• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUMPANG TINDIH PEMBERLAKUAN ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DENGAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI INDONESIA JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TUMPANG TINDIH PEMBERLAKUAN ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DENGAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI INDONESIA JURNAL"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL

Diajukan untuk Melengkapi Tugas –Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

MAR’IE MUHAMMAD SETIANEGARA 150200365

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

B. Pendidikan Formal

Tahun Institusi Pendidikan

Jurusan IPK 2003 – 2009 SDN 006

Tampan, Pekanbaru

- -

2009 – 2012 MTs Daarul Muhsinin

- -

2012 – 2015 MA Daarul Muhsinin

IPA -

2015 – 2019 Universitas Sumatera Utara

Ilmu Hukum 3.45

C. Data Orang Tua

Nama Ayah / Ibu : Abdul Hakim / Listriani Kawaqip Pekerjaan : Pensiunan / Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Abadi, Perumahan Villa 3 dara,

Pekanbaru Nama Lengkap Mar’ie Muhammad

SetiaNegara Jenis Kelamin Laki-laki Tempat, Tanggal

Lahir

Mentok, 16 Agustus 1997

Kewarganegaraa n

Indonesia

Status Belum Menikah

Identitas NIK. 1471081608970001

Agama Islam

Alamat Domisili Jl. Perisai No.4, Rantau Prapat

Alamat Asal Jl. Abadi, Perumahan Villa 3 dara, Pekanbaru No Telp. 082192019108

Email

Mariemuhammad.sn@gmail.

com

(3)

i

TUMPANG TINDIH PEMBERLAKUAN ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS) DENGAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI

INDONESIA

Mar’ie Muhammad SetiaNegara1 Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***

Hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik menjadi landasan hukum terhadap pemberlakuan perizinan penanaman modal melalui Online Single Submission (OSS). Kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 menjadi suatu dilematika terhadap pemberlakuan perizinan penanaman modal, hal ini dikarenakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 memberikan kewenangan kepada lembaga OSS dalam memberikan pelayanan perizinan penanaman modal yang memiliki kesamaan terhadap Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diberika kewenangan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder, bahan hukum primer, tersier. Serta didukung data primer. Data dikumpulkan dengan studi pustaka dan wawancara kemudian dianalisis secara kualitatif.

Mahkamah Agung merupakan tempat proses penyelesaian persoalan terhadap tumpang tindih pemberlakuan Online Single Submission (OSS) dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Indonesia. Pembentukan OSS melalui Peraturan Pemerintah yang merupakan dibawah kedudukannya dengan PTSP yang pembentukan melalui Undang-Undang. Kewenangan Mahkamah Agung terhadap uji materi peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dilandasi atas Pasal 31A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1995 Tentang Mahkamah Agung yang berbunyi “Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

Kata Kunci : Tumpang Tindih, OSS, PTSP

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I

***Dosen Pembimbing II

(4)

ii

(OSS) WITH PTPS (INTEGRATED ONE STOP SERVICE) IN INDONESIA

Mar’ie Muhammad SetiaNegara* Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.**

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum***

ABSTRACT

PP (Government Regulation) No. 24/2018 on electronic PPBT (Integrated Business Permit Service) becomes legal ground for capital investment permit by Online Single Submission (OSS). However, it becomes a problematic for the imposition on capital investment because PP No.24/2018 gives authority OSS institution to give capital investment permit is similar to PTSP (Integrated One Stop Service) stipulated in Law No. 25/2007.

The data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. Secondary data were supported by primary data. They were gathered by conducting library research and interviews and analyzed qualitatively.

The Supreme Court is the place for resolving overlapping imposition on OSS ad PTSP in Indonesia. The establishment of OSS through PP has lower position than PTSP which is established through law. The authority of the Supreme Court to hear Judicial Review on a regulation under the law on laws is based on Article 31A of Law No. 5/2004 on the Amendment of Law No.

14/1995 on the Supreme Court which reads, “Request for the hearing of legal provisions under the law on any law is required to submit directly by a petitioner or his Attorney to the Supreme Court in a written form and in Indonesian.”

