• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI KALANGAN ETNIK BATAK UNTUK MEMILIH JASA PELAYANAN KESEHATAN DI SEMENANJUNG MALAYSIA TAHUN 2018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI KALANGAN ETNIK BATAK UNTUK MEMILIH JASA PELAYANAN KESEHATAN DI SEMENANJUNG MALAYSIA TAHUN 2018 SKRIPSI"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

SARBI OKVIA PURBA NIM. 141000015

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARBI OKVIA PURBA NIM. 141000015

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal: 15 Mei 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M.

2. dr. Fauzi, S.K.M.

(5)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengambilan Keputusan oleh Masyarakat Etnik Batak untuk Memilih Jasa Pelayanan Kesehatan di Semenanjung Malaysia Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Mei 2019

Sarbi Okvia Purba

(6)

Abstrak

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan banyak pilihan terhadap barang maupun jasa disegala bidang termasuk kesehatan.

Kesehatan merupakan sektor jasa yang memiliki pertumbuhan pesat dalam bisnis.

Hal ini didukung oleh meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan medis yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih selektif dalam pemilihan jasa fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aulia (2016) dengan judul “Pelancongan Perubatan dari Sumatera Utara ke Semenanjung Malaysia: Tren, Faktor Penyumbang dan Impak. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebanyak 128 orang (24,3%) dari total 12 etnik yang melakukan pengobatan ke Semenanjung Malaysia adalah Etnik Batak.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Informan dalam penelitian ini diambil secara purposive (bertujuan), yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang mampu memberi informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu Analisis Pengambilan Keputusan di Kalangan Etnik Batak untuk Memilih jasa Pelayanan Kesehatan di Semenanjung Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat etnik Batak sangat peduli pentingnya pendidikan, ada pengaruh penghasilan terhadap keputusan memilih jasa pelayanan kesehatan di Semenanjung Malaysia, pasien yang memutuskan berobat ke Semenanjung Malaysia pada penelitian ini sebagian besar ditanggung oleh kepala keluarga, masyarakat Batak mengenal masalah kesehatan dimulai dari apa yang dirasakan dalam dirinya dan hal tersebut mengganggu aktivitasnya, ada pengaruh keluarga dalam memutuskan pemilihan tempat pengobatan, fasilitas RS di Semenanjung Malaysia bagus, lengkap, canggih dan memutuskan berobat ke RS di Semenanjung Malaysia, pelayanan paramedis yang baik dan cukup, sebagian besar informan akan melakukan pengobatan kembali ke Semenanjung Malaysia jika mengalami suatu penyakit. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa Masyarakat Batak sangat terbuka dan mudah beradaptasi terhadap perkembangan zaman baik dalam hal teknologi, kesehatan dll. Disarankan kepada Petugas kesehatan perlu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan agar masyarakat khususnya etnik Batak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut untuk pelayanan kesehatannya.

Kata kunci: Etnik batak, keputusan, pelayanan kesehatan

(7)

Abstract

The development of science and technology has led to many choices for goods and services in all fields including health. Health is a service sector that has a rapid growth in business. This is supported by the increasing demands of the community for medical services which causes the community to be more selective in choosing health service facilities. Based on research carried out by Aulia (2016) with the title "Medical Travel from North Sumatra to Peninsula Malaysia: Trends, Contributing Factors and Impacts. The results of the study stated that as many as 128 people (24.3%) out of a total of 12 ethnic groups who took medication to Peninsular Malaysia were Ethnic Bataks. This study used a qualitative research method with a phenomenological approach. The informants in this study were taken purposively, namely the technique carried out to select informants who were able to provide information relating to the research topic, namely the Decision Analysis in the Batak Ethics to Select Health Services in Peninsular Malaysia.

The results showed that the ethnic Batak people were very concerned about the importance of education, there was an influence of income on the decision to choose health services in Peninsular Malaysia, patients who decided to seek treatment in Peninsular Malaysia were mostly borne by the head of the family, Batak people knew what health problems felt in him and it disrupted his activities, there was family influence in deciding the choice of treatment place, RS facilities in Peninsular Malaysia were good, complete, sophisticated and decided to go to hospital in Peninsular Malaysia, good and sufficient paramedic services, most informants would do treatment returns to Peninsular Malaysia if it experiences an illness. From this, it can be seen that Batak people are very open and adaptable to the development of the times in terms of technology, health, etc. It is recommended that health workers need to improve the quality of health services so that the ethnic Batak community uses the health care facilities for their health services.

Keywords: Batak ethnicity, decisions, health services

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengambilan Keputusan di Kalangan Etnik Batak untuk Memilih Jasa Pelayanan Kesehatan di Semenanjung Malaysia Tahun 2018”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M., selaku Dosen Penguji I yang telah

(9)

penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. dr. Fauzi, S.K.M., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam

perbaikan skripsi ini.

7. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.

8. Seluruh Dosen, dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepala Camat Medan Baru yang telah memberikan izin penelitian dalam penulisan skripsi ini.

10. Kepada kedua orang tua tercinta (Sarlen Purba, dan Subiana Saragih) yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan, memberikan dukungan dan motivasi serta memberikan kasih sayang yang tidak terhingga kepada penulis.

11. Saudara penulis (Megi Andre Wigo Purba) dan keluarga besar yang

senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, motivasi, serta doa yang tiada henti kepada penulis.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

(10)

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2019

Sarbi Okvia Purba

(11)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Tinjauan Pustaka 7

Kebudayaan 7

Etnik 8

Budaya Batak 10

Konsep Keluarga Batak 14

Konsep Masyarakat Adat Suku Batak 18

Kekerabatan Suku Batak 20

Pandangan Suku Batak terhadap Kesehatan 22

Manajemen Pemasaran 23

Konsep Jasa 24

Dimensi kualitas jasa 24

Karakteristik Konsumen 24

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen 25

Keputusan Memilih 29

Keputusan pada pasien berobat berobat 29

Proses pengambilan keputusan 30

Rumah Sakit 34

Definisi rumah sakit 34

Tugas dan fungsi rumah sakit 35

Pelayanan kesehatan 36

Hasil Penelitian yang Relevan 40

(12)

Landasan Teori 41

Kerangka Berpikir 44

Metode Penelitian 46

Jenis Penelitian 46

Lokasi dan Waktu Penelitian 47

Subjek Penelitian 47

Definisi Konsep 47

Metode Pengumpulan Data 48

Metode Analisis Data 49

Hasil Penelitian dan Pembahasan 50

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 50

Profil Propinsi Sumatera Utara 50

Karakteristik Informan 52

Hasil Wawancara Dengan Informan 53

Data tentang Tahapan Keputusan Pembelian Jasa oleh Masyarakat Etnik Batak dalam Memilih Pelayanan

