• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 1

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK MASYARAKAT ARFAK DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI DAERAH DATARAN TINGGI DAN

DATARAN RENDAH

(STUDI KASUS DI KAMPUNG IMBENTI DAN KAMPUNG SUSWENI KABUPATEN MANOKWARI)

Sheila F. Woran1), Ishak Suwardi2), Maria I. Arim3)

ABSTRAK

Studi mengenai pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk mengkaji lebih lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey terhadap masyarakat Arfak yang bermukim di Kampung Imbenti dan sensus untuk Masyarakat Arfak di Kampung Susweni. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis tabulasi silang untuk mengetahui pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni, serta hubungan pengaruh faktor-faktor yang ada terhadap pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni. Analisis tabulasi silang menghasilkan pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti adalah beras-ubi dan pola beras-ubi-pisang untuk Masyarakat Arfak di Kampung Susweni dengan faktor-faktor pengaruh antara lain pengeluaran pangan pokok, jumlah anggota keluarga, bantuan pemerintah dan aksesibilitas yang memiliki hubungan pengaruh searah dan faktor selera memiliki hubungan pengaruh berbanding terbalik tehadap pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di dataran tinggi maupun dataran rendah Kabupaten Manokwari. Artinya, perubahan sedikit saja pada faktor-faktor di atas akan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak. Lain halnya dengan faktor selera yang memiliki hubungan pengaruh berbanding terbalik dengan pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak yang mana perubahan sedikit pada faktor tersebut tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manokwari merupakan ibukota Provinsi Papua Barat yang memiliki luas wilayah sekitar 14.250 km². Kabupaten Manokwari terbagi menjadi sepuluh distrik dengan keseluruhan penduduknya hingga tahun 2010 berjumlah 187.726 jiwa, dimana penduduk tersebut berasal dari suku yang berbeda-beda (Manokwari Dalam Angka, 2011). Jumlah penduduk tersebut termasuk di dalamnya penduduk asli Manokwari yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Arfak.

Masyarakat Arfak merupakan penduduk asli di Manokwari. Masyarakat tersebut tersebar di daerah pegunungan Arfak dan sebagian lagi tersebar di daerah dataran rendah termasuk di daerah pantai.

Salah satu wilayah pegunungan yang dihuni oleh Masyarakat Arfak adalah Kampung Imbenti, Distrik Minyambouw.

Secara geografis, kampung Imbenti memiliki ketinggian sekitar 990 meter dari permukaan laut (Manokwari Dalam Angka, 2011). Selain daerah pegunungan, ada sebagian Masyarakat Arfak yang tersebar di daerah dataran rendah seperti yang ada di Kampung Susweni, Distrik Manokwari Timur. Secara geografis

(2)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 2 kampung tersebut memiliki ketinggian ± 3

– 9 meter DPL.

Menurut (Suhardjo, et al,. 1988) dalam (Widiamurti, 1998) perbedaan geografi dan topografi dapat memberi ciri khusus pada pola pangannya. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada letak dua daerah yang berbeda, yaitu pada daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah, di mana masing-masing daerah ini menunjukkan sumber pangan nabati dan pangan hewani yang berbeda.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Begitupun dengan Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni. Oleh karena itu, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan pangan secara nasional yang kemudian diteruskan ke daerah. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan makro yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan tingkat nasional, sedangkan kebijakan mikro yaitu kebijakan yang berorientasi pada aspek peningkatan pendapatan seluruh masyarakat serta peningkatan penyadaran masyarakat dalam mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi, berimbang, aman dan halal1. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan adanya peningkatan daya beli, konsumsi pangan masyarakat baik secara kuantitas maupun kualitas akan meningkat, sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dalam era globalisasi mengingat pangan merupakan kebutuhan mendasar manusia karena berperan penting untuk pertumbuhan, perkembangan tubuh dan dalam melakukan berbagai aktivitas.

Permasalahan

Manokwari merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang memiliki topografi yang cukup bervariasi, mulai dari tempat datar hingga berbukit dengan ketinggian 0 m sampai > 2.000 m DPL. Walaupun letak geografis dan topografi beragam, tidak menutup kemungkinan bagi penduduk di Manokwari untuk hidup, bermukim dan

menetap. Salah satu contohnya adalah penduduk asli Manokwari yang tersebar dan bermukim di daerah dataran tinggi seperti di Kampung Imbenti, Distrik Minyambouw dan dataran rendah seperti di Kampung Susweni, Distrik Manokwari Timur.

Sulitnya hubungan atau akses antar lokasi hingga saat ini masih umum dirasakan oleh masyarakat di daerah- daerah Papua Barat. Akibatnya, masih ada beberapa daerah yang cukup terisolir khususnya daerah yang berada di dataran tinggi seperti di Kampung Imbenti.