* Student of the Faculty of Law, USU

** Supervisor I

*** Supervisor II

(5)

I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tujuan dan arah pembangunan ekonomi nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yakni, berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, dimana masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang, diantaranya bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi identik dengan pembangunan sektor-sektor ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti;

sektor pertanian ,kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, industri, perdagangan, jasa-jasa, dan lain lain.2

Pelaksanaan pembangunan memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Untuk itu, Indonesia sudah memberikan peluang kepada warga negara Indonesia dan asing dalam menanamkan modal di wilayah Indonesia.

Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi harus didasarkan pada prinsip penting yang harus dipegang teguh, bahwa segala usaha harus didasarkan kepada kemampuan serta kesanggupan bangsa sendiri dan diabdikan untuk kepentingan ekonomi rakyat. Namun begitu prinsip ini tidak boleh menimbulkan keseganan dalam memanfaatkan potensi-potensi modal,

2 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007) Hlm. 1

(6)

teknologi dan skill yang tersedia dari luar negeri selama tidak mengakibatkan ketergantungan terhadap luar negeri.3

Untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan tentang penanaman modal, yang akan memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

Kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan ditahun berikutnya di Undangkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Keberadaan kedua instrumen hukum itu diharapkan agar investor baik investor asing maupun investor domestik dapat menanamkan investasinya di Indonesia.4

Kehadiran Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri memberikan kemajuan yang signifikan terhadap pertumbuhan pembangunan ekonomi di Negara Indonesia. Hal ini tidak terlepas terhadap legalitas terhadap investor dalam menanamkan modalnya serta perlindungan hukum memberikan kepercayaan dari investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Bila di kaji UU No. 1 tahun 1967 tidak diatur terkait badan atau lembaga yang menjadi kewenangan dalam melaksanakan perizinan terhadap

3 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1999) Hlm. 8

4 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2007), hlm 1.

(7)

investor yang menanamkan modalnya di dalam negeri. Namun dalam UU No.

6 Tahun 1968 Tentang penanaman Modal Dalam Negeri dalam melaksanakan izin usaha diberi kewenangan kepada pemerintah dalam memberikan izin usaha bagi investor yang menanamkan modalnya. Dalam penjelasan pasal 5 UU No. 6 tahun 1968 terdapat pengecualian izin usaha yang diatur oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan.

Sejak dilahirkan Keppres No. 29 tahun 2004 pada masa Presiden Megawati Soekarno Putri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memiliki peran mengendalikan proses perizinan persetujuan investasi baik penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri. Meskipun begitu, Badan Kordinasi Penanaman Modal tetap perlu menjalin korordinasi dengan departemen teknis dalam membuat perizinan persetujuan investasi melalui sistem pelayanan satu atap. Pelayanan satu atap ini meliputi penanaman modal yang dilakukan baik di tingkat propinsi, kabupaten dan kotamadya berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan oleh Gubernur/Bupati/WaliKota/

kepada BKPM. Jadi BKPM bertugas melakukan koordinasi antara seluruh departemen atau instansi lainnya, termasuk dengan pemerintah kabupaten, kota serta propinsi yang membina bidang usaha penanaman modal.

Praktik pendelegasian ke BKPM kemudian menjadi lebih marak lagi dengan slogan “one stop service”. Menteri-menteri lain yang terkait pada dasarnya adalah juga pembantu presiden, telah turut pula mendelegasikan kewenangnya kepada ketua BKPM sepanjang berhubungan dengan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Misalnya menteri keuangan mendelegasikan kepada ketua BKPM untuk pemberian keringanan/kelonggaran bidang perpajakan. Demikian pula menteri yang menangani bidang perindustrian, pertambangan dan energi, pertanian dan

(8)

kehutanan, mendelegasikan kewenangan pemberian izin usaha untuk industrinya kepada ketua BKPM.

