• Tidak ada hasil yang ditemukan

RKPD Kota Bogor 2013 bab03 rancangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RKPD Kota Bogor 2013 bab03 rancangan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

105

BAB I I I

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBI JAKAN

KEUANGAN DAERAH

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kota Bogor

Salah satu indikator perkembangan ekonomi suatu daerah adalah Laju

Pertumbuhan PDRB. I ndikator ini menunjukkan perkembangan / pertumbuhan

produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Untuk

lebih jelas melihat Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor menurut Sektor Lapangan

Usaha disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009 – 2010 ( % )

Kode

Sektor Lapangan Usaha

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2009*) 2010**) 2009*) 2010**)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Pertanian

Pertambangan & Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Angkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

7,83

7,91

20,18

14,37

13,65

14,50

28,46

18,80

10,64

7,95

8,02

19,72

14,74

13,87

15,46

25,57

20,18

10,87

3,19

1,20

6,34

6,87

4,10

5,08

7,29

7,65

5,25

3,22

1,54

6,38

6,95

4,12

4,98

7,44

7,87

5,40

PRODUK DOMESTI K REGI ONAL BRUTO 17,98 18,19 6,01 6,07

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
(2)

106

Untuk melihat perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB pada kurun waktu

2006 - 2010 disajikan pada grafik 3.1

.

Sumber : BPS Kota Bogor

Dari grafik 3.1. terlihat bahwa pada tahun 2006 Laju Pertumbuhan PDRB

Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan angka positif sebesar 17,21 persen,

sebaliknya Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan hanya

mencapai 6,03 persen.

Dapat kita perhatikan dari tahun ke tahun harga relatif meningkat dan

stabil maka perlahan keadaan mulai membaik dan telah terjadi peningkatan

produk riil di tahun 2010 jika dibandingkan keadaan pada tahun 2006.

Untuk melihat perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB antar Sektor Tahun

(3)

107

Sumber : BPS Kota Bogor

Berdasarkan grafik 3.2 terlihat bahwa untuk PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi merupakan Sektor yang paling tinggi

pertumbuhannya yaitu sebesar 25,57 persen dan Sektor yang

pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertanian sebesar 7,95 persen

diikuti Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 8,02 persen.

Dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Sektor Keuangan, Persewaan

dan Jasa Perusahaan paling tinggi pertumbuhannya yaitu 7,87 persen dan

sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah Sektor Pertambangan

dan Penggalian yaitu 1,54 persen diikuti Sektor Pertanian dan Sektor

Bangunan masing-masing sebesar 3,22 persen dan 4,12 persen.

PDRB Atas Dasar Harga Konstan mencerminkan perubahan PDRB tanpa

dipengaruhi oleh harga yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Untuk itu jika dilihat berdasarkan PDRB At as Dasar Harga Konstan, sub

Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sub Sektor Bank,

Lembaga Keuangan bukan Bank, Jasa Penunjang Keuangan, Sewa

7.95 8.02

19.72 14.74

13.87 15.46

25.57 20.18

10.87

3.22 1.54

6.38 6.95 4.12

4.98 7.44

7.87 5.4

1. Pertanian 2.Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Sewa&Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Antar Sektor Tahun 2010 (%)

(4)

108

Bangunan, Jasa perusahaan dengan angka pertumbuhan masing-masing

sebesar 1,38; 12,20; 11,29 dan 6,55 persen.

Untuk lebih jelasnya gambaran kemajuan ekonomi suatu daerah biasanya

dilakukan pengelompokkan Sektor ekonomi yang terdiri atas :

1. Sektor Primer

, yaitu Sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau

bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam

seperti tanah dan deposit di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini

adalah Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan dan Penggalian.

2.

Sektor Sekunder

, yaitu Sektor yang mengolah bahan mentah atau

bahan baku baik berasal dari Sektor Primer maupun dari Sektor Sekunder

menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Sektor ini mencakup Sektor

I ndustri Pengolahan; Sektor Listrik, Gas dan Air Minum dan Sektor

Bangunan (Konstruksi).

3.

Sektor Tersier

atau dikenal sebagai Sekt or Jasa, yaitu Sektor yang

tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk Jasa.

Sektor yang tercakup adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran,

Sektor pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan serta Sektor Jasa-jasa.

Bila Lapangan Usaha dikelompokkan ke dalam kelompok Sektor Primer,

Sekunder dan Tersier, maka Laju Pertumbuhan Kota Bogor Atas Dasar Harga

Berlaku tahun 2010, masing-masing 7,95 persen, 18,44 persen dan 18,10

persen. Pengaruh harga yang cenderung meningkat dan tinggi di Sektor

Sekunder, yaitu Sektor I ndustri Pengolahan mengakibatkan Laju

Pertumbuhan Sektor Sekunder cukup tinggi.

Sedangkan Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2010

masing-masing 3,21 persen, 6,02 persen dan 6,11 persen.

Dari komposisi Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan ini

menunjukkan bahwa jika tanpa dipengaruhi oleh harga maka telah terjadi

(5)

109

Pertumbuhan Sektor Sekunder menunjukkan laju yang tinggi yaitu seperti

pada tahun 2006, Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder 5,44 persen

sedangkan Sektor Primer sebesar -2,28 persen dan Sektor Tersier 6,45

persen. Pada tahun 2007, Sektor yang pertumbuhannya tercepat adalah

Sektor Tersier (sektor Perdagangan, hotel dan Restoran, Pengangkutan dan

Komunikasi, Keuangan Perusahaan dan Jasa perusahaan, dan Jasa-Jasa).

Sejak tahun 2007 hingga 2008, Sektor tersier mengalami laju pertumbuhan

tercepat yaitu masing-masing sebesar 6,20 dan 6,02 persen, disusul sektor

Sekunder dan Primer, Sedangkan tahun 2009 hingga 2010 sektor tersier

mengalami pertumbuhan tercepat yaitu sebesar ; 6,05 dan 6,11 kemudian

disusul oleh sektor sekunder dan primer masing-masing sebesar 6.02 dan

3,21. Tampaknya peran serta masyarakat dalam bidang ekonomi telah

menunjukkan arah kepada proses yang diharapkan.

Untuk melihat Laju Pertumbuhan menurut Sektor Primer, Sekunder, dan

Sektor Tersier dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kelompok Sektor Tahun 2009 – 2010 ( % )

No. KELOMPOK SEKTOR

PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan

2009*) 2010**) 2009*) 2010**)

1

2

3

PRI MER

SEKUNDER

TERSI ER

7,83

18,67

17,68

7,95

18,44

18,10

3,17

5,98

6,05

3,21

6,02

6,11

PRODUK DOMESTI K REGI ONAL

BRUTO 17,98 18,19 6,01 6,07

*) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber : BPS Kota Bogor

Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder PDRB Atas Dasar Harga Berlaku pada

tahun 2006 menunjukkan laju tertinggi sebesar 18,12 persen yang diikuti

Sektor Tersier sebesar 16,82 persen dan Sektor Primer sebesar 7,45 persen.

(6)

110

Berlaku tertinggi ada pada Sektor Sekunder yaitu sebesar 18,44.

Laju Pertumbuhan Sektor Tersier Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2006

sebesar 16,82. Namun pada tahun 2007 hanya sebesar 17,49 persen dan

terus mengalami kenaikan laju pertumbuhan pada tahun-tahun berikutnya

yaitu sebesar 17,70 persen pada tahun 2008, 17,68 persen pada tahun 2009

dan 18,10 persen di tahun 2010.

Ketika keadaan ekonomi mulai berangsur normal, pada tahun 2006 Sektor

Sekunder memperlihatkan laju sebesar 18,12 persen dan 18,88 persen tahun

2007. Namun pada tahun 2008, laju pert umbuhannya lebih besar yaitu

sebesar 18,38 persen dan naik kembali di tahun 2009 sebesar 18,67 persen

sedangkan pada tahun 2010 kembali sedikit menurun menjadi sebesar 18,44

persen.

Laju Pertumbuhan Sektor Tersier Atas Dasar Harga Berlaku dari tahun 2006

tumbuh yaitu sebesar 16,82 kemudian 17,49 persen pada tahun 2007 dan

17,70 persen pada tahun 2008 serta tahun 2009 turun sebesar 17,68 persen,

kemudian sedikit mengalami kenaikkan sebesar 18,10 persen di tahun 2010.

Untuk tahun 2010 Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder Atas Dasar Harga

Berlaku tahun 2010 tumbuh dengan angka pertumbuhan tertinggi

dibandingkan sektor lainnya sebesar 18,44 persen kemudian diikuti sektor

tersier sebesar 18,10 persen dan yang terakhir sektor primer sebesar 7,95

persen.

Untuk Laju Pertumbuhan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (umumnya

disebut “Laju Pertumbuhan Ekonomi” / LPE ) yang tidak dipengaruhi harga,

terlihat bahwa untuk lima tahun terakhir Laju Pertumbuhan Sektor Primer

lebih rendah dibandingkan Sektor lainnya.

Laju Pertumbuhan Sektor Sekunder (I ndustri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air

Minum serta Bangunan) pada tahun 2006 sebesar 5,44 persen, pada tahun

2007 sebesar 5,95 persen dan pada tahun 2008 sebesar 5,95dan 2009

sebesar 5,98 persen. Pada tahun 2010 laju pertumbuhannya sebesar 6,02

(7)

111

Pada tahun 2006 laju pertumbuhan Sektor Sekunder sebesar 5,44 persen,

lebih rendah dari angka pertumbuhan secara umum 6,03 persen.Begitu pun

pada tahun 2007 memperlihatkan laju pertumbuhannya sebesar 5,95 persen,

lebih rendah dari angka pertumbuhan secara total sebesar 6,09 persen.

Sedangkan untuk tahun-tahun berikutnya Laju Pertumbuhan Sektor

Sekunder lebih kecil dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), yaitu sebesar

6,02 persen dimana LPE 2010 adalah 6,07 persen.

Keadaan pada tiga tahun terakhir ini cukup baik, terlihat dari peningkatan

Laju Pertumbuhan yang cukup cepat untuk Sektor Sekunder dan Tersier.

Untuk Sektor Primer (Sektor Pertanian) di Kota Bogor, walaupun bukan

Sektor yang memberikan kontribusi Utama bagi PDRB kota Bogor, bahkan

jika dibandingkan Sektor Sekunder dan Sektor Tersier lainnya dimana

kontribusi Sektor Primer kecil, kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena

lebih digalakkannya Agro I ndustri dan peningkatan pelayanan jasa-j asa dan

perdagangan di Kota Bogor.

3.1.2.

Tantangan dan Prospek Perekonomian Kota Bogor

Berbagai tantangan yang akan dihadapi Kota Bogor di tahun 2012 tentunya

tidak terlepas dari perekonomian nasional dan Propinsi Jawa Barat yang masih akan

dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengelolaan arus modal (capital inflow) dan

nilai tukar (exchange rate) dimana harga-harga komoditas terus merangkak naik.

Disisi lain adanya pasar bebas akan mempengaruhi industri kecil di Kota Bogor

dalam melakukan persaingan. Persaingan ini tidak hanya dalam hal produk tapi

juga menyangkut factor produksi diantaranya SDM di Kota Bogor. Tingkat

pengangguran dan kemiskinan yang masih cukup tinggi juga akan terus mewarnai

tantangan perekonomian Kota Bogor di tahun 2013. Hal inilah yang turut

berpengaruh terhadap perekonomian Kota Bogor. Pada tahun 2013 perekonomian

Kota Bogor diperkirakan akan lebih baik dan diharapkan dapat tumbuh mencapai

6,0-6,5% .

Pencapaian I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor tahun 2010, tahun 2011

(8)

112

Tabel 3.3

I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor Tahun 2010-2012.

I ndikator

Tahun

2010

* 2011

* * 2012

Jumlah Penduduk (jiwa) 950.334 967.398 985.002

Kepadatan Penduduk (per Km2) 8.020 8.164 8.312

Tingkat Kemiskinan (% ) 17,20%

(40.876 RTS)

15,57% (39.487 RTS)

9,05% ( 17,188 RT kel I

PPLS 2011 )

I PM 75,75 76,08 76,24

a.I ndeks Pendidikan 87,60 87,76 87,80

- Angka Melek Huruf (% ) 98,77 98,79 98,83

- Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,79 9,85 9,86

b.I ndeks Kesehatan 73,12 73,26 73,42

- Angka Harapan Hidup (tahun) 68,87 68,96 69,05

c. I ndeks Daya Beli 66,53 67,21 67,50

- Purchasing Power Parity (Rp) 647,890 650,830 652,090

Laju Pertumbuhan Penduduk (% ) 2,70 1,8 1,82

Pengangguran terbuka (% ) 17,20 10,31 10,25

Laju Pertumbuhan Ekonomi (% ) 6,07 6,30 6,31

PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) 14.070.351,26 16.459.940,44 18.103.221.00

Jumlah I nvestasi (Juta Rp) 977.295. 7.645.526,589 1.112.295,00

I nflasi (% ) 6,57 2,85 3,01

Sumber : BPS 2011

Sedangkan perbandingan I ndeks Pembangunan Manusia (I PM) Kota Bogor

dan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 – 2012 adalah sebagaimana tertuang pada

tabel 3.4

Tabel 3.4

Perbandingan I ndeks Pembangunan Manusia ( I PM) Kota Bogor dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009- 2011

Keterangan 2010 2011 * 2012

Jabar Bogor Jabar Bogor Jabar Bogor

I ndeks Kesehatan 72,00 73,12 72,1 73,26 73,50 73,42 I ndeks Pendidikan 81,67 87,60 81,8 87,76 82,41 87,80 I ndeks Daya Beli 62,57 66,53 62,8 67,21 64,18 67,50

I PM 72,08 75,75 72,3 76,08 73,37 76,24

(9)

113

Adapun proyeksi I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor tahun 2012 dan

Rencana Pencapaian I ndikator Makro Ekonomi berdasarkan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah pada tahun 2014 adalah sebagaimana pada tabel 3.5

Tabel 3.5

Proyeksi I ndikator Makro Kota Bogor Tahun 2013 dan Tahun 2014

I ndikator Tahun

* * 2013

RPJMD 2014

Jumlah Penduduk 1.019.841 1.158.992

Tingkat kemiskinan 14,57% 14,61%

I PM 76,71 80,73

a. I ndeks Pendidikan 88,05 -

Angka Melek Huruf (% ) 99,01 99,66

Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 9,92 12.00

b. I ndeks Kesehatan 73,55

- Angka Harapan Hidup (tahun) 69,13 74,5

c. I ndeks Daya Beli 68,68 -

 Purchasing Power Parity (Rp) 657,210 647,50

Laju Pertumbuhan Penduduk (% ) 2,34 2,71

Pengangguran terbuka (% ) 9,7% 4,91

Laju Pertumbuhan Ekonomi (% ) 6,11 6,43

PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) 19,910,558.71 -

Jumlah I nvestasi (Juta Rp) 1,118,606.55 1.386.930,00

I nflasi (% ) 6 6

Sumber :BPS RPJMD 2010-2014

3.2

Arah Kebijakan Keuangan Daerah

3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 13,

pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun terkait.

Pendapatan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005

tentang Dana Perimbangan dikelompokkan atas :

1. PAD, yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan

(10)

114

umumnya terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang Sah;

2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari dana penerimaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada

daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana perimbangan terdiri dari

dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus;

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah, dana darurat, DBH

pajak dari provinsi kepada kabupaten/ kota, dana penyesuaian dan otsus,

serta bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemda lainnya.

Berdasarkan data series kurun waktu 2009-2011, secara keseluruhan

pendapatan daerah mengalami peningkatan dengan persentase kenaikan

berfluktuatif. Secara persentase dan nominal hanya kelompok komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang secara konsisten mengalami kenaikan, begitu

juga dengan kelompok dana perimbangan yang menunjukkan kecenderungan

peningkatan baik secara nominal dan persentase kontribusi terhadap pendapatan

daerah, seperti terlihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6

Realisasi dan Proyeksi/ Target Pendapatan Kota Bogor Tahun 2010 – 2013

No U R A I A N APBD 2010 APBD 2011 APBD 2012 TARGET 2013

PENDAPATAN ASLI

DAERAH 127,488,089,831 230,449,644,620

211,013,607,190

268,267,276,130 1 Pajak Daerah 66,504,761,353 165,396,746,064

150,067,564,000

204,322,564,000

2 Retribusi Daerah 34,681,146,445 35,950,801,655

32,817,618,220

35,635,984,514

3

Bagian Laba Usaha

Daerah 15,137,968,088 13,784,056,944

16,876,875,944 16,036,153,034 4 Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah 11,164,213,945 15,318,039,957

11,251,549,026

12,272,574,582

DANA PERIMBANGAN 584,537,928,387 602,216,655,331

721,345,136,654

673,968,450,877 1 Bagi Hasil Pajak 129,983,594,372 96,840,262,806

30,008,645,468

2 Bagi Hasil Bukan Pajak 18,704,027,015 23,963,108,525

25,193,205,409

3

Bagian Dana

Perimbangan 435,850,307,000 481,413,284,000

618,766,600,000

4

4

Bagi Hasil Pajak/Bukan

Pajak - -

102,578,536,654

-

5 Dana Alokasi Umum - -

603,531,550,000

-

6 Dana Alokasi Khusus - -

15,235,050,000

-

(11)

115

Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah 180,173,427,147 308,971,864,020

278,513,198,387

171,554,053,040 1 Bagi hasil Pajak Propinsi 74,603,608,447 99,788,359,235

100,287,034,327 80,008,704,000 2 Lain-lain pendapatan

daerah yang sah 49,448,383,700 158,204,655,240

89,545,349,040

3 Pendapatan hibah 2,999,965,000 10,499,965,000

2,000,000,000

2,000,000,000

4

Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemerintah

Daerah lainnya 53,121,470,000 40,478,884,545

86,680,815,020

-

5

Tunjangan Tambahan Penghasil Sertifikasi dan

Non Sertifikasi Guru - -

-

-

6

Dana Bagi Hasil Cukai, Hasil Tembakau

(DBHCHT) - -

-

-

Dana Penyesuaian dan

Otonomi Khusus

89,545,349,040

-

JUMLAH 892,199,445,365 1,141,638,163,971

1,210,871,942,231

1,113,789,780,047

Dari berbagai komponen pendapatan daerah, sumber utama penerimaan

daerah yang berpotensi besar adalah pajak restoran,menunjukkan peningkatan.

Dari tahun ke tahun penerimaan dari pajak daerah menunjukkan tren

meningkat. Hal ini, antara lain disebabkan adanya potensi komponen dana bagi

hasil pajak bersumber dari Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB)

yang diserahkan kepada Kabupaten/ Kota dan dengan ditetapkannya

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,

sehingga terjadi pelimpahan kewenangan pemungutan pajak dari Provinsi ke

Kabupaten / Kota, yaitu untuk Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 tentang

Pajak Air Tanah, dimana setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah

dikenakan pajak sebesar 20% dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dimana dikenakan pajak sebesar

5% . Sedangkan komponen Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

(DAK) masih memperlihatkan tren yang stabil.

(12)

116

3.2.2

Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.

Kebijakan Keuangan Daerah tahun anggaran 2013 yang merupakan potensi

daerah dan sebagai penerimaan Kota Bogor sesuai urusannya diarahkan melalui

upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah

dan dana perimbangan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor

untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah:

1. Memantapkan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah;

2. Meningkatkan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi;

3. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah

dengan Pemerintah Pusat, Provinsi dan SKPD Penghasil;

4. Meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam upaya peningkatkan

kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah;

5. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah;

6. Meningkatkan peran SKPD Penghasil dalam peningkatan pelayanan dan

pendapatan.

7. Meningkatkan pengelolaan asset dan keuangan daerah.

8. Memberikan penghargaan kepada Kecamatan dan Kelurahan yang memenuhi

atau melebihi target pencapaian PBB, berupa penambahan biaya operasional.

Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan Dana Perimbangan

sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah adalah sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan upaya intensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi

Dalam Negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21;

2. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya sebagai dasar perhitungan

pembagian dalam Dana Perimbangan;

3. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan Dana

Perimbangan.

3.2.3. Arah Kebijakan Belanja Daerah

Belanj a Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan kota yang terdiri dari urusan wajib,

(13)

117

dilaksanakan bersama, termasuk penanganan 4 program prioritas Kota Bogor yaitu:

Transportasi, Kebersihan, Pedagang Kaki Lima dan Kemiskinan.

Belanj a daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 merupakan

semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih

dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat dua

jenis belanja menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah

dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011, yaitu belanja tidak langsung dan

belanja langsung.

Belanj a tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan

secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja

pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan

keuangan, dan belanja tidak terduga.

Belanj a langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara

langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanj a

barang dan jasa, dan belanja modal.

Dalam menentukan besaran belanja yang dianggarkan senantiasa akan

berlandaskan pada prinsip disiplin anggaran, yaitu prinsip kemandirian yang selalu

mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi

daerah, prinsip prioritas yang diartikan bahwa pelaksanaan anggaran selalu

mengacu pada prioritas utama pembangunan daerah, prinsip efisiensi dan

efektifitas anggaran yang mengarahkan bahwa penyediaan anggaran dan

penghematan sesuai dengan skala prioritas.

Belanj a penyelenggaraan diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,

kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan

sistem jaminan sosial.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan publik,

pemanfaatan alokasi belanja diupayakan agar bisa efisien, efektif, dan

proporsional.

Berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah tahun 2012

(14)

118

hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap

Satuang Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pelaksanaan tugas, pokok dan

fungsinya. I ni bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran

serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam belanja

program/ kegiatan. Kebijakan belanja daerah tahun 2013 tetap diarahkan untuk

mendukung peningkatan I PM, diperlukan perencanaan kegiatan-kegiatan yang

berorientasi pencapaian I PM. Dengan perencanaan anggaran yang konsisten dan

fokus, diproyeksikan pencapaian 80,73 diarahkan untuk memperkuat bidang

pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan suprastruktur.

Kebijakan belanj a daerah tahun 2013 diupayakan dengan pengaturan pola

pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, antara lain melalui:

1 Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus

dilakukan peningkatan program-program yang berorientasi pada masyarakat.

2 Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran

yang berbasis kinerja dengan pendekatan program pembangunan yang

disertai system pelaporan yang makin akuntabel.

3 Mengalokasikan anggaran untuk 4 (empat) prioritas Pembangunan:

Kemiskinan, Transportasi, PKL, Kebersihan;

4 Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja

daerah tahun 2013 tidak termasuk alokasi anggaran untuk kegiatan yang

belum selesai tahun sebelumnya (multi years), dalam rangka peningkatan

indeks pendidikan meliputi Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah

(AMH dan RLS), sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

5 Meningkatkan alokasi anggaran untuk kesehatan, menuju 10% sesuai UU

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan kualitas dan

aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka peningkatan indeks

kesehatan masyarakat, terutama untuk keluarga miskin serta kesehatan ibu

(15)

119

6 Sesuai dengan I npres Nomor 3 Tahun 2010, tentang pembangunan yang

berkeadilan, yang bertujuan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan

dan pencapaian target MDGs.

7 Mengalokasikan kebutuhan belanja fixed cost, regular cost, dan variable cost

secara terukur dan terarah.

8 Dalam upaya meningkatkan kinerja BUMD Kota Bogor, maka dialokasikan dana

penyertaan modal kepada BUMD dalam anggaran APBD 2012 sesuai dengan

kebutuhan dan ketersediaan dana.

9 Peningkatan efektivitas penggunaan dana PPMK dan PNPM P2KP oleh

masyarakat dalam mendukung kualitas pelayanan publik dan sinkronisasi

implementasi antara rencana pembangunan Kota Bogor dengan masyarakat

melalui kelurahan;

a. Berdasarkan hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber pendapatan

daerah dan realisasi serta proyeksi pendapatan daerah 3(tiga) tahun

terakhir, arah kebijakan belanja daerah, dituangkan dalam table 3.7

sebagai berikut:

Tabel 3.7

Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah

BELANJA DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG

Belanja Pegawai 467,833,382,206.00 521,744,732,314.00 606,265,084,594.00 636,578,338,823.70

belanja Bunga - 1,244,494,845.00 2,016,207,000.00 2,117,017,350.00

Belanja Hibah 15,825,365,924.00 27,885,445,000.00 20,425,297,000.00 21,461,561,850.00

Belanja Subsidi 1,437,035,600.00 - 0.00

Belanja Bantuan Sosial 88,100,168,167 58,152,948,380.00 - 0.00 Belanja bagi Hasil kepada

Prop/Kab/Kota / Pemdes 0.00

Belanja Bantuan Keuangan kepada Propinsi/Kab./Kota dan

Pemdes 12,132,500,000.00 935,731,977.00 935,731,977.00 982,518,575.85

Belanja Bantuan kepada Partai

Politik 0.00

Belanja Tidak Terduga 2782968160 4,500,000,000.00 6,337,215,768.00 6,654,076,556.40

JUMLAH BELANJA TIDAK

LANGSUNG 586,674,384,457 615,900,388,116.00 635,979,536,339.00 667,778,513,155.95

JUMLAH BELANJA LANGSUNG 370,008,420,485 4 20,921,900,086 643,246,909,247.00 675,409,254,709.35 JUMLAH BELANJA DAERAH 956,682,804,942 1,036,822,288,202 1,279,226,445,586.00 1,343,187,767,865.30 U R A I A N APBD 2010 (Rp) APBD 2011(Rp) APBD 2012 (Rp) TARGET 2013 (Rp)

(16)

120

3.2.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

3.2.4.1

Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Daerah

Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang bertujuan menutupi

selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Pembiayaan. Jika Pendapatan

Daerah lebih kecil dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit

dan harus ditutupi dengan Penerimaan Daerah. Jika Pendapatan Daerah lebih besar

dari Belanja Daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus dan harus

digunakan untuk Pengeluaran Daerah. Oleh sebab itu, Pembiayaan Daerah terdiri

Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.

Pembiayaan daerah dalam kurun waktu 2011-2012, memperlihatkan bahwa

penerimaan pembiayaan selama ini hanya bersumber dari sisa lebih perhitungan

anggaran tahun sebelumnya (SiLPA). Besaran SiLPA yang relative besar ini,

terutama disebabkan over target pendapatan dan efisiensi penggunaan anggaran.

Besaran SiLPA menunjukkan tren menurun, yang dapat diartikan bahwa, disparitas

antara perencanaan pendapatan dan belanja daerah dengan pelaksanaannya yang

semakin mengecil menunjukkan bahwa proses perencanaan dilaksanakan dengan

lebih cermat sehingga akan lebih baik pada tingkat pelaksanaannya.

Kebijakan pembiayaan dirumuskan berdasarkan asumsi bahwa kebutuhan

pembangunan daerah yang semakin meningkat akan berimplikasi pada

kemungkinan terjadinya defisit anggaran. Untuk itu perlu dilakukan antisipasi dan

dapat ditempuh melalui:

a. Sisa Lebih Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) dipergunakan sebagai sumber

penerimaan pada APBD tahun berikutnya dan rata-rata SilPA akan diupayakan

semakin menurun sebagai akibat dari optimalnya penganggaran dan

pelaksanaan kegiatan. Rata-rata SiLPA diupayakan maksimum 5 % dari APBD

tahun sebelumnya.

b. Penerimaan Pinjaman Daerah dari dalam maupun luar negeri melalui penerbitan

obligasi daerah ataupun bentuk pinjaman lainnya untuk membiayai

pembangunan infrastruktur publik terutama pelayanan air minum.

c. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari

pencairan dana cadangan, peruntukkan waktu penggunaan dan besarnya

(17)

121

sedangkan penerimaan hasil bunga/deviden dana cadangan dianggarkan pada

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Adapun realisasi dan proyeksi Penerimaan pembiayaan daerah tahun

anggaran 2009- 2012 sebagaimana tabel 3.8 dibawah ini :

Tabel 3.8

Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sum ber : BPKAD Kot a Bogor

3.2.4.2

Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Daerah

Realisasi dan proyeksi pengeluaran pembiayaan Daerah sepert i pada

tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Realisasi dan Proyeksi Pengeluaran Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2010-2013

Sumber : BPKAD Kota Bogor

PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya

154,938,553,017.00 96,500,774,205.00 130,377,428,355.00 96,500,774,205.00 Penerimaan Pencairan Dana

Cadangan 32,000,000,000.00 - 500,000,000.00 525,000,000.00

Penerimaan Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 24,530,000,000.00 525,000,000.00

JUMLAH PENERIMAAN

PEMBIAYAAN DAERAH 186,938,553,017.00 145,763,174,205.00 155,407,428,355.00 97,550,774,205.00

U R A I A N APBD 2010

(Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

TARGET 2013 (Rp)

PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH

Pembentukan Dana Cadangan

(pemilu) - - 15,000,000,000.00 - Penyertaan Modal (Investasi)

Pemerintah Daerah 24,799,836,000.00 24,377,701,000.00 47,022,925,000.00 49,374,071,250.00

Pemberian Pinjaman Daerah 49,262,400,000.00 25,030,000,000.00 26,281,500,000.00

JUMLAH PENGELUARAN

PEMBIAYAAN DAERAH 24,799,836,000.00 73,640,101,000.00 87,052,925,000.00 75,655,571,250.00

U R A I A N

APBD 2010 (Rp)

APBD 2011 (Rp)

APBD 2012 (Rp)

Gambar

Tabel  3.1
Grafik 3.2  Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Antar Sektor
Tabel  3.3 I ndikator Makro Ekonomi Kota Bogor Tahun 2010-2012.
Tabel  3.5 Proyeksi I ndikator Makro Kota Bogor Tahun 2013 dan Tahun 2014
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri dan ketakutan terhadap kegagalan dapat menjadi prediktor bagi tinggi rendahnya prokrastinasi pada mahasiswa, karena itu

Untuk melihat hubungan antara kadar trombosit, hematokrit dan leukosit dengan kejadian syok pada pasien DBD yang dirawat di beberapa Rumah Sakit di Makassar pada

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dalam pengembangan modul matematika berbantu flipbook maker dan prezi dengan menggunakan model kooperatif teknik

Sedangkan jenis lainnya menunjukkan adanya kemampuan untuk dapat hidup di berbagai habitat sehingga dijumpai di hutan primer, hutan sekunder, belukar dan kebun pinus walaupun

Jadi dapat disimpulkan bahwa Executive Information System (EIS) adalah sebuah sistem berbasis komputer yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendukung informasi

Asumsi sederhana yang dijadi- kan pijakan membangun gagasan dalam tulisan ini adalah prospek demokrasi seiring dengan di- berlakukannya otonomi daerah yang sangat ditentukan

Untuk lebih sistematik, maka kami akan merumuskan masalah pokok yang akan di bahas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut “ Bagaimana kinerja keuangan Koperasi

Proyek PembangunanPasar Sangkrah Surakarta secara umum diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat dan juga meningkatkan keamanan maupun kenyamanan.