Dimana, kondisi sarana dan prasarana, komunikasi, biaya transportasi, serta jarak antar kampung tersebut dengan pusat kota cukup sulit untuk dijangkau, sehingga penduduk di kampung tersebut lebih mengandalkan apa yang dapat diusahakan di daerah tersebut sebagai sumber pangan mereka. Sebaliknya, daerah dataran rendah seperti Kampung Susweni memiliki kondisi sarana dan prasarana, komunikasi, biaya transportasi, serta jarak antar kampung tersebut dengan pusat kota relatif mudah untuk dijangkau, sehingga kemungkinan sumber pangannya lebih beragam.

Gambaran di atas menimbulkan pertanyaan bagaimana pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni. Selama ini studi tentang pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya belum banyak dilakukan, sehingga menarik untuk dikaji.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni; 2. Faktor- faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi

(3)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 3 kepada : 1. Masyarakat Arfak di daerah

dataran tinggi dan dataran rendah agar dapat melakukan diversifikasi pangan pokok dalam rangka mempertahankan hidup mereka; 2. Pemerintah daerah dalam rangka penilaian terhadap perkembangan pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, sehingga nantinya dapat dirumuskan kebijakan pangan dalam upaya peningkatan ketahanan pangan di masa mendatang; 3. Mahasiswa agar dapat menjadi bahan pembelajaran khususnya dalam memecahkan masalah pangan yang ada dimasyarakat.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di daerah dataran tinggi dan dataran rendah, yakni di Kampung Imbenti, Distrik Minyambouw dan Kampung Susweni, Kelurahan Pasir Putih, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama kurang lebih 4 (empat) bulan setelah usulan penelitian disetujui.

Metode dan Teknik Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik survei yang dilakukan terhadap masyarakat Arfak yang bermukim di Kampung Imbenti dan sensus untuk Masyarakat Arfak di Kampung Susweni.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini yaitu para keluarga yang berasal dari suku Arfak yang bertempat tinggal di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan secara bertahap. Adapun tahapannya sebagai berikut :

1. Menentukan secara purposive lokasi yang akan dilaksanakan penelitian, yakni Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

2. Pengambilan sampel di Kampung Susweni secara sensus, dimana jumlahnya adalah ±12 responden.

3. Pengambilan sampel secara acak sederhana untuk responden yang berada di Kampung Imbenti, dimana pengambilan sampel didasarkan pada metode proporsional dengan persentase sebesar 20%, sehingga diperoleh perhitungan sampel seperti berikut.

Keterangan :

N : Sampel di Kampung Imbenti

N : Populasi KK di Kampung Imbenti (38 KK)

Dengan demikian, jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 27 responden yang terdiri dari 12 responden di Kampung Susweni dan 15 responden di Kampung Imbenti yang dianggap telah mewakili populasi yang ada.

Metode Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa monografi Kampung Imbenti dan Kampung Susweni yang diperoleh dari para pengurus kampung serta instansi- instansi terkait, literatur dan sumber lain yang digunakan sebagai data pelengkap dan penunjang dalam penelitian ini. Data primer akan dikumpulkan melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan metode recall yang berpedoman pada daftar pertanyaan / quisioner yang telah disiapkan sebelumnya.

Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah secara tabulasi silang. Analisis tabulasi silang digunakan untuk mengetahui pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni, serta hubungan pengaruh faktor- faktor yang ada terhadap pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

(4)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 4 Konsep Operasional Penelitian

Konsep-konsep operasional yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pola Konsumsi Pangan Pokok

Pola konsumsi pangan pokok adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan pokok untuk memenuhi kebutuhannya dalam periode waktu tertentu. Pola konsumsi pangan pokok dalam penelitian ini dapat diketahui berdasarkan dua kategori yakni :

Jenis bahan pangan

Jenis bahan pangan adalah ragam bahan pangan yang dikonsumsi oleh seseorang/sekelompok orang di suatu daerah dalam periode waktu tertentu.

Frekuensi makan

Frekuensi makan menunjukkan berapa kali suatu rumah tangga/masyarakat melakukan kegiatan makan dalam sehari.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok:

Pengeluaran Pangan Pokok

Pengeluaran pangan pokok merupakan sejumlah uang tunai yang siap untuk dibelanjakan atau ditukarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok rumah tangga selama satu bulan yang dinilai berdasarkan kriteria pengeluaran tinggi (>

40.000), sedang (10.00 - 39.999), dan rendah (10.00 - 39.999) dalam satuan Rupiah (Rp).

Selera

Selera atau cita rasa adalah satu hal yang secara alamiah ada di dalam diri manusia. Selera mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan masyarakat untuk membeli barang-barang (Sadono, 2004). Selera akan dinilai berdasarkan pilihan suka atau tidak suka terhadap jenis bahan pangan pokok yang

akan dikonsumsi oleh suatu rumah tangga responden.