Keputusan Presiden tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri melalui sistem pelayanan satu atap (Keppres RI No. 29 Tahun 2004) dikeluarkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, dengan menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaran penanaman modal serta memperpendek rantai birokrasi. Namun kalangan pengusaha dan ekonom meragukan efektivitas pelaksanaan keputusan presiden tersebut. Mereka menilai pelaksanaan kebijakan pelayanan satu atap itu akan terganjal departemen teknis maupun kalangan pemerintah daerah yang merasa kewenangannya bakal tergusur.

Kehadiran Keppres RI No. 29 tahun 2004 diharapkan memberikan kemudahan kepada investor dalam hal pengurusan perizinan usaha kegiatan investasi yang dilakukan di daerah. Namun demikian terjadi tidak sinkronisasi dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak dijelaskan lebih lanjut terhadap pelaksanaan penanaman modal daerah seringkali menimbulkan kendala yang dikeluhkan oleh para investor yaitu tidak efisiennya pengurusan izin usaha dan investor sering sekali dibebani oleh urusan birokrasi yang berbelit-beli sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama disertai dengan biaya tambahan yang besar.

Terhadap kendala tersebut, akhirnya di Undangkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang mengatur secara tegas tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan tujuan membentuk penanam modal/investor dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas

(9)

fiskal, dan informasi mengenai penanam modal/investasi yang dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di propinsi atau kabupaten/kota.5

Undang-Undang Penanaman Modal mengatur masalah perizinan perusahaan penanaman modal secara khusus diatur pada pasal 25 ayat (4) bahwa perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Selanjutnya pada ayat (5) menegaskan bahwa izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.

Kehadiran undang-Undang Penanaman Modal yang menjadi payung hukum terhadap lembaga perizinan perusahaan penanaman modal dan juga pelimpahan kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan hingga tahap terbitnya dokumen yang dilakukan di satu tempat. Hal ini menjadi jawaban bagi investor baik investor asing dan investor dalam negeri yang sebelum diberlakunya Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal mendapatkan kendala tahap perizinan yang panjang dan tidak berada di satu tempat.

5 Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008)

(10)

Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi penanaman modal didukung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam pasal 350 ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa “dalam memberikan pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu “ “ pembentukan unit pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Namun, dengan dinamika hukum yang terjadi. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Kehadiran peraturan pemerintah memperkenalkan suatu lembaga baru yang melaksanakan kewenangan penerbitan perizinan berusaha melalui lembaga yang bernama Online Single Submission (OSS). Hal ini dijelaskan dalam pasal 18 dan pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018.

Kehadiran Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018 ini menghadirkan tata cara perizninan berusaha secara elektronik. Sehingga ini menjadi suatu dilematika terhadap perizinan berusaha di Indonesia. Peraturan Pemerintah yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang membuat suatu lembaga yang memiliki kewenangan yang sama dengan amanat Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Kehadiran dua lembaga perizinan berusaha yang memiliki kewenangan yang sama ini menjadi suatu dilematika dalam hal pengurusan perizinan berusaha. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang merupakan pelayanan

(11)

perizinan berusaha yang terdapat di daerah-daerah di Indonesia dan terbentuk atas amanat Undang-Undang. Serta Online Single Submission (OSS) yang merupakan pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah dan perizinan dapat diakses dirumah melalui website OSS.

Dengan uraian diatas, maka sangat menarik untuk diteliti yang berbentuk skrispsi dengan judul “Tumpang Tindih Pemberlakuan Online Single Submission (OSS) Dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pemberlakuan perizinan penanaman modal di Indonesia melalui PTSP ?

2. Bagaimana pemberlakuan perizinan penanaman modal di Indonesia melalui OSS ?

3. Bagaimana tumpang tindih pemberlakuan PTSP dan OSS di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Indonesia ?

II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PEMBERLAKUAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA MELALUI PTSP

1. PEMBERLAKUAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA MELALUI PTSP

(12)

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.6

Ada lima pertimbangan diundangkannya Undang-Undang Penanaman Modal, yaitu :7

a. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

b. Penanaman modal merupakan bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi untuk mencapai bernegara.

c. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil, dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

d. Menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang lebih kondusif dan promotif.

e. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 tahun 1968 tentang

6 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

7 Salim HS & Budi Sutrisno, Op.Cit Hlm. 10-11

(13)

Penanaman Modal dalam negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970, dipandang perlu untuk diganti.

