TINGGI
SKRIPSI
Oleh :
YUDDA ARIEF WIBOWO NPM : 0633010041
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
caseolaris) DALAM PEMBUATAN COOKIES BERSERAT
TINGGI
Disusun oleh : YUDDA ARIEF WIBOWO
NPM. 0633010041
Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Pada tanggal 17 Febr uar i 2012
Tim Penguji : Dosen Pembimbing :
1. Ir . Latifah, MS 1. Ir . Ulya Sar ofa, MM
NIP. 19570307 198603 2 011 NIP. 19630516 198803 2 001
2. Ir . Ulya Sar ofa, MM 2. Ir . Tr i Mulyani, MS
NIP. 19630516 198803 2 001 NIP. 19511129 198503 2 001
3. Rosida, STP, MP NIP. 3 7012 97 0159 1
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Industr i Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran“
J awa Timur
Jln. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Telp. (031)8782179, Fax (031)878257 SURABAYA 60294
KETERANGAN REVISI
Yang bertanda tangan mahasiswa dibawah ini : Nama : Yudda Arief Wibowo NPM : 0633010041
Jurusan : Teknologi Pangan
Telah Mengerjakan (Revisi / Tidak Ada Revisi*) Laporan Penelitian dengan judul :
PEMANFAATAN TEPUNG AMPAS MANGROVE (Sonneratia
caseolaris) DALAM PEMBUATAN COOKIES BERSERAT
TINGGI
Surabaya, 17 Februari 2012
Dosen Penguji Yang Memerintahkan Revisi :
1. Ir . Latifah, MS ( ) 2. Ir . Ulya Sar ofa, MM ( )
3. Rosida, STP, MP ( )
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Ulya Sar ofa, MM Ir. Tri Mulyani, MS
NIP. 19630516 198803 2 001 NIP. 19511129 198503 2 001
Mengetahui,
Ka. Progdi Teknologi Pangan Staf P.I.A
memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi saya, sebagai syarat untuk menyelesaikan study kami di bidang Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
Adapun tujuan skripsi ini untuk membandingkan apa yang kami dapatkan di bangku kuliah sehingga diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman kami sebagai bekal jika kelak terjun ke masyarakat.
Dalam penyusunan laporan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Latifah, MS, selaku Kajur Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
3. Ibu Ir. Ulya Sarofa. MM berserta ibu Ir. Tri Mulyani, MS , selaku dosen pembimbing skripsi
4. Orang tua dan seluruh keluarga kami yang telah memberikan bantuan moril dan doanya selama melaksanakan laporan penelitian ini
Akhir kata penulis mengharapkan laporan ini dapat berguna bagi kita semua. Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini ada kesalahan dan kekurangan yang masih pelu diperbaiki. Untuk itu kami megharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Surabaya , 17 Febuari 2012
KATA PENGANTAR ... ... i
DAFTAR ISI ... ... iii
DAFTAR TABEL ... ...vi
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR LAMPIRAN...viii
INTISARI...ix
BAB I PENDAHULUAN………..1
A. Latar Belakang………...1
B. Tujuan...………...4
C. Manfaat...………...4
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA………..5
A. Mangrove ( Sonneratia Caseolaris )...………5
B. Proses Pembuatan Tepung Mangrove Sonneratia Caseolaris ...7
C. Pengertian Cookies...11
D. Bahan pendukung pembuatan cookies……….14
E. Tahap Proses Pembuatan Cookies...18
F. Analisa Keputusan...21
G. Analisa finansial...22
1. Break Event Point ( BEP )...23
2. Net Present Value (NPV)...23
H. Landasan teori...25
I. Hipotesa...27
BAB III METODE PENELITIAN ...………...………....28
A. Tempat dan waktu Penelitian...28
B. Bahan yang digunakan...28
C. Peralatan yang digunakan...28
D. Metode penelitian...29
1. Peubah berubah...29
2. Variabel tetap...30
3. Parameter yang diamati...31
E. Prosedur Penelitian...31
1. Pembuatan cookies...34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...36
F. Hasil analisa bahan baku………...36
G. Hasil analisa cookies………37
1. Kadar Air………...37
2. Kadar Protein...38
3. Kadar Lemak...40
4. Kadar Serat...42
H. Uji Organoleptik...44
I. Pemilihan perlakuan terbaik...48
J. Analisa keputusan...49
K. Analisa finansial...51
1. Kapasitas Produksi...51
2. Biaya Produksi...51
3. Harga Pokok Produksi...52
4. Harga Jual...52
5. Break Event Point...52
6. Net Present Value...53
7. Gross Benefit Cost Ratio...53
8. Internal Rate of Return...54
9. Payback Periode...54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...55
L. Kesimpulan...55
M. Saran...56
TINGGI
Yudda Ar ief Wibowo NPM. 0633010041
INTISARI
Permintaan terhadap produk makanan kesehatan seperti makanan bebas gula (sugar-free food), makanan rendah kalori (low calorie food) dan makanan kaya serat (high fibre food) meningkat dengan pesat. Kecenderungan ini didasarkan atas perannya dalam pencegahan penyakit hipertensi, diabetes, kanker usus, dan penyakit degeneratif lainnya. Berbagai sumber bahan berserat tinggi seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gum sekarang menjadi perhatian utama dalam pengembangan produk makanan tersebut. Oleh karena itu pemanfaatan tepung ampas mangrove (Sonneratia caseolaris) dari pengolahan sirup mangrove (Sonneratia caseolaris) menjadi cookies berkadar serat tinggi menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi tepung terigu dan tepung ampas mangrove dengan penambahan margarine terhadap kualitas cookies, penelitian ini mengunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) pola faktorial dengan 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I propersi tepung terigu : tepung ampas mangrove 15:85 (b/b), 30:70 (b/b), 45:55 (b/b). Faktor II penambahan margarine 40 % (v/b), 45 % (v/b), dan 50 % (v/b).
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan porpersi tepung terigu : tepung ampas mangrove 30:70 (b/b) dan penambahan margarine 45% (v/b) yang menghasilkan cookies dengan kriteria kadar air 3,9343%, protein 6,2745%, lemak 22,4180%, dan nilai serat kasar 3,4456%, total rangking kesukaan kerenyahan 148,5 ; warna 132,5 ; rasa 150,5.
A. Latar Belakang
Cookis merupakan kue kering yang renyah, tipis, datar (gepeng) dan
biasanya berukuran kecil ( Smith, 1972). Dalam standar industri Indonesia, cookies adalah makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang mengandung bahan dasar terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang teksturnya kurang padat. Bahan pembuat cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur dan bahan pendukung kerenyahan, bahan pembentuk struktur meliputi tepung, susu skim dan putih telur sedangkan bahan pendukung kerenyahan meliputi gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur. Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk yang lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas serta kenaikan nilai gizi ( Matz, 1972).
pada tepung terigu, maka perlu dilakukan terobosan baru dengan alternatif tepung lain selain tepung terigu . Salah satu alternatif baru adalah dengan pengunaan tepung ampas magrove (Sonneratia caseolaris).