Kesehatan di Semenanjung Malaysia 54

Mengenali masalah kesehatan dimulai dari diri sendiri 54 Pengalaman menjadi acuan dalam memilih jasa

pelayanan kesehatan 56

Masyarakat etnik batak dinamis 58

Pengaruh keluarga dalam memutuskan tempat pengobatan 59 Fasilitas RS mempengaruhi masyarakat batak dalam

keputusan berobat 61

Masyarakat batak mempunyai tingkat kepercayaan

diri yang tinggi 62

Masyarakat batak disiplin mengenai waktu 67

Tindakan setelah proses penggunaan 69

Keterbatasan Penelitian 71

Kesimpulan dan Saran 72

Kesimpulan 72

Saran 74

Daftar Pustaka 75

Lampiran 77

(13)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Etnik yang Memilih Pengobatan ke Semenanjung Malaysia 5 2 Karakteristik Informan yang Memilih Pengobatan

ke Semenanjung Malaysia 52

3 Pekerjaan dan Penghasilan Informan yang Memilih

Pengobatan ke Semenanjung Malaysia 53

(14)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Tahapan dalam proses pembelian pada konsumen 31

2 Kerangka berpikir 45

(15)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Lembar Persetujuan Informan 76

2 Permohonan Menjadi Informan 77

3 Lembar Triangulasi 78

4 Surat Izin Penelitian 81

5 Surat Rekomendasi Penelitian 82

6 Surat Balasan Rekomendasi Penelitian 83

7 Surat Selesai Penelitian 84

8 Matriks Hasil Wawancara 85

9 Dokumentasi Penelitian 97

(16)

Daftar Istilah

AS Amerika Serikat

ASEAN Association of Southeast Asian Nations KND Komite Nasional Daerah

RI Republik Indonesia

RS Rumah Sakit

SP Sensus Penduduk

(17)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Sarbi Okvia Purba berumur 24 tahun. Penulis lahir di Hasurungan Kabupaten Simalungun pada tanggal 20 Oktober 1995. Penulis beragama Kristen, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sarlen Purba dan Ibu Subiana Saragih.

Pendidikan formal dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri 095226 Hasurungan Tahun 2002-2008, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Raya Kahean Tahun 2008-2011, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Raya Kahean Tahun 2011-2014. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Mei 2019

Sarbi Okvia Purba

(18)

Pendahuluan

Latar Belakang

Perubahan lingkungan yang cepat dan berkembang baik ditingkat lokal maupun global, mendorong rumah sakit untuk melaksanakan berbagai perubahan.

Mengingat perubahan yang cenderung semakin cepat dengan munculnya berbagai kebijakan pemerintah, teknologi, perekonomian, perilaku konsumen, pertumbuhan pasar, strategi pesaing dan faktor-faktor ini yang mengakibatkan situasi persaingan lebih tajam, maka dibutuhkan strategi yang tepat dalam mengelola pelayanan kesehatan di rumah sakit (Anggrahenni, 2012).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan banyak pilihan terhadap barang maupun jasa disegala bidang termasuk kesehatan.

Kesehatan merupakan sektor jasa yang memiliki pertumbuhan pesat dalam bisnis.

Hal ini didukung oleh meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan medis yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih selektif dalam pemilihan jasa fasilitas pelayanan kesehatan.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009).

Persaingan rumah sakit yang terjadi untuk memperoleh mangsa pasar,

(19)

yang biasa (Margareta, 2003). American Marketing Association oleh Khotler dan Keller (2009), menyatakan bahwa pemasaran (marketing management) adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.

Fungsi pemasaran adalah ujung tombak perusahaan yang menjual produk atau jasa. Fungsi pemasaran diharapkan mampu mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan perusahaan. Fungsi pemasaran tidak hanya sekedar menjual produk tetapi bagaimana pada akhirnya dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perusahaan (Situmorang, 2008). Keuntungan yang didapat rumah sakit tentu berasal dari penjualan jasa pelayanan rumah sakit.

Rumah sakit harus mengetahui bagaimana perilaku konsumennya (pasien) dalam menjual jasa pelayanan untuk dapat memenangkan persaingan. Suatu perusahaan perlu mengidentifikasi perilaku konsumen dan faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Penelitian atas semua faktor akan memberikan petunjuk bagi pemasar untuk dapat menjangkau konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2009), mengatakan perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

Model perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2009), rangsangan pemasaran (produk, harga, tempat dan promosi) dan rangsangan lain (ekonomi, teknologi, politik dan budaya) membentuk kesadaran pembeli. Dimana

(20)

karakteristik pembeli seperti budaya, sosial, pribadi dan psikologi serta proses pengambilan keputusan lima tahap yang akan menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Menurut Kotler dan Keller (2009), dalam pemasaran, persepsi itu lebih penting daripada realitas, karena persepsi yang kan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Perilaku aktual konsumen dinilai sebgai keputusan pembelian. Dimana persepsi terhadap masing-masing determinan dari model perilaku pembelian yang akan mempengaruhi keputusan pembelian seseorang. Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti (Kotler dan Keller, 2009).

Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan sering disebabkan oleh faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya (Mamik, 2010). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagaimana dikemukakan oleh (Swastha, 2005) yaitu faktor yang berasal dari penyedia layanan kesehatan dan faktor dari masyarakat pengguna pelayanan kesehatan. Tiga faktor dari dari penyedia layanan kesehatan adalah fasilitas pelayanan, biaya pelayanan dan jarak, sedangkan dua faktor dari masyarakat pengguna pelayanan kesehatan dalah faktor pendidikan dan sosial ekonomi.

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang pada akhirnya berimplikasi pada pertumbuhan rumah sakit. Pertumbuhan rumah sakit yang sangat pesat terutama

(21)

dikota-kota besar pada umumnya, berakibat timbulnya persaingan antar rumah sakit. Rumah sakit akan berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saingnya guna meraih atau mempertahankan pasar. Namun demikian dengan pertumbuhan rumah sakit ini pengguna jasa pelayanan konsumen sangatlah diuntungkan karena semakin banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya.

Peta industri pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit (RS) beberapa tahun terakhir menunjukkan trend perkembangan dan persaingan yang meningkat di Indonesia. rumah sakit pemerintah maupun swasta semakin banyak bermunculan. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat semakin kritis dalam memilih pelayanan kesehatan yang bermutu (Widyaningsih, 2010).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara pengguna jasa pelayanan (konsumen) dan penyelenggara jasa pelayanan (provider). Interaksi ini merupakan suatu hal yang sangat kompleks dan berhubungan dengan banyak faktor (Dever, 1984).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan diantaranya adalah faktor sosiobudaya, faktor yang berhubungan dengan konsumen, faktor yang berhubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan dan faktor yang lainnya. Pelayanan kesehatan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia. Masyarakat memilih menjalani pengobatan ataupun checkup di negara lain (Sutriyanto, 2012).