Secara umum dikenal ada dua macam penanaman modal yaitu :8

1. Penanaman Modal secara Langsung (direct investment)

Merupakan suatu bentuk penanaman modal secara langsung. Dalam hal ini pihak investor langsung terlibat aktif dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggungjawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugia.

2. Penanaman modal tidak langsung (indirect investment)

merupakan suatu bentuk penanaman modal secara tidak langsung terlibat aktif dalam suatu kegiatan pengelolaan usaha. Investasi terjadi melalui pemilikan surat-surat pinjaman jangka panjang (obligasi) dan saham-saham perusahaan dimana modal tersebut ditanamkan hanya memasukkan modal dalam bentuk uang atau valuta semata.

Adapun perbedaan antara investasi langsung dengan tidak langsung, yaitu :9

a. pada investasi tidak langsung, pemegang saham tidak memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-hari

b. pada investasi tak langsung, biasanya resiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatan.

8 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global (Malang: Penerbit Bayumedia, 2004), hlm. 7

9 Ismail Sunny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1972) Hlm. 13

(14)

c. kerugian pada investasi tidak langsung pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan internasional.

Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pendefenisian terkait penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu sebagai kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat10.

Berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 Bupati/Walikota wajib melakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, yang mencakup:

1. Pelayanan atas permohonan perizinan dan non-perizinan dilakukan oleh perangkat daerah penyeloenggaraan pelayanan terpadu satu pintu;

2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturanb daerah;

3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;

4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketauhi setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non-perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;

10 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu Satu Pintu Pasal 1 angka 11

(15)

5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan;

6. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku;

7. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan.

Selanjutnya, pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, pasal 47 dari PP No. 41 Tahun 2007 mengatur sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu.

2. Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsur-unsur peangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan.

3. Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah.

4. Pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan terpadu ditetapkan oleh menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(16)

2. PENINGKATAN PENANAMAN MODAL MELALUI PTSP

Perkembangan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di wilayah Sumatera Utara sampai dengan triwulan II tahun 2017 sudah mencapai angka Rp.13,63 Triliun dari target sebesar Rp.30,3 triliun. Secara nasional, untuk PMDN Sumatera Utara menduduki posisi ke-7 dan PMA peringkat ke-1111.

Azhar Lubis selaku Deputi bidang pengendalian pelaksanaan penanaman modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia (BKPMRI), menjelaskan realisasi investasi PMDN Sumut pada tahun 2017 menduduki peringkat ke-7 dari 34 Provinsi di Indonesia setelah Jawa Timur, DKI, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Timur. Sedangkan untuk PMA Sumut menduduki peringkat ke-11 setelah Jabar, DKI, Banten, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Papua, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Bali.12

Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) sejak Tahun 2017 s/d 2018, merupakan data perbandingan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing terhadap penerapan pelayanan perizinana penanaman modal secara manual dengan penerapan pelayanan perizinan penanaman modal menggunakan sistem Online Single Submission (OSS) atau berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018.

Berdasarkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara,

11 http://humas.sumutprov.go.id/tingkatkan-realisasi-investasi-di-sumut- penanaman-modal-provsu-dialog-kabkota-dan-pengusaha/, diakses pada tanggal 08 Juli 2018 pukul 10.21 WIB

12 Ibid.

(17)

terkait Realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing sebagai berikut :13

Sebelum berlakunya OSS yaitu pada Tahun 2017, Realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri berjumlah Rp.11,683,639.67 Triliun dan Realisasi investasi Penanaman Modal Asing berjumlah Rp.20.240.969,47 Triliun.

Apabila di jumlahkan total investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dengan Penanaman Modal Asing, maka mendapatkan jumlah Rp.31,924,608.67 Triliun.