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah semua yang ada di dalam rumah yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak, dan saudara-saudara atau orang lain yang tinggal dan makan di dalam rumah tersebut. Faktor ini akan dinilai berdasarkan kriteria jumlah keluarga besar (>10), sedang (3-6), dan kecil (<3).

Bantuan pemerintah

Bantuan pemerintah atau campur tangan pemerintah dikenal dengan keterlibatan secara langsung dengan melakukan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan yang akan diperoleh oleh masyarakat dari berbagai kegiatan tersebut (Sadono, 2004). Bantuan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat Arfak dalam hal ini berupa bantuan pangan yang di kenal dengan istilah beras miskin (RASKIN).

Raskin yang diberikan pemerintah bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Penilaian bantuan pemerintah berdasarkan pilihan pemberian bantuan raskin secara gratis (tidak dipungut biaya) dan pemberian bantuan raskin secara tidak gratis (pemberian raskin dengan harga tertentu).

Aksesibilitas

Akses sangat mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan terhadap apa yang akan dikonsumsi. Akses dalam hal ini berhubungan erat dengan kondisi sarana dan prasarana serta jarak dan biaya transportasi. Akses akan dinilai berdasarkan dua pilihan yaitu mudah dijangkau (jarak dekat, biaya murah) dan sulit dijangkau (jarak jauh, biaya mahal).

Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas dan kerangka pemikiran teoritis, maka hipotesis yang dibangun adalah :

1. Diduga faktor pengeluaran pangan pokok, selera, jumlah anggota keluarga,

(5)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 5 bantuan pemerintah, dan aksesibilitas

berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan pokok masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

2. Diduga pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni berbeda. Pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti adalah pola umbi-umbian. Pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Susweni adalah pola beras.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Rumahtangga Responden Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah semua yang ada dan tinggal, serta makan bersama dalam satu rumah. Dalam suatu keluarga biasanya terdapat keluarga batih dan non batih. Berikut ini akan disajikan jumlah anggota keluarga batih maupun non batih dalam rumah tangga responden di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Keluarga Batih dan Non Batih di-Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

No Kampung

Jumlah Anggota Keluarga

< 3 3 – 6 7 – 10 Total

∑ KK % ∑ KK % ∑ KK % ∑ KK %

1 Imbenti - Batih - Non Batih

2 0

25 0

5 7

62,5 100

1 0

12,5 0

8 7

100 100 2 Susweni

- Batih - Non Batih

0 0

0 0

9 2

100 67

0 1

0 33

9 3

100 100 Sumber : Data Primer, Tahun 2013

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata- rata dalam satu keluarga responden memiliki jumlah anggota keluarga batih 3- 6 orang. Sama halnya dengan jumlah anggota keluarga non batih rata-rata 3-6 orang. Hal ini berarti bahwa banyak rumah tangga reponden yang membantu menampung dan memberi makan sanak keluarganya dalam rumah mereka karena memiliki keluarga yang cukup banyak jumlahnya.

Rata-rata dalam satu keluarga responden di Kampung Susweni memiliki jumlah anggota keluarga batih 3-6 orang.

Sama halnya dengan jumlah anggota

keluarga non batih rata-rata 3-6 orang.

Hanya saja dapat terlihat bahwa dominan rumah tangga reponden di Kampung Susweni yang hidup, tinggal dan makan bersama dengan keluarga inti mereka. Hal ini dikarenakan banyak keluarga-keluarga muda yang sudah mendirikan rumah tangga sendiri (terpisah dari orangtua mereka).

Umur Responden

Komposisi responden menurut umur di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

No Kelompok Umur Jumlah (KK) Nisbah (%)

1 < 15 0 0

2 15 – 55 27 100

3 > 55 0 0

Total 27 100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013

(6)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 6 Tabel 2 menunjukkan bahwa responden

baik di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni termasuk dalam usia produktif yaitu kelompok umur antara 15- 55 tahun. Banyaknya jumlah responden pada kelompok usia produktif tersebut dapat menjadi asset bagi upaya

peningkatan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat.

Tingkat Pendidikan

Komposisi responden menurut tingkat pendidikan di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

No Tingkat Pendidikan Kampung Imbenti Kampung Susweni Jumlah (KK) Nisbah (%) Jumlah (KK) Nisbah (%)

1 TK 0 0 0 0

2 SD / SR 2 13,333333 0 0

3 SLTP 2 13,333333 3 25

4 SLTA 2 13,333333 7 58

5 PT 0 0 0 0

6 Tidak Sekolah 9 60 2 17

Total 15 100 12 100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa responden di Kampung Imbenti hanya sebagian kecil saja yang pernah mengecap pendidikan dan rata-rata dari mereka tidak bersekolah.

