbuka tambang batubara lama dan baru berbeda pada rata-ratanya, dan juga bisa dibedakan dengan lahan terbuka biasa. Kemudian dari keempat citra sintetik kemudian ditentukan nilai ambang untuk areal yang menunjukkan lahan pasca tambang batubara. Nilai ambang (treshold) didapatkan dengan terlebih dulu membuat training area atau areal contoh pada keempat citra sintetik yang kemudian dari hasil pembuatan areal contoh akan dibuat rata-rata ambang batas bawah dan ambang batas atas dari masing-masing citra.
Penentuan areal contoh di bedakan untuk lahan terbuka tambang batubara terbuka lama dan baru. Untuk lahan terbuka tambang batubara lama digunakan data sekunder hasil pemeriksaan lapangan tahun 2005 dari dinas pertambangan dan energi kabupaten Banjar. Sedangkan untuk lahan terbuka tambang batubara baru digunakan acuan hasil pemeriksaan lapangan tahun 2009. Penentuan areal contoh juga dibantu dengan menggunakan citra resolusi tinggi yaitu citra SPOT 5 tahun 2007 dan quickbird tahun 2006.
Nilai treshold untuk masing-masing citra sintetik dapat dilihat pada Tabel berikut. Nilai treshold pada citra stable brightness (SB), delta brightness (DB), stable greenness(SG) dan VIDN masing-masing adalah seperti pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. Nilai Treshold Citra SB,DB, SG dan VIDN pada lahan terbuka tambang batubara lama No. Indeks Ambang Bawah
(Td)
Ambang Atas (Tu)
1. Stable brightness 307,55 328,603
2. Delta brightness 10,84 36,935
3. Stable Greenness -45,71 -31,934
4. VIDN 0,076 0,186
Tabel 13. Nilai Treshold Citra SB,DB, SG dan VIDN pada lahan terbuka tambang batubara baru
No. Indeks Ambang Bawah
(Td)
Ambang Atas (Tu)
1. Stable brightness (SB) 263,70 280,33
2. Delta brightness (DB) -43,026 -27,962
3. Stable Greenness (SG) -83,03 -52,766
4. VIDN -0,186 0,032
Berdasarkan nilai ambang pada Tabel 12 dan 13 kemudian dibuat citra tunggal yang menunjukkan lokasi-lokasi areal pasca tambang batubara.
Pembuatan citra ini menggunakan algoritma sederhana menggunakan ekspresi logika AND dan OR menggunakan software Erdas Imagine versi 9.1 sebagai berikut :
EITHER 1 IF (Citra Indeks >= Td AND Citra Indeks <Tu) OR 0 OTHERWISE.
Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
a.
b.
c.
d.
Berdasarkan hasil identifikasi lahan tambang batubara lama menggunakan ambang batas pada Tabel 12 terlihat bahwa citra sintetik yang dihasilkan masih mengalami konfusi dengan areal lain seperti pemukiman, areal sawah dan awan.
Untuk hasil identifikasi lahan tambang batubara baru menggunakan ambang batas pada tabel 12 dapat dilihat pada Gambar 11.
a.
Gambar 10. lahan terbuka tambang batubara lama hasil tresholding untuk citra a.SB b. DB c. SG dan d. VIDN.
Keterangan : areal berwarna merah adalah areal yang teridentifikasi sebagai lahan terbuka tambang batubara lama,garis polyline biru merupakan areal perusahaan tambang batubara, garis polyline kuning merupakn pemukiman dan titik berwarn ungu adalah titik hasil pemeriksaan lapangan.
b.
c.
d.
Gambar 11. lahan terbuka tambang batubara baru hasil tresholding untuk citra a.SB b. DB c. SG dan d. VIDN.
Keterangan : areal berwarna merah adalah areal yang teridentifikasi sebagai lahan terbuka tambang batubara baru,garis polyline biru merupakan areal perusahaan tambang batubara, garis polyline kuning merupakn pemukiman dan titik berwarn ungu adalah titik hasil pemeriksaan lapangan.
Berdasarkan hasil identifikasi lahan tambang batubara lama menggunakan ambang batas pada Tabel 13 terlihat bahwa citra sintetik baik yang dihasilkan seperti pada Gambar 11 masih mengalami konfusi dengan areal lain seperti pemukiman, areal sawah dan awan. Namun hasil identifikasi lahan terbuka tambang batubara menggunakan citra sintetik SG memberikan hasil yang lebih jelas dibandingkan dengan citra lain karena tidak terjadi konfusi dengan penutupan lahan lain
Untuk mendapatkan hasil akhir maka citra tunggal hasil tresholding pada metode MPCA perlu dibuat komposit citra kemudian dilakukan pengambilan keputusan untuk menghasilkan satu citra tunggal lahan terbuka tambang batubara.
Hal ini dilakukan dengan menerapkan algoritma pengambilan keputusan menggunakan penghubung logika OR. Proses tersebut dilakukan dengan menggunakan software Erdas Imagine versi 9.1 dengan membuat model sebagai berikut :
EITHER 1 IF (Citra treshold gabungan(layer 1) EQ 1 OR Citra treshold gabungan(layer 2) EQ 1 OR Citra treshold s gabungan (layer3) EQ 1) OR 0
OTHERWISE (menggunakan penghubung OR).
Keterangan : EQ (Equality) = penghubung atau relasi.
Hasil dari model merupakan citra tunggal dari metode MPCA yang menggambarkan lahan terbuka tambang batubara lama dan baru. Jaya (2005) menyebutkan bahwa hasil tresholding pada umumnya masih mengandung noise yang tampak seperti noktah-noktah atau sering disebut salt and pepper. Sehingga untuk menghilangkan kesalahan ini dilakukan filtering menggunakan lowpass filter yaitu filter median. Selanjutnya dilakukan masking untuk melokalisasi lahan terbuka dan mengeluarkan areal yang dapat meningkatkan hasil analisis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data peta geologi dan peta penutupan lahan hasil penafsiran secara konvensional, di mana areal-areal yang ada penutupan awan dikeluarkan dari analisis. Proses ini dilakukan dengan software Arc View menggunakan ekstensi image analysis dan grid tools yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 12.
a.
b.
Gambar 12. lahan terbuka tambang batubara lama dan baru hasil penggabungan.
Keterangan : areal berwarna merah adalah areal yang teridentifikasi sebagai lahan terbuka tambang batubara lama,garis polyline biru merupakan areal perusahaan tambang batubara, garis polyline kuning merupakn pemukiman dan titik berwarn ungu adalah titik hasil pemeriksaan lapangan.
4.4 Pemeriksaan lapangan hasil identifikasi
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan deteksi dari metode komponen utama dan VIDN maka dilakukan kegiatan uji lapangan berdasarkan kenampakkan hasil deteksi pada citra. Pemeriksaan titik-titik lahan terbuka pada areal pasca tambang menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan lapanganing tahun 2005 dan hasil pemeriksaan lapangan tahun 2009. Selain itu juga digunakan citra SPOT 5 XS tahun 2007 dan Quickbird tahun 2006. Kegiatan pemeriksaan lapangan dilakukan pada lokasi-lokasi kegiatan penambangan batubara dilakukan pada empat kecamatan yaitu Aranio, Sambung Makmur, Pengaron dan Sungai Pinang. Sedangkan khusus untuk pengamatan lokasi lahan pasca tambang dilakukan pada areal PT Baramulti Sukses Sarana yang terdapat di kecamatan Aranio, PT Rahmat Bara Utama, PT Gunung Sambung, dan CV. Baratama yang terdapat di Kecamatan Sambung Makmur, PT. Tanjung Alam Jaya, PT. Mitra Bara Sejati di kecamatan Pengaron dan PD Baramarta di kecamatan Sungai Pinang.
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi areal PT Baramulti Sukses Sarana, CV Gunung Sambung, PT Rahmat Bara Utama ternyata sudah tidak ada kegiatan pertambangan maupun kegiatan reklamasi dan revegetasi, Settling pond (kolam penampungan) pada daerah tambang tidak dirawat dan dikeruk kembali secara berkala sehingga air larian tambang yang masih mengandung/membawa material lainnya tidak tertampung dan terendapkan secara sempurna, Tanah penutup hasil pengupasan pada lokasi tambang yang belum segera dimanfaatkan sebagai bahan pengisian kembali daerah bekas penambangan telah ditimbun pada daerah/lokasi tidak aman yaitu mudah longsor atau erosi, dan tidak ada upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas. Sedangkan lokasi lahan pasca tambang di areal PT. Tanjung Alam Jaya, CV. Baratama dan PD Baramarta terdapat kegiatan reklamasi dan revegetasi. Secara umum keadaan lokasi sekitar titik-titik pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Keadaan Lapangan di sekitar titik-titik pengamatan
No. Lokasi Koordinat Geografis Keterangan
I Kecamatan Karang Intan di areal PD Baramulti Sukses Sarana.
1 Lokasi Biih I blok I S 3024’ 19,68’’
E 1140 57’ 37,44’’
Penambangan dimulai pada bulan Juli 2002 sampai dengan Maret 2005. Luas bekas tambang 1,5 - 3 ha, belum dilakukan revegetasi.
2 Lokasi Biih I blok II LS 30 24’ 42,06’’ BT 1140 57’ 26,82
Penambangan dimulai bulan Juli 2002 sampai Maret 2005, Luas bekas tambang 3 ha, belum dilakukan kegiatan revegetasi.
3 Lokasi Biih II Blok 1
LS 30 24’ 49,5’’ dan BT 1140 57,613
Penambangan dimulai pada bulan Juli 2002 sampai Maret 2005, belum dilakukan
penanaman cover crop atau direvegetasi.
4 Lokasi Biih II Blok II
30 24,13! LS, 1140 57,737 BT
Penambangan dimulai Juli 2002 sampai Maret 2005 luas tambang 4 hektar Belum dilakukan penanaman . 5 Lokasi Gunung
Doser
3o 23,948 LS dan 114o 53,870 BT
Penambangan dimulai Mei sampai Agustus 2005. Luas bekas bukaan tambang ± 0,3 hektar, Lahan bekas tambang belum dilakukan penataan dan reklamasi, penanaman vegetasi cover crop dan direvegetasi.
6 Desa Panyambaran 3o 25’ 55,32” LS dan 114o 57’
48,36”
Kegiatan penambangan dilaksanakan pada bulan Agustus s/d November 2005.
Luas bukaan bekas kegiatan penambangan ± 3,2 hektar.
belum dilakukan penanaman cover crop dan revegetasi, Tidak dilakukan pemisahan top soil.
7 Gunung Ulin 3o 22’ 26,88” LS dan 114o 58’
24,36” BT
Penambangan dimulai pada Bulan Januari s/d Juni 2005 Luas bukaan bekas
penambangan ± 3
hektar.Lahan bekas tambang belum dilakukan penanaman atau revegetasi.
8 Gunung Buta 3o 21’ 42,42” LS dan 114o 59’ Aktifitas penambangan dimulai pada bulan Februari s/d Juni 2005,Luas bekas bukaan tambang ± 1,5 hektar,Lahan bukaan bekas penambangan belum dilakukan penataan lahan.
Lahan bekas tambang belum direvegetasi
No. Lokasi Koordinat Geografis Keterangan II Kecamatan
Sambung Makmur 1 CV. Gunung
Sambung didesa Balaspa.
115° 08’ 00,18” BT dan 03°
13’ 06,52” LS
Terdapat areal Eks PETI yang posisi / areal termasuk pada areal PKP2B dan Eksploitasi KP CV. Gunung PT. Tanjung Alam Jaya dan CV Baratama.
Sebagian besar areal belum dilakukan revegetasi dan reklamasi.
2 PT. Tanjung Alam Jaya
115° 10’ 00,99” BT dan 03°
12’ 38,81” LS
3 CV. Baratama 115° 07’ 36,09” BT dan 03°
14’ 16,07” LS III Kecamatan
Pengaron
1 PT. Mitra Bara Sejati 115° 06’ 37,07” BT dan 03°
18’ 03,95” LS Desa Maniapun
Areal eks PETI yang ada Eks Peti yang posisi / areal termasuk pada areal PT. Mtra Bara Sejati , belum dilakukan revegetasi dan reklamasi.
termasuk pada areal PT. Mtra Bara Sejati , belum dilakukan revegetasi dan reklamasi.
2 115° 06’ 49,08” BT dan 03° 17’ 47,11” LS posisi ini PT. Mitra Bara Sejati berada didesa Karang Halus, IV Kecamatan Sungai
Pinang
1 Eks Peti tersebut masuk pada wilayah Izin Usaha
Penambangan Eksplorasi PD.
Baramarta
115° 13’ 48,32” BT 03° 11’
58,29” LS dan 115° 13’
48,64” BT 03° 11’ 59,82” LS posisi ini berada didesa Sungai Pinang
Areal eks PETI yang ada Eks Peti yang posisi / areal termasuk pada areal PD Baramarta, belum dilakukan revegetasi dan reklamasi.
2 Eks Peti tersebut masuk pada wilayah Izin Usaha
Penambangan Eksplorasi PD.
Baramarta
15° 13’ 11,63” BT 03° 12’
49,07” LS dan 115° 13’
10,43” BT 03° 12’ 51,03” LS
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar (2007)
4.5 Akurasi Metode MPCA dan VIDN
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dari titik ikat yang di periksa terdapat penutupan lahan berupa pemukiman, jalan, jembatan, tanaman karet muda, lahan terbuka atau tanah kosong, alang-alang dan lahan terbuka tambang batubara. Pada penelitian ini dilakukan uji akurasi terhadap citra yang dihasilkan baik dengan metode MPCA maupunVIDN untuk lahan terbuka tambang batubara lama dan baru. Pemeriksaan lapangan dilakukan dengan mengambil titik-titik sampel yang merupakan lahan eks tambang batubara dan lahan tambang batubara
yang sedang berjalan. Untuk melengkapi data pada penelitian ini digunakan data sekunder hasil pemeriksaan lapangan terhadap kegiatan eks PETI di kabupaten Banjar. Perhitungan akurasi dilakukan dengan menggunakan metode standar dengan membandingkan total area yang masuk dan keluar dengan menggunakan data areal tambang batubara hasil pemodelan dengan peta acuan (refference map).
Congalton dan Green (1999) mengatakan bahwa perhitungan akurasi menggunakan kategori tunggal atau single classification hanya menghasilkan satu akurasi saja yaitu akurasi umum atau overall accuracy. Perhitungan akurasi umum atau overall accuracy seperti pada Tabel 15 dan 16.
Tabel 15. Hasil perhitungan akurasi deteksi bekas lahan terbuka tambang batubara lama No. Citra Sintetik
Akurasi Umum (Overall Accuracy)
(%)
1 Stable Brightness (SB) 42,01
2 Delta Brightness (DB) 34,97
3 Stable Greenness (SG) 46,99
4 Citra Komposit SB, DB dan SG 32,69
5 VIDN 13,25
Tabel 16. Hasil perhitungan akurasi deteksi lahan terbuka tambang batubara baru No. Citra Sintetik
Akurasi Umum (Overall Accuracy)
(%)
1 Stable Brightness (SB) 30,79
2 Delta Brightness (DB) 25,27
3 Stable Greenness (SG) 56,22
4 Citra Komposit SB,DB dan SG 76,47
5 VIDN 58,87
Pada deteksi lahan terbuka tambang batubara dengan metode VIDN tingkat akurasinya lebih rendah dibandingkan dengan metode MPCA. Hal ini disebabkan karena metode VIDN yang didapat dari hasil pengurangan indeks vegetasi NDVI hanya menerangkan informasi kehijauan saja. Seperti disebutkan Jaya (2007) bahwa secara teoritis metode VIDN hanya merangkum perubahan
kehijauan saja, sedangkan perubahan kecerahan tanah tidak dapat dirangkum.
Secara umum kedua metode belum dapat membedakan antara lahan terbuka tambang batubara yang telah selesai dikerjakan dengan areal tambang batubara yang baru. Citra lahan terbuka tambang batubara hasil deteksi menggunakan metode MPCA dan VIDN dapat dilihat pada Gambar 13 sedangkan hasil pemeriksaan lapangan dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
a. e.
b. f.
c. g.
Gambar 13. Peta lahan terbuka tambang batubara hasil deteksi menggunakan metode komponen utama (a, b dan c) dan metode VIDN (d, e dan f).
Keterangan : titik hijau merupakan titik pemeriksaan lapangan lapangan dan garis ungu merupakan areal perusahaan tambang batubara.
a. b.
d e
f G
Gambar 14. Citra hasil deteksi areal terbuka tambang batubara di Kabupaten Banjar (a). areal terbuka batubara baru (b). areal terbuka yang terdeteksi sebagai jalan (c) areal terbuka reklamasi (d) areal terbuka yang telah selesai reklamasi dan revegetasi (e) areal terbuka lama (eks PETI) dan (f). areal terbuka lama eks PETI yang tergenang air.
a. b.
c d
e
Gambar 15. Kondisi lapangan areal terbuka tambang batubara di Kabupaten Banjar (a). areal terbuka batubara baru (b). areal terbuka yang terdeteksi sebagai jalan (c) areal terbuka reklamasi (d) areal terbuka yang telah selesai reklamasi dan revegetasi (e) areal terbuka lama (eks PETI) dan (f). areal terbuka lama eks PETI yang tergenang air.
4.6 Efisiensi relatif biaya pemeriksaan lokasi areal tambang
4.6.1 Biaya Dinas Pemeriksaan Terhadap Perusahaan Pertambangan
Berdasarkan data dari dinas pertambangan dan energi kabupaten Banjar biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan lapangan perusahaan tambang batubara adalah seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Rincian biaya kegiatan pemeriksaan lapangan tambang batubara
A. Upah dan Perjalanan
Biaya perjalanan dinas personil dinas perkecamatan 1 hari Rp 55.000,- (Gol III) sebanyak 5 orang:
a. 1 pesonil pemeriksaan bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
b. 1 personil pemeriksaan bidang pengelolaan dan pemantauan lingkungan
c. 1 personil pemeriksaan bidang teknis penambangan d. 2 personil staf (pembantu pemeriksaan dan pengambilan
sampel uji)
Rp 275.000,-
B. Peralatan dan transport dan akomodasi
1. Sewa mobil double gardan satu kali perjalanan dinas 1 hari Rp. 750.000,- (include BBM)
2. Makan minum harian :
a. Makan siang Rp 25.000,-/org/perjalanan dinas b. Snack Rp 10.000,-/org/perjalanan dinas
3. Dokumentasi dan laporan per perusahaan Rp 535.000,-.
Rp 750.000,-
Rp 125.000,- Rp 50.000,-
Total Biaya Rp 1.255.000,-
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar (2009).
Total 1 kali pemeriksaan bidang pengawasan pertambangan dan energi Rp 1.255.000,-/hari/perusahaan (biasanya sampai 2 hari) sehingga totalnya sebesar Rp 2.510.000,-. Total biaya yang diperlukan adalah Rp 2.510.000,- x 24 = Rp 60.240.000,-. Di kabupaten Banjar terdapat 24 perusahaan tambang batubara dengan total luas areal 45.894,03 ha, sehingga biaya satuan untuk pemeriksaan lapangan adalah Rp 55.220.000,-/ 45.894,03 ha = Rp 1.312,59/ha.
4.6.2 Perhitungan Biaya Pengadaan citra SPOT
Berdasarkan data dari situs resmi citra SPOT yaitu www.spotimage.com harga per 20 April 2009 1 scene citra SPOT 4 XS dengan luas 360.00 ha adalah €
1900 atau US $ 1,4132. Dengan asumsi 1 $ = Rp 11.000 maka harga citra SPOT 4 XS dalam rupiah adalah Rp 29.535.880,-. Jumlah citra SPOT 4 XS yang digunakan dalam penelitian adalah 2 lembar, dengan demikian harga satuan citra SPOT 4 XS adalah Rp (29.535.880,-x 2/)360.000 ha = Rp 164,09/ha.
4.6.3 Perhitungan Biaya Pengecekan Lokasi areal pasca tambang batubara Untuk perhitungan biaya pengecekan lokasi areal pasca tambang batubara di kabupaten Banjar digunakan data biaya adalah seperti pada Tabel 18.
Tabel 18. Rincian biaya kegiatan pemeriksaan lapangan tambang batubara
Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
A. Upah dan Transport Upah Tenaga Lapangan
a. Lumsum Tenaga Pembantu (3 org x 2 minggu x Rp 300.000,-) b. Transport Angkot pp ke Lokasi (3 org x 2 minggu x Rp 200.000,-)
1.800.000,- 1.200.000,- Sub Total A 3.000.000,- B. Peralatan
Alat dan Bahan Penelitian :
a. Sewa Kompas (2 minggu x Rp 25.000,-) b. Sewa Altimeter (2 minggu x Rp 25.000,-) c. Meter Roll
d. ATK
50.000,- 50.000,- 50.000,- 200.000,- Sub Total B 350.000,- C. Pengolahan Data
Pengolahan Data :
a. Olah Data Citra Satelit dan GIS di Laboratorium (Paket) b. Pengolahan Data Lapangan
1.000.000,- 500.000,- Sub Total C 1.500.000,- D. Penyusunan Laporan
Penyusunan Laporan : a. Kertas A4 80 gr 6 rim b. Tinta Printer
240.000,- 400.000,- Sub Total D 640.000,- E. Seminar Hasil Penelitian
Seminar Hasil : a. Sewa infokus
b. Penggandaan Makalah Seminar Hasil c. Konsumsi Seminar
250.000,- 250.000,- 250.000,- Sub Total E 750.000,- F Laporan Akhir Tesis :
Penggandaan dan Jilid Laporan (10 buah x Rp 150.000,-) 1.500.000,- Sub Total G 1.500.000,-
G Pengeluaran Lainnya 500.000,-
Sub Total H 500.000,-
TOTAL (A+B+C+D+E+F+G) 8.240.000,-
Seperti diketahui bahwa Di kabupaten Banjar terdapat 24 perusahaan tambang batubara dengan total luas areal 45.894,03 ha sehingga biaya satuan untuk pengecekan lokasi tambang batubara adalah Rp 8.240.000,-/ 45.894,03 ha = Rp 179,55/ha.
4.6.4 Perhitungan komponen biaya lain
Komponen-kompoenen biaya lain yang digunakan dalam analisis efisiensi relatif menggunakan data sekunder antara lain biaya pengolahan citra multi waktu sebesar Rp 18,47/ha (Jaya, 2005), biaya sewa hardware dan software pengolah citra sebesar Rp 26,4/ha, biaya pembuatan peta kerja dan peta hasil Rp. 880.000,- /lembar/kabupaten dan pencetakan peta hasil sebesar Rp 100.000/lembar (BPKH V Banjarbaru). Total biaya pembuatan peta kerja dan peta hasil sebanyak 2 lembar adalah Rp 1.960.000,-. Berdasarkan data BPS Kabupaten Banjar tahun 2006 luas kabupaten Banjar adalah 469.900 ha sehingga biaya satuan pembuatan peta dan penpencetakan peta sebesar Rp 1.960.000,/ 469.900 ha = Rp 4,17/ha.
Berdasarkan hasil analisis komponen-komponen biaya yang ada maka dapat dibuat kajian efisiensi sebagaimana tabel 19 dan 20.
Tabel 19. Komponen biaya pengecekan lokasi tambang menggunakan citra
No Komponen Biaya Biaya /Satuan
1 Pengadaan citra SPOT 4 XS 2 Scene Rp/ha 164,09
2 Pengolahan citra 7 Hari Rp/ha 18,47
3 Pengecekan lapangan 30 lokasi Rp/ha 179,55
4 Sewa hardware/software pengolah citra Rp/ha 26,4 Rp/ha 388,51 Tabel 20. Komponen biaya pengecekan lokasi tambang tanpa menggunakan citra
No Komponen Biaya BiayaSatuan
1 Total biaya pemeriksaan lapangan semua perusahaan tambang batubara
Rp/ha 1312,59 2 Pembuatan Peta kerja dan peta hasil identifikasi
perusahaan tambang dan pencetakan peta sebanyak 2 lembar.
Rp/ha 4,17
3 Sewa hardware/software pengolah citra Rp/ha 26,4
Total Rp/ha 1343,16
Efisiensi biaya didapatkan dengan menggunakan rumus :
(Rp/Ha) Citra
n Menggunaka Dengan
Biaya Total
(Rp/Ha) survey)
(ground Citra
n Menggunaka Tanpa
Biaya Total
ER T
Sehingga berdasarkan komponen biaya yang terdapat pada Tabel 19 dan 20 maka efisiensi relatif (ER) biaya pengecekan lokasi tambang dengan penggunaan citra dibandingkan dengan tanpa menggunakan citra adalah :
388,51 3,46 Rp/Ha
1343,16 Rp/Ha
ER Rp 3,
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa biaya pengamatan atau inventarisasi lahan pasca tambang dengan hanya melakukan survey lapangan langsung memerlukan biaya 3,46 kali lebih besar dibandingkan dengan memanfaatkan citra. Apabila diprosentasekan maka biaya survey inventarisasi lahan tambang batubara dengan memanfaatkan citra hanya 1/3,46 x 100% atau 29 % dari biaya survei dengan pengamatan lapangan langsung.
4.7 Efisiensi Relatif waktu kegiatan identifikasi areal tambang
Berdasarkan data dari dinas pertambangan dan energi kabupaten Banjar seperti pada Tabel 16 waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan lapangan secara langsung untuk satu lokasi tambang maksimal 2 hari. Di kabupaten Banjar terdapat 24 perusahaan tambang sehingga total untuk pemeriksaan seluruh areal tambang di kabupaten Banjar adalah 48 hari. Sementara untuk pemeriksaan areal tambang menggunakan citra dibutuhkan waktu 14 hari.
Efisiensi relatif waktu didapatkan dengan menggunakan rumus :
(hari) Citra n menggunaka dengan
diperlukan Yang
Waktu Total
(hari) citra n menggunaka tanpa
diperlukan Yang
Waktu Total
Waktu
ER T
hari 3,43 14
hari
ER 48 3
1 4
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk inventarisasi lahan pasca tambang dengan hanya melakukan survey lapangan langsung memerlukan waktu 3,43 kali lebih lama dibandingkan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk inventarisasi lahan pasca tambang dengan memanfaatkan citra. Apabila diprosentasekan maka waktu untuk survey inventarisasi lahan tambang batubara dengan memanfaatkan citra hanya 1/3,43 x 100% atau 29,10% lebih efisien dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk pengamatan lapangan langsung.