Segi nilai investasi yang diterima pada tahun 2017, maka Penanaman Modal Asing (PMA) sebagai penyumbang terbesar terhadap nilai investasi yang diterima oleh LKPM dengan jumlah investasi Rp.20,240,969.67 triliun dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berjumlah Rp.11,683,639.20 Trilun.14

Berdasarkan aspek proyek yang diterima oleh LKPM, tahun 2017 proyek PMDN yang diterima berjumlah 187 proyek dan proyek PMA yang diterima berjumlah 330. Maka jumlah proyek PMDN dan PMA yang diterima oleh LKPM berjumlah 517 proyek. Segi proyek yang diterima oleh LKPM, maka proyek dari Penanaman Modal Asing (PMA) mendapatkan jumlah 330 proyek, angka ini lebih besar dari jumlah proyek Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang diterima oleh LKPM yang berjumlah 187 proyek. Proyek yang dibangun di Sumatera Utara akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja baik tenaga kerja asing maupun tenaga kerja Indonesia.15

13 Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019

14 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019

15 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019

(18)

Berdasarkan aspek penyerapan tenaga kerja, data yang diterima oleh LKPM. Pada tahun 2017, tenaga kerja asing dari Penanaman Modal Asing berjumlah 171 tenaga kerja asing, dan tenaga kerja asing dari Penanaman Modal Dalam Negeri berjumlah 155 tenaga kerja asing, apabila dijumlahkan pada tahun 2017, maka tenaga kerja asing yang tergabung dari Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 2017 berjumlah 326 tenaga kerja asing. Terhadap tenaga kerja Indonesia yang tergabung dalam proyek penanaman modal asing berjumlah 5.530 tenaga kerja Indonesia, dan tenaga kerja Indonesia dari Penanaman Modal Dalam Negeri berjumlah 16.502 tenaga kerja Indonesia. Apabila dijumlahkan maka tenaga kerja Indonesia yang tergabung dari penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri berjumlah 22.032 tenaga kerja Indonesia. 16

Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau yang dimaksud adalah pemberlakuan Online Single Submission (OSS) terhadap perizinan penanaman modal. Berdasarkan Data tersebut Maka realisasi investasi Penanaman Modal Asing yang diperoleh LKPM pada tahun 2018 berjumlah Rp.16,449,965.96 triliun sedangkan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2018 berjumlah Rp.8,371,820.30 triliun. Apabila dijumlahkan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing maka berjumlah Rp.24,821,786.26.

Apabila dibandingkan realisasi investasi antara tahun 2017 (sebelum berlakunya OSS) dengan tahun 2018 (pasca berlakunya OSS) maka pada tahun 2017 mendapatkan nilai investasi yang lebih tinggi dengan jumlah

16 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara Tahun 2019

(19)

Rp.31,924,608,67 Triliun dibanding pada tahun 2018 setelah berlakunya OSS mendapatkan nilai investasi berjumlah Rp.24,821,786,26Triliun

(20)

B. PEMBERLAKUAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA MELALUI OSS

Terhadap proses pelaksanaan perizinan penanaman modal yang tertuang didalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018. Dijelaskan lembaga OSS yang memiliki kewenangan, yaitu :

a. Menerbitkan perizinan berusaha melalui sistem OSS;

b. Menetapkan kebijakan pelaksanaan perizinan berusaha melalui sistem OSS;

c. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha pada sistem OSS;

d. Mengelola dan mengembangkan sistem OSS;

e. Bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan sistem OSS.

Pelaksanaan perizinana penanaman modal melalui OSS pelaku usaha melakukan pendaftaran. Selanjutnya, lembaga OSS menerbitkan izin usaha dan penerbitan izin komersial atau operasional berdasarkan komitmen. Pelaku usaha melakukan pemenuhan komitmen izin usaha dan pemenuhan komitmen izin komersial atau operasional. Pelaku usaha melakukan pembayaran biaya (PNBP atau Pajak/Retribusi Daerah).

Lembaga OSS melakukan fasilitasi kepada pelaku usaha (terutama UMKM) untuk mendapatkan perizinan Berusaha melalui sistem OSS.

