• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah Di Taman Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN

BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK

WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015

OLEH

KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI

1102105046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

i

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN

BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN

KANAK-KANAK WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH

KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI

1102105046

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi berjudul

“Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia

Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan trimakasih penulis berikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K).,M.Kes, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan

untuk menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas

Kedokteran, Universitas Udayana serta memberikan pengarahan dalam proses

pendidikan.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan

pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.

3. Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, sebagai pembimbing utama yang

telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

4. Ns. Ni Ketut Ari Kumarawati, S.Kep, selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian

(7)

vi

5. Ns. Francisca Shanti, M.Kep, Sp.Kep.An selaku penguji skripsi yang telah

memberikan koreksi ataupun masukan-masukan sehingga dapat

menyempurnakan skripsi ini.

6. Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar yang

telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolahnya.

7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan pembuatan skripsi.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas

Kedokteran, Universitas Udayana Program A Angkatan Tahun 2011 atas

dukungan yang telah ditunjukkan selama menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena iu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang

membangun.

Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015

(8)

vii ABSTRAK

Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari. S. Kumarawati, S.Kep.

Anak usia prasekolah dapat mengalami keterlambatan perkembangan, salah satunya adalah keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar dan pencapaian akademik yang kurang maksimal. Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa adalah kurangnya pemberian stimulasi. Stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan perkembangan bahasa adalah terapi bercerita. Kegiatan bercerita dapat membantu perkembangan bahasa anak berkomunikasi secara aktif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar. Jenis penelitian ini adalah pre-experimental design (one group pretest-postest design). Sampel terdiri dari 42 anak yang dipilih dengan teknik non probability purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mengobservasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah menggunakan lembar observasi DDST II. Dari hasil pretest didapatkan 25 anak perkembangan bahasa normal dan 17 anak perkembangan bahasa suspect. Hasil observasi posttest

didapatkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan bahasa menjadi 32 orang dengan perkembangan bahasa normal dan 10 orang dengan perkembangan bahasa

suspect. Hasil dari uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan signifikan secara statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,008 ( p ≤0,05) artinya ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk menggunakan terapi bercerita sebagai alternative dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah.

(9)

viii ABSTRACT

Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. The Effect of Storytelling Therapy on

Preschoolers’ Language Development in TK Widya Kumara Sari Denpasar

Year 2015. Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of Medicine, Udayana University. Supervisors (1) Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari. S. Kumarawati, S.Kep.

The preschool age children had a lot of problems with their development, one of the developmental delays is language development. Delays in language development can cause learning difficulties and a low academic achievement. The cause of the delay in language development is the lack of stimulation. Stimulus that can be provided by parents to improve language development is storytelling therapy. Storytelling can improve children’s language development in order to be able to communicate actively and efficiently. This study aims to investigate the effect of storytelling therapy on the preschoolers’ language development in TK Widya Sari Kumara Denpasar. This research was a pre-experimental design (one group pretest-posttest design). The sample consists of 42 children who were selected by non-probability sampling technique with purposive sampling. The data was collected with observation sheet DDST II for observe the language development of preschool age children. From the result pretest showed that 25 children had normal language development and 17 children had suspect language development. From the observation posttest showed that 32 children had normal language development and 10 children had suspect language development. The data was collected by observing preschoolers’ language development using observation sheet DDST II. The results of the Wilcoxon test showed there was significant difference with a significance level p = 0.008 (p≤0,05). It means that there was a significant effect of storytelling therapy on preschoolers’ language development. Based on the results, it is suggested to the nurse to use storytelling as an alternative therapy in stimulating language development of preschoolers.