Ada beberapa jenis mangrove yang dapat di konsumsi yaitu mangrove Avecenia, Mangrove Bruguera gymnorhyzza, Sonneratia
caseolaris , dan Mangrove Nipa frutican, di karenakan tidak mengandung
kadar tanin yang tinggi. Salah satu diantaranya adalah jenis Mangrove
Sonneratia caseolaris. Buah mangrove jenis tersebut yang sudah matang
bisa langsung dimakan karena sifat buah tersebut yang tidak beracun. Rasa dan aroma yang khas serta tekstur yang lembut membuat mangrove jenis tersebut bagus untuk diolah menjadi produk pangan yang dapat dikomsumsi oleh manusia antara lain sirup dan berbagai olahan produk makanan ringan seperti cookies dan kue kering. Buah mangrove mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang bisa dikonsumsi masyarakat pada umumnya seperti beras, jagung, singkong atau sagu (Kesemat, 2007).
Pada pembuatan cookies sangat dipengaruhi oleh penambahan margarine dan kuning telur. Untuk menghindari tektur yang keras perlu dilakuan penambahan margarine yang sesuai agar cookies yang dihasilkan bisa renyah, dikarenakan margarine berfungsi sebagai perangkap udara selama pencampuran adonan. Margarine juga berfungsi mengempukan,
merenyahkan dan meningkatkan citarasa produk (Desroiser,1988).
Tepung ampas mangrove Sonneratia caseolaris diambil dari pemanfaatan limbah pembuatan sirup mangrove Sonneratia caseolaris yang belum mendapatkan perhatian dan terbuang percuma, maka dilakukan proses yang dapat memberikan nilai ekonomis dengan cara melakukan proses penepungan dari limbah tersebut dan dijadikan olahan pangan berupa cookies sehinga inovasi ini dapat menjadikan nilai tambah dari produksen tersebut. Pengolahan sirup hanya mengambil flavor dan warna dari buah
Sonneratia caseolaris, maka hasil dari sisa pembuatan sirup membuat
tepung mangrove Sonneratia caseolaris yang akan dijadikan cookies menjadi tidak terasa sepet dan getir lagi, serta pembuatan cookies juga sangat di pengaruhi oleh penambahan margarine dan kuning telur.
Pemanfaatan buah mangrove ( Sonneratia caseolaris ) menjadi tepung belum mendapat perhatian dikalangan masyarakat umum termasuk juga tepung ampas mangrove, oleh karena itu pemanfaatan mangrove jenis ini sebagai bahan pangan masih sangat terbatas dan kurang bervariasi. Salah satu variasi produk yang dapat dibuat dari mangrove jenis ini adalah
cookies. Pembuatan cookies dari tepung ampas mangrove Sonneratia
yang mempunyai fungsi ganda dari bahan yang tak mempunyai nilai ekonomis menjadi punya nilai jual, sehingga dapat menjadi bahan alternatif untuk penganti bahan pangan yang semakin langka dan mahal, selain itu pula komposisi dalam cookies yang terbuat dari tepung ampas mangrove
Sonneratia caseolaris yang dimana salah satu nya terdapat kandungan serat
yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko serangan jantung.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung ampas mangrove (Sonneratratia caseolaris) dan margarine terhadap kualitas cookies Mangrove (Sonneratia caseolaris) yang di hasilkan 2. Mengetahui perlakuan terbaik dari penambahan tepung ampas
mangrove dan margarine terhadap cookies Mangrove (Sonneratia caseolaris) yang baik dan disukai konsumen. C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam meningkatkan nilai guna dan ekonomi mangrove (Sonneratia
A. Mangr ove ( Sonneratia caseolar is )
Mangrove ( Sonneratia caseolaris ) adalah salah satu jenis
pohon yang hidup di hutan mangrove. Mangrove (Sonneratia caseolaris) merupakan anggota dari komunitas mangrove yang tumbuh dan berkembang pada salinitas rendah, dan biasanya berada pada zona belakang atau diantara zona Nypa dan zona Rhizophora. Sonneratia caseolaris berada diantara 5-50% air laut dan memiliki toleransi yang baik terhadap perubahan salinitas (Smith dalam Kusmana et al. 2008). Mangrove (Soneratia caseolaris) memilki nama daerah Barembang (Sumatera Timur), Perpat merah, Rambai (Banjarmasin), Bogem (Sunda), Betah, Bidada (Jawa), Bughem, Boghem (Madura), Posi-posi merah (Ternate), dan Wahat merah (Ambon dan Sulawesi). Penyebaran Sonneratia caseolaris cukup luas mulai dari India sampai Papua New Guinea dan Australia bagian utara.
Klasifikasi mangrove (Sonneratia caseolaris) (L) Engler menurut Tomlinson (1986) dalam Kusuma et al (2008) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Phyllum Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo Myrtales Famili : Sonneratiaceae Genus
Gambar buah mangrove Sonneratia caseolaris dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :
Gambar 1. Buah Mangr ove ( Sonneratia Caseolaris ) (Mangrove Information Center 2009) Tumbuhan mangrove (Sonneratia caseolaris) (Linn Engler 1897) merupakan anggota dari komunitas mangrove yang tumbuh dan berkembang pada salinitas rendah, dan biasanya berada pada zona belakang atau diantara zona Nypa dan zona Rhizophora. Seringkali tanaman ini dapat dijumpai sampai jauh di pedalaman, terutama pinggiran sungai-sungai besar, misalnya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Mahakam, Sungai Siak, Sungai Musi dan sebagainya. Bahkan tanaman ini mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan tawar (Santoso et al. 2008).
B. Pr oses Pembuatan Tepung Ampas Mangr ove Sonneratia Caseolaris (Anonim,2010 )
Pembuatan tepung pada umumnya meliputi : proses sortasi bahan, pengupasan kulit, penyucian bahan, pemotongan menjadi ukuran yang lebih kecil, pengeringan, penghancuran dan pengayakan. Berdasarkan hasil survei lapangan dikelompok usaha tani Mangrove Wonorejo Surabaya, proses pembuatan tepung Mangrove dari ampas pembuatan sirup ( Sonneratia
caseolaris ) meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Sortasi buah
Mutu buah mangrove yang terbaik diperoleh dengan pemanenan yang dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Petunjuk yang digunakan untuk menilai tingkat kematanagan tersebut dari segi fisik adalah buah berwarna hijau tua, bagian bawah buah berwarna merah. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah layak untuk diolah dengan buah yang tidak layak.
2. Pemotongan buah
Pemotongan buah mangrove mejadi dadu dilakukan supaya mempermudah proses pelunakan pada saat perebusan berlangsung.
3. Pemarutan buah
4. Ampas sirup Sonneratia caseolaris
Ampas dari sirup di taruh di loyang dan diratakan hingga mempunya ketebalan yang tipis bertujuan untu proses pengeringan.
5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sehingga memperpanjang masa simpan produk dan menampung kelebihan hasil selama panen. Pengeringan adalah perpindahan cairan dari padatan oleh alat pemanas ( Desrosier, 1998 ).
Dalam pembuatan tepung Mangrove, pengeringan dilakukan dengan mengunakan sinar matahari selama 12 jam.
6. Penggilingan
Tujuan penggilingan adalah memperkecil ukuran bahan sehingga mudah untuk dilakukan pengayakan dalam pembuatan tepung serta penggilingan dilakukan dengan mengunakan blender.
7. Pengayakan
Pengayakan tepung bertujuan agar tepung yang dihasilkan mempunyai ukuran yang seragam dan mudah untuk diolah menjadi produk pangan sesuai yang diperlukan. Pada pembuatan tepung ampas mangrove, digunakan ayakan 80 mesh.
Diagram alir proses pembuatan tepung ampas mangrove (Sonneratia
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung ampas mangr ove Sonneratia caseolaris (Anonim, 2010)
Pemotongan buah
Pemarutan buah
Pemerasan sari buah
Pengilingan
Pengayakan 80 mesh
Tepung Ampas Mangrove Ampas Sonneratias
caseolaris
Pengeringan dengan sinar matahari
Buah mangrove pada umumnya memiliki kadar gizi yang cukup tinggi, walaupun dari segi rasa, rata-rata buah mangrove tidak bisa dikatakan manis. Adapun analisis proksimat dari buah Sonneratia caseolaris adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai proksimat buah mangrove (Sonneratia caseolaris)
Komponen Nilai %
Kadar Air 79,24
Kadar Abu 4,35
Kadar Lemak 0,89
Kadar Protein 1,17
Kadar Karbohidrat (by
difference)
14,35
Sumber: (Febrianti, 2010)
lokal. Untuk penelitian lebih lanjut bisa dihitung nilai kalorinya dengan menggunakan Bomb Kalorimeter.
Kadar serat kasar pada tepung mangrove Sonneratia caseolaris rata-rata sebesar 2,4371% untuk penepungan ampas mangrove. Hasil ini telah memenuhi syarat mutu tepung berdasarkan SII yaitu sebesar max 3%. Kadar
serat yang tinggi pada tepung buah mangrove Sonneratia caseolaris dapat meningkatkan nilai tambahnya karena serat dalam bahan makanan mempunyai nilai positif bagi gizi dan metabolisme pada batas-batas yang masih bisa diterima oleh tubuh yaitu sebesar 100 mg serat/kg berat badan/hari.
Hasil analisis kadar tanin rata-rata sebesar 25,2507mg tanin untuk penepungan ampas sirup mangrove. Hasil ini sangat aman untuk kandungan tanin dalam bahan makanan karena nilai ADI tanin sebesar 560 mg/kg berat badan/hari. Kadar tanin yang tinggi menyebabkan rasa pahit pada bahan makanan. Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan kontinyu (Sofro dkk., 1992).
C. Penger tian Cookies
Komposisi gizi yang terkandung dalam cookies tergantung dari bahan-bahan atau resep yang digunakan. Secara umum cookies mengandung komponen gizi seperti tercantum dalam tabel 2 cookies:
Tabel 2. Komposisi kimia cookies tiap 100 gram
Komponen Jumlah
Air (gr) Kalori (kkal) Karbohidrat (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (gr) Thiamin (gr) 2,2 458 75 6,9 12,4 62 87 2,7 0,09 Sumber: Anonymous (1983)
Mutu cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya ternyata juga ditentukan oleh cita rasa, warna, bau, dan kerenyahan yang terbuat dari tepung terigu tanpa penambahan bahan pencampur. Maka dari penjelasan tersebut ditunjukan oleh tabel 3, serta formula pembuatan cookies ditunjukan pada tabel 3, sebagai berikut:
Tabel 3. Standart mutu cookies ( SNI. 01.2973.1992 )
Kriteria Mutu Syarat
Kadar Air Protein Lemak Kadar Abu Serat Kasar Warna Aroma
Maksimum 5% Minimum 9% Minimum 9,5% Maksimum 1,5% Maksimum 0,5%
Normal Tidak Tengik Sumber: Anonymous (1983)
terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan. Menurut (Bloksma,1971) pembutan adonan cookies dilakukan dengan cara membuat krim telur gula serta shortening, garam dan baking powder. Selanjutnya ditambahkan tepung dan susu. Dalam pembuatan adonan bahan-bahan dicampur dan diaduk dengan
tujuan untuk membuat menjadi homogen dan masa bahan menjadi satu.. Tahap selanjutnya adalah pencetakan cookies yang dilakukan dengan membuat adonan menjadi lempengan dan menekan cetakan cookies diatasnya (Jennie,1982). Adonan yang telah dicetak tersebut selanjutnya dimasukan oven bersuhu 1800 C selama 20 menit ( Anonymous,1983).
Menurut Desrosier (1977), pemanggangan merupakan aspek yang sangat penting dari seluruh rangakaian yang mengarah pada produk yang berkualitas tinggi. Pada saat pemangangan akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Pada saat adonan dimasukan kedalam oven panas, terjadi kontak antara udara panas dengan bahan sehingga terjadi pengembangan volume dan tercapai sekitar 30 persen pengembangan.
2. Pengembangan cookies terjadi secara bertahap, tahap awalnya merupakan akibat adanya kontak panas dengan gas dalam adonan yang menybabkan naiknya tekanan dan terperangkap gas gluten. Selanjutnya gas mengembang dengan sendirinya sehingga volume cookies pun bertambah.
4. Saat suhu mencapai sekitar 540C, granula pati bertambah ukuranya dan terjadi pelepasan air gluten yang kemudian dipindahkan ke dalam sistem pati. Gelatinisai pati terjadi pada suhu 770C, yaitu awal pecahnya granula pati.
5. Disamping gelatinisasi pati, jaringan gluten mulai terdenaturasi.
Karena pemanggangan terjadi terus, maka pengembangan yang terjadi pada awal proses dimantapkan dan pelan-pelan kulit berubah warna menjadi cokelat keemasan, yang disertai dengan timbulnya aroma dan tekstur yang bagus.
D. Bahan pendukung pembuatan cookies 1. Gula
Winarno (1984), menyebutkan bahwa gula dalam pembuatan roti dan cookies digunakan untuk memberikan rasa manis dan memperbaiki tekstur. Jumlah gula yang tinggi membuat roti dan cookies mempunyai kerenyahan yang lebih baik dan agak basah. Selain itu cookies dengan kandungan gula tinggi akan mempunyai penyebaran molekul yang lebih baik dibandingkan dengan produk yang mengandung gula lebih rendah (Anonymous,1983).
2. Garam
penambahan kekuatan glutein. Selain itu garam sebagai bahan makanan tambahan juga berfungsi sebagai pengawet. Garam digunakan terutama untuk membentuk rasa, memperbaiki butiran dan susunan cookies (Anonymous,1983). Sebagian besar formula cookies mengunakan 1% garam atau kurang (Matz,1968).
3. Margarine
Menurut SNI (1994), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi
water in oil (w/o), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau
lemak.
Tabel 4. Komposisi kimia margarine sebagi berikut :
Komposisi Jumlah %
Lemak 80 – 81
Skim milk 14 -16
Garam 3
Emulsifier 0,5
Vitamin A *) 15.000 USP
*
) Vitamin A dalam 0,454 kg margarine Sumber : Anonymous (1960)
Maka penambahan margarine 10-25% dari berat tepung dapat memperbaiki volume produk, menurunkan kekerasan, memberikan dinding lebih tipis, menghasilkan tekstur lembut, dan mempermudah sifat pemotongan (Kent,1983). Margarine mempengaruhi keempukan produk yang dipanggang dan juga sebagai pelumas dalam pencegahan pengembangan protein yang terlebih selama pembuatan adonan (Desroiser,1988).
4. Telur
Telur meliputi dua bagian yaitu kuning telur dan putih telur. Bila telur digunakan dalm jumlah besar maka akan diperoleh cookies yang lebih mengembang. Pengunaan kuning telur saja akan memberikan cookies yang lebih empuk dibandingkan pemakaian seluruh telur, karena lecitin yang terkandung dalam kuning telur dapat bertindak sebagai emulsifier. Selain itu pengunaan telur juga dapt menambah kelezatan dan nilai nutrisi dari produk cookies tersebut (Sultan,1990)
5. Bahan pengembang
CO2 yang dihasilkannya, lalu dengan teratur membebaskan gas tersebut selama pemamnggangan sehingga adonan mengembang sempurna. Hal tersebut menyebabkan seragamnya kerenyahan cookies, menjaga penyusutan dan agar kue tidak jatuh (Anonymous,1983).
6. Tepung Terigu
Tepung terigu diperoleh dari hasil penggilingan gandum dan banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen terbanyak dalam tepung gandum adalah pati dengan kandungan amilosa 20 – 26% dan amilopektin 70 - 75%. Sedangakan suhu gelatinisasinya sekitar 56 – 62 0C (Belitz dan Grosch, 1987).
Tepung merupakan bahan baku utama cookies. Tepung yang biasa digunakan untuk cookies adalah tepung gandum, jagung,
havermouth, dsb. Untuk cookies lebih baik digunakan tepung
gandum, karena beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat cookies mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Sufi, 1999).
mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur cookies yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Mutu tepung terigu ditentukan diantaranya oleh kandungan gluteinnya. Bila dicampur dengan air, partikel-partikel glutein terhidrasi dan bila dikocok atau diaduk terjadi kecenderungan
memanjang atau membentuk serabut-serabut (Winarno, 1983). Komposisi kimia tepung terigu dapat di liat dari tabel 5 berikut :
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Terigu dalam 100 g Bahan
Komposisi J umlah
Kalori (kal) 365
Protein (g) 8.9
Lemak (g) 1,3
Karbohidrat (g) 77.3
Kalsium (mg) 16
Fosfor (mg) 106
Besi (mg) 1.2
Vit A (SI) 0
Vit B1 (mg) 0.12
Vit C (mg) 0
Air (g) 12.0
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996)
E Tahap Pr oses Pembuatan Cookies
1) Proses pembuatan cookies secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan
continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur
mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan
input karena proses yang kontinu (Kobs, 2001). Pencampuran
adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembang dimasukkan (Bennion, 1980).
2) Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan cookies dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak cookies.
3) Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dengan oven. Menurut Desrisier (1998) pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Selama pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna (Kobs,2001).
menit (Fellows,1992). Hui (1992) juga menyatakan pemanggangan dilakukan dengan oven dan jenis kue. Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi. Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika bahan dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat
pengembangan dan permukaan cookies menjadi retak-retak. 5) Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama
pendinginannya. Jika cookies terlalu cepat didinginkan bias terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya (Kobs,2001).
Margarine Dibuat krim
( mixer 5 menit )
Dicampur
Dicetak ( diameter = 3mm )
( Tebal = 3mm )
Dipanggang ( 1800 C selama 15 menit )
Gambar 3. Diagram alir pembuatan cookies ( Char ley, 1992 )
F. Analisa Keputusan
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari jumlah alternatif yang ada. Pengambilan
Kuning telur = 25 gram Gula Halus = 70 gram
Garam = 1,0 gram Soda Kue = 1,5 gram
Tepung Terigu
keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan gun membuktikan dan memperlihatkan pikiran baik tersebut ( Siagian,1978).
Analisa keputusan pada dasaranya adalah suatu prosedur yang logis dan kuantitatif yang tidak ahnya menerangkan mengenai pengambilan
keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan listiani,1987).
Analisa keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kualitas dan kuantitas dari formulasi produk biskuit dengan perlakuan proporsi margarine dengan kuning telur, kemudian dipilih alternatif yang terbaik.
G. Analisa finansial
Analisa kelayakan adalah analisa yang ditunjukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proses tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk berkembang atau tidak. Analisa kelayakan dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, tahap penyusunan data, tahap pengolahan data, dan tahap evaluasi proyek (Syamsudin,1987).
Analisa finansial yang dilakukan meliputi : anlaisa nilai uang dengan metode Net Present Value ( NPV ), Rate of Return dengan metode
Internal Rate of Return (IRR), Break Event Point ( BEP ) dan Play back
1. Brea k Event Point ( BEP )
Break Event Point (BEP) adalah suatu keadaan di mana pada tingkat penjualan tertentu Perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian. BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
BEP = FC P - VC Keterangan:
Po = Produk Pulang / pokok
FC = Biaya tidak tetap per satuan produk ( Rp ) Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut : a. Biaya titik impas
BEP = biaya tetap
I – ( biaya tidak tetap / pendapatan )
b. Pr esentase Titik impas :
BEP ( % ) =
tan ) (
Pendapa Rp BEP
X 100%
c. Kapasitas titik impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencpai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas titik impas = persen titik impas x pendapatan.
Net present value adalah selisih presentase value benefit dan presentase value dari biaya. Rumus perhitungan NPV adalah sebagai berikut :
NPV =
∑
= +−
n
i T
t i
Ct Bt
) 1 ( Keterangan :
Bt = benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t N = Umur ekonomi proyek
i = Suku bunga bank t = 1, 2, 3, ..., n.
3. Payback Per iode
Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat suatu inventasi bisa kembali. Karena itu, satuan hasilnya bukan presentase, tetapi satuan waktu itu seperti tahun, bulan. Rumus Payback periode adalah sebagi berikut :
Payback Periode = I Ab
Keterangan :
I = biaya inventasi yang diperlukan
Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya 4. Rate of Retur n
Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return adalah
bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya. Rumus perhitungan IRR adalah sebagai berikut :
IRR = (" ') " ' NPV i i NPV
NPV I
− −
+
Keterangan :
NPV = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai I = Tingkat bunga
5. Gr oss Benefit Cost Ratio ( Gross B/C Ratio )
Mengapa perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah di present valuekan (dirupiahkan sekarang).
Nilai B/C Ratio = pendapatan Biaya Produksi
H. Landasan teor i
Tepung ampas mangrove Sonneratia caseolaris terhadap pengolahan cookies dapat digunakan sebagai bahan tambahan (verifikasi) serat dalam pembuatan cookies berkadar serat tinggi atau kaya serat. Cookies dapat bersifat fungsional bila didalam proses pembuatanya ditambahkan bahan dasar yang mempunyai aktifitas fisiologis dengan memberikan efek positif bagi kesehatan tubuh, misal cookies yang diperkaya dengan serat, kalsium atau provitamin A (Muchtadi dan Wijaya, 1996).
fungsi cookies. Serat yang mempunyai efek yang baik dalam proses pencernaan dalam tubuh juga dapat memelihara kesehatan usus kita. (Winarno, 1995)
Kendala dalam pembuatan cookies yang mempunyai kadar serat tinggi dengan proporsi tepung terigu : tepung ampas mangrove
Sonneratia caseolaris adalah serat yang tinggi pada tepung ampas
mangrove Sonneratia caseolaris mengakibatkan menurunya daya serap air granula pati dan ini akan mengakibatkan proses gelatinisai pati tidak sempurna dan lebih lanjut mengakibatkan kerasnya tekstur cookies. (Hood, 1980) Untuk menghasilkan cookies fungsional yang berkualitas, maka ditambahkan margarine tak larut tetapi terobsorbsi pada permukaan partikel dan permukaan gluten sehingga cookies renyah ( Anonymous, 1983).
Warna cookies dipengaruhi oleh pemanasan. Menurut winarno (1995), perubahan warna ini disebabkan oleh reaksi browning non enzimatis dan reaksi yang paling sering terjadi adalah reaksi maillad yaitu reaksi antara asam amino dengan gula reduksi sehingga warna menjadi sedikit coklat dari aslinya.
I. Hipotesa
A. Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan September – November 2011 di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Analisa Pangan, Biokimia Pangan, Uji Indrawi jurusan Teknologi Pangan Fakultasi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
B. Bahan yang digunakan
Bahan baku Mangrove ( Sonneratia caseolaris ) yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari daerah Wonorejo Surabaya. Bahan-bahan pembuatan cookies antara lain telur, gula, soda kue, margarine. Bahan-bahan ini diperoleh dari toko bahan-bahan roti di daerah Rungkut Surabaya.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah aquades, ether, alcohol, HCL, KL, I2, KOH, H2SO4, asam borak, HCL, K2SO4, NaOH, kertas saring.
C. Per alatan yang digunakan
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan cookies Mangrove (Sonneratia Caseolaris) dalam penelitian ini adalah timbangan, oven loyang, cetakan, mixer.
D. Metode penelitian
Penelitian ini mengunakan rancang acak lengkap faktorial RAL, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama terdiri dari 3 level dan faktor kedua terdiri dari 3 level, masing-masing level di ulang 3 kali.
1. Peubah ber ubah
Faktor I (A) = Proporsi tepung ampas mangrove dan tepung terigu A1 = 15 : 85
A2 = 30 : 70 A3 = 45 : 55
Faktor II (B) = Penambahan margarine B1 = 40 gr
B2 = 45 gr B3 = 50 gr
B1 B2 B3
A1 A1B1 A1B2 A1B3
A2 A2B1 A2B2 A2B3
A3 A3B1 A3B2 A3B3
Menurut Gaspersz (1993), model stastistika untuk perlakuan faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan mengunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah sebagai berikut :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke- k yang memperoleh kombinasi perlakuan I dan j. Taraf ke-1 dari faktor I (margarine) dan taraf ke-j dari faktor II (kuning telur).
µ = Nilai tengah umum (rata-rata sesungguhnya). αi = Pengaruh perlakuan ke-i dari faktor I (margarine)
ßj = Pengaruh perlakuan ke j dari faktor II (kuning telur)
(αß) = Pengaruh interaksi faktor I (margarine) ke i dari faktor II (kuning telur) ke j I = 1,2..., p
E = Galat percobaan pada perlakuan ke I pada faktor I (margarine) dan perlakuan ke-j pada faktor II (kuning telur).
j = 1,2...,n k = 1,2...,r 2. Var iabel tetap
a. Berat tepung Mangrove = 100 gr b. Berat gula halus = 70 gr c. Berat kuning telur = 25 gr
d. Berat garam = 1,0 gr
e. Berat soda kue = 1,5 gr
f. Tebal cookies = 3 mm
g. Waktu pemanggangan = 15 menit h. Suhu pemanggangan = 1800C
3. Parameter yang diamati
v Analisa tepung ampas mangrove ( Sonneratia Caseolaris )
Kadar pati ( Sudarmadji dkk, 1997 )
Kadar air cara pemanasan ( Sudarmadji dkk, 1997 ) Kadar serat kasar ( Sudarmadji dkk, 1997 )
Kadar protein (Sudarmadji dkk, 1997) Kadar lemak ( Sudarmadji dkk, 1997 ) Rendemen
v Analisa cookies
Analisa organoleptik ( rasa, tekstur )
Kadar protein cara mikro Kjeldhal (Sudarmadji dkk, 1997) Kadar lemak dengan soxhlet ( Sudarmadji dkk, 1997 ) Kadar serat kasar ( Sudarmadji dkk, 1997 )
Kadar air dengan Metode Pemanasan ( Sudarmadji dkk, 1997 ) Kadar pati ( Sudarmadji dkk, 1997 )
E. Pr osedur Penelitian
v Pembuatan tepung ampas mangr ove ( Sonneratia Caseolaris )
1. Sortasi buah. Sortasi bertujuan untuk pemisahan buah yang layak untuk diolah dengan buah yang tidak layak.
2. Pengupasan dan pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran serta untuk memudahkan dalam proses selanjutnya.
3. Pemarutan bertujuan untuk mempermudah dalam proses pemerasan. 4. Pemerasan bertujuan untuk mengurangi kadungan air dalam buah
5. Pengeringan dengan sinar matahari atau kabin drayer selama 12 jam yang bertujuan untuk mengurangi kadungan air yang masih tersisa dalam proses pemerasan.
6. Pengilingan digunakan blender yang bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan.
7. Pengayakan dengan mengunakan ukuran 80 mesh bertujuan untuk menseragamkan ukuran partikel bahan
Pemotongan buah
Pemarutan buah
Pemerasan sari buah
Penggilingan
Pengayakan 80 mesh
Tepung Ampas Mangrove Ampas Sonneratias
caseolaris
Pengeringan dengan sinar matahari
Filtrat
Analisa :
§ Kadar Air
§ Kadar Protein
§ Kadar Pati
§ Kadar Serat kasar
§ Kadar Lemak
§ Kadar Abu
v Pembuatan cookies
1. Persiapan bahan-bahan
Tahap-tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan antara lain: Tepung ampas mangrove 15, 30, 45 gram dan tepung
terigu 85, 70, 55 gram, gula halus 70 gram, soda kue 1,5 gram, garam 1,0 gram, margarine 45 gram
2. Gula, telur di campur dengan mixer berkecepatan tinggi sampai campuaran menjadi mengembang, masukan campuaran tepung ampas mangrove dengan tepung terigu lalu aduk dengan kecepatan rendah sampai halus dan homogen.
3. Adonan dipipihkan dengan roller dengan ketebalan ± 3 mm, pencetakan ( bulatan kecil, diameter = 2 cm )
4. Pemanggangan dilakukan dengan loyang yang telah diolesi margarine, pemanggangan dilakukan pada suhu 1800C selama 15 menit.
5. Analisa produksi akhir
Analisa :
1. Kadar Air 2. Kadar Protein 3. Kadar Lemak 4. Kadar Serat Kasar 5. Uji Organoleptik
(warna, rasa, kerenyahan) Gambar 5. Diagr am alir pembuatan cookie
Tepung Ampas Mangrove : Tepung terigu 15:85 ; 30:70 ; 45:55
Cookies Kuning telur = 25 gram
Gula Halus = 70 gram Garam = 1,0 gram Soda Kue = 1,5 gram
Dibuat krim ( mixer 5 menit )
Dicampur
Dicetak ( Diameter = 3mm )
( Tebal = 3 mm )
Dipanggang ( 1800 C selama 15 menit )
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku
dan analisa cookies mangrove (Sonneratia caseolaeris).
A.
Hasil Analisa Bahan Baku
Pada penelitian pembutan cookies Mangrove (Sonneratia caseolaris)
dilakukan analisis bahan baku terhadap tepung ampas mangrove (Sonneratia
caseolaris). Hasil analisis tepung ampas mangrove (Sonneratia caseolaris)
dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Hasil Analisa bahan baku
No.
Komponen
Tepung Ampas Mangrove
1.
Kadar Air (%)
7,033
2.
Kadar Pati (%)
77,272
3.
Kadar Serat (%)
5,271
4.
Kadar Protein (%)
5,542
5.
Kadar Lemak (%)
0,891
6.
Kadar Abu (%)
3,991
Dari tabel 6 diatas dapat diketahui kadar air tepung ampas mangrove
(Sonneratia caseolari.) adalah 7,033 %, kadar pati 77,272 %, kadar serat 5,271
%, kadar protein 5,542 % dan kadar lemak 0,891 %, kadar abu 3,991 %.
Menurut Febrianti (2010), buah mangrove mempunyai kadar karbohidrat
sebesar 14,35 gram.
1.
Kadar Air
Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan margarine tidak terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05) terhadap
kadar air cookies yang dihasilkan. Akan tetapi masing-masing perlakuan
berpengaruh nyata terhadap kadar air. Rerata kadar air cookies tiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata kadar air cookies dari perlakuan penambahan tepung ampas
mangrove.
Tepung Ampas Mangrove :
Tepung Terigu
Rata-rata kadar air
(%)
notasi
DMRT 5 %
15 : 85
3,6765
a
-30 : 70
3,9782
ab
0,2943
45 : 55
4,3698
c
0,3092
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa penambahan tepung ampas
mangrove berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar air dari cookies
mangrove. Hal ini disebabkan oleh kandungan utama pada tepung ampas
mangrove adalah pati dan serat sedangkan pati serta serat mempunyai
kemampuan mengikat air yang besar sehingga dengan adanya pemanggangan
atau pemanasan cookies tidak melepaskan air karena terikat oleh pati serta
serat. Hal ini di dukung Mayer (1980), air yang terikat pada serat dan pati sulit
dilepaskan walau dengan pemanasan.
Tabel 8. Rerata kadar air cookies dari perlakuan penambahan margarine.
Margarine
Rata-rata kadar air (%)
notasi
DMRT 5 %
40
4,1454
a
-45
3,9762
b
0,2943
Tabel 8 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya penambahan margarine
dalam adonan maka kadar air cookies akan semakin menurun. Hal ini
disebabkan oleh kandungan utama pada margarine yaitu lemak sehingga tidak
menambah kadar air, hanya menambah berat cookies. Menurut (Anonymous,
1960) komposisi margarine terdiri dar 80 – 81 % lemak
2.
Kadar Protein
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan
margarine dan tepung ampas mangrove terdapat interaksi yang nyata (p < 0,05)
terhadap kadar protein cookies yang dihasilkan. Rerata kadar protein cookies
pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rerata kadar protein cookies dari perlakuan penambahan margarine
dan tepung ampas mangrove.
Perlakuan
Kadar
protein
Notasi
DMRT
Tepung Ampas
Mangrove
Margarine
(%)
5%
(gr)
(gr)
40
6,9165
a
-
15
45
6,8297
b
0,3254
50
6,7458
bc
0,3235
40
6,5100
cd
0,3216
30
45
6,2745
de
0,3177
50
6,1820
ef
0,3129
40
6,1230
fg
0,3072
45
45
5,4490
gh
0,2986
50
5,4075
hi
0,2842
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Tabel 9 terlihat pada perlakuan penambahan margarine 40 gr dan tepung ampas
mangrove 15 gr memiliki kadar protein yang paling tinggi (6,9165%)
sedangkan pada perlakuan penambahan margarine 50 gr dan tepung ampas
Hubungan antara perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas
Hubungan antara perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas
mangrove terhadap kadar protein cookies ditunjukkan pada Gambar 6.
0 5 10 15 20 25
40 gr 45 gr 50 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 15 : 85 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 30 : 70 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 45 : 55 gr
M argarine K a d a r p ro te in
Gambar 6. Hubungan antara penambahan margarine dan tepung ampas
mangrove terhadap kadar protein cookies mangrove (Sonneratia caseolaris)
Gambar 6. menunjukkan bahwa semakin tinggi propersi tepung terigu
dibandingkan tepung mangrove serta margarine maka kadar protein cookies
akan semakin tinggi. Hal ini karena tepung terigu lebih tinggi kandungan
proteinnya dibandingkan tepung ampas mangrove. Kandungan protein yang
terkandung dalam tepung ampas mangrove adalah 5,542 % dapat dilihat pada
tabel 6 sedangkan tepung terigu 8,9% ( Depkes RI, 1996). Sehingga dengan
meningkatnya penambahan tepung terigu dibandingkan dengan ampas
mangrove, dapat menyebabkan kadar protein cookies semakin meningkat.
Menurut Anonymous (1992), kandungan protein yang ada dalam
margarine hanya 0,37-0,54% sehingga semakin banyak penambahan margarine
mempengaruhi peningkatan kadar protein menjadi naik. Hal ini karena
3.
Kadar Lemak
Berdasarkan analisi ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terdapat interaksi yang
nyata (p < 0,05) terhadap kadar lemak cookies yang dihasilkan. Demikian juga
antar masing-masing perlakuan terdapat perbedaan yang nyata. Rerata kadar
lemak pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10. Rerata kadar lemak cookies dari perlakuan penambahan margarine
dan tepung ampas mangrove.
Perlakuan
Kadar lemak
Notasi
DMRT
Tepung Ampas
Mangrove
Margarine
(%)
5%
(gr)
(gr)
40
20,0885
a
-
15
45
21,3915
b
1,4183
50
22,0280
bc
1,4899
40
22,0505
cd
1,5329
30
45
22,4180
de
1,5616
50
23,6048
ef
1,5854
40
24,0740
fg
1,6045
45
45
24,5310
gh
1,6141
50
24,5799
hi
1,6236
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 10 terlihat pada perlakuan penambahan margarine 40 gr dan
tepung ampas mangrove 15 gr memiliki kadar lemak yang paling rendah
(20,0885 %) sedangkan pada perlakuan penambahan margarine 50 gr dan
tepung mangrove 45 gr memiliki kadar lemak yang paling tinggi (24,5799 %).
Hubungan antara perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas
0 10 20 30 40 50 60 70 80
40 gr 45 gr 50 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 15 : 85 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 30 : 70 gr
t epung mangrove : t epung t erigu 45 : 55 gr
K a d a r L e m a k
Gambar 7. Hubungan antara penambahan margarine dan tepung ampas
mangrove terhadap kadar lemak cookies mangrove (Sonneratia caseolaris)
Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi margarine yang
ditambahkan maka kadar lemak meningkat. Hal ini disebabkan karena
margarine mengandung kadar lemak yang tinggi. Menurut Hui (1996),
margarine terdiri dari 80-81% total lemak. Hal ini didukung juga pendapat de
Man (1971), margarine mengandung sejumlah besar lipid dan sebagian dari
lipid itu terdapat dalam bentuk terikat sebagai lipoprotein. Margarine bila
ditambahkan pada adonan, maka adonan tersebut akan mempunyai kandungan
kadar lemak yang tinggi pula (Matz, 1987).
Selain itu, penambahan margarine juga berpengaruh terhadap peningkatan
kadar lemak pada cookies. Hal ini karena margarine mempunyai kandungan
lemak yang cukup tinggi. Kadar lemak pada maragarine per 100 gram adalah
98 % (Anonim, 2004). Saat pemanggangan, komponen lemak tidak
berpengaruh terhadap penurunan kadar lemak. Hal ini karena lemak tidak akan
Sedangkan untuk perbandingan tepung terigu dan tepung ampas mangrove
hanya sedikit mempengaruhi kandungan lemak produk cookies tersebut,
dikarenakan kandungan lemak tepung ampas mangrove sekitar 0,891 %
(analisa bahan baku) sedangkan tepung terigu sekitar 1,3% (Depkes RI, 1996)
4.
Kadar Serat Kasar
Berdasarkan analisa ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terdapat interaksi yang
nyata (p < 0,05) terhadap kadar serat kasar cookies yang dihasilkan. Rerata
kadar serat kasar cookies tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rerata kadar serat kasar cookies dari perlakuan penambahan tepung
ampas mangrove dan margarine
Perlakuan
Serat Kasar
Notasi
DMRT
Tepung Ampas
Mangrove
Margarine
(%)
5%
(gr)
(gr)
40
2,6608
a
-
15
45
3,1403
b
0,3523
50
3,3028
bc
0,3701
40
3,3311
cd
0,3808
30
45
3,4456
de
0,3879
50
3,6578
ef
0,3939
40
4,0432
fg
0,3986
45
45
4,0396
gh
0,4010
50
4,5477
i
0,4033
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 11 terlihat pada perlakuan propersi margarine 40 gr dan tepung
ampas mangrove 15 gr memiliki kadar serat kasar yang paling rendah
(2,6608%) sedangkan pada perlakuan penambahan margarine 50 gr dan tepung
Hubungan antara perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas
mangrove terhadap kadar serat kasar cookies ditunjukkan pada Gambar 8
.
Gambar 8. Hubungan antara penambahan margarine dan tepung ampas
mangrove terhadap kadar serat kasar cookies mangrove (Sonneratia caseolaris)
Gambar 9. menunjukkan bahwa dengan meningkatnya penambahan tepung
ampas mangrove dan margarine maka kadar serat kasar cookies akan semakin
meningkat. Karena pada kadar serat kasar tepung ampas mangrove mempunyai
nilai cukup tinggi yaitu 5,271 % pada tabel 6. sehingga semakin besar subtitusi
tepung ampas mangrove maka kadar serat kasar cookies akan meningkat. Hal
ini didukung oleh Anonymous (1994), kandungan serat kasar pada tepung
terigu adalah 2 % sedangkan kadar serat kasar pada mangrove 5,271 % menurut
analisa tabel 6.
Selain itu penambahan margarine juga berpengaruh nyata terhadap kadar serat
kasar cookies. Hal ini disebabkan semakin banyak margarine menyebabkan
kadar air menurun , karena bertambah beratnya cookies menyebabkan kadar
efek terhadap kadar serat cookies.
5.
Uji Organoleptik
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara, yaitu kimiawi,
fisik dan sensorik. Diterima atau tidaknya bahan pangan oleh konsumen banyak
ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik.
Sifat organoleptik dari cookies yang diberi perlakuan penambahan
margarine dan tepung ampas mangrove, yang diuji meliputi rasa, warna dan
tekstur dengan menggunakan uji hedonik scale skoring. Hasil penelitian pada
cookies dengan perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas mangrove,
diujikan secara organoleptik meliputi :
1.
Rasa
Berdasarkan uji hedonik scale skoring (Lampiran 9) menunjukkan bahwa
perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terdapat
interaksi yang nyata (p < 0,05) dari uji organoleptik terhadap rasa pada
masing-masing panelis maupun sampel. Hasil uji organoleptik terhadap rasa terhadap
cookies ditunjukkan pada Tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12. Rerata rasa cookies dari perlakuan penambahan margarine dan
tepung ampas mangrove.
Perlakuan
Jumlah
Rangking
Tepung Ampas Mangrove
Margarine
40
107,9
15
45
96,9
50
112,4
40
114
30
45
150,5
50
114
40
26
45
45
90
50
91
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Margarine mempunyai kandungan lemak dan protein yang menyebabkan
rasa gurih pada cookies yang dihasilkan. Demikian juga kandungan protein dan
lemak yang terkandung dalam margarine juga berpengaruh pada konsumen
terhadap rasa dari cookies. Menurut Winarno (1984), penyebab terjadinya
peningkatan rasa enak dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya
protein dan lemak dalam produk tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh
Sudarmadji, dkk (1997) bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan
berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam hal rasa.
2.
kerenyahan
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terdapat interaksi yang
nyata (p < 0,05) terhadap tekstur cookies yang dihasilkan. Demikian juga
antara masing-masing perlakuan terdapat perbedaan yang nyata. Rerata tekstur
cookies tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rerata kerenyahan cookies dari perlakuan penambahan margarine
dan tepung ampas mangrove
Perlakuan
Jumlah Rangking
Tepung Ampas
Mangrove
Margarine
(gr)
(gr)
40
103,5
15
45
95,8
50
111,6
40
108
30
45
148,5
50
112
40
48
45
45
44
50
31
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Semakin rendah margarine yang ditambahkan, maka cookies akan semakin
kasar. Hal ini disebabkan oleh jumlah lemak yang terabsorpsi sedikit dan akan
menghalangi struktur serat yang kuat. Margarine yang mempunyai protein
bersifat emulsifier yaitu dapat mengemulsikan lemak ke dalam seluruh bagian
adonan. Margarine dapat digunakan sebagai pengempuk dan membantu
pengembangan fisik cookies (Sultan, 1990). Oleh karena itu, semakin tinggi
penambahan margarine, maka tekstur produk akan semakin lembut.
Menurut Fellows (1990), tekstur bahan pangan kebanyakan ditentukan oleh
kandungan air, lemak, karbohidrat (seperti pati, sellulosa) dan protein.
Perubahan pada tekstur disebabkan oleh hilangnya cairan, berkurangnya lemak,
pembentukan atau pemecahan emulsi, hidrolisa atau polimerisasi karbohidrat
dan hidrolisa atau koagulasi protein. Sesuai dengan pernyataan tersebut,
kenaikan kadar air dan lemak serta penurunan kadar pati pada cookies
cenderung menaikkan tekstur ( semakin lembut atau tidak kasar).
Menurut Poremans (1971), tekstur remah cepat menjadi kasar bila cairan
cepat berpindah ke permukaan kulit lalu menguap (penurunan kadar air).
tekstur cookies yang dihasilkan menjadi lembut.
6.
Warna
Berdasarkan uji hedonik scale skoring skoring (Lampiran 7) menunjukkan
bahwa perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terdapat
interaksi yang nyata (p < 0,05) dari uji organoleptik terhadap warna pada
masing-masing panelis maupun sampel. Hasil uji organoleptik terhadap warna
terhadap cookies ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Rerata warna cookies dari perlakuan penambahan margarine dan
tepung ampas mangrove.
Perlakuan
Jumlah
Rangking
Tepung Ampas Mangrove
(gr)
Margarine
(gr)
40
112
15
45
103,5
50
116
40
87,5
30
45
132,5
50
100,5
40
43,5
45
45
96
50
101,5
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Perbedaan kesukaan warna cookies disebabkan karena adanya
penampakan tepung Mangrove yang berbeda propersi penambahanya. Semakin
besar penambahan tepung mangrove menghasilkan warna cookies yang coklat
yang semakin nyata. Perlakuan (A2B2) penambahan tepung ampas mangrove :
margarine ( 30 gr: 45 gr ) menghasilkan cookies dengan warna yang dusakai
konsumen yaitu coklat muda, dan hasil analisa terhadap kadar gula rekduksi
terutama tepung ampas mangrove yang mempunyai kadar protein 5,542 % pada
tabel 6, adanya reaksi gula rekduksi dengan asam amino dari protein
menyebabkan reaksi mailard dan kemungkinan terjadi karamelisasi karena suhu
pemanggangan yang digunakan adalah 180
0C. Menurut winarno (1995), reaksi
mailard merupakan reaksi yang terjadi antara asam amino dengan gula rekduksi
yang akan menghasilkan senyawa melanoidin yang menyebabkan kecoklatan..