Hal ini dikarenakan sulitnya akses ke sarana pendidikan, serta keterbatasan biaya mengakibatkan rendahnya pendidikan responden. Dan ini menunjukan bahwa sumber daya manusia berdasarkan pendidikan masih sangat rendah, sehingga dapat mempengaruhi aspek kehidupan seperti pengambilan keputusan, pengetahuan kesehatan, pengetahuan gizi, dan lain sebagainya.

Responden di Kampung Susweni rata-rata berpendidikan dengan tingkat pendidikan tertinggi yaitu tingkat SLTA.

Hal ini dikarenakan mudahnya akses untuk menjangkau sarana pendidikan di kampung mereka. Dengan demikian, memberikan

gambaran bahwa semakin berpendidikan, maka semakin mudah bagi responden dalam mengambil keputusan khususnya dalam penentuan konsumsi pangan, seperti pemilihan jenis pangan yang akan dikonsumsi, cara pengolahan pangan termasuk gizi bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian responden baik di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni tidak begitu beragam. Umumnya responden di kedua kampung tersebut bermata pencaharian sebagai petani.

Sebaran responden berdasarkan mata pencaharaian di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Mata Pencaharian di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

Kampung

Mata Pencaharian Utama

Total

Sampingan

Non

Sampingan Total Petani PNS TNI/

POLRI Tukang Petani Dagang Imbenti

(KK) 13 2 0 0 15 2 1 12 15

(7)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 7

(%) 87 13 0 0 100 13 7 80 100

Susweni (KK)

(%)

10 83

0 0

1 8,5

1 8,5

12 100

2 17

1 8

9 75

12 100 Sumber : Data Primer, Tahun 2013

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni umumnya bermatapencaharian utama sebagai petani dengan kepemilikan lahan secara pribadi. Selain itu, ada sebagian kecil responden di kedua kampung tersebut yang memiliki pekerjaan sampingan seperti usaha kios dan bertani. Hal ini berarti bahwa responden di kedua daerah tersebut sudah mulai mengenal dunia wirausaha, khususnya untuk usaha dagang (kios).Tujuannya untuk menambah sedikit penghasilan dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga.Terdapat pula beberapa diantara responden di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, dimana mereka sepenuhnya menggantungkan hidup mereka hanya pada pekerjaan

sebagai petani. Hal itu dikarenakan kurangnya kemampuan modal dan pengetahuan yang cukup bagi mereka untuk memiliki profesi sampingan.

Pola Konsumsi Pangan Pokok

Pola konsumsi pangan pokok terdiri dari beberapa variabel, antara lain jenis bahan pangan dan frekuensi makan.

Kedua variabel tersebut dapat memperlihatkan pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah.

Pada Tabel 5 dan Tabel 6 akan ditampilkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pola konsumsi pangan pokok.

Jenis Bahan Pangan

Tabel 5. Sebaran Responden Menurut Jenis Pangan yang di Konsumsi di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

No Jenis Pangan Kampung Imbenti Kampung Susweni

Jumlah (KK) Nisbah (%) Jumlah (KK) Nisbah (%) 1 Padi-padian

- Beras 14 93 12 100

2 Umbi-umbian - Keladi - Kasbi - Betatas - Pisang

7 6 12

3

47 4 80 20

7 2 4 8

58 17 33 67 3 Pangan Hewani

- Daging - Telur - Ikan

2 14

5

13 93 33

12 2 12

100 27 100

4 Buah-buahan 4 27 3 25

5 Sayur-sayuran

- Sayuran Berdaun Hijau - Sayur buah dan

polong/kacangan - Sayur umbi dan lainnya

10 0 12

67 0 80

9 9 12

75 75 100

6 Minyak Goreng 15 100 12 100

7 Gula 11 73 12 100

8 Minuman

(8)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 8 - Susu

- Kopi - Teh - Kemasan

1 2 2 0

7 13 13 0

2 9 5 1

27 75 42 8 9 Lain-lain

- Mie Instant - Tahu - Kue - Garam

3 12

7 14

20 80 47 93

0 8 7 12

0 67 58 100 Sumber : Data Primer, Tahun 2013

Tabel 5 menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni adalah padi- padian yaitu beras, kemudian diikuti dengan umbi-umbian. Khusus untuk Kampung Imbenti, jenis ubi yang sering dikonsumsi adalah betatas. Sedangkan untuk di Kampung Susweni, jenis ubi yang sering dikonsumsi adalah pisang dan keladi. Hal ini dikarenakan selera masyarakat yang berbeda. Selain padi- padian dan ubi-ubian, masyarakat di kedua kampung tersebut juga mengkonsumsi tepung yang diolah menjadi kue/roti dan juga mie instant sebagai sumber karbohidrat lainnya.

Pangan hewani dan pangan nabati yang dikonsumsi Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni dijadikan sumber protein bagi masyarakat di kedua kampung tersebut. Umumnya untuk Kampung Imbenti, pangan hewani yaitu telur. Lain halnya di Kampung Susweni, pangan hewani yaitu daging, seperti daging ayam, daging babi dan juga ikan. Untuk pangan nabati di kedua kampung tersebut umunya sama, yaitu tahu yang sering di konsumsi oleh Masyarakat Arfak. Untuk mencapai sumber protein hewani jenis daging dan ikan relatif sulit untuk Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti, sehingga mereka lebih sering mengkonsumsi telur dan tahu.

Jenis sayuran yang sering dikonsumsi oleh Masyarakat Arfak baik di Kampung Imbenti maupun di Kampung Susweni umumnya sama. Sayur yang dikonsumsi tersebut adalah sayur umbi dan lainnya, seperti kentang, wortel, kubis, dan sebagainya. Selain selera, sayuran ini

sama-sama diproduksi oleh Masyarakat Arfak di kedua kampung tersebut, sehingga sayuran tersebut sering dikonsumsi.

Buah-buahan jarang dikonsumsi oleh Masyarakat Arfak baik di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni.

Sulitnya tanaman buah-buahan untuk tumbuh di daerah dataran tinggi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Masyarakat Arfak jarang mengkonsumsi buah. Lain halnya dengan Masyarakat Arfak di Kampung Susweni, kurangnya pengetahuan kandungan gizi dalam buah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mereka jarang mengkonsumsi buah.

Minyak goreng, garam dan gula sering digunakan oleh Masyarakat Arfak baik di Kampung Imbenti maupun di Kampung Susweni. Hal ini dikarenakan masyarakat telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pengolahan makanan. Dimana, dalam menyediakan makanan ataupun minuman dibutuhkan minyak goreng, garam dan gula untuk pengolahannya.

Susu, teh, kopi dan minuman kemasan merupakan menu pelengkap bagi Masyarakat di Kampung Imbenti maupun di Kampung Susweni. Tidak jarang minuman-minuman tersebut dijadikan menu utama dalam kegiatan makan mereka, misalnya saat makan pagi. Teh dan kopi merupakan minuman yang umumnya dikonsumsi oleh Masyarakat Arfak di kedua kampung tersebut. Selain harganya yang relatif terjangkau, minuman-minuman ini diyakini dapat menghilangkan kantuk, sehingga

(9)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 9 msayarakat dapat beraktivitas dengan

lancar.

Baik responden di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni telah mengkonsumsi aneka jenis bahan pangan.

Dengan kata lain, mereka telah melakukan diversifikasi pangan. Hanya saja, hal tersebut masih sangat tergantung pada modal uang yang dimiliki, serta akses untuk memperoleh bahan pangan. Jika modal uang atau akses sulit, maka sulit

bagi masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan.

Frekuensi Makan

Frekuensi makan akan menunjukkan seberapa sering responden melakukan kegiatan makan bersama keluarganya. Tabel 6 akan menyajikan frekuensi makan responden di kedua kampung tersebut.

Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Makan Per Bulan di-Kampung Imbenti dan Kampung Susweni

Kampung Frekuensi Makan (kali/hari) Frekuensi Makan (kali/bulan)

2 % 3 % 62 % 93 %

Imbenti 2 13 13 87 2 13 13 87

Susweni 2 17 10 83 2 17 10 83

Sumber : Data Primer, Tahun 2013

Tabel 6 menunjukkan bahwa frekuensi makan Masyarakat Arfak baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah tergolong baik. Hal ini terlihat dari frekuensi makan Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni yang berkisar antara 2-3 kali sehari, tetapi umumnya mereka melakukan kegiatan makan sebanyak 3 kali sehari. Hanya saja keadaan ini tergantung pada ketersediaan pangan dan modal uang yang dimiliki.

Dimana, jika bahan pangan tersedia dan responden memiliki modal uang yang cukup, maka kegiatan makan akan sering dilakukan. Sebaliknya, jika bahan pangan tidak tersedia dan modal uang tidak

dimiliki, maka kegiatan makan akan jarang dilakukan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok:

Pengeluaran Pangan Pokok

Pengeluaran pangan pokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah uang tunai yang dikeluarkan oleh responden untuk membelanjakan kebutuhan pangan pokok selama periode tertentu (per bulan). Hubungan pengaruh pola konsumsi pangan pokok dengan pengeluaran pangan pokok responden di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Hubungan Pengaruh Pengeluaran Pangan Pokok Responden dengan Pola Konsumsi Pangan Pokok di Kampung Imbenti dan Susweni

Pola Konsumsi

Pengeluaran Pangan Pokok (Rp/Bln)

∑ (KK/%) Tinggi

(>40.000)

Sedang (10.000 – 39.999)

Rendah (<10.000)

Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni Pangan Pokok :

Beras Ubi Pisang Beras – Ubi Beras – Pisang Beras – Ubi – Pisang

3(20) - - 6 (40)

- 2(13)

2(17) - - 2(17) 1(8,3) 6(50)

- - - 3(20)

- -

- - - - - -

- 1(7)

- - - -

1(8,3) - - - - -

15(100) 12(100)

(10)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 10

Ubi – Pisang - - - -

Frekuensi makan : Pagi-siang-malam Siang-malam Malam

9(60) 2(13)

-

10(83,3) 1(8,3)

-

3(20) - -

- - -

1(7) - -

1(8,3) - -

15(100) 12(100) Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 7 menunjukkan umumnya pengeluaran pangan pokok responden per bulan di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni tergolong tinggi. Hubungan pengaruh yang terjadi yaitu semakin tinggi pengeluaran pangan pokok responden, maka semakin bervariasi pula pangan pokok yang dikonsumsi dan semakin sering kegiatan makan yang dilakukan oleh responden. Kondisi di atas memudahkan mereka melakukan difersifikasi pangan pokok. Selain itu, terlihat pula pola konsumsi pangan pokok beras-ubi untuk

Kampung Imbenti dan beras-ubi-pisang untuk Kampung Susweni.

Selera

Pemilihan jenis pangan yang akan dikonsumsi salah satunya dipengaruhi oleh selera, dimana pilihan tersebut pada akhirnya akan menentukan pola konsumsi pangan suatu masyarakat. Berikut disajikan pada Tabel 8 hubungan pengaruh antara pola konsumsi pangan pokok dengan selera di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni.

Tabel 8. Hubungan Pengaruh Selera Responden dengan Pola Konsumsi Pangan Pokok di Kampung Imbenti dan Susweni

Selera ∑

Pola Konsumsi Imbenti Susweni (kk/%)

Suka Tdk Suka Suka Tdk Suka Imbenti Susweni Pangan Pokok :

Beras 9 (60) 6 (50)

Ubi 4 (26) 3 (25)

Pisang - 1 (8)

15 (100) 12 (100)

Beras – Ubi 1 (7) - - -

Beras – Pisang 1 (7) -

Beras -Ubi-Pisang - -

Ubi-Pisang - 2 (17)

Frekuensi Makan :

Pagi-Siang-Malam 13 (87)

-

10 (83)

- 15 (100) 12 (100)

Siang-Malam 2 (13) 2 (17)

Malam - -

Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 8 menunjukkan bahwa sekalipun telah terdapat berbagai jenis pangan pokok, terlihat sebagian besar responden di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni yang dominan menyukai satu jenis bahan

pangan. Bahan pangan yang menjadi pilihan tersebut adalah pada jenis pangan pokok beras, dimana banyak dari responden berpendapat bahwa beras memiliki cita rasa yang lebih sedap.

(11)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 11 Kondisi tersebut memberikan adanya

hubungan, yaitu semakin tinggi kesukaan responden terhadap satu jenis pangan pokok yaitu beras, maka ia akan lebih sering mengkonsumsi pangan pokok tersebut selama satu bulan.

Jumlah Anggota Keluarga

Anggota keluarga yang menetap, makan dan hidup bersama dalam satu rumah akan memiliki pola konsumsi yang sama.

Hubungan pengaruh tersebut akan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hubungan Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Pola Konsumsi Pangan Pokok di Kampung Imbenti dan Susweni

Pola Konsumsi

Jumlah Anggota Keluarga

∑ (KK/%) Besar

(7 – 10)

Sedang (3 – 6)

Kecil (<3)

Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni Pangan Pokok :

Beras Ubi Pisang Beras – Ubi Beras – Pisang Beras – Ubi – Pisang Ubi – Pisang

2(13) - - 4 (26)

- 2(13)

-

- - - 1(8)

- 2(17)

-

1(7) - - 4(27)

- - -

2(17) - - 1(8) 1(8) 5(42)

-

- 1(7)

- 1(7)

- - -

- - - - - - -

15(100) 12(100)

Frekuensi makan : Pagi-siang-malam Siang-malam Malam

6(40) 2(13)

-

3(25) - -

5(34) - -

7(58) 2(17)

-

2(13) - -

- - -

15(100) 12(100) Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Kampung Imbenti memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 7-10 dalam rumah dan responden di Kampung Susweni yang umumnya memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-6 orang dalam rumah.

Hubungan yang terjadi adalah semakin banyak jumlah anggota keluarga responden, maka semakin tinggi kombinasi pangan pokok yang dilakukan oleh kepala keluarga, seperti beras-ubi yang dikonsumsi secara bergantian selama satu bulan oleh keluarga responden di Kampung Imbenti dan beras-ubi-pisang untuk keluarga responden di Kampung

Susweni. Tujuannya untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan persediaan pangan pokok.

Bantuan Pemerintah

Bantuan pemerintah atau campur tangan pemerintah diberikan kepada masyarakat dengan tujuan untuk membantu meringankan beban masyarakat, bahkan menghilangkan masalah dalam masyarakat. Dalam penelitian ini campur tangan pemerintah khususnya pangan yaitu pemberian beras miskin (RASKIN). Tabel 10 akan disajikan bantuan pemerintah yang berhubungan dengan pola konsumsi pangan pokok.

Tabel 10. Hubungan Pengaruh Bantuan Pemerintah dengan Pola Konsumsi Pangan Pokok Per Bulan Di Kampung Imbenti dan Susweni

Pola Konsumsi

Bantuan Pemerintah : Beras Miskin

(RASKIN) ∑ (KK/%)

Gratis Tidak Gratis/Subsidi

Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni

(12)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 12 Pangan Pokok :

Beras Ubi Pisang Beras – Ubi Beras – Pisang Beras – Ubi – Pisang Ubi – Pisang

- -

3(20) 1(7)

- 9(60)

- 2(13)

-

2(17) - - 2(17)

1(8) 7(59)

-

15(100) 12(100)

Frekuensi makan : Pagi – siang – malam Siang – malam Malam

- -

13(87) 2(13)

-

10(83) 2(17)

-

15(100) 12(100) Sumber : Data Primer, 2013

Tabel 10 menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan kepada Masyarakat Arfak dalam bentuk RASKIN tidaklah secara gratis, melainkan subsidi. Hal itu bertujuan agar Masyarakat Arfak dapat berusaha sendiri dalam perolehan bahan pangan, sehingga menjadi masyarakat yang mandiri. Oleh karena itu, baik Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni tidak semata- mata mengkonsumsi beras, karena untuk memperoleh beras dibutuhkan biaya.

Sehingga mereka mengkombinasikan beras dengan pangan pokok lainnya yang berasal dari kebun tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Kondisi di atas menunjukkan hubungan yaitu dengan tidak

adanya kesempatan perolehan pangan pokok beras secara gratis, maka semakin tinggi kombinasi pangan pokok yang dikonsumsi selama satu bulan oleh Masyarakat Arfak di kedua kampung tersebut.

Aksesibilitas

Akses ke sumber pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan. Jika akses ke sumber pangan mudah, maka pola konsumsi pangan keluarga akan semakin baik. Berikut akan disajikan pada Tabel 22 hubungan pengaruh antara aksesibiltas dengan pola konsumsi pangan pokok.

Tabel 22. Hubungan Pengaruh Aksesibilitas Responden dengan Pola Konsumsi Pangan Pokok di Kampung Imbenti dan Susweni

Aksesibilitas ∑

Pola Konsumsi Mudah Dijangkau Sulit Dijangkau (kk/%) Imbenti Susweni Imbenti Susweni Imbenti Susweni Pangan Pokok :

Beras 3 (20) 2 (17)

Ubi 1 (7) -

Pisang - - - -

Beras - Ubi 9 (60) 2 (17) 15 (100) 12 (100)

Beras - Pisang - 1 (8)

Beras -Ubi-Pisang 2 (13) 7 (59)

Ubi-Pisang - -

Frekuensi Makan :

Pagi-Siang-Malam 13 (87) 10 (83)

15 (100) 12 (100)

Siang-Malam 2 (13) 2 (17 - -

Sumber : Data Primer, 2013

(13)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 13 Tabel 22 menunjukkan bahwa

umumnya Masyarakat Arfak diKampung Imbenti dan Kampung Susweni mengaku bahwa mudah bagi mereka untuk akses ke sumber bahan pangan, khususnya bahan pangan lokal. Sedangkan untuk pangan pokok beras, bagi mereka di Kampung Imbenti sedikit mengalami kesulitan akses.

Bagi responden di Kampung Imbenti, mudah bagi mereka untuk membeli beras, hanya saja jarak tempuh yang relative jauh ke tempat penjualan beras yang akhirnya membuat mereka mengalami sedikit kesulitan untuk mengkombinasikan pangan mereka. Lain halnya dengan responden di Kampung Susweni yang tidak mengalami kesulitan akses, sehingga mudah bagi mereka untuk membeli beras. Hubungan yang terjadi adalah semakin mudah akses responden ke sumber pangan pokok, maka

semakin mudah mereka

mendifersifikasikan pangan pokok mereka dan lebih sering dikonsumsi responden selama satu bulan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Pola konsumsi pangan pokok pada penelitian ini terbagi menjadi dua.

Pertama, jenis bahan pangan pokok yang dikonsumsi oleh Masyarakat Arfak baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah umumnya adalah jenis padi-padian dan umbi- umbian. Khusus masyarakat Arfak di daerah dataran tinggi yang diwakili oleh Kampung Imbenti, pola konsumsi pangan pokok mereka adalah beras dan ubi. Sedikit berbeda dengan Masyarakat Arfak di daerah dataran rendah yaitu di Kampung Susweni, pola konsumsi pangan pokok mereka adalah beras, ubi-ubian dan pisang. Kedua, frekuensi makan Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni yang memiliki persamaan. Hal tersebut dapat terlihat pada rata-rata kegiatan makan yang dilakukan oleh Masyarakat Arfak di kedua kampung tersebut. Kegiatan makan baik di Kampung Imbenti

maupun Kampung Susweni dilakukan sebanyak 3 kali makan per hari atau 93 kali makan per bulan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti dan Kampung Susweni antara lain pengeluaran pangan, selera, jumlah anggota keluarga, bantuan pemerintah dan aksesibilitas.

Ke-empat faktor yaitu pengeluaran pangan pokok, jumlah anggota keluarga, bantuan pemerintah dan aksesibilitas memiliki pengaruh yang searah terhadap pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Artinya, perubahan sedikit saja pada faktor-faktor di atas akan dapat mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak. Lain halnya dengan faktor selera yang memiliki hubungan pengaruh berbanding terbalik dengan pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak. Artinya, perubahan sedikit pada faktor tersebut tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi pangan pokok Masyarakat Arfak di Kampung Imbenti maupun Kampung Susweni.

Saran

1. Pola konsumsi kiranya dapat ditingkatkan melalui penyuluhan tentang sadar gizi, karena dengan begitu kualitas hidup Masyarakat Arfak baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah dapat meningkat.

2. Difersifikasi pangan kiranya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan sumber-sumber penerimaan keluarga Masyarakat Arfak di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah.

3. Pemerintah perlu meningkatkan produksi pangan lokal yang nantinya diharapkan terjadi peningkatan difersifikasi pangan pokok.

Mengingat, Masyarakat Arfak lebih cenderung mengkonsumsi beras.

(14)

JURNAL SOSIO AGRI PAPUA VOL 3 NO 1 JUNI 2014

Sheila F. Woran, Ishak Suwardi, Maria I. Arim 14 DAFTAR PUSTAKA

1Ariani, Mewa. 2007. Gizi Indonesia.

http://susenas.com (04 Mei 2013, 20.36 PM).

Anonimous. 2012. Studi Sosial Ekonomi Pedesaan di Desa Tondegesan Induk Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. (Laporan KKL, Fakultas Pertanian dan Teknologi

Pertanian, UNIPA, Manokwari).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2011. Manokwari Dalam Angka.Manokwari: BPS Kabupaten Manokwari.

2Hatta, Zulfan. 2011. Pola Konsumsi Masyarakat.

http://ekonkop.bogspot.com (26 Juni 2013, 1.40 PM).

3Kamus Bisnis. 2013. Kamus Bisnis.

http://kamusbisnis.com (26 Juni 2013,

Mulyadi. 2012. Budaya Pertanian Papua Perubahan Sosial dan Strategi

Pemberdayaan Masyarakat Arfak.

Yogyakarta: Penerbit KartaMedia.

Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Suhardjo dan Hadi. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Ipb.

Bogor.

Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

4Shvoong Book. 2011. Pengertian Nilai.

http://id.shvoong.com (26 Juni 2013,2.19 PM).

Widiamurti, M.N. 1998. Studi Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi Masyarakat Arfak di Daerah

Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Kabupaten Manokwari Irian Jaya.

(Skripsi Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor).

Wakum, Moses. 2005. Pola Produksi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di-Pulau Pai Distrik Padaido pada Kabupaten Biak-Numfor. (Skripsi, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, UNIPA, Manokwari).

Referensi

Dokumen terkait

berjudul : Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Angkutan Udara Atas Pemindahan Jadwal Dalam Hal Force Majeure (Studi Kasus Pada PT..

Terkait risiko terinfeksi HIV, hepatitis dan PMS (penyakit menular seksual), populasi warga binaan dapat memiliki risiko yang lebih tinggi dari pada populasi umum melalui

Penjualan tersebut bila dikurangi dengan cukai bir dan pajak penjualan sebesar Rp 214,19 miliar pada kuartal pertama tahun ini, sehingga penjualan bersih menjadi sebesar Rp

Munculnya dikotomi antara keadilan substantif dan keadilan prosedural dalam proses penegakan hukum karena pemahaman filosofis terhadap penegakan hukum itu sendiri,

Oleh itu, dapatan kajian ini menunjukkan bahawa dalam mereka bentuk kurikulum BIM untuk golongan pekak bagi PAFA kesemua item telah dipersetujui oleh kesemua pakar dan terdapat

a) Wajib muwaqqat, yaitu kewajiban yang ditentukan batas waktu untuk melaksanakannya, seperti shalat fardhu yang lima waktu, kapan mulai dan berakhirnya waktu

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti menemukan bahwa jumlah pengunjung yang terus meningkat masih ada masalah yang dihadapi diTaman Margasatwa yaitu dari segi

Beberapa potensi yang dimiliki oleh STMIK MUSIRAWAS untuk mendapatkan pengakuan secara nasional salah satunya dapat dilihat dari kerjasama-kerjasama yang selama ini telah