Malaysia adalah negera berpenduduk terbanyak ke-43 dan negara dengan daratan terluas ke-66 di dunia, dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta dan luas wilayah melebihi 320.000 km². Malaysia terdiri atas dua kawasan utama yang

(22)

terpisah oleh Laut Cina Selatan. Keduanya memiliki bentuk muka bumi yang hampir sama, yaitu dari pinggir laut yang landai hingga hutan lebat dan bukit tinggi. Kuala Lumpur adalah ibukota resmi dan kota terbesar di Malaysia (Effendi, 2014).

Sistem pembiayaan kesehatan di Negara Malaysia berkembang lebih awal dan lebih maju dibandingkan dengan negara Indonesia karena negara Malaysia merupakan negara Persemakmuran Inggris (Effendi, 2014).

Perjalanan wisata semakin murah, ketika dolar AS menguat. Salah satu wisata yang booming adalah wisata medis dan negara yang mendapat keuntungan paling besar adalah negara Malaysia. Wisata medis di Malaysia menurut data meningkat 100% dalam 5 tahun terakhir.

Tabel 1

Etnik yang Memilih Pengobatan ke Semenanjung Malaysia

Etnik n %

Aceh 23 4,4

Batak 128 24,3

Betawi 2 0,4

Tionghoa 54 10,2

Tamil 2 0,4

Jawa 118 22,4

Karo 11 2,1

Mandailing 54 10,2

Melayu 83 15,7

Minang 46 8,7

Nias 3 0,6

Sunda 3 0,6

Jumlah 527 100,0

Berdasarkan data tersebut etnik batak merupakan etnik terbanyak yang melakukan pengobatan ke Semenanjung Malaysia yaitu sebanyak 128 orang 24,3% (Aulia, 2016). Etnik batak merupakan etnik terbanyak kedua di Sumatera

(23)

Utara dengan jumlah 20% dari jumlah keseluruhan penduduk Sumatera Utara, sedangkan etnik paling banyak di Sumatera Utara adalah Etnik Jawa dengan jumlah 30% dari keseluruhan jumlah penduduk Sumatera Utara.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengambilan Keputusan di Kalangan Etnik Batak untuk Memilih Jasa Pelayanan Kesehatan di Semenanjung Malaysia”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan teori Kotler dan Keller (2009) dan tingginya kunjungan masyarakat Batak ke Semenanjung Malaysia maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengambilan Keputusan di Kalangan Etnik Batak untuk Memilih Jasa Pelayanan Kesehatan di Semenanjung Malaysia.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan tentang Proses Pengambilan Keputusan yang dilakukan oleh masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan.

Manfaat Penelitian

Dari tujuan diatas diharapkan penelitian inindapat digunakan untuk

1. Manfaat Akademik, sebagai bahan bacaan/informasi bagi penelitian lain mengenai analisis pengambilan keputusan di Kalangan Etnik Batak untuk memilih jasa pelayanan kesehatan di Semenanjung Malaysia.

2. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi rumah sakit di Indonesia dalam menawarkan pelayanan jasa kesehatan rumah sakit.

(24)

Tinjauan Pustaka

Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yang diartikan sebagai bentuk jamak dari konsep budhi dan dhaya (akal). Manusia adalah pemilik budhi dan dhaya itu. Manusia memiliki budhi diartikan kemampuan berpikir dan mencipta. Sementara itu daya juga adalah milik manusia yang sangat hakiki dan melekat dalam diri manusia yang berwujud kemampuan atau kekuatan.

Manusia yang memiliki cipta mampu mempergunakan daya makhuk lain, demikian juga daya alam, sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai contoh, manusia dengan ciptanya dapat memanfaatkan daya yang dimiliki sinar matahari, sehingga terciptalah tenaga listrik berdaya matahari. Demikian juga dengan adanya angin, dipergunakan manusia untuk memutar kincir, sehingga dapat memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Dari daerah yang rendah dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi. Dengan demikian milik manusia yang sangat esensial cipta, rasa, dan karsa maupun membangun kemampuan, kepintaran, dan kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keindahan yang dimiliki suku bangsa maupun bangsa, atau bahkan kelompok kecil sekalipun, berakar di dalam rasa, kemudian manusia memakai unsur ciptanya, lalu menghasilkan karsa dan karya yang sangat dibanggakan dan dikagumi manusia secara universal (Simanjuntak dkk, 2014).

Koentjaraningrat merumuskan tiga gejala kebudayaan, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-

(25)

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Pemikiran tiga wujud kebudayaan tersebut kemudian dirumuskan sebagai sesuatu yang berkaitan satu ama lain. Ide-ide atau gagasan-gagasan terdapatan didalam pemikiran manusia, tentunya sebagai hasil olah otak (Simanjuntak, 2014).

Etnik

Kata etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani ethnos, yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat istiadat, bahasa, nilai, norma budaya dan lain-lain, yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok yang minoritas atau mayoritas dalam suatu masyarakat. Misalnya, kita menyebutkan eurocentric untuk menerangkan budaya yang berpusat pada mayoritas etnik dan

ras dari orang-orang Eropa, Chinacentric untuk menyebutkan kebudayaan yang berorientasi pada Cina, Javacentric untuk menyebutkan kebudayaan yang berorientasi pada Jawa. Jadi istilah etnik mengacu pada suatu kelompok yang sangat fanatik dengan ideologi kelompoknya, tidak ingin tahu ideologi kelompok lain. Dalam perkembangannya makna makna ethnos berubah menjadi etnichos yang secara harfiah digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok menyembah berhala atau orang kafir yang hanya berurusan dengan kelompoknya sendiri tanpa peduli kelompok lain.

(26)

Menurut Narrol, kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang secara biologis mampu berkembangbiak dengan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Liliweri, 2009).

Martin Bulmer mengemukakan, etnik atau yang selalu disebut kelompok etnik adalah suatu kelompok kolektif manusia dalam penduduk yang luas, yang memiliki kenyataan atau ceritera asal-usul yang sama, mempunyai kenangan terhadap masa lalu, yang berfokus pada satu unsur simbolik atau lebih yang mendefinisikan identitas kelompok, seperti keakraban, bahasa, agama, pembagian wilayah, tampilan nasionalitas dan fisik (suku bangsa dan fisik), yang anggotanya sadar bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut.

Richard Delgado dan Jean Stefancic memperluas pengertian kelompok etnik sebagai kelompok yang dapat tersusun atas ras, agama atau asal negara.