7.
Pemilihan Per lakuan Ter baik
Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan atas hasil analisa dari parameter
fisik, kimia dan organoleptik. Perlakuan terbaik produk cookies dipilih dengan
membandingkan nilai cookies dari setiap perlakuan.
Berdasarkan hasil analisa dar parameter kimia dan fisik menunjukkan
bahwa perlakuan proporsi margarine : Tepung ampas mangrove = 45 : 30
memiliki nilai organoleptik terbaik dengan karakteristik kadar air 3,9343%,
kadar protein 6,2745%, kadar lemak 22,4180 %, kadar serat kasar 3,4456 %,
rasa 150,5 , dan kerenyahan 148,5 , serta warna 132,5 %.
Hasil perhitungan parameter organoleptik menunjukkan bahwa pada
perlakuan proporsi margarine : Tepung ampas mangrove = 45 : 30 memiliki
nilai cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai untuk
karakteristik rasa (150,5), kerenyahan (148,5), serata warna (132,5).
Berdasarkan parameter tersebut, pemilihan perlakuan terbaik ditekankan
pada parameter organoleptik karena merupakan parameter yang paling penting
Data-data yang diperlukan untuk analisis keputusan adalah aspek
kuantitas dan kualitas. Aspek kuantitas meliputi meliputi kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar serat kasar, rasa, warna, tingkat kerenyahan dan
juga aspek kualitas yang meliputi rasa, warna, kerenyahan pada produk cookies
yang dihasilkan. Dari data-data tersebut diambil perlakuan yang terbaik
berdasarkan standar mutu yang ditentukan serta penerimaan konsumen terhadap
produk pada uji organoleptik.
Analisis keputusan terbaik pada pembuatan cookies dengan penambahan
mentega dan tepung ampas mangrove dilakukan berdasarkan hasil uji
organoleptik rasa, warna dan kerenyahan menghasilkan nilai rata-rata yang
cukup tinggi pada perlakuan penambahan margarine 45 gr dan tepung ampas
mangrove 30 gr. Hasil analisis cookies dari kombinasi perlakuan tersebut dapat
Tabel 15. Data hasil analisa
Margarine
Tepung
ampas
mangrove
Kadar air
Kadar
pr otein
Kadar
ser at
kasar
Kadar
lemak
rasa
warna
kerenyahan
Dari hasil tersebut, maka cookies mangrove dengan perlakuan penambahan
margarine 45 gram dan tepung ampas mangrove 30 gram merupakan produk
memenuhi persyaratan mutu produk makanan cookies dan yang paling disukai serta
dapat diterima oleh konsumen sehingga dapat memberikan keuntungan. Alternatif ini
selanjutnya akan dilanjutkan dengan analisis finansial.
9.
Analisis Finansial
Analisis finansial ditunjukan untuk mengetahui tingkat kelayakan (secara
ekonomis) dari produksi cookies. Pada penelitian ini dilakukan analisis finansial
untuk perlakuan yang telah memenuhi kriteria yang diharapkan yaitu pada perlakuan
penambahan margarine 45 gr dan tepung ampas mangrove 30 gr.
Parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan produksi cookies
meliputi BEP, NPV, Gross B/C IRR dan PP. hasil perhitungan Analisis Finansial
dapat dilihat pada Lampiran 10.
1.
Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi yang direncanakan pada perusahaan cookies adalah
21.840 kg/tahun atau 218.400 kg/tahun. Produksi 1 tahun dilakukan selama
312 hari kerja. Data-data kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 10.
2.
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan agar dapat
menjalankan suatu usaha. Biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya
Biaya tetap adalah biaya yang bersifata independent atau tidak
berubah terhadap pemakaian alat. biaya tidak tetap adalah biaya yang
besarnya dapat berubah-ubah sejalan dengan besarnya produksi yang
dilakukan. Total biaya produksi per tahun adalah Rp. 233.469.360,-.
3.
Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi perusahaan cookies adalah
Total Biaya Produksi
Harga Pokok =
Kapasitas
= 233.469.360
218.400
= Rp. 1068,99 / bungkus
4.
Harga Jual
Harga jual produk cookies dihitung berdasarkan harga pokok ditambah
keuntungan yang ingin dicapai dan PPN 10 %, harga jual produk cookies
ditetapkan Rp. 1550,- /bungkus dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga Jual = Harga pokok + keuntungan 30 % + PPN 10 %
= Rp. 1068,99 + 112,675,- + 338,025
= Rp. 1550,- / bungkus
5.
Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) menunjukkan nilai pada saat total angka penjualan
sama dengan pengeluaran. Analisis finansial ditunjukkan untuk menentukan
impas penerimaan dan pengeluarannya sehingga dapat diketahui keadaan
perusahaan pada waktu tertentu. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10
diperoleh nilai BEP produk cookies sebagai berikut :
§
Biaya titik impas
= Rp. 140.038.540,-
§
Presen titik impas
= 41,36 %
§
Kapasitas titik impas
= 903.302,40 kg/ tahun
6.
Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai investasi data
sekarang dengan nilai penerimaan bersih dimasa datang. Dari perhitungan
dapat diketahui suatu perusahaan layak untuk dilaksanakan apabila NPV>0.
Perhitungan pada Lampiran 10 diperolah bahwa perhitungan NPV
sebesar Rp. 229.334.326,6,- yang berarti proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan.
7.
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)
Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah nilai perbandingan antara
manfaat (pendapatan) dengan pengeluaran (biaya produksi). Suatu proyek
layak untuk dilaksanakan apabila Gross B/C > 1. Dari perhitungan pada
Lampiran 10 diperoleh Gross B/C sebesar 1,27 sehingga Gross B/C > 1,
8.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga yang
menunjukkan persamaan nilai penerimaan bersih dengan jumlah investasi
(modal) awal suatu proyek yang sedang dikerjakan. Proyek dapat
dilaksanakan apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang
sedang berlaku.
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 11 nilai IRR diperoleh sebesar
26,10 %, sehingga lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank
(20 %) yang berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
9.
Payback Periode (PP)
Payback Periode (PP) adalah panjangnya waktu yang diperlukan agar
dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya.
Payback Periode dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari
Payback Periode maksimum (umur ekonomis), maka usul investasi tersebut
diterima. Dari perhitungan Payback Periode pada Lampiran 10 diperoleh
sebesar 4 tahun, hal tersebut berarti investasi pada proyek ini dapat kembali
secara keseluruhan dalam waktu 4 tahun. Berdasarkan Payback Periode yang
diperoleh, maka proyek ini dapat diterima karena jangka waktunya lebih
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan penambahan margarine dan penambahan tepung ampas mangrove terhadap kadar air, dan kadar serat kasar. Interaksi yang nyata terjadi antara perlakuan penambahan margarine dan tepung ampas mangrove terhadap kadar protein, lemak, rasa, kerenyahan, dan warna
cookies mangrove (Sonneratia caseolaris).
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan margarine 45 gr dan tepung ampas mangrove 30 gr menghasilkan
cookies mangrove yang terbaik. Berdasarkan hasil uji organoleptik
terhadap rasa, warna dan kerenyahan yang telah dilakukan oleh 20 panelis, diperoleh hasil sebagai berikut : rasa (150,5), warna (132,5) kerenyahan (148,5) Perlakuan tersebut mempunyai kadar air 3,9343%, kadar protein 6,2745 %, kadar lemak 22,4180%, kadar serat kasar 3,44