Kementrian, Lembaga dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan atas pemenuhan komitmen izin usaha dan pemenuhan izin komersial atau operasional, pembayaran dan pelaksanaannya.

(21)

Setelah melakukan pendaftaran, maka pelaku usaha melalui lembaga OSS menerbitkan izin usaha berdasarkan komitmen, seperti:

a. Izin lokasi;

b. Izin lokasi perairan;

c. Izin lingkungan; dan/atau

d. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Apabila melakukan kegiatan berusaha di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), maka terhadap Izin lokasi diberikan langsung kepada pelaku usaha tanpa adanya komitmen. Izin lingkungan tidak dipersyaratkan, namun pelaku usaha hanya menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL kawasan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak dipersyaratkan sepanjang telah ditetapkan pedoman bangunan (estate regulation).

Izin usaha berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan izin usaha/izin komersial atau operasional berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan komitmen dan melakukan pembayaran biaya perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Setelah mendapatkan izin usaha atau izin komersial, maka pelaku usaha mendapatkan fasilitas perizinana berusaha. Berdasarkan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Kementrian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan fasilitas perizinan berusaha, yaitu fasilitas terutama usaha mikro, kecil dan menengah.

Fasilitas berupa pelayanan informasi yang berkaitan dengan perizinan berusaha dan bantuan untuk mengakses laman OSS dalam rangka mendapatkan perizinan berusaha.

(22)

Pelaksanaan perizinan berusaha melalui OSS mendapatkan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha. Ketentuan pasal 81 – 83 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, menyatakan bahwa:

Pasal 81 ayat (1) : Kementerian, Lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan atas:

a. Pemenuhan komitmen;

b. Pemenuhan standar, sertifikasi, lisensi dan/atau pendaftaran;

dan/atau

c. Usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 81 ayat (2) dan ayat (3) : dalam hal pengawasan ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, kementerian, lembaga, pemerintah daerah mengambil tindakan berupa :

a. Peringatan;

b. Penghentian sementara kegiatan berusaha;

c. Pengenaan denda administratif; dan/atau d. Pencabutan perizinan berusaha.

Pasal 82 ayat (1) : kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan dapat bekerja sama dengan profesi sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan/atau pemerintah daerah.

Pasal 83 ayat (1) : Kementerian, Lembaga, dan/atau Pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan terhadap aparatur sipil negara dalam pelaksanaan perizinan berusaha.

Dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, pemerintah memandang perlu menerapkan pelayanan perizinan

(23)

berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).17

Kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 ini diharapkan dapat mendorong perbaikan birokrasi, khususnya di bidang Pelayanan perizinan penanaman modal dan berusaha yang mempunyai implikasi yang luas terutama pada ekonomi, politik serta tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Meningkatnya iklim investasi berdampak pula terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, tentu ini akan mengurangi jumlah pengangguran dan membuka lapangan kerja.

Pada tahun 2017 sebelum pemberlakuan OSS realisasi investasi PMA dan PMDN berjumlah Rp.31,924,608.67 Triliun sedangkan tahun 2018 yaitu pada pemberlakuan OSS realisasi investasi PMA dan PMDN berjumlah Rp.24,821,786.26 Triliun. Penurunan ini dikarenakan masih terdapat beberapa daerah yang memiliki kendala akses/jaringan website oss seperti halnya di provinsi Sumatera Utara terkhusus di daerah Nias Barat, Kabupaten Humbang Hasundutan dan beberapa wilayah lainnya di wilayah Sumatera Utara.18

Kendala lainnya yang dialami adalah masih banyaknya pelaku usaha yang belum memahami mekanisme sistem OSS. Sehingga saat meng-akses

17 pada https://ekonomi.bisnis.com/read/20181212/9/868904/opini-upaya- memperbaiki-izin-usaha-dengan-oss, diakses pada tanggal 11 Juli 2019 pukul 00.19 WIB.

18 Hasil wawancara dengan pak Iwan Effendy Kasi Pengawasan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara, pada hari Senin tanggal 8 Juli 2019.