(10)

ix

(11)

x

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1Kerangka Konsep ……….. 50

3.2Variabel Penelitian ……… 52

3.3Definisi Operasional ………. 53

3.4Hipotesis ……… 54

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ……… 55

4.2 Kerangka Kerja ……….. 56

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 57

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………. 57

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ……….. 60

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ………. 67

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ……….. 70

5.2Pembahasan Hasil Penelitian ………. 76

5.3Keterbatasan Penelitian ……….. 87

BAB VI PENUTUP 6.1Simpulan ……… 89

6.2Saran ……….. 89

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak

Tabel 2. Definisi Operasional Pengaruh Terapi Bercerita terhadap

Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa

Sebelum Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari

Denpasar Tahun 2015

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa

Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar

Tahun 2015

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa

Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Gambar 2 Rancangan Pre-Eksperimental dengan One Group Pre-Test and Post-Test

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Anggaran Biaya Penelitian

Lampiran 3 Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 Standar Operasional Pelaksanaan Terapi Bercerita

Lampiran 6 Lembar Observasi DDST II

Lampiran 7Lembar Uji Numerator Penelitian

Lampiran 8 Hasil Uji Numerator Penelitian

Lampiran 9 Tabel Master Data

Lampiran 10 Hasil Analisis Deskriptif

Lampiran 11 Hasil Analisis Bivariat

Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Data

Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

(15)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

DDST : Denver Developmental Screening Test

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

NCHS : National Center for Health Statistic

SDKI : Sensus Demografi Kesehatan Indonesia

SEM : Structural Equation Modelling

SP : Sensus Penduduk

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah,

dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori

harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik, proses belajar pada

masa ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2006).

Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari

populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk

2010 (SP 2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta

jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah

tersebut, sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak

berumur di bawah 18 tahun. Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra

sekolah 0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012).

Jumlah penduduk Provinsi Bali berdasarkan Hasil SP 2010 pada kelompok umur

4-6 tahun yaitu berjumlah 202.212 anak dan jumlah anak usia 4-6 tahun di

Denpasar yaitu sebanyak 41.783 anak (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014).

Dari hasil kajian neurologi, pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-5

(17)

2

mendapat perhatian khusus keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan guna

mengoptimalkan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2008). Perkembangan adalah

perubahan yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari

tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses

maturasi dan pembelajaran (Supartini, 2004). Tumbuh kembang anak merupakan

proses yang kontinu, yang dimulai sejak di dalam kandungan sampai dewasa.

Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan stimulasi yang

berguna agar potensi berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi

sosial sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya

(Adriana, 2013).

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai

yang diharapkan. Ada yang mengalami keterlambatan perkembangan sehingga

tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini disebabkan karena banyak faktor

yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah, maupun faktor yang tidak

dapat diubah. Berbagai masalah perkembangan anak yaitu keterlambatan motorik,

berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif. Penyebab keterlambatan perkembangan

umum antara lain gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down;

gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebra; riwayat bayi risiko

tinggi seperti bayi prematur, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit

berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya

(Medise, 2013). Angka kejadian keterlambatan ini beberapa tahun terakhir

(18)

3

Thailand 24%, dan Argentina 22%, di Indonesia antara 13%-18% (Dhamayanti

M, 2006).

Salah satu keterlambatan yang bisa terjadi pada anak adalah keterlambatan

perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa adalah

ketidakmampuan anak untuk menggunakan simbol linguistik untuk

berkomunikasi secara verbal (Zuhriah, 2009). Data menunjukkan angka kejadian

anak yang mengalami keterlambatan, salah satunya dalam bentuk keterlambatan

berbahasa cukup tinggi. Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI) 2011, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta, dari jumlah

tersebut 12,6 juta diantaranya berusia 4-5 tahun dan sekitar 384.800 orang

(3,05%) anak mengalami keterlambatan perkembangan (Badan Pusat Statistik,

2010). Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2011 di Provinsi Bali sebanyak

25.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang (51,8%) orang

diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1.054 orang (8,1%) anak

mengalami keterlambatan perkembangan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2010).

Perkembangan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem

lainnya, sebab melibatkan perkembangan kognitif, motorik, psikologis, emosi dan

lingkungan sekitar anak. Permasalahan keterlambatan perkembangan bahasa pada

anak usia prasekolah adalah terutama dalam penguasan kosa kata (Taningsih,

2006). Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dapat

berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca, menulis dan serta

(19)

4

sampai usia dewasa. Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah

yang sering terdapat pada anak-anak. Menurut National Center for Health

Statistic (NCHS), data gangguan bicara dan bahasa yang berdasarkan atas laporan

orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) angka

kejadiannya adalah 0,9% pada anak dibawah umur. Dari hasil evaluasi langsung

kepada anak sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang

berdasarkan wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan

bahasa pada anak adalah sekitar 4-5% (Soetjningsih, 2012).

