• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLAUSA RELATIF BAHASA JAWA : Studi Awal Kesemestaan Bahasa klausa relatif pp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KLAUSA RELATIF BAHASA JAWA : Studi Awal Kesemestaan Bahasa klausa relatif pp"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KLAUSA RELATIF BAHASA JAWA Studi Awal Kesemestaan Bahasa

Oleh Paina Partana

Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS

Abstrak

Klausa relatif banyak terdapat di berbagai bahasa di dunia bersifat universal. Keunivers alan itu menyangkut kaidah pembentukannya. Ada delapan strategi pembentukan klausa relatif 1) Srategi nonreduksi (the nonreduction strategy), 2) Strategi kesenjangan (the gap strategy), 3) Strategi pola urutan (the word-order strategy), 4) Strategi penominalan (the nominalization strategy), 5) Strategi pronomina anaforis (the anaphoric pronoun strategy)., 6) Strategi pronomina relatif (the pronoun relative strategy), 7) Strategi sama kasus (the equi-case strategy), 8) Strategi penanda verba (the verba-coding strategy). Susunan konstituen klausa relatif dalam kebanyakan bahasa-bahasa yang bertipe VO cenderung mengikuti pola susunan konstituen induk - klausa relatif. Bahasa Jawa yang juga termasuk dalam bahasa bertipe VO. Strategi dasar pembentukan klausa relatifnya dengan menempatkan konstituen induk di depan klausa relatif atau klausa relatif terdapat penanda relatif berupa partikel sing, kang. Partikel inilah yang disebut ligatur yang bersifat konektif.

Kata kunci : Klausa relatif, VO (verba-object), konstiuen induk, ligatur

0. Pendahuluan

Apa yang akan dibicarakan di dalam tulisan ini adalah merupakan kajian awal yang sifatnya pendahuluan. Kajian tentang klausa dapat dilihat dari dua segi yaitu dari segi bentuk (struktur) dan segi proses pembentukannya. Bentuk klausa ada dua macam, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa relatif termasuk klausa terikat. Dari segi pembentukan klausa relatif ada beberapa strategi akan diuraikan dalam tulisan ini. Untuk mengawali uraian itu akan dipaparkan secara singkat tentang klausa dan klausa relatif.

Uraian masalah strategi pembentukan klausa relatif akan disajikan teori klausa relatif dari bahasa lain. Hal ini dilakukan karena bentuk klausa relatif itu ada hampir pada setiap bahasa-bahasa di dunia dan sifatnya universal (Givon, 1976).

(2)

Klausa adalah satuan lingual yang sekurang-kurangnya terdiri dari satu predikat (Cook, 1969:65). Berdasarkan pengertian itu, maka klausa itu minimal berupa satu predikat dan predikat itu didominan oleh kata kerja. Predikat yang berupa kata kerja itu mempunyai kemungkinan diikuti oleh lebih dari satu unsur penyerta. Dalam tataran semantik disebut argumen dan dalam tataran sintaktik disebut frase nominal. Dengan demikian klausa itu minimal terdiri dari satu predikat dan satu argumen atau lebih.

Berdasarkan ketergantungan dalam konstruksi kalimat, klausa dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Dalam tulisan ini klausa bebas tidak dibicarakan. Klausa terikat, termasuk di dalamnya adalah klausa relatif. Adapun yang dimaksud dengan klausa relatif adalah klausa yang tidak mungkin dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mayor atau kalimat sempurna, walaupun mempunyai potensi menjadi kalimat minor atau kalimat sempurna bila disertai dengan intonasi final (Cook, 1969:73). Kita perhatikan contoh data Wedhawati (1980) sebagai berikut:

(1) Bocah cilik mau anake Suto. 'Anak kecil tadi anaknya Suto.'

Kalimat (1) subyeknya berupa frase bocah cilik teridiri dari konstituen induk (the head) bocah dan modifikator cilik. Kata yang mengisi slot modifikator ini dapat diperluas dengan sebuah klausa, misalnya: sing nyilih sepeda, kang cendhek lemu, sing teka wingi sore, sehingga kalimat itu menjadi:

(2) Bocah cilik mau anake Suto. 'Anak kecil tadi anaknya Suto.

Pada kalimat (2) klausa sing nyilih sepeda, kang cendhek lemu, sing teka wingi sore adalah klausa terikat yang dapat diselamatkan dalam struktur frase. Klausa ini disebut klausa relatif.