Sebuah keluarga dengan identitas sosial yang jelas seperti kesamaan agama misalnya orang Belanda, atau kesamaan bahasa sepeti orang Belgia, atau kesamaan sejarah, pengalaman hidup, bahkan kesamaan mitos maupun mistis.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa etnik atau kelompok etnik adalah:

Pertama, suatu kelompok sosial yang mempunyai tradisi kebudayaan dan sejarah yang sama, dan karena kesamaan itulah mereka memiliki suatu identitas sebagai suatu sub kelompok dalam suatu masyarakat luas. Para anggota dari

(27)

kelompok etnik itu berbeda dengan kebudayaan masyarakat kebanyakan, hanya karena mereka memiliki karakteristik kebudayaan tertentu dari anggota masyarakat yang lain. Kelompok etnik bisa mempunyai bahasa sendiri, agama sendiri, adat istiadat sendiri yang berbeda dengan kelompok lain.

Kedua, suatu kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda,

namun diantara para anggotanya merasa memilki semacam sub kultur yang sama.

Gagasan tentang kelompok etnik itu berbeda dengan ras, sebab etnik lebih menggambarkan nilai, norma, perilaku dan bahasa, yang acap kali juga terlihat dari tampilan fisik mereka. Sering kali kelompok etnik dipikirkan sebagai kelompok minoritas dari kebudayaan orang lain.

Ketiga, etnik merupakan suatu kelompok yang memilikidomain tertentu,

yang kita sebut dengan ethnic domain. Susanne Langer mengatakan bahwa kerap kali kelompok etnik itu mempunyai peranan dan bentuk simbol yang sama, memiliki bentuk kesenian atau art yang sama, yang diciptakan dalam ruang dan waktu mereka. Jadi, ada imajinasi yang sama atau arsitektur yang sama yang mereka ciptakan secara virtual. Dengan meciptakan arsitektur itu, mereka menggambarkan diri mereka, hubungan mereka dengan orang lain, membentuk sistem peran, fungsi dan relasi, serta struktur dan sistem sosial (Liliweri, 2009).

Budaya Batak

Menurut Friedman (1998), kebudayaan didefinisikan sebagai sistem pola perilaku yang ditransmisikan oleh masyarakat yang menghubungkan kelompok manusia dengan lingkup lingkungannya, dan juga sebagai sistem-sistem perubahan sosial dan organisasi yang bertindak sebagai penengah adaptasi sosial.

(28)

Kebudayaan merupakan pola-pola dari perilaku yang dipelajari dan nilai-nilai yang ditransmisikan dari suatu generasi ke generasi yang lain. Indonesia terdiri dari 34 provinsi memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini tidak hanya dilihat dari sisi nilai dan sikap suatu kelompok, tetapi juga konsepsi sehat sakit kebudayaan tersebut.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat. Menurut Selo Soemardjan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai: tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu (Syafrudin, 2009).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, batak mempunyai dua arti, yang pertama adalah orang-orang dari sub-etnis yang tinggal di provinsi Sumatera Utara dan arti yang kedua adalah (sastra) petualang, pengembara, sedangkan membatak berarti berpetualang, pergi mengembara, menyamun, merampok dan arti dari batak adalah perampok/penyamun. Keterangan diatas tidak memastikan arti Batak yang sesungguhnya. Jelasnya apabila orang mendengar kata Batak, tanggapannya adalah suatu etnis yang berdiam/berasal dari Sumatera Utara.

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia.

Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi berapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di Provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, Mandailing. Batak adalah rumpun suku-

(29)

suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Namun sering sekali orang menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba padahal tidak diwakili oleh suku Toba, sehingga tidak ada budaya Batak tetapi budaya dan bahasa Toba, Karo, Simalungun dan suku-suku lain yang serumpun.

Sub suku batak. Meskipun terlihat sama, suku Batak sebenarnya terdiri dari beberapa etnis atau sub suku. Masing-masing etnis memiliki ciri khas yang berbeda, khususnya pada dialek bahasa yang digunakan. Beberapa etnis Batak yang dikategorikan sebagai suku Batak, diantaranya:

Batak toba. Etnis duku Batak Toba merupakan etnis Batak yang mendiami wilayah kabupaten Toba Samosir. Salah satu ciri khas Batak Toba bisa dikenali dengan marga yang senantiasa melekat pada nama orang suku Batak.

Marga yang merupakan etnis Batak Toba adalah Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea, dan Lumbantobing. Keenam marga tersebut merupakan keturunan dari Guru Mangaloksa yang merupakan salah satu anak dari Raja Hasibuan yang mendiami wilayah Toba.

Selain itu, ada juga marga Nasution dan Siahaan yang berada di wilayah Padang Sidempuan yang masih merupakan saudara karena berasal dari leluhur yang sama. Kedua marga tersebut meskipun tidak merujuk kepada keturunan Guru Mangaloksa namun masuk ke dalam etnis Batak Toba.

Batak simalungun. Etnis Simalungun mendiami wilayah kabupaten Simalungun. Marga asli etnis Simalungun adalah damanik, Purba, saragih, Sinaga.

Keempat marga tersebut merujuk kepada keturunan raja penguasa Simalungun pada jaman dahulu. Meskipun demikian, terdapat juga masyarakat Batak

(30)

Simalungun yang tidak berketurunan langsung dengan 4 marga tersebut namun karena sudah lama mendiami wilayah Simalungun, mereka masuk menjadi bagian dari 4 sub marga tersebut. Batak simalungun berada di wilayah perbatasan antara Batak Karo dengan Batak Toba. Oleh sebab itu, bahasa yang digunakan oleh etnis simalungun merupakan perpaduan dari Batak Toba dengan Batak Karo.

Batak karo. Etnis Karo merupakan masyarakat Suku batak yang mendiami wilayah dataran tinggi karo.Batak karo memiliki bahasa tersendiri yang disebut Cakap Karo. Orang Batak Karo memiliki kepercayaan bahwa mereka sebenarnya bukan kesatuan kekerabatan dengan Suku Batak. Melainkan etnis Karo adalah suku tersendiri.

Penyebutan suku Batak dinisbatkan kepada keturunan Raja Batak yang kerajaannya menguasai wilayah sekitar Batak-Toba. Pada dasarnya etnis Karo tidak mau disebut Batak karena masyarakat Karo sudah ada jauh sebelum Raja Batak ada. Namun bila disandarkan pada wilayah atau geografis orang karo bisa dikategorisasikan sebagai bagian dari Batak.

Batak pakpak. Suku Batak pakpak banyak mendiami wilayah Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Aceh, dan sebagian juga berada dalam wilayah Aceh. Sebagaimana masyarakat Karo, Batak pakpak juga memiliki dialek bahasanya tersendiri. Bahasa Batak Pakpak disebut sebagai bahasa Dairi.

Suku batak mandailing/angkola. Etnis Batak Mandailing mendiami wilayah Mandailing-Natal. Namun persebarannya sendiri juga meliputi beberapa wilayah seperti di Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan sebagian Kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di Provinsi Sumatera Utara.

(31)

Beberapa budaya Batak Mandailing merupakan serapan dari budaya Minangkabau.

Oleh sebab itu, seringkali etnis Batak Mandailing ini sempat diklaim merupakan bagian dari suku Minangkabau. Namun dilihat dari sebagian besar adat kebudayaannya, etnis Batak Mandailing masih lebih dekat dengan kebudayaan suku Batak dibandingkan dengan kebudayaan suku Minangkabau.

Sedangkan dari nama marga, beberapa dari Batak Mandailing menganut sistem marga matrilineal. Beberapa marga Batak Mandailing seperti, Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang dan Hutasuhut.

Ucapan salam. Orang suku Batak senantiasa dikenal dengan sapaan salam

“Horas” nya. Namun sebenarnya, sapaan salam pada masing-masing etnis Batak ternyata tidak sama satu sama lain.

1. Etnis Pakpak: “Njuah-juah Mo Banta Karina!”

2. Etnis Karo: “Mejuah-juah Kita Krina!”

3. Etnis Toba: “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”

4. Etnis Simalungun: “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”

5. Etnis Mandailing dan Angkola: “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

Konsep Keluarga Batak

Pola kehidupan bermasyarakat, keluarga merupakan salah satu kelompok yang paling sederhana. Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

(32)

mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).

Menurut Friedman (2010), fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:

a. Fungsi Afektif

Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota keuarga.

c. Fungsi Reproduksi

Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.

d. Fungsi Ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan.

Keluarga dalam masyarakat Batak merupakan penyatuan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan marga yang menghasilkan keturunan dan pada setiap jenjang garis keturunan memperhitungkan garis keturunan ayah.

(33)

Ihromi (2004), menjelaskan bahwa “Dalam adat kebiasaan keluarga batak, ayah berperan sebagai kepala keluarga dalam sebuah nasib, sebagai pengadilan tertinggi dalam mendisplinkan anak-anak, dan penentu dalam pengambilan keputusan”.

Masyarakat Batak memiliki falsafah, asas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan Natolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak

1. Dalihan Na Tolu (Toba): Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru.

2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola): Hormat Marmora, Manat Markahanggi, Elek Maranak Boru.

3. Tolu Sahundulan (Simalungun): Martondong Ningon Hormat, Sombah, Marsanina Ningon Pakkei, Manat , Marboru Ningon Elek, Pakkei.

4. Rakut Sitelu (Karo): Nembah Man Kalimbubu, Mehamat Man Sembuyak, Nami-nami Man Anak Beru.

5. Daliken Sitelu (Pakpak): Sembah Merkula-kula, Manat Merdengan Tubuh, Elek Marberru

Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub- suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (somba marhula-hula).

Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yangsama. Mereka ini seperti

(34)

batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena terlalu dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.

Diistilahkan manat mardongan tubu.

Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan Natolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

(35)

Konsep Masyarakat Adat Suku Batak

Menurut Koentjaraningrat (1981), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu identitas bersama. Setiap masyarakat cenderung saling berinteraksi melakukan hubungan antar personal yang satu dengan yang lainnya, sudah tentu memiliki suatu norma-norma. Apabila norma- norma telah diakui serta diterima oleh masyrakat, maka akan terbentuk menjadi suatu adat istiadat. Adat adalah suatu kebiasaan yang terjadi secara berulang-ulang dalam suatu masyarakat, yang memiliki norma-norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat suku batak adalah masyarakat yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak yaitu dari pihak laki-laki atau ayah, yang disebut

“Unilateral Patrilineal” yang berarti bahwa setiap anak yang lahir laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya mengikuti marga dari ayahnya. Disamping itu yang dapat meneruskan marga dan silsilah seorang ayah hanyalah anak laki- laki.

Adat menikah. Dalam melaksanakan pernikahan, orang suku Batak menganut sistem sosial kemargaan. Marga merupakan hal penting bagi suku Batak yang menjadi acuan dasar di dalam menetapkan calon pasangan yang ingin dinikahi. Suku Batak memiliki tradisi pernikahan bahwa seseorang yang akanmenikah maka pasangan calonnya harus berasal dari marga yang berbeda.

Bila seorang suku Batak ingin menikahi orang dari luar suku Batak, maka pasangan yang berasal dari luar suku Batak tersebut harus diadopsi terlebih dahulu oleh salah satu marga Batak yang berbeda. Larangan ini berkaitan dengan

(36)

kekerabatan marga, setiap suku Batak yang berada dalam satu marga masih menganggap satu bagian keluarga Besar, sehingga tidak boleh untuk melangsungkan pernikahan dengan saudara. Berikut adat menikah dalam suku Batak, yakni:

Pariban. Suku Batak memiliki konsep perjodohan yang disebut pariban.

Pariban maknanya adalah sepupu. Orang suku Batak dibolehkan untuk menikahi paribannya bila mereka sama-sama mau. Sepupu disini, maknanya bukanlah sembarang sepup. Sepupu yang dimaksud adalah, misalkan untuk perempuan, maka bisa menikah dengan anak laki-laki dari adik perempuan ayah. Sedangkan kalau laki-laki,maka bisa menikah dengan anak perempuan dari adik laki-laki ibu.

Tuhor. Tuhor artinya adalah uang untuk membeli perempuan ketika ada

laki-laki yang ingin melamar. Konsep Tuhor hampir sama dengan konsep Panaik pada adat Makassar. Uang Tuhor yang diberikan oleh laki-laki untuk membeli pasangan perempuan dari keluarganya ini, nantinya akan digunakan sebagai biaya pernikahan. Penggunaan uang Tuhor adalah sesuai dengan kesepakatan antara keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.

Besaran Tuhor ini tergantung dari tingkat pendidikan si perempuan. Bila tingkat pendidikannya tinggi, biasanya pihak keluarga perempuan akan meminta harga Tuhor yang juga tinggi. Adat ini masih berlaku bagi sebagian orang Batak.

Namun, bagi orang Batak yang memiliki cara berpikir yang sudah moderat, biasanya tidak terlalu mempermasalahkan tuhor ini.

Adat mangulosi. Mangulosi adalah adat tradisi memberikan kain ulos (kain tenun khas Batak) kepada seseorang. Tradisi ini lazimnya selalu

(37)

dilaksanakan pada upacara pernikahan. Tidak sembarang orang bisa melaksanakan adat mangulosi. Hanya mereka yang disebut sebagai hula-hula yakni orang-orang yang dituakan dalam suku Batak yang bisa memberikan ulos pada tradisi mangulosi. Baik yang memberikan kain ulos maupun yang menerimanya haruslah sama-sama mengerti makna pemberian kain ulos tersebut.