(24)

website oss mengalami kesulitan karena pemahaman yang kurang terkait penelusuran website OSS.19

C. PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH PEMBERLAKUAN PTSP DAN OSS BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, lembaga-lembaga yang dimaksud ada yang disebut secara eksplisit nama lembaganya, adapula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya.

Dalam perkembangannya, Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menafsirkan mana lembaga negara dan mana yang bukan lembaga negara yang kewenangannya diberikan lebih lanjut oleh undnag-undang. Selain itu, berkembang pula pembagian antara lembaga negara utama (main state organ) dan lembaga negara bantu (auxilary state organ) yaitu pembagian lembaga negara yang mengacu pada

pembagian trias politica.20

Menurut Jimly Asshiddiqie, di tingkat pusat dapat dibedakan ke dalam empat tingkatan kelembagaan, yaitu: 1) Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden; 2) Lembaga yang dibentuk berdasarkan UndangUndang yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau

19 Hasil wawancara dengan pak Yoyon Haryono staff Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara, pada hari Jum’at tanggal 28 Juni 2019.

20 Romi Libriyanto, Trias Politica: dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, (Makassar: Pukap, 2008), hlm. 51

(25)

dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; 3) Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden; dan 4) Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah menteri.21

Lembaga Negara pada tingkatan konstitusi misalnya adalah Presiden, Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kewenangannya diatur dalam UUD, dan dirinci lagi dalam UU, meskipun pengangkatan para anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara yang tertinggi.22

Lembaga negara tingkat kedua adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang berarti sumber kewenangannya bersumber dari pembentuk undangundang. Sehingga pembentukan dan pembubaran lembaga-lembaga negara tersebut melibatkan DPR dan Presiden sebagai pembentuk undang-undang.

lembaga tingkat kedua ini seperti Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dll.23

Pada tingkatan yang ketiga adalah lembaga-lembaga yang bersumber kewenangannya murni dari Presiden sebagai kepala pemerintahan sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari

21 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006), Hlm. 50

22 Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), hlm. 57,

23 Ibid

(26)

beleid Presiden (presidential policy).27 Sedangkan pada tingkatan yang paling rendah adalah lembaga-lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri. Lembaga ini merupakan kebijakan yang didasarkan pada kebutuhan kerja pemerintahan dan menjadi tanggungjawabnya.24

Dalam hal ini, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan lembaga yang mendapat pelimpahan kewenangan dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

Pelimpahan kewenangan dalam hal memberikan pelayanan perizinan, kepala daerah wajib memberikan pelayanan perizinan. Dalam hal pelayanan perizinan yang dimaksud maka Daerah wajib membentuk pelayanan terpadu satu pintu. Hal ini didasari atas pasal 350 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Lebih lanjut, pada pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa “Pelayanan Terpadu Satu Pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.”

Dasar ini menjadi landasan terhadap pembentukan lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu di setiap wilayah di Indonesia. Namun dengan dinamika hukum yang berkembang dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

24Ibid

(27)

Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Kehadiran Peraturan Pemerintah ini memperkenalkan suatu lembaga baru yang kewenangannya berdasarkan Pasal 19 ayat (3) menyatakan bahwa “penerbitan perizinan berusaha oleh Lembaga OSS sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik”

Berdasarkan ketentuan 2 (dua) peraturan Perundang-undangan yakni Undang-Undang dengan Peraturan Pemerintah yang membentuk suatu lembaga untuk memberikan pelayanan perizinan dalam hal penanaman modal. Maka, dari segi Hierarki peraturan perundang- undangan pemberlakuan Online Single Submission melalui Peraturan Pemerintah dapat dikesampingkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang yang kedudukannya lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah berdasarkan tata urutan peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Upaya hukum yang dapat diajukan jika Peraturan Pemerintah bertentangan dengan Undang-Undang maka dapat melakukan pengajuan permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung. Hal ini didasari pada Pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1995 Tentang Mahkamah Agung.

III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

(28)

1. Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjelaskan bahwa pemberlakuan perizinan penanaman modal di Indonesia melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan lembaga yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan seperti di tingkat pusat terdapat Kementerian atau lembaga atau yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non-perizinan di provinsi atau kabupaten/kota.

2. Pemberlakuan perizinan penanaman modal di Indonesia melalui Online Single Submission (OSS) merupakan lembaga pengelola dan penyelenggara OSS yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Bidang Koordinasi Penanaman Modal termasuk dalam hal penerbitan izin berusaha dan pelaksana perizinan berusaha. Hal ini didasarkan hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018.

3. Penyelesaian Tumpang Tindih terhadap pemberlakuan PTSP dan OSS berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia dapat ditempuh melalui uji materiil kepada Mahkamah Agung, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 31A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1995 Tentang Mahkamah Agung. Hal ini berlandaskan bahwa pembentukan PTSP melalui Undang-Undang kedudukan secara hierarki lebih tinggi daripada pembentukan OSS

(29)

melalui PeraturanPemerintah. Sesuai dengan asas hierarki yaitu Lex Superiori Derogate lex Inferiori.

B. SARAN

Dengan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran, yaitu:

1. Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu harus tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pemerintah selaku pelaksana pelayanan perizinan memberikan pelayanan yang optimal terhadap investor atau penanam modal agar penanam modal merasakan kemudahan dalam menanamkan modalnya di daerah-daerah di Indonesia.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian daerah- daerah di Indonesia.

2. Pelaksanaan Online Single Submission seharusnya ditunda terlebih dahulu, hal ini didasari pembentukan lembaga Online Single Submission memiliki kesamaan dalm hal kewenangannya pemberian izin terhadap penanam modal dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang.

3. Pemerintah dalam hal ini seharusnya memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2007) Hlm. 1

Asmin Nasution, Transparansi dalam Penanaman Modal, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008)

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006), Hlm. 50

Ismail Sunny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1972) Hlm. 13 Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta:

FH UII Press, 2007), hlm. 57,

N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global (Malang: Penerbit Bayumedia, 2004), hlm. 7 Romi Libriyanto, Trias Politica: dalam struktur ketatanegaraan Indonesia,

(Makassar: Pukap, 2008), hlm. 51

Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2007), hlm 1

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1999) Hlm. 8

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang penanaman Modal Asing

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1995 Tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik

(31)

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu Satu Pintu

C. INTERNET:

http://humas.sumutprov.go.id/tingkatkan-realisasi-investasi-di-sumut-penanaman- modal-provsu-dialog-kabkota-dan-pengusaha/, diakses pada tanggal 08 Juli 2018

https://ekonomi.bisnis.com/read/20181212/9/868904/opini-upaya-memperbaiki- izin-usaha-dengan-oss, diakses pada tanggal 11 Juli 2019

E. WAWANCARA:

Hasil wawancara dengan pak Iwan Effendy Kasi Pengawasan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara, pada hari Senin tanggal 8 Juli 2019.

Hasil wawancara dengan pak Yoyon Haryono staff Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara, pada hari Jum’at tanggal 28 Juni 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Persiapan Sumber daya manusia yang berkaitan dengan uji kompetensi bidan, persiapan dana, persiapan sarana dan prasarana, persiapan soal, dan persiapan institusi

Judul : Metode Hafalan Al Qur’an Siswa Kelas V Sekolah Dasar Islam Terpdadu Ibnu Umar Boyolali Dan Sekolah Dasar Muhammadiyah Program Khusus Boyolali Tahun 2015/2016 Pembimbing

Hingga kuartal I 2012, total outstanding kredit konsumsi perseroan men- capai Rp 40,7 triliun, naik 27% dibandingkan periode yang sama tahun

Pertama, pelaksanaan kegiatan program pelatihan kecakapan hidup (life skills) rias pengantin dirasakan atas kebutuhan dari warga belajar, sehingga dalam mengikuti

 Peran tumbuhan dalam ekosistem dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai

Melalui Peer Review para peserta didik diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dengan cara meninjau hasil pekerjaan berupa hasil menulis kalimat

METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) (Sugiyono, 2008). Secara

PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN