• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PPP LABUAN

WINY IRHAMNI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

(3)

WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).

Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

(4)

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN

PPP LABUAN

WINY IRHAMNI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(5)

Nama : Winy Irhamni

NRP : C44051061

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Iin Solihin, S.Pi, M.Si. Retno Muninggar, S.Pi, ME.

NIP : 19701210 199702 1 001 NIP : 19780718 200501 2 002

Diketahui:

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.

NIP : 19610410 198601 1 002

Tanggal lulus : 5 Oktober 2009

(6)

KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan berjudul “Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Iin Solihin, S.Pi, M.Si dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen pembimbing skripsi;

2. Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M. Si. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku dosen penguji tamu;

3. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku selaku komisi pendidikan Departemen PSP;

4. Kepala Bidang Kelautan Departeman Kelautan dan Perikanan Pandeglang (Bpk. Hasyim) dan Staf (Bu Mae) yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian;

5. Kepala UPT Teluk (Pak Yayat), Manajer TPI (Pak Didin), Kepala Bidang Kelautan DKP Propinsi Banten (Pak Yudi) yang telah membantu pengumpulan data;

6. Bapak H. Rasbi Sekeluarga atas bantuannya selama di Labuan

Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

(7)

Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril maupun materil yang sangat berguna bagi penulis.

Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak- pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Orang tua tercinta Bapak dan Mamah : Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj.Entin Surtini atas segala doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungannya;

2. Kakak dan adikku tersayang : Teh Wenti dan A’Ope, A’Wildan, Neng Nur, de Widi (almh) dan keponakanku Kafi Ahmad Muzakki yang tiada hentinya berdoa dan memberikan semangat untuk penulis;

3. Reny Yuliastuti atas bantuannya dalam pengambilan data.

4. Sahabat-sahabatku PSP 42 (Dhenis, Hafid, Intan, Ema, Yiyi, Gina, Fati, Ima, Didin, Bepe, Asep, Pakde, Septa, Meri, Eko, Leo, Bram, Noer, Ojan, Nano, Yuli, Kim, Rio, Novel, Dika, Vera, Hendri, Ziah, Ummi, Irna, Puput, Dian, Dilla, Ferty, Mirza, Meida, Arif, Hendro, Anja, Mira, Kily, Adi, Budi, Oce, Haryo, Zasuli, Feri, Sahat, Hanno, Imam, Nia, dan Fifi) untuk kebersamaan dan kekompakkan kalian semasa kuliah.

5. Shambala Galz Crew (Ndeph, Shinta, mba Ema, Uci, dan Winda) dan crew shambala lainnya yang telah memberikan dukungan dan menemani penulis pada saat suka dan duka.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1987 di Bekasi, Jawa Barat dari pasangan Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj. Entin Surtini. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tambun VIII, tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di MtsN Sukamanah dan lulus dari MAN Sukamanah pada tahun 2005. Penulis diterima pada program sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2006, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di beberapa fakultas di IPB Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Himpunan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2008/2009 sebagai anggota kesekretariatan dan Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (HIMPATINDO) sebagai staf departemen informasi dan komunikasi (2006-2009). Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian dan pelatihan baik Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB maupun IPB.

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.

(9)

WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).

Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan ... 4

2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan ... 4

2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan ... 5

2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan ... 7

2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan ... 8

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 10

3.3 Analisis Data ... 11

3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan: ... 11

3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan ... 11

3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan ... 12

3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ... 17

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang ... 19

4.1.1 Keadaan geografis dan topografi ... 19

4.1.2 Keadaan iklim ... 20

4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim ... 20

4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang ... 21

4.1.5 Produksi hasil tangkapan ... 24

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan ... 26

4.2.1 Lokasi PPP Labuan ... 26

4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim ... 26

(11)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengembangan usaha penangkapan ... 34

5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan ... 34

5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis ... 34

5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal ... 36

5.1.1.3 Jenis mollusca ... 38

5.1.1.4 Jenis crustacea ... 39

5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif Yang Ramah Lingkungan ... 43

5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan ... 46

5.2.1 Pusat aktivitas produksi ... 48

5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran ... 52

5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan ... 54

5.3 Bahasan Terangkum ... 55

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 60

6.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

(12)

x DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 2

2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan ... 11

3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap ... 17

4 Peranan pengelola PPP Labuan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan ... 18

5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 21

6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 2004- 2008 ... 23

7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 ... 24

8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 24

9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode 2004-2008 ... 27

10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode 2004-2008 ... 29

11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 ... 30

12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007 .. 34

13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ... 35

14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003-2007 36

15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ... 37

16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007 ... 38

17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007 ... 39

18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007 ... 39

19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007 ... 40

20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ... 40

21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ... 41

22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi mollusca periode 2003-2007... 41

(13)

xi 24 jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan... 43 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan

tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan ... 43 26 Hasil perhitungan nilai masing-masing kriteria

alat tangkap efektif di PPP Labuan ... 44 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan

usaha penangkapan ikan ... 47 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya ... 48

(14)

xii DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 22

2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 ... 22

3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 23

4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 25

5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ... 25

6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008 ... 28

7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar ... 48

8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih ... 48

9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es... 48

10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga ... 50

11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan ... 50

12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran ... 50

13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : tempat perbaikan jaring ... 51

14 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan tempat pendaratan : slipways ... 51

15 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : bengkel... 51

16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan (TPI)... 51

17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan ... 52

18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan... 52

19 Peranan pengelola terhadap penyediaan usaha koperasi ... 54

20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan ... 56

(15)

xiii Halaman 1 Peta lokasi penelitian ... 64 2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten

Pandeglang ... 65 3 Perhitungan LQ ... 66 4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap yang efektif

di PPP Labuan ... 67 5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan ... 71 6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : solar ... 72 7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : air bersih ... 73 8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : es ... 74 9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : dermaga ... 75 10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran ... 76 11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring ... 77 12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : slipways ... 78 13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : bengkel ... 79 14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : TPI ... 80 15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan ... 81 16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : pasar ikan ... 82

(16)

xiv 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : koperasi... 83 18 Dokumentasi penelitian ... 84

(17)

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional.

Pengembangan usaha penangkapan ikan merupakan suatu proses atau aktivitas manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pihak yang secara langsung berperan dalam perikanan tangkap. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan dengan cara mengusahakan unit penangkapan yang produktif, efisien dan sesuai dengan kondisi wilayah setempat, serta tidak merusak kelestarian sumber daya perikanan yang ada. Kegiatan pengembangan perikanan tangkap dapat dilihat dari pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien.

Pelabuhan perikanan memiliki peran sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran lokal maupun internasional. Selain itu, dukungan pelabuhan sangat diperlukan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas untuk memudahkan keberlangsungan suatu usaha penangkapan ikan.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Potensi sumber daya perikanan tangkap laut tersebar di Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Indonesia. Pengembangan perikanan tangkap masih terkonsentrasi di Laut Jawa dan Selat Sunda. Potensi sumber daya perikanan tangkap masih besar, tercermin dari produksi tahun 2005 yang hanya 58.753,11 ton, atau 76,98 % dari potensi di wilayah perairan Kabupaten Pandeglang yang mencapai 92.971 ton (Anonim, 2007). Potensi sumberdaya ikan di perairan sekitar Kabupaten Pandeglang, terutama di perairan Selat Sunda dan Samudera

(18)

2

Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini.

PPP Labuan memiliki prospek cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan antara lain jumlah produksi ikan lebih besar daripada PPI lain di Kabupaten Pandeglang, hal ini terlihat dapat dilihat pada data produksi ikan tahun 2008, yaitu sebesar 1.285,62 ton. Tahun ketahun jumlah tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46 ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (Laporan Tempat Pelelangan Ikan, 2008).

Tabel 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 No Nama PPI Jumlah produksi (ton)

1 PPP Labuan 1.285,62

2 PPI Carita 91,549

3 PPI Panimbang 527,074

4 PPI Sidamukti 639,556

5 PPI Citeureup 79,244

6 PPI Sumur 26,775

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

PPP Labuan terletak pada akses pemasaran hasil tangkapan potensial menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Serang, Cilegon, Tangerang dan Lampung. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan.

Berdasarkan data tersebut PPP Labuan memiliki prospek pengembangan usaha penangkapan yang cukup besar. Hal ini juga akan berkaitan dengan peranan pelabuhan dalam menyediakan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Penelitian ini belum pernah dilakukan, penelitian sebelumnya di PPP Labuan adalah tentang studi alat tangkap terhadap hasil tangkapan oleh Suriawan (1982), peningkatan fungsionalisasi PPI Labuan Kabupaten Pandeglang (2007) oleh Rika Kartika, prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan Kabupaten Pandeglang-Banten (2008) oleh Fieka Rakhmania.

1.2 Tujuan Penelitian

1) Menentukan potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang yaitu dengan menentukan komoditas ikan unggulan dan alat tangkap ramah lingkungan.

(19)

2) Menentukan tingkat peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1) Pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui komoditas ikan unggulan sehingga berpotensi pengembangannya terhadap usaha perikanan.

2) Pihak Dinas dan Kelautan Kabupaten Pandeglang sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memfokuskan potensi perikanan yang ada PPP Labuan.

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut Bahari (1989) diacu dalam Sultan (2004), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik.

Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya.

Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari nelayan, perahu/kapal, dan alat penangkapan. Unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat, dan musim.

2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar domestik maupun internasional (Hendayana, 2003).

Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan (Hendayana, 2003). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ).

Teknik location quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor

(21)

kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location quotient (LQ) mengukur kosentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Dalam prakteknya penggunaan pendekatan location quotient (LQ) meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ.

Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Keterbatasannya adalah karena sederhananya pendekatan LQ ini, maka yang dituntut adalah akurasi data. Disamping itu untuk menghindari bias musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun (Hendayana, 2003).

2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan

Alat penangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversity rendah, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial.

Sembilan kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan (Baskoro, 2006) :

(22)

6

1. Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi

Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap tersebut.

2. Tidak merusak habitat

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada terumbu karang, mempunyai keramahan yang tinggi.

3. Tidak membahayakan operator

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan, mempunyai keramahan yang tinggi.

4. Ikan tangkapan yang bermutu baik

Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin tinggi nilai keramahannya.

5. Produk tidak membahayakan konsumen

Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi.

6. Minimum discard dan by-catch

Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya, maka penilaian keramahan didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil sampingan.

7. Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati.

Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi penangkapan tersebut.

(23)

8. Tidak menangkap protected spesies.

Oleh karena itu fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama.

9. Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut.

Selain itu juga, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar. Kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contohnya ikan kembung, alu-alu, layang, selar, tetengek, teri, japuh, julung-julung, tembang, lemuru, belanak, tongkol, dan kuwe.

Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan dan terdiri dari atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung, beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, kakap merah, kakap putih, pari sembilang, bulu ayam, kerong-kerong, dan remang. Ketiga adalah ikan karang, yakni kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, terdiri diri atas spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon, dan udang kipas. Keempat pelagis besar yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air serta secara fisik berukuran besar, terdiri atas spesies anatara lain : tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru, marlin, tenggiri, ikan pedang, cucut, dan lemadang.

Kelima adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang potensinya paling kecil (Dahuri, 2003).

2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan

Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 yaitu pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.

(24)

8

Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan,

b) Pelayanan bongkar muat,

c) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, d) Pemasaran dan distribusi ikan,

e) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan,

f) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan,

h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, i) Pelaksanaan kesyahbandaran,

j) Pelaksanaan fungsi karantina ikan,

k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, l) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan

m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3) kebakaran, dan pencemaran).

Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia menurut Anonim (1981) diacu dalam Dwiatmoko (1994) adalah :

1) Pusat aktivitas produksi

Pelabuhan perikanan sebagai tempat mendaratkan ikan, persiapan operasi penangkapan dan tempat berlabuh yang sama.

2) Pusat distribusi dan pengolahan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan mendistribusikan ikan.

3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat.

2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 Pasal 22 fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas

(25)

pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas memiliki fungsi yang lebih spesifik, yaitu :

1. Fasilitas pokok

a) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin, b) Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty,

c) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran,

d) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, dan

e) Fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan.

2. Fasilitas fungsional

a) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan,

b) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas,

c) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar,

d) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring,

e) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu,

f) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya,

g) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan h) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.

3. Fasilitas penunjang

a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan,

b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu,

c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, d) Kios IPTEK, dan

e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

(26)

3 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan unggulan dan alat tangkap yang efektif.

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan.

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan wawancara. Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Metode ini diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili. Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang berada di PPP Labuan.

Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten

(27)

Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut adalah

Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan

No Tujuan Data yang diambil Sumber data Jenis data

1 Mengetahui potensi pengembangan usaha penangkapan ikan dengan menentukan : a) Komoditas unggulan

b) Alat tangkap yang ramah lingkungan

 Jenis-jenis hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir

 Data total produksi hasil tangkapan yang didaratkan selama 5 tahun terakhir (ton/tahun)

 Data alat tangkap yang ramah lingkungan dengan kriteria- kriteria yang telah ditentukan

Dinas Kelautan dan Perikanan

Pengamatan dan

wawancara

Data Sekunder

Data Primer

2 Tingkat peranan pelabuhan

 Pelayanan pihak pelabuhan kepada nelayan

Pengamatan dan

wawancara

Data Primer

3 Data tambahan a) Kondisi Umum Lokasi penelitian :

 Letak geografis, topografi, demografi.

 Keadaan iklim dan musim b) Keadaan Umum Perikanan

Tangkap di Pandeglang dan PPP Labuan :

 Jumlah dan perkembangan unit penangkapan ikan selam kurun lima tahun terakhir

 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan

Bappeda Pandeglang

Data Sekunder

3.3 Analisis Data

3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan:

3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan 1. Analisis pemusatan

Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea.

Rumus LQ sebagai berikut:

LQ =Qi Qt qt qi

/ /

(28)

12

Keterangan :

LQ = Location quotient

qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten

Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten

Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka :

(1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang. Atau terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.

(2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten.

(3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang.

2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas Tahapan-tahapannya sebagai berikut:

a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi

Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ

> 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1).

Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2, LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003).

b. Penentuan sektor unggulan

Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = 2.

3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan

Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah ada. Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring

(29)

Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

V (X) =

0 1

0

X X

X X

V A = 𝑉𝑖 𝑋𝑖

𝑛

𝑖=1

i = 1,2,3, … … n Dimana :

V (X) = Fungsi nilai dari variabel X X = Nilai variabel X

X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X X0 = Nilai terendah pada kriteria X V (A) = Fungsi nilai alternatif A

V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i

Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenis- jenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995, bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah

1. Memiliki selektivitas yang tinggi

Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):

(30)

14

1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.

2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.

3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.

4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.

2. Tidak merusak habitat

Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan.

Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi) 1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.

2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.

3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit.

4) Aman bagi habitat.

3. Tidak membahayakan nelayan

Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi):

1) Bisa berakibat kematian pada nelayan.

2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.

3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara.

4) Aman bagi nelayan.

4. Ikan tangkapan bermutu baik

Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu:

1) Ikan mati dan busuk.

2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik.

3) Ikan mati dan segar.

4) Ikan hidup.

(31)

5. Produk tidak membahayakan konsumen

Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan.

Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah:

1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen.

2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen.

3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen.

4) Aman bagi konsumen.

6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum

Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):

1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar.

2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar.

3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar.

4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang tinggi.

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati

Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode operasinya. Pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi):

1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.

2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.

3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.

4) Aman bagi biodiversity.

(32)

16

8. Tidak menangkap protected spesies

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah hingga tinggi):

1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap.

2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap.

3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap.

4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.

9. Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu:

1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas.

2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada.

3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada.

4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada.

Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan dapat disimpulkan sebagai berikut:

X < 0,407 : Tidak ramah lingkungan 0,407 ≤ X ≤ 0,593 : Kurang ramah lingkungan X > 0,593 : Ramah lingkungan

(33)

Berikut standarisasi alat tangkap efektif:

Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap

No Kriteria

Alat tangkap Payang

Mini purse seine

Pancing rawai

Jaring

arad Gillnet Dogol Jaring rampus 1. Memiliki selektivitas

yang tinggi 2. Tidak destruktif

terhadap habitat 3. Tidak membahayakan

operator 4. Ikan tangkapan

bermutu baik 5.

Produk tidak membahayakan konsumen

6. Minimum discard dan by-catch

7. Tidak merusak

keanekaragaman hayati 8. Tidak menangkap

protected spesies 9. Diterima secara sosial Jumlah

Rata-rata

3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan

Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan.

Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3=

berperan dibagi dengan total keseluruhan responden.

V(X) = x100 X X

n i

(34)

18

Keterangan :

V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan) Xi = jumlah responden yang memilih

Xn = total responden

Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan

Peranan Penilaian (%)

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1. Sebagai pusat aktivitas produksi

a. Penyediaan perbekalan melaut

 Solar

 Air bersih

 Es

b. Penyediaan tempat pendaratan

 Dermaga

 Kolam pelabuhan

 Alur pelayaran

c. Penyediaan tempat perbaikan

 Tempat perbaikan jaring

 Slipways

 Bengkel

2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan

 Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran

 TPI

 Tempat pengolahan ikan

 Pasar ikan

3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan

 Koperasi

Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali

Keterangan :

Nilai 1 : Tidak berperan (TB) Nilai 2 : Kurang berperan (KB) Nilai 3 : Berperan (B)

Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada :

Tidak berperan = ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik Kurang berperan = ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik Berperan = ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik

(35)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi

Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6°21´-7°10´

Lintang Selatan dan 104°48´-106°11´ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km² atau sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Propinsi Banten. Kabupaten yang berada di Ujung Barat dari Propinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut :

Utara : Kabupaten Serang Selatan : Samudera Indonesia Barat : Selat Sunda

Timur : Kabupaten Lebak

Perbatasan di atas menunjukan wilayah ini memiliki potensi pengembangan yang cukup prospektif karena menghadap wilayah perairan yang kaya potensi sumberdaya ikan, yakni Selat Sunda dan Samudera Indonesia.

Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dan 335 desa/kelurahan dengan 2 (dua) tambahan kecamatan, yaitu Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km² sedangkan Kecamatan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km².

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m), Gunung Tilu (562 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah ini sekitar 85,07

% dari luas Kabupaten. Sedangkan di daerah Utara Kabupaten Pandeglang memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m), Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m) (Bappeda Pandeglang, 2007).

Kabupaten Pandeglang memiliki lokasi yang strategis untuk pemasaran hasil tangkapan karena dikelilingi oleh kota-kota besar. Jarak Kota Pandeglang sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 111 km dari Ibukota

(36)

20

Negara yaitu Jakarta, Rangkasbitung (20 km), Tigaraksa (25 km), Tangerang (86 km), Serang (21 km), Cilegon (41 km), Bekasi (140 km), dan Bandung (298 km) (Bappeda Pandeglang, 2007).

Kabupaten Pandeglang mempunyai panjang pantai kurang lebih 230 km dan luas daratan kurang lebih 274.689,91 ha termasuk 10 pulau kecil yang tersebar di perairan Selat Sunda. Perairan Selat Sunda selain memiliki potensi sumberdaya ikan yang belum tereksploitasi dengan baik juga sebagai jalur pemasaran yang cukup baik karena berdekatan dengan kota besar seperti Propinsi Lampung.

Sebagai kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup panjang, Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk pendukung sarana kegiatan perikanan laut, diantaranya yaitu :

1. TPI Carita 2. TPI Labuan 3. TPI Sidamukti 4. TPI Panimbang 5. TPI Citeureup 6. TPI Sumur 7. TPI Taman Jaya 8. TPI Cikeusik 9. TPI Sukanagara 4.1.2 Keadaan iklim

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan pertemuan/perputaran arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2007 berkisar antara 133,67 mm (Bojong) sampai 300,92 mm (Cibaliung). Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00° C-30,65° C dengan suhu udara rata- rata 27,88° C (Bappeda, 2007).

4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim

Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang berada sekitar perairan Selat Sunda, Selatan Jawa, hingga ke Samudera Hindia dan Laut Jawa. Musim

(37)

penangkapan terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur, dan musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya. Musim timur biasanya terjadi sekitar bulan Mei-Agustus. Musim peralihan terjadi dalam dua kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan Maret- April dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September-Oktober.

Musim paceklik umumnya terjadi sekitar bulan November-Februari.

4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan yang meliputi kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan.

(1) Kapal

Kapal atau perahu yang ada di daerah Kabupaten Pandeglang digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM).

Tabel 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008

Tahun Jumlah armada (unit)

Total Pertumbuhan PTM PMT KM (%)

2004 156 115 506 777 -

2005 156 115 506 777 0

2006 156 105 482 743 -4,38

2007 156 105 482 743 0

2008 163 119 514 796 7,13

Rata-rata 157,4 111,8 498 773,25 0,69

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang ini setiap tahunnya didominasi oleh Kapal Motor (KM) dengan rata-rata 498 unit. Sedangkan perahu tanpa motor (PTM) dan perahu motor tempel (PMT) masing-masing 157 unit dan 112 unit. Pada periode 2004-2008 perkembangan jumlah armada penangkapan ikan secara keseluruhan berfluktuasi tetapi pada tahun 2004-2005 dan 2006–2007 cenderung tidak mengalami perkembangan. Penurunan terjadi pada tahun 2005–

2006, jumlah armada penangkapan ikan menurun sebesar -4,38 % dari 777 unit menjadi 743 unit. Penurunan drastis ini terjadi pada Kapal Motor dari 506

(38)

22

menjadi 482. Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang mengalami peningkatan sebanyak 796 unit atau mengalami pertumbuhan sebesar 7,13 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan memperbesar jumlah armada penangkapan.

Gambar 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008.

(2) Alat tangkap

Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pandeglang beragam jenisnya seperti payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, pancing rawai, bagan rakit, bagan perahu, bagan tancap, arad, dogol, dan gorek. Pada tahun 2008 jenis alat tangkap yang mendominasi di Kabupaten Pandeglang adalah pancing sebesar 218 unit, bagan rakit 201 unit, bagan tancap 174 unit, arad 133 unit, dan jaring rampus 126 unit.

Gambar 2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun 2008

0 100 200 300 400 500 600

2004 2005 2006 2007 2008

Jumlah Armada (Unit)

Tahun

PTM PMT KM

0 50 100 150 200 250

76 28

126 120 218

11 201

18 174

133 84

42

Jumlah (unit)

Alat tangkap

(39)

(3) Nelayan

Berdasarkan Tabel 6, terlihat jumlah nelayan setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 5.527 orang dan menurun drastis pada tahun 2006 sebesar 5.221 orang. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama.

Jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh nelayan lokal walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yang relatif besar terjadi tahun 2005 turun sebesar -3,13 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, meningkat kembali mencapai jumlah 5.351 orang atau 2,49 % dari tahun sebelumnya.

Peningkatan ini sejalan dengan penambahan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang. Tabel 6 menunjukan perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang rata-rata mengalami penurunan sebanyak -0,78 %.

Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 2004- 2008

Tahun Nelayan (Jiwa) Total Pertumbuhan

Lokal Pendatang (%)

2004 5.032 495 5.527 -

2005 4.960 394 5.354 -3,13

2006 4.827 394 5.221 -2,48

2007 4.827 394 5.221 0,00

2008 4.810 410 5.351 2,49

Rata-rata 4.891 417,4 5.335 -0,78

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Gambar 3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008.

5.032 4.960

4.827 4.827 4.810

495

394

394 394 410

4.400 4.600 4.800 5.000 5.200 5.400 5.600

2004 2005 2006 2007 2008

Nelayan (jiwa)

Tahun Lokal Pendatang

(40)

24

4.1.5 Produksi hasil tangkapan

Jenis hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang sangat beragam mencapai 28 jenis ikan. Pada tahun 2008, 5 jenis hasil tangkapan yang terbanyak menurut jumlahnya adalah ikan tembang, tongkol, tenggiri, kembung, dan peperek.

Berdasarkan nilai jualnya terdapat 5 jenis ikan dominan yaitu tenggiri (Scomberomorus commerson), bambangan (Lutjanus rivulatus), tongkol (Auxis sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan layur (Trichiurus spp ). Harga nilai jual ini didekati menggunakan rasio (Rp/kg).

Tabel 7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008

No Jenis ikan 2008

Rasio (Rp/kg)

Ton Rp. 000

1 Tembang 2.548,6 3.962.030 1.554,59

2 Tongkol 2.141,7 16.645.200 7.771,96

3 Tenggiri 1.917,6 38.391.200 20.020,44

4 Kembung 1.775,9 13.767.900 7.752,63

5 Peperek 1.499,0 2.248.440 1.499,96

6 Biji Nangka 1.486,6 2.829.690 1.903,46

7 Ikan Lainnya 1.179,7 3.597.700 3.049,67

8 Selar 1.177,3 3.199.300 2.717,49

9 Kurisi 1.167,4 3.904.750 3.344,83

10 Layang 995,8 4.471.350 4.490,21

11 Tiga Waja 980,1 2.163.300 2.207,22

12 Layur 971,2 7.018.200 7.226,32

13 Sebelah 875,3 1.688.100 1.928,60

14 Bambangan 799,8 11.997.000 15.000,00

15 Tetengkek 738,7 3.530.100 4.778,80

Jumlah 20.254,70 119.414.260 -

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Tabel 8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008

Tahun Volume produksi (ton)

Pertumbuhan (%)

Nilai Produksi (Rp)

Pertumbuhan (%)

2004 25.354,7 - 93.555.275 -

2005 25.659,5 1,20 94.248.000 0,74

2006 23.606,7 -8,00 134.726.870 42,95

2007 23.842,8 1,00 136.074.550 1,00

2008 26.864,2 12,67 178.657.710 31,29

Rata-rata 25.065,6 1,72 127.452.481 19

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama periode 2004-2008 berfluktuasi. Pada tahun 2006, volume produksi ikan

Gambar

Tabel 2  Data-data dan informasi yang dikumpulkan
Tabel 3  Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap
Tabel 4   Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan
Gambar 1  Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten    Pandeglang periode 2004-2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sardjono, Agus, Yetty Komalasari, Rosewitha Irawaty, Togi Pangaribuan, 2012, Pengantar Hukum Dagang, Raja Grafinda Persada, Jakarta.. Setiawan, I Ketut Oka, 2015,

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan dan perhitungan dengan menggunakan rumus persentase dan “r” Product Moment, dapat disimpulkan bahwa: (1) Persentase

Sumber Daya Pariwisata, Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar LampiranIII Pedoman Wawancara Kepada Kepala Desa Singapadu Kaler Lampiran IV Pedoman Wawancara Kepada Kelian Dinas

Masalah kesehatan dari keluarga Bapak I Made Subaga terdapat pada ayah dari bapak I Made Subaga yang bernama I Wayan Gambrong yang masih tinggal serumah dengan Bapak I

Sehubungan dengan hal tersebut Sekretariat Daerah Kota Bandung diwajibkan untuk menyusun Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP). Penyusunan LKIP Sekretariat Daerah Kota

melengkapi kebutuhan, memprioritaskan kebutuhan Selain itu, penulis menganalisa teknologi yang cocok digunakan untuk permasalahan yang ada. Penulis juga mengestimasikan

Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/pengurus koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

• Contohnya ketika kita membuat gambar-gambar yang berbeda- beda gerakannya pada sebuah tepian buku kemudian kita buka buku tersebut dengan menggunakan jempol secara