2. Klausa Relatif

Dalam buku-buku tatabahas Inggris tradisional klausa relatif sama dengan klausa adjektival, dengan alasan bahwa klausa relatif itu berfungsi sebagai kualifikator atau modifikator kontituen induk yang berupa nomina (Mallinson dan B.J. Blake, 1981:264). Nomina dalam struktur itu adalah merupakan kata utama. Verhaar menyebut kata utama itu main clause head (Verhaar, 1981:28). Selanjutnya Verhaar menyatakan bahwa klausa relatif apapun terikat pada kata utamanya oleh suatu bentuk koreferensialitas.

Contoh:

(3) Sheep that have long fleecs survive batter in winter.

'Domba yang berbulu panjang tahan hidup lebih baik dalam musim dingin.'

(4) Long-haired sheep survive batter in winter.

(3)

Kalimat (3) konstituen that have long fleeces adalah klausa relati, sedangkan (4) konstituen long-haired adalah adjektif. Pada kalimat (5) berikut dapat diparafrasekan dengan menggunakan klausa relatif berikut.

(5) Sheep that are long-haired survive batter in winter.

'Domba yang mempunyai bulu panjang tahan hidup lebih baik dalam musim dingin.'

(6) Dheweke niliki anake ragil.

'Dia menengok anaknya (yang) bungsu.'

(7) Dheweke niliki anake sing manggon ing Surabaya. 'Dia menengok anaknya yang tinggal di Surabaya.'

Contoh bahasa Jawa (6) kata ragil adalah adjektif berfungsi mengatribusi konstituen induk anake. Begitu pula sing manggon ing Surabaya juga berfungsi sebagai atribut atau modifikator konstituen induk anake. Dengan contoh (6) dan (7) memperlihatkan persamaan fungsi adjektf dngan klausa dengan klausa relatif bahasa Jawa.

Selanjutnya, Verhaar mengutip pendapat Downing (1978) menyatakan bahwa penanda klausa relatif antara lain adanya ligatur konektif. Verhaar menegaskan bahwa atas dasar semantik, kata utama harus bersifat koreferensial dengan klausa relatif atau paling tidak dalam pengertian bahwa klausa relatif harus merupakan atribut kata utama.

3. Strategi Perelatifan Klausa

Di dalam membicarakan klausa relatif, tidak terlepas juga menyangkut masalah posisi klausa relatif terhadap konstituen induknya. Dalam hal ini Mallinson dan Blake (1981: 261-371) juga Keenam dan Comrie (1979) menyatakan bahwa ada korelasi yang kuat antara susunan berurutan (the basic word order) kontituen induk dengan klausa relatifnya. Bahasa-bahasa yang termasuk tipe VO (verba-objek) konstituen induknya mempunyaikecenderungan yang kuat berada di depan klausa relatifnya, misalnya bahasa Aceh, Batak, dan Kamboja.

Setidaknya ada delapan strategi perelatifan di dalam banyak bahasa di dunia. Kedelapan strategi itu telah dikemukakan oleh Givon (1976: 147-151). Data strategi perelatifan diambil dari beberapa bahasa. Adapun kedelapan strategi itu sebagai berikut.:

1) Srategi nonreduksi (the nonreduction strategy)

Strategi nonreduksi yaitu perelatifan dengan munculnya frase nominal yang direlatifkan di dalam klausa relatif dalam bentuk yang utuh, misalnya, dalam bahasa Hindi.

(4)

'Raam melihat pisau yang dipakai membunuh orang pria itu untuk membunuh ayam itu.'

2) Strategi kesenjangan (the gap strategy)

Strategi ini adalah cara perelatifan dengan melesapkan nomina dalam klausa relatif yang koreferensial dengan konstituen induknya tanpa ada tanda morfemis pada 'verba relatif' (istilah Verhaar, 1981:27), misalnya terdapat dalam bahasa Jepang.

(9) Onna-ni tegemi-o kaita otoko-wa Wanita-IO surat-DO menulis orang pria-topik 'Orang pria yang menulis surat kepada wanita itu.'

3) Strategi pola urutan (the word-order strategy)

Strategi ini terjadi pada perelatifan subjek atau objek langsung dengan menempatkan posisinya sebelum atau sesudah verba. Givon memberikan contoh klausa relatif dalam bahasa Inggris.

(10) The saw John artikel orang pria melihat (kala lampau) John yesterday is a crook

kemarin kopula artikel penjahat (NP = Noun phrase) - V (verb) - NP)

'Orang pria yang melihat John kemarin adalah penjahat.

(11) The man John saw yesterday ia a crook

'Orang pria yang dilihat John kemarin adalah seorang penjahat.' (NP-NP-V ...)

(objek)

4) Strategi penominalan (the nominalization strategy)

Strategi ini adalah dengan menominalkan klausa relatif, sekurang-kurangnya satu argumen yang ditandai dengan afiks genetif dan verba relatifnya muncul dalam bentuk nominal. Misalnya terdapat dalam bahasa Turki.

(12) Hu-ka kari-ta em

ini-GEN rumah-GEN kata ganti milik orang ke-2 tunggal hinu-k-a?u

'Rumah yang kamu beli.'

5) Strategi pronomina anaforis (the anaphoric pronoun strategy).

Perelatifan dengan memunculkan nomina yang berkoreferensi dengan konstituen induk dalam bentuk pronomina yang bersifat anaforis, misalnya terdapat dalam bahasa Ibrani.

(13) Ha-sefer she -Miryam natna oto

(5)

kepada-Yusuf

'Buku yang diberikan Miryam kepada Yusuf.'

6) Strategi pronomina relatif (the pronoun relative strategy) Perelatifan dengan menggunakan pronomina relatif

Contoh diambil dari Wedhawati (1986:35) dalam bahasa Inggris. (14) The girl who

artikel definit gadis pronomina relatif read a book membaca (kala lampau) artikel definit buku was my

kopula kata ganti milik orang I tunggal sister

saudara perempuan

'Gadis yang membaca buku itu adalah saudara (perempuan) saya.'

7) Strategi sama kasus (the equi-case strategy)

Strategi ini adalah perelatifan dengan memodifikasi subjek klausa inti dengan subjek klausa relatif atau objek klausa inti dimodifikasi oleh objek klausa relatif. Givon tidak memberikan contoh.

8) Strategi penanda verba (the verba-coding strategy)

Perelatifan dalam strategi ini adalah dengan menggunakan penanda morfemis yang menentukan hubungan semantis verba dengan nomina yang direlatifkan. Strategi ini terdapat dalam bahasa-bahasa Austronesia. Dalam contoh ini diambil dari data W. Foley dalam bahasa Batak Toba.

(15) Baora na mang-arang buku i

orang pria LIG aktif-nulis buku artikel definit 'Orang pria yang menulis buku.'

Berdasarkan uraian tentang klausa relatif dalam banyak bahasa di dunia, ciri klausa relatif dapat diketahui sebagai berikut: (a) klausa relatif dapat dilihat dari susunan konstituennya, (b) ada atau tidaknya partikel yang menghubungkan konstituen induk dengan klausa relatifnya. Partikel tersebut ada yang disebut pronomina relatif (terdapat dalam bahasa-bahasa Austronesia) (istilah Foley, 1976:14), (c) Ada atau tidaknya penanda fokus pada verba relatif, dan (d) argumen klausa relatif yang harus bersifat koreferensial dengan konstituen induknya ada yang dimunculkan secara formatif ada yang tidak.

4. Strategi Perelatifan Klausa Bahasa Jawa

(6)

dalam kebanyakan bahasa-bahasa yang bertipe VO cenderung mengikuti pola susunan konstituen induk - klausa relatif.

Tidak demikian halnya dengan bahasa Jawa yang juga termasuk dalam bahasa bertipe VO. Strategi dasar pembentukan klausa relatifnya dengan menempatkan konstituen induk di depan klausa relatif atau klausa relatif terdapat penanda relatif berupa partikel sing, kang. Partikel inilah yang disebut ligatur yang bersifat konektif (Verhaar, 1981:24).

Partikel sing dan kang sebagai penanda ligatur ekuivalen yang dalam bahasa Indonesia. Sing dan kang 'yang' berperan sebagai penanda awal klausa relatif dan sedikitnya mempunyai dua ciri khas: pertama sing dan kang 'yang adalah indeklinabel (indeclinable). Maksudnya ialah tidak dapat menjadi konstituen berpreposisi. Kedua, sing dan kang dalam susunan berurutan tidak bisa bergerak (is sequentially fixed) (periksa Verhaar, 1980:45).

Strategi dasar pembentukan klausa relatif yang susunannya, konstituen induk (KI) mendahului atau mengikuti klausa relatifnya (KR).

Contoh:

(16) Anak lan putune iku bakal dadi genrasi penerus kang ora mung nyambung sejarahe bangsane.

'Anak dan cucunya itu akan menjadi generasi penerus yang tidak hanya menyambung sejarah bangsanya'

(17) Murid-murid sing padha sregep sinau bisa lulus ujian. 'Murid-murid yang rajin belajar bisa lulus ujian.'

(18) Luwih gawat menawa sing rembug mau masalah politik. 'Lebih gawat kalau yang dibicarakan masalah politik.' (19) Sing nyilih sepedaku pak Hadi.

'Yang meminjam sepeda saya pak Hadi.'

Data (16) diambil dari Wedhawati (1986). Klausa relatif (16) (17) konstituen induknya berada di depan klausa relatif. Oleh karena itu dapat disebut klausa relatif posnominal. Klausa relatif (18 dan 19) konstituen induknya berada di belakang klausa relatif dan disebut dengan klausa relatif prenominal.

Untuk memberikan tekanan pada atribut dan mengkontaskan dengan yang lain perlu menggunakan permutasi. Fungsi permutasi dapat dilihat pada klausa relatif (18 dan 19) dan tidak terjadi pada (16 dan 17). Data (18 dan 19) dapat diperluas menjadi (20 dan 21).

(20) Luwih gawat menawa sing rembug mau masalah politik dudu masalah pendidikan.

'Lebih gawat kalau yang dibicarakan tadi masalah politik bukan masalah pendidikan.'

(21) Sing nyilih sepedaku pak Hadi dudu mas Tono.

'Yang meminjam sepedaku pak Hadi bukan mas Tono.'

(7)

.

(22) Sing gawat mau ngrembug politik mbingungake rakyat.

'Yang gawat tadi membicarakan politik membingungkan rakyat.' (23) Sing nyilih sepedaku pak Hadi pindah Solo.

'Yang pinjam sepeda saya pak Hadi pindah Solo.'

Contoh (22 dan 23) akan menjadi tidak gramatikal kalau konstituen induk klausa relatifnya dipindah ke depan, menjadi:

(24) Ngrembug masalah politik sing gawat mau mbingungake rakyat. 'Membicarakan masalah politik yang gawat tadi membingungkan rakyat.'

(25) Pak Hadi, sing nyilih sepedhaku, pindah Solo.

'Pak Hadi, yang meminjamkan sepeda saya, pindah Solo.'

Strategi permutasian dengan meletakkan posisi konstituen induk dibelakang klausa relatif sebetulnya menyalahi kaidah pola urutan bahasa yang bertipe VO dalam hal susunan konstituen induk dengan segala macam atributnya. Seharusnya atribut itu, termasuk yang berupa klausa relatif, terletak dibelakang konstituen induk tidak sebaliknya. Akan tetapi ternyata pada bahasa Jawa yang termasuk tipe VO.

Beberapa contoh klausa bahasa Jawa dan analisis strategi perelatifnya. Data (26 sampai 34) diambil dari Wedhawati (1986).

(26) Aku dudu barang sing kanthi gampang dipasrahake wong liya. 'Saya bukan barang yang dengan mudah dapat diserahkan orang lain.'

(27) Kejaba tindak tanduke kasar, bisa uga ing tembe mburi bocah mau dadi wong kang tegel nyikso utawa mateni wong.'

'Kecuali tingkah lakunya yang kasar, dapat juga nantinya anak itu menjadi orang yang sampai hati menyisa atau membunuh orang.' (28) Dewi Uma kang banjur sinebut Bathari Durga nguwasani pasetran Gandamayit.

'Dewi Uma yang kemudian disebut Batari Durga menguasai Pasetran Gandamayit.'

(29) Tembung mau asale saka basa Sanskerta kang banjur dijawakunakake.

'Kata tadi, asalnya dari bahasa Sanskerta yang kemudian dijawakunakan.'

(30) Manuk sajodho kang endhase wujud sirah manungsa.

'Sepasang burung yang kepalanya berwujud kepala manusia.' (31) Ndilalah prisa pandhita kang katone tentrem atine.

'Kebetulan melihat pendeta yang kelihatan tenteram hatinya.'

(32) Aku ora seneng marang kang ngumukake iku, satemene wis dudu gagasan anyar.'

(8)

(33) Apa sing kita aturake ing ndhuwur iku, satemene wis dudu gagasan anyar.'

'Apa yang kita sampaikan di atas itu, sebenarnya sudah bukan gagasan baru.'

(34) Dheweke ora ngerti sapa sing teka mrene. 'Dia tidak tahu siapa yang datang kemari.'

Berdasarkan strategi yang dikemukakan oleh Givon (1976) dari contoh (26) sampai dengan (31) kita akan memperoleh dua macam klausa relatif dan contoh (32) sampai dengan (34) tidak termasuk dalam pengamatan Givon. Jadi ada tiga macam klausa relatif. Pertama contoh (26-29), keduaklausa relatif pada contoh (30-31) dan ketiga kalusa relatif pada contoh (32-34).

Keenam dan Comrie mengemukakan bahwa dalam kebanyakan bahasa Austronesia Barat subjek klausa relatif bersifat koreferensial dengan konstituen induknya (dikutip dari Foley, 1976:20). Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa perelatifan dilakukan dengan melesapkan subjek klausa relatif. Contoh ini dikutip dari data Foley dalam bahasa Toba Batak.

(35) Dakdanak na mang-allang kue i. anak LIG aktif-makan kue ardf 'Anak yang makan kue,'

Jika dikatakan subjek klausa relatif yang berkorelasi dengan konstituen induk dalam contoh (35) itu dilesapkan, berarti subjek klausa relatif itu diandaikan dapat dimunculkan secara klausa formatif meski bentuknya menjadi umum terdapat. Hal ini tidak terbukti di dalam data Foley. Klausa relatif dalam contoh (35) di atas ditandai dengan adanya penanda morfemis pada verba relatifnya, yaitu mang- pada mang-allang, yang menentukan hubungan sintaksis dan semantik antara verba relatif dengan konstituen induk. Dalam hal ini Verhaar memberikan istilah 'koreferensial fokus' (1981:30).

Bahasa Jawa juga termasuk bahasa Australia Barat dan salah satu strategi perelatifnya sama dengan contoh Batak Toba, (lihat contoh (26-29). Seandainya argumen relatifnya yang berkoreferensial dengan konstituen induk dilesapkan, kita dapat mengandaikan bahwa argumen itu dapat dimunculkan dalam bentuk penyebutan ulang dengan penanda definit kalau konstituen induk belum definit atau dalam bentuk pronomina, sehingga menjadi berikut.

(36) * ... barang sing barang mau kanthi gampang bisa dipasrahake wong liya.

(37) * ... bocah mau dadi wong kang wong mau tegel nyiksa utama mateni.

(38) * Dewi Uma kang panjenengane mau banjur sinebut Bathari Durga. (?).

(9)

Data bahasa Jawa ini memperkuat pendapat Verhaar (1981) mengenai koreferensialitas fokus dalambanyak bahasa di Indonesia dan Philipina. engan demikian dapat kita jelaskan bahwa dalam verba relatif dipasrahake 'diserahkan' (26) terdapat penanda fokus peran semantis penderita, yaitu afiks di-/-ake dan barang 'barang' sebagai peran semantis penderita. Dalam (28) verba relatif nyiksa 'menyiksa' dan mateni 'membunuh' mengandung penanda fokus peran emantik pelaku, yaitu afiks nasal nydan m- dan wong 'orang' sebagaipelakunya. Di dalam sinebut 'disebut' (28) terdapat penanda fokus atau penanda morfemis -in- yang menandai argumen penderita, yaitu Dewi Uma. Argumen ini secara sintaksis menduduki fungsi subjek klausa relatif dan subjek klausa inti dan secara semantis berperan sebagai penderita klausa relatif serta sebagai pelaku klausa inti. Di dalam (29) dijawakunakake 'dijawakunakan' mempunyai penanda morfemis di-/-ake yang menandai argumen penderita, yaitu tembung mau 'kata tadi'. Klausa relatif (28) itu posisinya terhadap konstituen induknya berbeda dengan ketiga klausa relatif sebelunya. Ketiga klausa relatif sebelumnya itu tidak diekstraposisikan oleh asale saka basa Sanskerta 'asalnya dari bahasa Sanskerta' sehingga posisinya bergeser ke posisi paling belakang. Contoh lain yang sejenis dengan klausa relatif itu, misalnya:

(40) Bocah iku butuh pendhidhikan ing sekolah. anak itu butuh pendidikan di sekolah

kang bisa nyengkuyung mekaring kadiwasane. yang dapat menunjang mekar+LIG kedewasaannya.

'Anak itu membutuhkan pendidikan di sekolah yang dapat menunjang mekarnya kedewasaannya.'

(41) Anak priyayi saka ITB kang kasih nemokake ada priyayi dari ITB yang berhasil menemukan lambang kang bisa makili selarase lingkungan

lambang yang dapat mewakili selarasnya lingkungan hidup hidup

'Ada priyayi dari ITB yang berhasil menemukan lambang yang dapat mewakili keselarasan l ingkungan hidup.'

Data ini (40 dan 41) mendukung teori Foley mengenai 'herarki keterikatan' (bondedness heirarchy), yaitu kaidah yang mengatur penggunaan ligatur di dalam bahasa-bahasa Austronesia, yang adjunk. Ada tujuh anjunk yang dapat dirangkaikan dengan norma olah ligatur secara herarkis. Dia membuktikan bahwa adjunk yang berupa klausa relatif dalam bahasa-bahasa Austronesia terdapat pada herarki yang terendah; keterikatan nomina dengan klausarelatifnya longgar sehingga hubungan sintaksisnya dirangkaikan oleh ligaur secara wajib (obligatory). Herarki keterikatan frase nomina menurut Foley (1976) sebagai berikut:

(10)

7. nomina + artikel 6. nomina + diketik 5. nomina + interogatif 4. nomina + pembilang 3. nomina + adjektif 2. nomina + partisip 1. nomina + klausa relatif

Hirarki keterikatan itu dari atas (tingkat 7) ke bawah (tingkat 1), dan makin rendah suatu kata masuk ke dalam herarki makin bertambah perlu suatu cara sintaktik untuk mengikat nomina danatribut formatif secara bersama-sama. Menurut herarki, sampai ke suatu tarap di mana 'ligatur' menjadi perlu, tergantung pada setiap bahasa itu sendiri sebagai persoalan khusus.

Pembicaraan klausa relatif di atas sesuai dengan strategi kedelapan yaitu strategi penanda verba.

Demikianlah pembicaraan strategi pembentukan klausa relatif bahasa secara singkat. Untuk selanjutnya pada kesempatan lain masih banyak masalah klausa relatif seperti klausa relatif dalam konstituen induknya berupa pronomina intereogatif dan sebagainya. Kiranya masih perlu dibicarakan pada kesempatan lain.

Makalah ini bersifat penajajakan awal, sehingga banyak masalah yang belum tuntas pembicaraannya. Oleh karena itu perlu didiskusikan untuk memperjelas gambaran tentang klausa relatif secara mendalam.

(11)

Chafe, Wallace 1. 1970. Meaning and the Structure of Language. Chicago: The University of Chicago.

Cook, W.A. 1969. Introduction to Tagmemic Analysis. Londong: Holt International Edition.

Foley, William A. 1976. Comparative Syntax in Austronesian. An Arbor, Michigan: Universitas Microfilms.

Givon, Talmy. 1976. On Understanding Grammar. New York: Academic Press Kaenam, Edward 1, Bernard Comrie. 1979. 'Data on the Noun Phrase Accessibility Herarchy' dalam Language June 1979. The Linguistic Society of America.

Mallinson, Graham and Barry J. Blake. 1981. Language Typology, Cross-Linguistic Studies in Syntax. Amsterdam: North Holand Publishing Company. Verhaar SJ., J.W.M. 1980. 'On the Syntax of 'yang' in Indonesia' Kertas Kerja

pada Konferensi Internasional linguistik Austronesia Ketiga di Denpasar - Bali 1981.

Referensi

Dokumen terkait

1 Pengaruh Customer Relationship Management (CRM) Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus Pada PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk.) Sabam Junijar

APLIKASI ENSIKLOPEDIA ALAM SEMESTA BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK ANAK-ANAK 8 Gambar 4.29 Tampilan Halaman Artikel. Gambar 4.30 Tampilan

Hal ini yang membuat penulis tergerak untuk meneliti makna-makna yang terkandung pada upacara adat perkawinan masyarakat Mandailing agar kebudayaan tersebut dapat di

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, maka perlu dikembangkan model pemilihan pemasok yang mempertimbangkan batasan kuantitas barang yang ditawarkan oleh pemasok dan

(terutama dengan sumur baik dangkal maupun dalam) secara tidak teratur akan berdampak pada jumlah air bersih yang mengalir ke laut akan berkurang, sehingga keseimbangan

di Pusat Kesehatan Masyarakat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program

Di dalam cerita pendek itu nampak jelas bahwa pengarang ingin memperlihatkan suatu kritikan terhadap opresi patriarki melalui diri sang tokoh utama yang

Pembaharuan kehidupan bermasyarakat, manusia memiliki kebiasaan-kebiasaan sebagai suatu tradisi yang dilakukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat serta memerlukan