Kain ulos sendiri memiliki makna yaitu memberikan perlindungan dari segala keadaan yang dipercayai oleh orang Suku Batak. Sehingga, makna mangulosi adalah simbol pemberian berkat dan perlindungan. Oleh sebab itu mangulosi hanya bisa diberikan oleh mereka yang tua kepada mereka yang muda.

Warna dasar pada kain ulos sendiri memiliki arti yang berbeda-beda. Kain ulos memiliki tiga warna dasar yakni merah, putih, dan hitam. Ketiga warna ini menunjukkan status sosial pemakainya, yakni :

1. Warna merah, digunakan hanya oleh keluarga dengan marga yang sama.

2. Warna putih, hanya digunakan oleh pihak boru, pihak keluarga suami.

3. Warna hitam, hanya digunakan oleh pihak keluarga wanita.

Kekerabatan Suku Batak

Masyarakat Batak menganut sistem kekerabatan patrilineal. Masyarakat batak mempunyai marga yang biasanya dicantumkan di akhir namanya. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunan secara terus-menerus.

Aspek kehidupan batak dikelompokkan menjadi:

a. Hasangapon

Hasangapon adalah kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai

(38)

utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan.

b. Hamoraon

Kaya raya adalah salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang batak untuk mencari harta benda yang banyak.

c. Hagabeon

Hagabeon adalah banyak keturunan dan panjang umur. Satu ungkapan tradisional batak yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan adalah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniakan putra 17 dan putri 16. Sumber daya manusia bagi orang batak sangat penting. Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam jumlah manusia yang banyak. Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon adalah saur matua bulung (seperti daun, yang gugur setelah tua). Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut (Ihromi, 2004).

d. Marsisarian

Sebuah nilai budaya antar orang suku Batak untuk saling mengerti, menghargai, dan juga saling membantu terhadap sesama.

e. Perlambangan Cicak.

Cicak merupakan lambang bagi orang Batak. Maknanya adalah bahwa kehidupan orang Batak itu seperti kehidupan cicak. Cicak bisa hidup dimana-mana dan memiliki kemampuan hidup yang baik. Sebagai

(39)

suku Batak harus mampu beradaptasi dengan berbagai kehidupan dan harus bisa bertahan dalam berbagai masalah hidup.

Orang suku batak, sangat menjunjung tinggi kekerabatan yang berasal dari marga. Oleh sebab itu, dalam salah satu tradisi suku Batak terdapat yang namanya

“Martarombo”. Martarombo adalah mencari-cari hubungan saudara satu dengan yang lainnya. Bila dua orang Batak dengan marga yang sama saling bertemu, mereka biasanya akan saling mencari titik kekerabatan yang menghubungkan persaudaraan mereka. Bagi orang Batak yang tidak mengenali silsilah kemargaannya sendiri maka akan disebut sebagai “Nalilu‟, yang artinya orang Batak tersesat. Oleh sebab itu, orang Batak diwajibkan untuk mengetahui silsilah minimal nenek moyang yang menurunkan marganya atau „dongan tubu‟ (teman semarganya). Hal ini diperlukan agar seseorang tidak kehilangan kekerabatan (partuturanna) dalam suatu marga.

Pandangan Masyarakat Batak terhadap Kesehatan

Budaya memiliki sistem perawatan kesehatan indigieus yang berlawanan dengan sistem perawatan ilmiah atau profesional. Sistem perawatan indegieus biasanya menggunakan perawatan tradisional yang menjadi penyembuhnya adalah dukun atau paranormal, sedangkan sistem perawatan ilmiah atau profesional biasanya menggunakan pengobatan atau perawatan medis dengan alat- alat canggih dan modern yang menjadi penyembuh adalah dokter atau petugas kesehatan lainnya. Namun bukan berarti sistem perawatan kesehatan profesional atau ilmiah meremehkan signifikan dan nilai-nilai praktik serta perawatan tradisional. Akan tetapi perawatan ilmiah atau profesional lebih menyesuaikan diri

(40)

secara kultural terhadap sistem-sistem ini agar dapat bekerja secara kooperatif dengan sistem-sistem tradisional (Friedman, 1998).

Sebagian masyarakat Batak sampai sekarang masih percaya apabila seseorang jatuh sakit “tondi” (roh) si sakit pergi ke suatu tempat meninggalkan tubuhnya, karena tondi itu pergi maka orang tersebut jatuh sakit. Agar orang sakit tersebut bisa sembuh, tondi-nya harus dipanggil agar masuk kembali kedalam tubuh orang sakit itu (tondi mulak tu badan). Bila ada anggota keluarga yang sakit, mereka akan membawa orang sakit ke Datu (orang pintar, dukun), mereka percaya bahwa datu dapat mengembalikan roh orang sakit. Untuk mengobati penyakit masyarakat batak juga percaya bahwa ulos tondi dari hula-hula dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi sebagian masyarakat batak yang tidak sembuh dari penyakit masih mencari pengobatan alternatif sebagai pilihan lain untuk kesembuhan (Nainggolan, 2009).

Manajemen Pemasaran

American Marketing Association oleh Kotler dan Keller (2009),

pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.

Abdullah (2012), menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari brang-barang, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran

(41)

Konsep Jasa

Kotler dan Keller (2009), mengartikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk produk fisik atau sebaliknya.

Dimensi kualitas jasa. Parasuraman (1998), telah mengidentifikasikan suatu daftar dimensi-dimensi kualitas jasa, antara lain:

a. Berwujud, ini merupakan hal-hal yang dapat dilihat pelanggan saat jasa sedang dikerjakan fasilitas, pegawai, perlengkapan dan peralatan.

b. Kehandalan, yaitu personil jasa harus dapat melakukan pekerjaannya secara konsisten, akurat, dan dapat dihandalkan.

c. Responsif, yaitu kemampuan personil untuk tidak membuat pelanggan menunggu lama.

d. Kepastian, yaitu pelanggan mengharapkan personil jasa sopan dan terpelajar agar menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

e. Empati, yaitu personil harus menunjukkan perhatian yang tulus pada para pelanggan dan kebutuhan mereka.

Karakteristik Konsumen

Karakteristik konsumen dapat didefinisikan sebagai suatu karakter dari konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut oleh pasar, karakteristik ini diidentifikasi agara dapat memahami konsumen sehingga dapat menentukan strategi dalam menghadapi ragam

(42)

konsumen sebagai target pasar. Karakteristik konsumen dapat dijelaskan sebagai berikut: karakteristik budaya, karakteristik sosial, karakteristik pribadi, dan karakteristik psikologi (Nugroho, 2003).

Menurut Khotler dan Keller (2009), mengatakan perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Mempelajari perilaku konsumen, berarti memahami cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen. Menurut Nugroho (2003), faktor yang mempengaruhi karakteristik konsumen diantaranya:

karakteristik budaya, karakteristik sosial, karakteristik pribadi dan karakteristik psikologi.

Karakteristik budaya. Merupakan faktor dasar yang menjadi pengaruh

utama pada perilaku konsumen. Terdapat tiga faktor yang mendasarinya, yaitu:

Kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar

dari keinginan dan kebuuhan seseorang. Menurut Kotler dan Amstrong (2007), bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari dan kita dipengaruhi berbagai macam nilai-nilai dan keyakinan dari usia muda, maka nilai-nilai tersebut yang mempengaruhi perilaku manusia dan juga dalam pengambilan keputusan.

(43)

Sub-Budaya. Merupakan kelompok yang lebih kecil yang memberikan

identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya, yaitu kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras dan area geografis

Kelas Sosial. Kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan

lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hirarki dan keanggotaannya mempunyai nilai dan minat yang serupa. Berdasarkan Kotler dan Amstrong (2007), kelas sosial terdiri dari gabungan beberapa faktor dari jenis anggota yang berbeda. Beberapa faktor diantaranya pendapatan, usia, pendidikan dan keadaan ekonomi.

Karakteristik sosial. Terdapat tiga faktor yang mendasari karakteristik

sosial, yaitu:

Kelompok referensi. Terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai

pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku seseorang.

Diantaranya, adalah kelompok primer, yang memberikan pengaruh langsung, seperti keluarga, teman, tetangga dan teman sejawat. Kelompok sekunder, cenderung lebih resmi serta yang memberikan pengaruh secara tidak langsung.

Terdapat tiga cara bagaimana kelompok ini memberikan pengaruh, seperti memperlihatkan perilaku dan gaa hidup baru, mempengaruhi sikap dan konsep jati diri seseorang, dan juga menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri.

Keluarga. Anggota keluarga memiliki pengaruh besar dalam perilaku

pembelian keterlibatan dan pengaruh dari anggota keluarga bervariasi, baik dari berupa tingkatan maupun cara yang digunakan. Untuk itu, penting bagi pasar untuk siapa yang berperan dalam suatu keluarga.

(44)

Peran dan status. Setiap orang umumnya berpartisipasi dalam kelompok

yang berbeda dan juga memrankannya dengan posisi yang berbeda di berbagai kelompok. Menurut Kotler dan Amstrong (2007), peran tersebut merupakan bagaimana posisi sesorang terhadap anggota grup lainnya.

Karakteristik pribadi. Terdapat lima faktor yang mendasari karakteristik

pribadi, yaitu:

Umur dan tahapan dalam siklus hidup. Konsumsi seseorang juga dibentuk

oleh tahapan siklus hidup keluarga. Dimana konsumen biasanya akan mengalami perubahan atau transformasi tertentu saat mereka menjalani hidup.

Pekerjaan. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok

pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

Keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi akan mempengaruhi pilihan produk

konsumen. Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan harta, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkannya.

Gaya hidup. Pola hidup yang didasari pada kegiatan, minat atau pendapat

seseoarang dan juga menjelaskan bagaimana interaksi dengan lingkungannya.

Kepribadian dan konsep diri. Berupa kepercayaan diri, dominasi,

keramahan, otonomi, defenisif, adaptasi dan agresivitas, serta pemahaman konsep yang dimiliki seseorang yang mencerminkan kepribadian mereka. Faktor psikologis tersebut merupakan akibat dari lingkungan seseorang.

Karakteristik psikologi. Terdapat empat faktor yang mendasari karakteristik psikologi, yaitu:

(45)

Motivasi. Motivasi pada kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi seperti

rasa lapar, haus dan rasa tidak nyaman. Selain itu, terdapat juga kebutuhan yang timbul dari keadaan psikologis seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri dan diterima.

Maslow menjelaskan, mengapa seseorang didorong oleh kebutuhan- kebutuhan tertentu pada saat-saat tertentu. Hal ini dikarenakan, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hierarki, dari kebutuhan yang paling mendesak hingga yang kurang mendesak. Sedangkan Hezberg berpendapat dengan mengembangkan terori motivasi dua faktor, yaitu membedakan antara faktor yang menyebabkan ketidakpuasan dan faktor yang menyebabkan kepuasan. Penjual harus menghindari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan, dan produsen haruslah mengidentifikasi faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan atau motivator-motivator utama dari pembelian.

Persepsi. Kotler dan Amstrong (2007), menjelaskan persepsi sebagai

proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Terdapat tiga proses yang berbeda yang memutuskan bagaimana kita mengartikan suatu informasi, yaitu perhatian yang selektif, gangguan yang selektif, dan mengingat kembali yang selektif.

Proses belajar. Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku

seseorang yang timbul dari pengalaman (Kotler dan Amstrong, 2007).

Kepercayaan dan sikap. Pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap suatu yang didasari atas pengetahuan, pendapat atau keyakinan (Kotler

(46)

dan Amstrong, 2007). Sikap digambarkan sebagai evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu, dan juga penentuan seseorang seperti suka dan tidak suka.

Keputusan Memilih

Secara populer dapat dikatakan bahwa mengambil keputusan atau membuat keputusan berarti memilih suatu diantara sekian banyak alternatif (Supranto,1998). Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving), setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki oleh pengambil keputusan.

Keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan mencerminkan kombinasi normatif dan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk keputusan konsumsi dalam sektor kesehatan, konsumen sering bergantung pada informasi yang disediakan oleh pemasok ditambah dengan preferensinya (Anne dan Gilson, 1990).

Keputusan pada pasien berobat. Berbicara mengenai masalah keputusan pasien untuk berobat pada suatu rumah sakit sama halnya berbicara mengenai keputusan konsumen dalam memilih pembelian suatu produk dan jasa. Dalam bidang pemasaran produk yang diinginkan oleh konsumen adalah kualitas dari produk tersebut yang sifatnya tangibles, sedang dalam pemasaran jasa yang

(47)

diinginkan adalah kualitas dari jasa pelayanan yang diberikan yang sifatnya tangibles.

Adanya kecenderungan pengaruh kulitas pelayanan terhadap keputusan konsumen tersebut, mengisyaratkan bahwa manajemen perlu mempertimbangkan aspek perilaku konsumen, terutama proses pengambilan keputusan pembeliannya.

Menurut Swasta (2005), keputusan pembelian adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada kegiatan manusia untuk membeli suatu barang atau jasa dalam memenuhi keinginan dan kebutuhannya.Dari pengertian keputusan pembelian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan pasien berobat adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah untuk memutuskan menggunakan jasa pelayanan kesehatan pada lembaga kesehatan tertentu untuk berobat.

Proses pengambilan keputusan pembelian. Pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian terdiri dari bebrapa urutan, diantaranya pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan juga pasca pembelian. Proses pembelian ini dijelaskan pada gambar 1 sebagai berikut:

(48)

Gambar 1. Tahap-tahap dalam proses pembelian pada konsumen (Sumber: Wells, 1996)

Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa konsumen melewati beberapa tahapan pada setiap pembelian. Namun dalam pembelian lebih rutin, konsumen seringkali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Seperti pada pembelian produk yang sudah biasa kita beli, dimana kita akan mengenali kebutuhan dan langsung ke keputusan pembelian, melompati tahap pencarian informasi dan evaluasi. Berikut adalah penjelasan untuk setiap tahapan dari proses pembelian tersebut:

1. Pengenalan Kebutuhan atau Masalah Search for alternatives

Evaluation of alternatives

Purchase and use of the product

Evaluation of the consumption experience

Feedback

End of the consumption process

Need recognition

(49)

Setiap konsumen dapat mengenali kebutuhan atau masalahnya sendiri, atau terdapat dorongan untuk mengenalinya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut konsumen akan mendapatkannya dengan cara yang berbeda-beda.

Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal seperti kebutuhan normal seseorang, yaitu rasa sakit yang meningkat hingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan.

Proses pengenalan kebutuhan atau Masalah adalah suatu proses yang lebih kompleks dari penganalisisan motivasi. Walaupun proses tersebut melibatkan motif-motif pembelian, tetapi selain itu melibatkan juga sikap, konsep diri, macam-macam kelompok sosial dan pengaruh- pengaruh lain.

2. Pencarian Informasi

Setelah kebutuhan konsumen dikenali, maka timbul dorongan untuk mencari informasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Umumnya aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke pemecahan masalah yang ektensif. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok:

a. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersil : iklan, tenaga penjual, penyalur, kemasan dan pameran.

c. Sumber umum : media massa, organisasi konsumen.

d. Sumber pengalaman : menangani, menguji, menggunakan produk.

(50)

3. Evaluasi Alternatif

Setelah mencari beberapa informasi, konsumen akan melakukan evaluasi pada setiap informasi yang didapat dan memilih yang terbaik yang akan memenuhi kebutuhannya.

4. Keputusan Membeli dan Penggunaan Jasa Pelayanan Kesehatan

Pada tahap evaluasi konsumen akan membentuk prefensi terhadap pilihan pelayanan kesehatan yang ada, mungkin juga akan terbentuk tujuan pembelian untuk jasa pelayanan kesehatan tertentu. Namun, terdapat faktor yang dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli dari konsumen, seperti sikap orang lain, bagaimana intensitas sikap negatif orang lain tersebut.

Selain itu, keadaan yang tidak terduga dari konsumen juga akan mempengaruhi tujuan dan keputusan membeli dari konsumen, diantaranya pendapatan keluarga yang diharapkan, biaya yang diharapkan, dan manfaat pelayanan kesehatan yang diharapkan.

Setelah dilakukan pembelian, konsumen akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan jasa pelayanan kesehatan. Pada tahapan ini konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan yang akan menarik minat pemasar.

5. Evaluasi setelah Penggunaan Jasa

Berdasarkan pengalaman dalam penggunaan jasa pelayanan kesehatan, konsumen akan melakukan evaluasi dan memutuskan apakah produk dapat memuaskan kebutuhannya.

(51)

6. Feedback

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu jasa pelayanan kesehatan akan mempengaruhi tahapan berikutnya. Konsumen yang merasa puas akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan kembali mencari informasi mengenai jasa pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, atau mengevaluasi kembali informasi yang telah didapatkan sebelumnya.

7. Tindakan setelah Proses Penggunaan

Dari uraian penjelasan mengenai sikap dan keputusan berobat diatas, maka sikap keputusan pasien berobat dapat didefenisikan sebagai respon seorang pasien sebagai sebuah usaha penyelesaian masalah dengan memutuskan menggunakan jasa pelayanan kesehatan kembali pada lembaga kesehatan tertentu setelah melakukan proses pengenalan masalah, pencarian informasi, dan proses evaluasi alternatif terkait dengan masalah kesehatan.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap jasa pelayanan kesehatan.

Rumah Sakit

Definisi rumah sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 mencantumkan pengertian tentang rumah sakit, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, sebagai berikut:

(52)

a. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

b. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dengan semua jenis penyakit.

c. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur atau kekhususan lainnya.

Tugas dan fungsi rumah sakit. Tugas rumah sakit sesuai dengan Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 adalah sebagai unit pelaksana teknis dari pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya dibidang kesehatan ataupun instansi pemerintah lainnya.

Rumah sakit setidaknya mempunyai 5 fungsi; pertama, harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostic dan terapeutiknya. Berbagai jenis spesialisasi, baik bedah maupun non bedah. Pelayanan rawat inap juga meliputi pelayanan keperawatan, gizi, farmasi, laboratorium, radiologi dan berbagai pelayanan diagnostic serta terpeutik lainnya. Kedua, rumah sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan. Ketiga, rumah sakit punya tugas untuk melakukan pendidikan dan pelatihan. Keempat, rumah sakit perlu melakukan penelitian dibidang kesehtan dan kedokteran. Kelima, rumah sakit punya tanggung jawab untuk program pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi disekitarnya (Aditama, 2000).

Gambar

Gambar 1. Tahap-tahap dalam proses pembelian pada konsumen (Sumber: Wells,  1996)
Gambar 2. Kerangka berpikir  Pengaruh Budaya  Pengaruh keluarga  Pengaruh pihak lain Karakteristik Pasien  Usia  Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Jika orangtua/wali calon mahasiswa keberatan atas penetapan UKT yang diumumkan, dapat mengajukan banding dengan cara mencetak surat pernyataan tidak menerima hasil

untuk belajar dengan perencanaan pembelajaran yang matang oleh guru.. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara. sistematik dan sistemik.

Kehidupan dunia ini akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh karena itu siswa harus memiliki kemampuan, memperoleh, memilih

Ada tiga tujuan dalam penelitian ini, untuk mendeskripsikan (1) Karakteristik motivasi intrinsik siswa dalam pembelajaran IPA di SMP Negeri I Cepu, (2) Karakteristik

membantu dan mendorong saya untuk menyusun buku ini yang insyaallah ada. kemaknaan tersendiri

In terms of findings, the study revealed that the SoE lecturers have various difficulties, they faced in teaching Interpersonal Speaking for ED students such

Teknologi analog yang berkembang, semakin tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Eropa yang semakin dinamis, maka untuk mengatasi keterbatasannya, negara-negara

Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas