No. Daftar FPIPS:2076/UN.40.2.4/PL/2014
TINGKAT KERENTANAN BENCANA LETUSAN
GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI KABUPATEN TASIKMALAYA
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Geografi
Oleh :
Noneng Nita Kardinasari
NIM 1000917
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
TINGKAT KERENTANAN BENCANA LETUSAN
GUNUNGAPI GALUNGGUNG DI KABUPATEN TASIKMALAYA
Oleh
Noneng Nita Kardinasari
NIM : 1000917
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Noneng Nita Kardinasari 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK
Gunung Galunggung merupakan satu-satunya gunungapi yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1982, dan masih sangat berpotensi meletus kembali. Kondisi tersebut menyebabkan penduduk yang tinggal di kawasan Gunung Galunggung terancam. Untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut perlu dilakukan pengkajian resiko bencana salah satunya dengan mengetahui tingkat kerentanan wilayah tersebut, hal ini berkaitan dengan usaha mitigasi yang tepat untuk mengurangi dampak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kerentanan bencana letusan Gunung Galunggung, yang terdiri dari indikator kerentanan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena data yang diperoleh dideskripsikan dan dianalisis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang berkaitan dengan melakukan observasi dan dokumentasi langsung di lapangan. Indikator dari kerentanan fisik terdiri dari rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis, untuk indikator kerentanan sosial adalah kepadatan penduduk dan rasio kelompok penduduk rentan, untuk indikator kerentanan ekonomi adalah lahan produktif dan PDRB sementara untuk indikator kerentanan lingkungan adalah luas hutan pada wilayah kajian. Keempat indikator kerentanan tersebut dianalisis dengan mengacu kepada skoring dan pembobotan dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.12 Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan kawasan rawan bencana Gunung Galunggung memiliki nilai indeks kerentanan yang tinggi, yaitu Desa Sukaratu 0,808, Desa Sinagar 0,779, Desa Linggajati 0,700, Desa Mekarjaya adalah 0,842 dan Desa Cisaruni adalah 0,828. Peta kerentanan tersebut kemudian dioverlay dengan peta ancaman yang menghasilkan kesimpulan Desa Linggajati, Desa Sinagar dan Desa Sukaratu adalah desa dengan tingkat kerentanan dan ancaman yang tinggi, kemudian dapat diketahui bagian tenggara Desa Sinagar dan Desa Sukaratu memiliki tingkat ancaman sedang, serta Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki tingkat ancaman sedang. Hal itu menunjukkan potensi kerugian dan korban jiwa terhadap ancaman yang ada tinggi, sehingga upaya mitigasi yang tepat sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana letusan Gunung Galunggung.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRACT
Galunggung is the only volcanic activity report in Tasikmalaya Regency. The history of the last eruption took place in 1982, and still potentially to erupt again. The condition causes the residents living in the area of Mount Galunggung was threatened. To minimize the impact of such disaster needs to be done risk assessment by knowing the degree of vulnerability of the region, it is relates with to the proper mitigation efforts to reduce the impact. The purpose of this research is to analyse the level of vulnerability of the eruption of Mount Galunggung, consisting of physical vulnerability, social indicators, economy, and environment. This research uses descriptive method, because the data that is retrieved is described and analyzed. The Data used are secondary data obtained from institutions that are associated with performing observation and documentation directly in the field. Indicators of physical vulnerability consists of houses, public facilities, and critical facilities, to social vulnerability indicator is population density and the ratio of vulnerable population groups, to the economic vulnerability indicator is productive land and GDP while environmental vulnerability indicators for the vast forest region is the review. The four indicators of vulnerability are analyzed with reference to the skoring and the weighting in the regulations of the national disaster mitigation Agency Head No. 12 in 2012. The results showed a disaster-prone area of Galunggung has a high vulnerability index value, which is the village of Sukaratu 0,808, village of Sinagar 0,779, village of Linggajati 0,700, village of Mekarjaya is 0,842 and village of Cisaruni 0.828. Map of vulnerability then overlay to map threats that result in conclusion of the village, the village of Linggajati Sinagar and Sukaratu Villages was villages with levels of vulnerability and the threat is high, then it can be known to the southeastern village of Sukaratu and the villages Sinagar have threat level medium, as well as the village of Mekarjaya and the village of Cisaruni has a low threat level. It shows the potential losses and casualties against the threat that there is high, so the proper mitigation efforts are needed to reduce the impact of the eruption of Mount Galunggung.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
F. Struktur Organisasi Skripsi ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Bencana ... 10
1. Pengertian Bencana ... 10
2. Macam-macam Bencana ... 10
3. Mitigasi Bencana ... 10
B. Risiko Bencana ... 11
C. Faktor, Subfaktor dan Indikator Risiko Bencana Gunungapi ... 12
1. Bahaya (Hazard) ... 12
2. Kerentanan (Vulnerability) ... 13
3. Ketahanan (Capasity) ... 15
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
A. Lokasi Penelitian ... 17
B. Metode Penelitian ... 19
C. Populasi dan Sampel ... 19
D. Variabel Penelitian ... 20
E. Desain Penelitian ... 23
F. Definisi Operasional ... 24
G. Instrumen Penelitian ... 26
H. Tekhnik Pengumpulan Data ... 28
I. Analisis Data ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Hasil Penelitian ... 33
1. Kondisi Fisik ... 33
a. Letak dan Luas ... 33
b. Iklim ... 36
c. Geologi ... 37
d. Geomorfologi ... 40
e. Penggunaan Lahan ... 43
2. Kondisi Sosial ... 46
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 46
b. Komposisi Penduduk ... 46
3. Deskripsi Kerentanan Bencana Letusan Gunung Galunggung ... 50
a. Kerentanan Fisik ... 51
b. Kerentanan Sosial ... 69
c. Kerentanan Ekonomi ... 72
d. Kerentanan Lingkungan ... 77
B. Pembahasan Analisis Kerentanan ... 78
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Indeks Penduduk Terpapar ... 79
3. Peta Tingkat Kerentanan di KRB Gunung Galunggung ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua
jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik
dan pegunungan muda Sirkum Mediterania. Selain itu, gugusan pulau Indonesia
dalam tatanan tektonik dunia merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng besar,
yaitu Lempeng Eurasia (bagian barat laut), Lempeng Samudera Hindia-Australia
(bagian selatan), dan Lempeng Samudera Pasifik (bagian timur laut) yang saling
bergerak. Hal ini berdampak pada keadaan topografi, morfologi, dan struktur
geologis Indonesia. Sebagai contoh, terdapat wilayah-wilayah yang sangat
dinamis yang dicirikan dengan terbentuknya jalur pegunungan aktif dan jalur
rawan gempa bumi.
Kondisi geologis ini memiliki dua sisi potensi yang berpengaruh besar
terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Satu sisi, kondisi tersebut berpotensi untuk
Indonesia dalam hal sumber daya geologi. Banyaknya tersebar cebakan-cebakan
minyak, gas bumi, panas bumi, batu bara, mineral, logam, mineral logam, air
tanah, dan banyak lagi. Sumber daya geologi tersebut bermanfaat besar untuk
menopang kehidupan bangsa Indonesia terutama dalam aspek perekonomian.
Sisi lain, kondisi tadi juga menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan
ancaman bahaya geologi (geology hazard) yang tinggi. Hampir seluruh wilayah
Indonesia berpotensi rawan letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dan
gerakan tanah. Pulau Kalimantan merupakan pulau yang bisa dikatakan relatif
lebih aman, karena Pulau ini tidak dilalui oleh kedua jalur pegunungan muda
dunia dan bukan merupakan zona tumbukan antar lempeng sebagaimana
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Indonesia Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2010, terdapat
129 gunungapi di Indonesia.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengklasifikasikan
gunungapi di Indonesia menjadi tiga tipe berdasarkan sejarah kegiatannya yakni:
1. Gunungapi Tipe A, yaitu gunungapi yang pernah meletus atau meningkat
kegiatannya sejak tahun 1600-sekarang
2. Gunungapi Tipe B, yaitu gunungapi yang tidak memiliki sejarah letusan sejak
tahun 1600 atau sebelumnya.
3. Gunungapi Tipe C, gunungapi yang hanya memiliki manifestasi panas bumi di
permukaan, tetapi tidak ada sejarah letusan sejak tahun 1600 atau sebelumnya
maupun lubang bekas letusan di tubuh atau puncaknya.
Persebaran gunungapi di Indonesia disajikan pada tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Jumlah Sebaran Gunungapi di Indonesia
No. Daerah Tipe A Tipe B Tipe C Jumlah
1. Sumatera 13 12 6 31
2. Jawa 21 9 5 35
3. Bali 2 - - 2
4. Lombok 1 - - 1
5. Sumbawa 2 - - 2
6. Flores 16 3 5 24
7. Laut Banda 8 1 - 9
8. Sulawesi 6 2 5 13
9. Kep. Sangihe 5 - - 5
10. Halmahera 5 2 - 7
Jumlah 79 29 21 129
Sumber : Vulcanological Survey of Indonesia Departemen Energi dan Sumber Daya
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Salah satu pulau yang beresiko tinggi terhadap ancaman bencana geologi
dalam hal ini letusan gunungapi adalah Pulau Jawa. Berdasarkan tabel di atas
Pulau Jawa merupakan pulau yang terbanyak memiliki gunungapi. Selain itu,
Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia, 57,5 persen penduduk
Indonesia atau sekitar 137 juta jiwa penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau
ini ( hasil Sensus Penduduk Tahun 2010).
Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Pulau Jawa yang memiliki
kepadatan penduduk tinggi. Secara tatanan tektonik, Propinsi Jawa Barat secara
genesisnya digolongkan kepada Orogenesa Sunda (Simandjuntak : 2009).
Orogenesa Sunda di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara sebagai akibat lanjut dari
tunjaman normal antara Lempeng Samudra Hindia dengan Daratan Sunda.
Sehingga muncul di Provinsi Jawa Barat tujuh gunung api tipe A, yaitu : Gunung
Salak (daerah Bogor), Gunung Gede (Bogor), Gunung Tangkuban Parahu
(Kabupaten Bandung Barat-Kabupaten Subang), Gunung Guntur (Kabupaten
Garut), Gunung Papandayan (Kabupaten Garut), dan Gunung Galunggung
(Kabupaten Tasikmalaya-Kabupaten Garut).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Tahun 2007 luas daerah rawan bencana gunungapi di seluruh Indonesia adalah
sekitar 17.000 km2 dan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan
bencana gunungapi sekitar 5,5 juta jiwa. Di samping itu, data frekuensi letusan
gunungapi menunjukkan bahwa sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan
gunungapi tiap tahun. Pada periode antara tahun 2000 hingga tahun 2012, terdapat
80 kejadian letusan gunungapi dengan korban jiwa sebanyak 792 orang dan
mengakibatkan sebanyak 238.758 orang terpaksa mengungsi.
Data di atas menunjukan bahwa bahaya geologi yang ditimbulkan oleh
letusan gunungapi sangat tinggi. Potensi kerugian dapat berupa kerusakan
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bahkan nyawa penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya. Potensi tersebut yang
kemudian dalam pengkajian resiko bencana dikenal sebagai indeks kerugian dan
indeks penduduk terapapar yang nantinya akan menentukan tingkat kerentanan
suatu wilayah terhadap bencana itu sendiri.
Berdasarkan Buku Data Dasar Gunungapi Indonesia Tahun 2011, Gunung
Galunggung merupakan satu-satunya Gunungapi di Kabupaten Tasikmalaya.
Secara administratif termasuk kepada wilayah Priangan Tatar Sunda, masuk ke
dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut. Bagian
barat tubuh gunungapi termasuk Kabupaten Garut sedangkan bagian timur
termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki ketinggian
2168 mdpl (di atas permukaan laut). Gunung Galunggung termasuk kepada jenis
gunungapi tipe strato.
Letusan Gunung Galunggung tercatat terjadi sejak 1822 sampai sekarang
adalah 4 kali. Sejarah letusan Gunung Galunggung dapat dijelaskan melalui tabel
di bawah ini:
Tabel 1.2 Kegiatan Gunung Galunggung
No. Periode letusan Deskripsi kejadian
1. Tahun 1822
Pada letusan ini menghasilkan awan panas ke arah timur tenggara sepanjang Ci Banjaran hingga Ci Tanduy sejauh 10 km. Hujan abu dan lahar menghancurkan kawasan sejauh 40 km di lereng sebelah barat dan selatan gunung api tersebut. Jumlah korban manusia diperkirakan lebih dari 4011 orang, kebanyakan meninggal karena terkena awan panas, periode kegiatan diakhiri dengan pembentukkan kubah lava.
2. Tahun 1894
Pada letusan 1894 menghasilkan hujan abu yang sebarannya hingga Bandung (100 km ke arah barat laut). Ke arah timur abu jatuh di Tasikmalaya dan Banjar berturut-turut pada jarak 20 km dan 42 km. kubah lava 1822 hancur selama kegiatan ini. Tidak dilaporkan adanya awan panas dan korban jiwa. Lahar melanda di daerah lereng tenggara. Pada periode letusan ini terjadi sebuah danau kawah.
3. Tahun 1918
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dari muka air danau. Sejak 1918 tidak terjadi lagi letusan, kecuali hanya peningkatan kegiatan pada tahun 1958 dan 1959 tapi kemudian menurun kembali.
4. Tahun 1982
Dalam periode letusan ini awan panas menyapu lereng tenggara sejauh 6 km melalui lembah Cibanjaran bagian atas. Kolom letusan mencapai 20 km, jatuhan abunya mencapai jarak 900 km ke barat daya dan tenggara Gunung Galunggung bahkan mencapai pantai barat Australia. Terjadi banjir lahar dengan suhu 600-1000. Tidak ada korban manusia akibat letusan secara langsung. Pada akhir periode kegiatannya terbentuk kerucut cilinder setinggi 35 m dan kemudian terjadi aliran lava berbentuk seperti kipas setebal 5-6 m. Kerugian benda ditaksir sebesar 80 milyar, jumlah korban manusia hanya dua tiga orang(T.Budhistira:1987)
Sumber : Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Galunggung Jawa Barat, Direktorat Vulkanologi 1996
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Gunung Galunggung merupakan
gunungapi yang pernah meletus sekurang-kurangnya dua kali setelah tahun 1900
dan masih sangat berpeluang meletus kembali dan menjadi ancaman bencana,
mengingat semakin pesatnya pertumbuhan penduduk di kawasan sekitar Gunung
Galunggung, serta berkembangnya kawasan pariwisata menyebabkan kawasan
Gunung Galunggung menjadi salah satu wilayah yang ramai dan menjadi salah
satu sumber mata pencaharian penduduk di sekitarnya.
Pengkajian resiko bencana dapat dihitung dengan mengalikan tingkat
ancaman dan kerentanan kemudian membaginya dengan kapasitas dari suatu
kawasan rawan bencana. Potensi dampak negatif atau yang dikenal dengan
kerentanan dapat dihitung dari jumlah jiwa yang terancam atau indeks penduduk
terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan atau yang dikenal
dengan indeks kerugian. Dari perhitungan ketiga indikator tersebut dapat
diketahui rendah sedang atau tingginya kerentanan di suatu daerah.
Tingkat kerentanan ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menentukan
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Resiko Bencana, fungsi
pengkajian resiko bencana adalah :
1. Pada tatanan pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
2. Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana.
3. Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.
Dari pemaparan fungsi di atas menunjukkan bahwa kerentanan merupakan
salah satu komponen yang penting dan tidak bisa terlepas dari proses pengkajian
resiko bencana. Sehingga informasi mengenai kerentanan ini sangat penting untuk
dikaji.
Dari hasil pengamatan terhadap Peta Kawasan Rawan Bencana
menunjukkan ada beberapa desa yang termasuk kepada Kawasan Rawan Bencana
dimana letak desa tersebut sangat dekat dengan lokasi pusat erupsi, serta kawasan
tersebut merupakan kawasan yang dilalui oleh aliran sungai yang bersumber
langsung dari Gunung Galunggung. Desa-desa tersebut berada pada dua
kecamatan yang berbeda. Yakni Kecamatan Padakembang meliputi Desa Cisaruni
dan Desa Mekarjaya serta Kecamatan Sukaratu meliputi Desa Sukaratu, Desa
Sinagar, dan Desa Linggajati.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika, kelima desa
tersebut memiliki luas wilayah dan jumlah penduduk sebagai berikut :
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk di Desa Kawasan Rawan Bencana Gunungapi
Galunggung
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Wilayah (Ha) Penduduk Penduduk
1. Desa Sukaratu 981,3 6345 6
2. Desa Sinagar 648,7 5762 9
3. Desa Linggajati 1347 4449 3
4. Desa Mekarjaya 391,8 8037 20
5. Desa Cisaruni 332,2 5543 17
Jumlah 3701 25687 7
Sumber : Kecamatan Sukaratu dan Kecamatan Padakembang dalam Angka 2013
Dari tabel 1.3, menunjukkan Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki
kepadatan penduduk yang paling tinggi, kemudian disusul Desa Sinagar.
Sementara dua desa berikutnya yaitu Desa Sukaratu dan Desa Linggajati memiliki
kepadatan penduduk yang lebih rendah. Tabel di atas menunjukkan lebih dari 25
ribu jiwa di Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung terancam
keselamatannya.
Berdasarkan Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, “bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam”, salah satunya adalah letusan
gunungapi. Bencana alam ini tidak dapat dicegah, namun resikonya dapat
dikurangi melalui usaha-usaha mitigasi yang tepat.
Dari latar belakang di atas, jelaslah bahwa ancaman letusan Gunungapi
Galunggung setiap saat mengancam masyarakat sekitarnya. Sehingga penelitian
mengenai kerentanan di Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunungapi ini
dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mengetahui tingkat kerentanan bencana
letusan Gunungapi Galunggung dengan harapan dapat berkontribusi terhadap
usaha antisipatif terhadap penanggulangan bencana dan proses pengkajian resiko
bencana Letusan Gunungapi Galunggung Kabupaten Tasikmalaya.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Identifikasi masalah di sini berguna untuk menentukan batasan
permasalahan yang diteliti agar antara penulis dengan pembaca dapat memiliki
kesamaan persepsi dalam memahami karya tulis ini. Fokus dari penelitian ini
adalah tingkat kerentanan yang akan dikaji dan dianalisis dari Kawasan Rawan
Bencana Gunung Galunggung yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Kawasan
tersebut berada pada dua kecamatan yang berbeda yakni Kecamatan Sukaratu dan
Kecamatan Padakembang lebih spesifiknya berada pada lima desa yakni Desa
Sukaratu, Desa Sinagar, Desa Linggajati, Desa Mekarjaya, dan Desa Cisaruni.
Kerentanan tersebut terdiri dari kerentana fisik, kerentanan sosial, kerentanan
ekonomi dan kerentanan lingkungan yang masing-masing memiliki parameternya
sendiri. Hasil akhir dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk peta
kerentanan setiap desa di kawasan rawan bencana terhadap bencana letusan
Gunung Galunggung.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
tiga rumusan masalah yang akan menjadi pertanyaan mendasar pada penelitian
yang akan dilakukan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik wilayah di Kawasan Rawan Bencana Gunung
Galunggung?
2. Bagaimana tingkat kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung?
3. Bagaimana zonasi kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian akan dijabarkan dalam pembahasan pada karya tulis ini,
sesuai dengan uraian rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Mendeskripsikan karakteristik wilayah di Kawasan Rawan Bencana Gunung
Galunggung.
2. Menganalisis tingkat kerentanan bencana alam letusan Gunungapi
Galunggung.
3. Memetakan zonasi kerentanan bencana alam letusan Gunungapi Galunggung.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
dalam berbagai kepentingan. Adapun manfaat tersebut diantaranya adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian tentang pengkajian tingkat kerentanan ini dapat
menjadi acuan dalam pengkajian tingkat risiko bencana yang nantinya akan
menentukan terhadap kebijakan penanggulangan bencana.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, mengembangkan wawasan dan kemampuan dalam melakukan
penelitian dan menyusun karya tulis, khususnya dalam bidang geografi.
b. Bagi pembaca, sebagai sumber referensi untuk kepentingan-kepentingan lain
terkait dengan tema karya tulis penulis.
c. Bagi masyarakat, memberikan wawasan mengenai kerentanan bahaya letusan
Gunungapi Galunggung, sehingga masyarakat memiliki langkah antisipatif
dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
d. Bagi pemerintah, memberikan sumber rujukan untuk menentukan kebijakan, khususnya dalam hal penyusunan rencana penanggulangan bencana sehingga
apabila bencana terjadi dapat meminimalisir korban dan kerugian harta benda.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Struktur organisasi dari karya ilmiah yang dibuat ini disusun dari lima bab,
masing-masing bab tersebut memiliki konten yang berbeda yang disusun secara
sistematis dan terpadu. Secara garis besar konten dari lima bab tersebut akan
dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
1. BAB I
Dalam Bab I terdapat latar belakang penelitian, identifikasi masalah
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur
organisasi skripsi
2. BAB II
Bab II atau kajian pustaka memuat teori-teori yang sesuai dengan tema
penelitian. Karena tema penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mitigasi bencana maka teori yang ditulis dalam karya tulis ini diantaranya adalah
tentang bencana, mitigasi bencana, risiko bencana yang di dalamnya ada indikator
ancaman, kerentanan dan kesiapsiagaan, gunungapi, proses terbentuknya
gunungapi, macam-macam gunungapi, dan pengetahuan tentang Gunung
Galunggung.
3. BAB III
Bab III merupakan metode penelitian yang di dalamnya memuat konten
berupa lokasi penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, desain
penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, tekhnik
pengumpulan data, dan analisis data.
4. BAB IV
Bab IV merupakan jawaban dari rumusan masalah yang ada pada bab I.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dan sosial dari lokasi penelitian. Kemudian pada bab ini terdapat analisis
kerentanan setiap desa berdasarkan setiap parameternya.
5. BAB V
Bab V merupakan bab terakhir dari karya tulis ini. Pada bab ini terdapat
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran yang bisa disampaikan
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi penelitian
Menurut buku Data Dasar Gunungapi Indonesia Tahun 2011, Gunung
Galunggung merupakan satu-satunya gunungapi yang berada di Kabupaten
Tasikmalaya, terletak pada koordinat 1080 03’ BT dan 70 15’ LS. Gunung
Galunggung termasuk kepada wilayah Priangan Tatar Sunda, secara administratif
masuk ke dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten
Garut. Bagian barat tubuh gunungapi termasuk Kabupaten Garut sedangkan
bagian timur termasuk Kabupaten Tasikmalaya. Gunung Galunggung memiliki
ketinggian 2168 mdpl (di atas permukaan laut). Gunung Galunggung termasuk
kepada jenis gunungapi tipe strato.
Gunung Galunggung sangat potensial untuk wilayah sekitarnya baik dari
sisi sumber daya dan daya tarik wisata maupun dari sisi kebencanaannya. Maka
dari itu wilayah sekitar Gunung Galunggung termasuk kepada kawasan rawan
bencana erupsi Gunung Galunggung. Kawasan rawan bencana tersebut menjadi
lokasi penelitian untuk dianalisis tingkat kerentanannya. Kawasan rawan bencana
Gunung Galunggung ini meliputi lima desa yang berada pada dua kecamatan yang
berbeda. Kelima desa tersebut adalah Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa
Linggajati yang termasuk kepada wilayah Kecamatan Sukaratu serta Desa
Cisaruni dan Desa Mekarjaya yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Padakembang.
Secara administratif batas wilayah kajian penelitian adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Garut dan Kecamatan Cisayong
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sebelah Selatan : Desa Tawangbanteng dan Kecamatan Leuwisari
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode eksploratif. Menurut Tika (2005 hlm. 5) menyebutkan
bahwa metode eksploratif adalah “suatu bentuk metode penelitian yang bertujuan
untuk mengumpulkan sejumlah data berupa variabel, unit atau individu untuk di
ketahui hal – hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu “.
Data yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini sebagian besar
merupaka data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan
data yang diperlukan. Data tersebut diantaranya adalah data mengenai jumlah
rumah, jumlah fasilitas umum, jumlah fasilitas kritis, komposisi penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin, jumlah rumah tangga miskin, jumlah
penyandang cacat, luas lahan produktif, nilai PDRB, serta luas hutan di wilayah
penelitian.
Penulis melakukan ground check terhadap data yang diperoleh secara
aktual dan langsung di lapangan. Usaha tersebut meliputi observasi terhadap
kondisi rumah dengan kondisi fasilitas umum dan fasilitas kritis yang ada di
wilayah kajian dan mendokumentasikannya dalam bentuk gambar/photo. Data
yang diperoleh merupakan hasil eksplorasi di lapangan berkenaan dengan
indikator-indikator yang dicari dan akan dianalisis dalam penelitian ini, sehingga
metode eksploratif merupakan metode yang cocok untuk penelitian ini. Data
tersebut selanjutnya dianalisis yang kemudian diinterpretasi dengan mengacu
kepada Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No.2 Tahun
2012 tentang pengkajian resiko bencana.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sugiyono (2010, hlm. 61) menyebutkan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Populasi dari penelitian ini meliputi kawasan rawan bencana Gunung
Galunggung, terdiri dari dua kecamatan yakni Kecamatan Padakembang yang
terdiri dari dua desa, yakni Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya, serta Kecamatan
Sukaratu yang terdiri dari Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa Linggajati.
2. Sampel
“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi” (Sugiyono, 2010, hlm. 62). Sampel dari penelitian ini diambil
seluruhnya dari populasi (sampel jenuh) yakni Kecamatan Padakembang yang
terdiri dari dua desa, yakni Desa Cisaruni dan Desa Mekarjaya, serta Kecamatan
Sukaratu yang terdiri dari Desa Sukaratu, Desa Sinagar dan Desa Linggajati. Dari
sampel ini akan dipetakan tingkat kerentanan bencana Gunung Galunggung
berdasarkan parameter yang mengacu dari Peraturan Ketua BNPB No.2 tahun
2012.
Adapun sampel wilayah dan sampel penduduk yang dimaksud adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.5 Luas dan Jumlah Penduduk di Wilayah Penelitian
No. Nama Desa Luas
Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk
1. Desa Sukaratu 981,3 6345
2. Desa Sinagar 648,7 5762
3. Desa Linggajati 1347 4449
4. Desa Mekarjaya 391,8 8037
5. Desa Cisaruni 332,2 5543
Jumlah 3701 25687
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.5 Menunjukkan luas serta jumlah penduduk yang berada di
kawasan rawan bencana Gunung Galunggung. Seluruh wilayah dan penduduk
yang disajikan dalam tabel 3.5 merupakan sampel dalam penelitian.
D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2011 hlm.2),” Variabel penelitian adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”.
Variabel dalam penelitian ini terkait dengan hal-hal yang perlu dianalisis dalam
menentukan tingkat kerentanan di kawasan rawan bencana Gunung Galunggung
sebagai lokasi pengamatan penulis.
Adapun parameter-parameter yang menjadi variabel dari penelitian ini
berpedoman kepada Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012. Selain variabel
yang berkaitan dengan kerentanan, ada pula variabel lain yang dicari dan
dianalisis yakni mengenai kondisi wilayah meliputi kondisi fisik dan sosial.
Adapun kondisi fisik, indikator yang dicari adalah letak dan luas, iklim,
pengunaan lahan, geomorfologi dan kondisi geologi. Sementara kondisi sosial
akan memaparkan hal yang berkaitan dengan komposisi penduduk menurut jenis
kelamin dan kelompok umur. Variabel yang berkaitan dengan kerentanan
disajikan dalam tabel 3.6.
Tabel 3.6 Variabel Penelitian
Variabel bebas (X) - Letak dan luas wilayah - Penggunaan lahan - Geomorfologi - Rumah
- Fasilitas umum - Fasilitas kritis
- Kepadatan penduduk
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
- Rasio jenis kelamin - Rasio kemiskinan - Rasio orang cacat - Rasio kelompok umur - PDRB
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Dalam menentukan tingkat kerentanan suatu wilayah, variabel di atas
dikelompokkan menjadi empat macam kerentanan yakni kerentanan fisik,
kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan lingkungan. Keempat
macam kerentanan tersebut terdiri dari dua nilai indeks yaitu indeks kerugian dan
indeks penduduk terpapar. Kedua nilai indeks tersebut dikalkulasikan dan
menghasilkan nilai indeks kerentanan. Dari nilai indeks kerentanan tersebut dapat
diketahui tingkat kerentanan wilayah ke dalam tingkat rendah, sedang atau tinggi.
Nilai indeks kerugian adalah parameter kerugian yang berpotensi terlanda
jika bencana terjadi dalam nilai rupiah yang didapat dari indikator kerentanan
fisik, ekonomi dan lingkungan. Sementara indeks penduduk terpapar merupakan
kepadatan penduduk dan kelompok penduduk yang rentan terhadap bencana yang
memiliki potensi tinggi terkena dampak bencana karena keterbatasan kapasitas
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
E. Desain Penelitian - Luas Lahan Produktif - PDRB
- Kepadatan Rumah - Fasilitas Umum - Fasilitas Kritis
- Luas Hutan Lindung - Luas Hutan Alam - Luas Hutan Bakau - Luas Semak Belukar
- Rasio Jenis Kelamin - Rasio Kelompok Umur - Rasio Orang Cacat - Rasio Rumah Tangga
Miskin
Kerentanan Ekonomi
Kerentanan Fisik
Kerentanan Lingkungan
Kerentanan Sosial
Indeks Kerugian
Indeks Penduduk Terpapar
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
F. Definisi Operasional
Dalam bagian ini masing-masing indikator yang akan dicari dan dianalisis
diberikan batasan-batasan pembahasan agar antara penulis dengan pembaca
memiliki kesamaan persepsi dalam menginterpretasikan variabel yang dicari dan
dianalisis pada penelitian ini. Berikut ini pemaparannya :
1. Karakteristik wilayah meliputi kondisi fisik dan sosial yang nantinya akan
dideskripsikan dalam hasil penelitian ini. Indikatornya meliputi
a. Kondisi fisik wilayah kajian terdiri : letak dan luas wilayah, kondisi iklim,
penggunaan lahan, kondisi geomorfologi dan kondisi geologi.
b. Kondisi sosial wilayah kajian terdiri dari : komposisi penduduk menurut usia
dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin.
Indikator di atas dianalisis dengan melakukan interpretasi peta, dan studi
dokumentasi yaitu melalui monografi desa dan kecamatan.
2. Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang
mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bencana (Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012). Kerentanan tersebut
terdiri dari empat macam, yakni:
a. Kerentanan fisik, yang terdiri dari indikator :
1) Kepadatan rumah meliputi jumlah rumah di setiap desa yang dianalisis
berdasarkan kualitas dan ukurannya, dikalikan dengan asumsi harga
pembangunan rumah tersebut.
2) Ketersediaan fasilitas umum meliputi keberadaan fasilitas pendidikan dalam
hal ini bangunan sekolah, baik itu TK, SD, SMP, SMA atau sederajat dan
fasilitas beribadah yakni masjid yang dikalikan dengan harga masing-masing
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3) Ketersediaan fasilitas kritis, yakni keberadaan Puskesmas sebagai salah satu
fasilitas kesehatan yang sangat berperan penting bagi masyarakat sekitar yang
dikalikan dengan harga bangunannya.
b. Kerentanan sosial, yang terdiri dari indikator :
1) Kepadatan penduduk, yakni perbandingan antara jumlah penduduk dengan
luas wilayah di setiap desa.
2) Rasio jenis kelamin, yakni perbandingan jumlah penduduk perempuan
terhadap penduduk seluruhnya di setiap desa. Dengan asumsi perempuan
sebagai kelompok yang rentan dibandingkan kelompok penduduk laki-laki.
Perempuan memiliki kekhawatiran yang lebih dan memiliki keterbatasan
dalam hal mobilitas.
3) Rasio penduduk rumah tangga miskin, merupakan perbandingan rumah
tangga miskin terhadap jumlah rumah tangga seluruhnya di setiap desa.
Klasifikasi kemiskinan yang digunakan adalah klasifikasi kemiskinan
menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kelompok rumah
tangga miskin tersebut adalah rumah tangga yang termasuk pada kelompok
Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Kelompok rumah tangga
dengan kondisi kesejahteraan yang kurang dianggap sebagai kelompok
rentan.
4) Rasio orang cacat, merupakan perbandingan penduduk penderita cacat, baik
itu cacat yang berupa tuna rungu, tuna netra, tuna daksa, ataupun cacat mental
terhadap jumlah penduduk seluruhnya di setiap desa. Keterbatasan kapasitas
dan mobilitas kelompok penduduk penyandang cacat menyebabkan
kelompok tersebut termasuk pada kelompok rentan dengan resiko bencana.
5) Rasio kelompok umur, yaitu perbandingan jumlah penduduk balita yaitu
umur 0-4 tahun dan penduduk lanjut usia yaitu umur 65 tahun lebih terhadap
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penduduk lanjut usia lebih rentan terhadap resiko bencana karena mereka
tergolong penduduk yang terbatas dalam hal mobilitas sehingga memerlukan
pertolongan orang lain untuk melakukan usaha evakuasi.
c. Kerentanan Ekonomi, terdiri dari indikator :
1) Luas lahan produktif, lahan produktif yang dimaksud adalah lahan berupa
sawah dan kolam yang memiliki nilai ekonomis terhadap penduduk di
wilayah kajian. Hal yang dianalisis dalam kaitannya dengan lahan produktif
untuk penelitian ini adalah produktivitas lahan tersebut dalam satu tahun
dikalikan dengan nilai rupiah.
2) Pendapatan Daerah Regional Bruto merupakan . Dalam penelitian ini nilai
PDRB yang digunakan adalah nilai PDRB perkapita. PDRB perkapita adalah
nilai PDRB suatu wilayah dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
PDRB perkapita yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai PDRB
Kabupaten Tasikmalaya dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan
tahun.
d. Kerentanan Lingkungan, terdiri dari indikator luas hutan lindung, hutan alam,
hutan bakau, dan semak belukar di setiap desa.
Data pada setiap kerentanan di atas dianalisis menggunakan tekhnik
pembobotan berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan
oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970, dirujuk dari Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana No.2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana.
e. Kawasan rawan bencana adalah unit analisis yang digunakan untuk penelitian
ini. Kawasan rawan bencana tersebut berdasarkan interpretasi dari Peta
Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Galunggung meliputi Kawasan rawan
Bencana I dan Kawasan rawan Bencana II. Kawasan tersebut meliputi dua
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1) Kecamatan Sukaratu meliputi tiga desa yakni Desa Linggarjati, Desa Sinagar
dan Desa Sukaratu.
2) Kecamatan Padakembang meliputi dua desa yakni Desa Cisaruni dan Desa
Mekarjaya.
G. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat
dan bahan sebagai berikut :
1. Alat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memerlukan alat-alat yang mendukung untuk
memudahkan proses penelitian di lapangan, diantaranya:
a) Pedoman Observasi, alat untuk mendapatkan data primer berupa kondis fisik,
kondisi bangunan baik berupa rumah dan fasilitas umum maupun fasilitas
kritis.
b) Pedoman Wawancara, instrumen ini digunakan untuk memeperoleh data
primer berupa kondisi sosial dan ekonomi penduduk.
c) Kamera Digital, digunakan unuk memperoleh foto-foto mengenai kondisi riil
di lapaangan.
d) Netbook Asus, digunaka untuk menulis laporan dan mengolah data yang
dieroleh.
e) Software Map Info 9.5, software yang dgunakan berfungsi untuk memproses
pembuatan peta tematik yang akan disajikan dalam karya tulis ini.
2. Bahan Penelitian
Adapun bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis tingkat
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a) Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Sukawening, Lembar Singaparna, dan
Lembar Tasikmalaya skala 1: 25.000. Peta RBI digunakan untuk mengetahui
luas dan penggunaan lahan di wilayah kajian.
b) Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Tasikmalaya, dengan menginterpretasi
Peta Geologi Lembar Tasikmalaya dapat diperoleh informasi mengenai
kondisi geologi di wilayah kajian.
c) Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung Skala 1:50.000. Wilayah
kajian dapat dikelompokkan ke dalam tiga kawasan yakni Kawasaan Rawan
Bencana I, Kawasaan Rawan Bencana II, Kawasan aman. Hal tersebut dapat
dilihat dan diinterpretasi melalui Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung
Galunggung.
d) Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya untuk mengetahui nilai
PDRB perkapita di Kabupaten Tasikmalaya.
e) Kecamatan Sukaratu dan Padakembang Dalam Angka Tahun 2013, dalam
dokumen ini dapat diperoleh data mengenai jumlah penduduk, komposisi
penduduk, jumlah fasilitas umum dan kritis di wilayah penelitian.
f) Data rumah tangga miskin dari BKKBN Kecamatan Sukaratu dan
Padakembang.
g) Data penggunaan lahan produktif dari Badan Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Sukaratu dan Padakembang.
h) Monografi setiap desa di lokasi penelitian.
i) Buku-buku yang relevan untuk mendapatkan teori-teori yang dibutuhkan dan
sesuai dengan tema kajian sebagai acuan dalam penelitian ini.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan usaha yang dilakukan penulis untuk
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
disajikan menjadi sebuah karya tulis. Untuk mendapatkan data yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi, teknik ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di
lapangan terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data yang aktual.
Dengan melakukan observasi diharapkan dapat memperoleh informasi
tentang kondisi iklim, kondisi rumah, kondisi fasilitas umum, dan kondisi
fasilitas kritis di wilayah penelitian.
2. Wawancara, tekhnik ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada penduduk
di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang aktual mengenai kondisi
sosial dan ekonomi penduduk juga untuk mengetahui kondisi rumah
penduduk.
3. Studi literatur, teknik ini dilakukan dengan cara mencari literature-literatur
yang ada kaitannya dengan masalah yang dikaji untuk memperoleh teori-teori
yang mendasari penelitian. Dengan studi literatur diperoleh teori-teori yang
mendukung terhadap penelitian yang dilakukan.
4. Studi dokumentasi, teknik pengumpulan data yang diambil dari berbagai
sumber data seperti dokumen, brosur, data intansi pemerintah setempat.
Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah monografi
desa, data dari BKKBN, dan BPP Kecamatan untuk memperoleh data
mengenai kondisi sosial wilayah kajian, kepadatan penduduk, rasio
kemiskinan, luas lahan produktif, dan luas lahan di wilayah kajian.
5. Editing peta, untuk proses editing peta diperlukan input peta berupa Peta RBI
lembar Tasikmalaya, Sukawening dan Singaparna yang outpunya nanti
berupa Peta Administrasi dan Peta Penggunaan Lahan. Kemudian untuk
output Peta Geologi Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung
diperlukan input Peta Geologi Lembar Tasikmalaya. Untuk memperoleh peta
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Process (AHP) yang mengacu kepada Perka BNPB No.2 Tahun 2012 tentang
pengkajian resiko bencana. Proses pembobotan dilakukan berdasarkan
indikator-indikator kerentanan yang telah dibahas sebelumnya.
I. Analisis Data
Merujuk kepada Peraturan Kepala BNPB No.12 Tahun 2012 dalam
menentukan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana letusan gunungapi
terdapat parameter-parameter yang harus dianalisis, yaitu :
1. Kerentanan fisik, dengan parameternya adalah kepadatan rumah, fasilitas
umum dan fasilitas kritis yang dikalikan dengan biaya pembangunan dalam
rupiah.
2. Kerentanan sosial, parameternya adalah kepadatan penduduk, rasio jenis
kelamin, rasio penduduk rumah tangga miskin, rasio penyandang cacat, dan
rasio kelompok umur.
3. Kerentanan ekonomi, parameternya meliputi luas lahan produktif dengan
besaran PDRB (Pendapatan Daerah Regional Bruto).
4. Kerentanan lingkungan, parameternya terdiri dari luas area hutan lindung,
hutan alam, hutan bakau dengan semak belukar.
Dalam menganalisis data yang diperoleh digunakan teknik pembobotan
persiapan berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan
oleh Thomas L.Saaty pada tahun 1970, dirujuk dari Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana No.2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana. Dengan analisis seperti berikut :
1. Indeks Kerugian
a) Kerentanan Fisik
Tabel 3.7 Parameter Kerentanan Fisik
Parameter Kelas Kerentanan dan Skor Bobot
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
0,33 0,67 1
Kepadatan rumah < 400 juta 400-800 juta
> 800
juta 40 %
Fasilitas umum < 500 juta 500-1 M >1 M 30 %
Fasilitas kritis < 500 juta 500-1 M > 1 M 30 %
Jumlah 100 %
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Untuk mengetahui nilai kerentanan fisik adalah dengan menjumlahkan
skor dikali dengan bobot masing-masing parameter, sebagaimana ditulis pada
rumus berikut ini :
[image:40.595.156.470.112.198.2]b) Kerentanan Ekonomi
Tabel 3.8 Parameter Kerentanan Ekonomi
Parameter
Skor dan Kelas Kerentanan
Bobot
Rendah Sedang Tinggi
0,33 0,67 1
Luas lahan
produktif <50 juta 50-200 juta >200 juta 60 %
PDRB <100 juta 100-300
juta >300 juta 40 %
Jumlah 100 %
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Nilai kerentanan ekonomi dapat diperoleh dengan menjumlahkan skor
lahan produktif dengan skor PDRB dikalikan dengan masing-masing bobotnya
seperti yang tertera pada rumus berikut ini :
Kerentanan Fisik =(0,4*skor rumah)+(0,3*skor fasilitas umum)+
(0,3*skor fasilitas kritis)
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
[image:41.595.127.474.134.241.2]c) Kerentanan lingkungan
Tabel 3.9 Parameter Kerentanan Lingkungan
Parameter Kelas Bobot
Rendah Sedang Tinggi
Hutan lindung < 20 ha 20-50 ha >50 ha 40 %
Hutan alam < 25 ha 25-75 ha >75 ha 40 %
Hutan bakau < 10 ha 10-30 ha >30 ha 10 %
Semak belukar < 10 ha 10-30 ha >30 ha 10 %
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Nilai kerentanan lingkungan dapat diperoleh dengan mengalikan skor dan
bobot dari masing-masing parameter kerentanan lingkungan yakni luas hutan
lindung, hutan alam, hutan bakau dan semak belukar. Rumusnya seperti yang ada
pada rumus berikut ini:
Nilai indeks kerugian dapat dihitung dengan rumus di bawah ini
[image:41.595.113.506.304.686.2]2. Indeks Penduduk Terpapar
Tabel 3.10 Parameter Kerentanan Sosial
Parameter
Kelas
Bobot (%)
Rendah Sedang Tinggi
0,33 0,67 1
Kepadatan penduduk < 500 jiwa/km2
500-1000 jiwa/km2
> 1000
jiwa/km2 60
Rasio jenis kelamin
< 20 % 20-40 % >40 %
10
Rasio penduduk rumah
tangga miskin 10
Kerentanan lingkungan = (0,4 x skor hutan lindung) + (0,4 x skor hutan
alam) + (0,1 x skor hutan bakau) + (0,1 x skor
semak belukar)
Nilai Indeks Kerugian = (0,25xNilai skor Kerentanan fisik)+(0,25xNilai
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rasio orang cacat 10
Rasio kelompok umur 10
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Indeks penduduk terpapar didapat dari skor dikalikan bobot
masing-masing parameter kerentanan sosial. Kerentanan sosial menggambarkan
kelompok penduduk yang rentan terhadap ancaman bencana. Parameter tersebut
diantaranya sebagaimana ada pada tabel 3.10. Nilai indeks penduduk terpapar
dapat dicari dengan rumus berikut ini :
3. Indeks Kerentanan
Indeks kerentanan adalah jumlah dari nilai indeks kerugian dengan indeks
[image:42.595.166.458.472.596.2]penduduk terpapar.
Tabel 3.11 Skor dan Bobot Indeks Kerentanan
Jenis Kerentanan Skor dan Kelas Kerentanan Bobot
Rendah Sedang Tinggi
Kerentanan Fisik
0,33 0,67 1
25 % Kerentanan
Ekonomi 25 %
Kerentanan
Lingkungan 10 %
Kerentanan
Sosial 40 %
Sumber : Peraturan Kepala BNPB No.2 Tahun 2012
Dalam menentukan kerentanan suatu wilayah terhadap bencana, dilakukan
perhitungan dengan mengalikan masing-masing skor jenis kerentanan yang telah Kerentanan Sosial/Indeks Penduduk Terpapar =
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
didapat dengan masing-masing bobot seperti pada tabel 3.11. Untuk lebih jelasnya
perhitungan tersebut adalah seperti pada rumus berikut ini:
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, analisis terhadap data yang diperoleh maka
dapat disimpulkan seperti berikut ini :
1. Kawasan rawan bancana letusan Gunungapi Galunggung yang terdiri dari
lima desa yakni Desa Sukaratu, Desa Sinagar, Desa Linggajati Desa
Mekarjaya dan Desa Cisaruni merupakan kawasan yang memiliki potensi
tinggi terkena landaan material letusan Gunungapi Galunggung jika
sewaktu-waktu terjadi. Penggunaan lahan terutama berupa sawah, kolam, hutan dan
pemukiman yang ada di kawasan tersebut berpotensi mengakibatkan
kerugian yang besar. Begitu halnya dengan kondisi sosial di kawasan ini.
Jumlah kelompok penduduk rentan rata-rata memiliki persentase yang lebih
banyak di setiap desa. Kelompok rentan tersebut berpotensi tinggi terhadap
ancaman letusan Gunungapi Galunggung karena dengan asumsi keterbatasan
mobilitas.
2. Seluruh wilayah kajian yang terdiri dari lima desa yang berada pada kawasan
rawan bencana Gunung Galunggung yakni Desa Sukaratu, Desa Sinagar,
Desa Linggajati, Desa Mekarjaya dan Desa Cisaruni memiliki tingkat
kerentanan yang tinggi. Masing-masing desa memiliki nilai indeks kerugian
dan indeks penduduk terpapar sebagai berikut:
a. Desa Sukaratu memiliki potensi kerugian sebesar Rp.267.596.397.522,00
dengan nilai indeks 0,541. Sementara nilai indeks penduduk terpapar Desa
Sukaratu adalah 0,267. Sehingga nilai indeks kerentanan Desa Sukaratu
adalah 0,808. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Sukaratu termasuk
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Desa Sinagar memiliki potensi kerugian sebesar Rp.214.596.265.299,00
dengan nilai indeks 0,512. Sedangkan nilai indeks penduduk terpapar Desa
Sinagar adalah 0,267. Sehingga kalkulasi nilai indeks kerentanan Desa
Sinagar adalah 0,779. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa Sukaratu
termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.
c. Desa Linggajati memiliki potensi kerugian sebesar Rp.153.614.280.721,00 ini
berarti nilai indeks kerugiannya 0,515. Sedangkan nilai indeks penduduk
terpapar Desa Linggajati 0,185. Maka nilai indeks kerentanan Desa Linggajati
adalah 0,700. Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa Desa Linggajati
termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.
d. Desa Mekarjaya memiliki potensi kerugian sebesar Rp.255.543.143.928,00
dengan nilai indeks kerugian 0,482. Sementara nilai indeks penduduk
terpapar Desa Mekarjaya adalah 0,360. Maka nilai indeks kerentanan dari
Desa Mekarjaya adalah 0,842. Nilai indeks tersebut menunjukkan Desa
Mekarjaya termasuk kepada kelas kerentanan tinggi.
e. Desa Cisaruni memiliki potensi kerugian sebesar Rp.194.209.949.593,00
dengan nilai indeks 0,346. Sedangkan untuk nilai indeks penduduk terpapar
0,346. Maka nilai indeks kerentanan Desa Cisaruni adalah 0,828. Nilai indeks
tersebut menunjukkan Desa Cisaruni termasuk kepada kelas kerentanan
tinggi.
3. Hasil overlay antara Peta Kerentanan dengan Peta Ancaman di kawasan
rawan bencana Gunung Galunggung menghasilkan zonasi yang berbeda. Hal
ini dikarenakan parameter yang digunakan untuk analisis peta bukan saja
dengan menggunakan nilai indeks kerugian dan nilai indeks penduduk
terpapar, melainkan menggabungkan antara parameter kerentanan yang
sebelumnya telah disebutkan serta parameter untuk penentuan peta ancaman.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang
pernah terjadi. Atau dengan kata lain peta ancaman ini dibuat berdasarkan
data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi di suatu wilayah yang
berpotensi terjadi bencana.
Peta ancaman menghasilkan tiga zonasi kawasan yakni kawasan rawan
bencana I sebagai zona waspada, kawasan rawan bencana II sebagai zona bahaya
dan kawasan aman dari ancaman bencana. Peta overlay antara peta kerentanan
dengan peta ancaman bencana Gunung Galunggung menunjukkan Desa
Linggajati dan sebagian Desa Sinagar dan Desa Sukaratu termasuk kelas
kerentanan tinggi, hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut berada di sepanjang
daerah hilir Ci Kunir dan Ci Banjaran yang mana hulu dari kedua sungai tersebut
adalah kawah Gunung Galunggung. Kondisi ini berpotensi besar terhadap wilayah
tersebut terlanda material letusan gunung. Sementara Desa Cisaruni dan sebagian
besar Desa Mekarjaya serta sebelah tenggara Desa Sukaratu termasuk zona
kerentanan sedang. Hal itu karena wilayah tersebut tidak dialiri Ci Kunir dan Ci
Banjaran. Sehingga ancaman yang mungkin melanda tidak sebesar wilayah yang
berada di daerah hilir kedua sungai tersebut.
B. Saran
Secara keseluruhan karya tulis ini membahas tentang tingkat kerentanan
bencana yang mana hasilnya diringkas sebagaimana ada pada kesimpulan. Oleh
karena itu ada beberapa opini yang penulis rekomendasikan berkenaan dengan hal
tersebut, diantarnya:
1. Perlu ditingkatkannya penerapan mitigasi bencana meliputi usaha sosialisasi
dan simulasi kebencanaan dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat terhadap ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi mengingat
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Perlu membuat zonasi wilayah yang harus dikosongkan dari aktivitas
penduduk untuk mengendalikan pertumbuhan pemukiman agar tidak sampai
terlalu dekat dengan sumber erupsi Gunung Galunggung.
3. Gunung Galunggung merupakan salah satu destinasi wisata yang terkenal di
Kabupaten Tasikmalaya hal itu menyebabkan banyak wisatawan yang datang
ke kawasan pariwisata Gunung Galunggung. Oleh karena itu, perlu adanya
informasi yang terpadu serta jalur evakuasi yang jelas yang disediakan oleh
pengelola kawasan pariwisata tersebut untuk menjamin kenyamanan dan
keamanan wisatawan.
4. Bagi peneliti selanjutnya, karya tulis ini dapat dijadikan acuan untuk meneliti
tingkat kesiapsiagaan masyarakat di wilayah penelitian yang sama sehingga
penelitiannya dapat dikembangkan untuk mengkaji resiko bencana letusan
Gunung Galunggung.
5. Bagi bidang pendidikan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
sumber informasi mengenai kebencanaan khususnya bencana letusan Gunung
Galunggung. Serta memotivasi pendidik khususnya pendidik geografi untuk
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Daftar Pustaka
Abdul Rahman, R.(2010). Penentuan Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunung
Gamalama di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Buletin Geologi Tata
Lingkungan.20 : 123-136
Badan Geologi.(2011). Data Dasar Gunung Api Indonesia. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral:Bandung.
Bagoes Mantra, I.(2008). Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
BAPPENAS (2010). Evaluasi Pelayanan Keluarga Berencana Bagi Masyarakat
Miskin. Jakarta : Direktorat Kependudukan.
Hendrik Boby Hentarto.(2012) Lempeng Tektonik Indonesia.[online]. Tersedia di:
http://geoenviron.blogspot.com/2012/09/lempeng-tektonik
indonesia.html.[diakses [24 Februari 2014].
Kusumadinata.(1986). Data Dasar Gunung Galunggung. Direktorat Vulkanologi
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral:Bandung.
Noor, Djauhari (2012). Mitigasi Bencana Geologi. Tidak Diterbitkan.
Peraturan Kepala BNPB No.2.(2012). Pedoman Umum Pengkajian Resiko
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Galunggung Jawa Barat.(1996).
Direktorat Vulkanologi : Bandung.
Rafi’I, S. (1995). Meteorologi dan Klimatologi. Bandung : Angkasa.
Simandjuntak. (2009). Tektonika . Pusat Survei Geologi : Bandung.
Sugiyono.(2010). Statistika Untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta
Suta Widjaja, I.(2007). Menyelamatkan Alam Sunda. Yayasan Pusat Studi Sunda :
Bandung.
Tika, Moh.P.(2005). Metode Penelitian Geografi.Jakarta:Bumi Aksara
Undang –Undang No.24. (2007). Penanggulangan Bencana. Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia: Jakarta
Wirakusumah, D. (2007). Informasi Geologi Lingkungan untuk Penataan Ruang
dan Pengembangan Wilayah di Indonesia. Badan Geologi Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral: Bandung.
Rijal Wittiri, S.(2007). Gunung Api Indonesia. Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral:Bandung.
Sumber Data:
Kecamatan Padakembang Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika.
Kecamatan Sukaratu Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistika.
PDRB Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010-2012.
Noneng Nita Kardinasari, 2014
Tingkat kerentanan bencana letusan gunung api galunggung di kabupaten Tasikmalaya
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 Kecamatan Padakembang.
Data Lahan Produktif Kecamatan Sukaratu Tahun 2013. BPP Kecamatan
Sukaratu.