Suryawan (2012) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami keterlambatan

perkembangan bahasa 90% dikarenakan adanya gangguan input yakni kurangnya

pemberian stimulasi, seperti kurangnya mengajak anak berbicara, berinteraksi dan

bermain. Anak sangat membutuhkan stimulasi yang adekuat untuk menunjang

tahap perkembangannya. Otak sebagai pusat pengatur perkembangan terus

mengalami perubahan sesuai dengan stimulus yang diterima anak melalui panca

inderanya. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi

perkembangan anak (Soetjiningsih,2012). Melalui stimulasi, anak dapat mencapai

perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa,

sosial, kognitif, gerakan kasar, halus, keseimbangan, koordinasi, dan kemandirian.

Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang

dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulus. Apalagi jika stimulus

tersebut diberikan secara terus menerus (Nursalam, 2005). Sedangkan anak anak

(20)

5

sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan

kognitif anak menjadi terhambat, anak menjadi kesulitan dalam menyerap

pelajaran sehingga prestasi anak juga berkurang. Stimulasi yang kurang juga dapat

menyebabkan hambatan dalam perkembangan anak yaitu menimbulkan

penyimpangan perilaku sosial dan motorik pada anak, yaitu anak akan menjadi

malu pada teman-temannya (Soetjiningsih, 2012).

Salah satu stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan

perkembangan bahasa anak adalah dengan terapi bercerita. Mendengarkan cerita

yang baik dan menceritakannya kembali dapat mengasah perkembangan bahasa,

penambahan kosa kata, dapat mendorong motivasi, membantu perkembangan

kognitif, membantu berkembangnya interpersonal dan berkembangnya aspek

sosial. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak

secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga

anak akan mampu mengembangkan aspek perkembangan lain dengan modal

perkembangan bahasa yang sudah baik.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK)

Widya Kumara Sari Denpasar, jumlah anak usia 4-6 tahun yaitu sebanyak 47

anak, yang terdiri dari kelas A, B1 dan B2. Dari hasil wawancara dengan Kepala

Sekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar didapatkan data bahwa sekitar 45%

anak perkembangan bahasanya kurang. Dari data raport didapatkan bahwa

anak-anak sudah mampu meniru 4-5 kata, mampu berkata-kata sederhana, cara bicara

(21)

6

namun anak-anak masih kurang dalam mengungkapkan pendapat dan informasi,

menjawab pertanyaan, membedakan suku kata awal dan akhir serta 40% anak

masih kurang mampu untuk mengungkapkan dan menceritakan pengalaman

secara sederhana dan berurutan. Berdasarkan penilaian menggunakan lembar

observasi Denver Developmental Screening Test (DDST) didapatkan data bahwa

5 anak dari 8 anak, yang peneliti observasi dari 47 orang jumlah keseluruhan

anak pada TK tersebut diketahui bahwa anak-anak tersebut belum optimal dalam

mengartikan lima kata, mengerti tiga kata sifat, menyebut dua lawan kata dan

mengartikan tujuh kata.

Upaya yang telah dilakukan sekolah dalam mengembangkan kemampuan bahasa

pada anak pra-sekolah yaitu dengan kegiatan bernyanyi dan berbagi cerita

mengenai pengalaman anak tersebut. Penilaian perkembangan bahasa pada TK

Widya Kumara Sari Denpasar adalah dengan penilaian deksripsi mengenai

pemahaman anak dalam mengartikan pembelajaran bahasa tersebut. Ada juga cara

lain dalam menilai perkembangan bahasa anak, yaitu dengan melakukan

pengukuran perkembangan bahasa menggunakan lembar observasi DDST. DDST

adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan

anak umur 0-6 tahun (Adriana, 2013).

Pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak sebagai perkembangan berbahasa yang

akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan

teman, guru, dan orang yang ada disekitarnya, maka peneliti tertarik untuk

(22)

7

pada anak-anak usia pra-sekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari

Denpasar Tahun 2015”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah Apakah ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa

anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun

2015?”

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan

bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun

2015.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah sebelum

dilakukan terapi bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun

2015.

2. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah setelah

dilakukan terapi bercerita di TKWidya Kumara Sari Denpasar Tahun

2015.

3. Menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa

(23)

8

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu

keperawatan khususnya keperawatan anak dalam pemberian terapi

bercerita untuk perkembangan bahasa pada anak.

2. Dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya dalam

mengembangkan perkembangan berbahasa anak usia prasekolah

dengan sampel yang lebih banyak.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu anak-anak mengembangkan

perkembangan bahasanya.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru dan orang tua

sebagai salah satu metode pembelajaran untuk mengembangkan

tumbuh kembang anak khususnya perkembangan bahasa.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi perawat dan tenaga

kesehatan agar menggunakan terapi bercerita untuk mengetahui

perkembangan pada anak khususnya perkembangan bahasa.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari

penelitian ini adalah

1. Yuniartini, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bercerita terhadap

Kualitas Tidur Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di

(24)

pre-9

experimental dengan rancangan one group pre-test and post-test design.

Jumlah sampel yaitu sebanyak 21 orang. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed

Rank Test diperoleh nilai asymp sig (2-tailed) 0,000 (kurang dari nilai α =

0,05) (asymp sig (2-tailed) < α) sehingga ada pengaruh terapi bercerita

terhadap kualitas tidur anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi di

Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar.

2. Maysaroh, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Dengan

Bercerita Terhadap Tindakan Sosialisasi Anak Usia Prasekolah Dalam

Menjalani Perawatan Di Rumah Sakit RSUD Batang, jumlah sampel sebanyak

20 pasien menggunakan metode one group pretest-posttet design dengan uji

statistik yang digunakan yaitu Wilcoxon, hasil menunjukkan nilai ρ lebih kecil

dari dari nilai alpha (0,05) sehingga ada pengaruh terapi bermain dengan

bercerita terhadap tindakan sosialisasi anak usia prasekolah dalam menjalani

perawatan di rumah sakt RSUD Batang.

3. Widya Hastuti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara

Komunikasi dalam Keluarga dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Usia

Prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam, jumlah sampel yang

digunakan sebanyak 54 orang, desain dalam penelitian ini adalah dengan

deskriptif korelasi. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa

adahubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan perkembangan bahasa

pada anak usia prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam tahun

(25)

10

4. Asri Rodiyah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Metode

Bercerita untuk Meningkatkan Kosakata Anak usia 3-4 Tahun pada Play

Group Tunas Bangsa Sooko Mojokerto, subyek penelitian berjumlah 15

orang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif didapatkan

kesimpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode bercerita dalam

(26)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak

2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang

Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap pertumbuhan dan

perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan

ke arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara perkembangan. Istilah

tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya saling berbeda tetapi

saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut :

Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat

sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon,

kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik

(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriana, 2013).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill (kemampuan) dalam

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan

(27)

12

Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran

besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.

Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuan

secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca,

dan lain-lain.

2.1.2 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau

waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa

prenatal dan masa postnatal.

1. Masa prenatal

Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa

embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu

pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu

organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9

minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi

peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan

terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.

2. Masa postnatal

Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah,

(28)

13

a. Masa neonatus

Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan

masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di

dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.

b. Masa bayi

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara

usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat

berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan

saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini

mulai menurun dan terdapat percepatan pada perkembangan motorik.

c. Masa usia prasekolah

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi

peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas

fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam,

2005), pada usia prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah

(initiative vs guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya

imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai

segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua

mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah.

Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik,

dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan

(29)

14

tuanya sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa

disekitarnya.

Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola

makan dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan.

Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan

perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak

sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2008).

d. Masa sekolah

Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan

kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.

e. Masa remaja

Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan

laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam

tahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan

perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan pubertas.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut

Adriana, 2013 adalah

1. Faktor internal

Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh

(30)

15

a. Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak memiliki faktor

herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

b. Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,

gemuk, atau kurus.

c. Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun

pertama kehidupan, dan pada masa remaja.

d. Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada

laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak

laki-laki akan lebih cepat.

e. Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak

yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang

berpengaruh pada tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.

f. Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan

seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.

g. Faktor eksternal

Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh

(31)

16

1) Faktor prenatal

a) Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan

memengaruhi pertumbuhan janin.

b) Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital

seperti club foot.

c) Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat

menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.

d) Endokrin

Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,

dan hyperplasia adrenal.

e) Radiasi

Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan

pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan

deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan

jantung.

f) Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks) dapat

menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,

(32)

17

g) Kelainan imunologi

Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah

antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel

darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam

peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolysis yang

selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kerniktus yang

akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.

h) Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta

menyebabkan pertumbuhan terganggu.

i) Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau

kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat

menyebabkan kerusakan jaringan otak

3) Faktor pasca persalinan

a) Gizi

Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.

b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital

Tuberculosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan mengakibatkan

(33)

18

c) Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut

hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider).

Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,

paparan sinar radioaktif dan zat kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok,

dan lain-lain) mempunyai dampak yang negatif terhadap

pertumbuhan anak.

d) Psikologis

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak

dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa

tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan

perkembangan.

e) Endokrin

Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid, akan

menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

f) Sosioekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta

kesehatan lingkungan yang jelek dan tidaktahuan, hal tesebut

menghambat pertumbuhan anak.

g) Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

(34)

19

h) Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya

dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, serta

keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.

i) Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan menghambat

pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang

terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi

hormon pertumbuhan.

2.1.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek

perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan

bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan

otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.

2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh

tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang

cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.

3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara,

(35)

20

4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai

bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi

dengan lingkungannya, dan sebagainya.

2.2Konsep Anak Usia prasekolah

2.2.1 Pengertian Anak Usia prasekolah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa

pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

bermain/toddler (1-2,5 tahun), usia prasekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)

hingga remaja (11-18 tahun). Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan

rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang

didefinisikan secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk

menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan

atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua (Potter &

Perry, 2005)

Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar

sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres dan

perubahan yang moderat (Wong, 2008). Anak usia prasekolah merupakan masa

kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia tiga sampai enam tahun (Potter & Perry,

2005). Anak usia prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam

(36)

21

tersebut berkembang secara optimal. Di usia ini anak mengalami banyak

perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut,

berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi,

belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari

lingkungannya, berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan

berbahasa, dan munculnya perilaku (Wong, 2008).

2.2.2 Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah

Snowman (dalam Patmonodewo, 2008) mengemukakan ciri-ciri anak usia

prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri

yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

1. Ciri fisik

Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan

(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang

dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak usia prasekolah

membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak usia prasekolah

lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu,

mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit

seperti mengikat tali sepatu. Anak usia prasekolah juga sering mengalami

kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang

kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala

mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan

(37)

22

2. Ciri sosial

Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi

sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak

terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain

bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga

bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan

tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak usia prasekolah juga sudah

menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.

3. Ciri emosional

Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan

terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak usia prasekolah

pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.

4. Ciri kognitif

Anak usia prasekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi

anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,

memahami dan kasih sayang.

2.2.3 Karakteristik Anak Usia Prasekolah

1. Perkembangan Motorik

Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri yang

jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah. Perbedaannya

terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan

keterampilan yang mereka miliki. Bertambahnya usia, perbandingan antar

(38)

23

terorganisasi dalam pola-pola. Perkembangan lain yang terjadi pada anak usia

prasekolah , umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi

susu akan tanggal pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak

akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus

berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah

mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah.

Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar.

Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi

otot-otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan naik. Motorik

halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ;

menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.

2. Perkembangan Kognitif

Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah

pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi kognitif

merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh

pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara

anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara

berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai

tolok ukur pertumbuhan kecerdasan. Piaget (Patmonodewo, 2008)

menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan

yaitu tahapan sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan kongkret

(39)

24

3. Perkembangan Bahasa

Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan

dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan

sendiri yang berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan

jelas. Dalam membicarakan perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu

dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:

a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya

dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik,

sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk

kata-kata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat

hubungannya tapi keduanya berbeda.

b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat

pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing).

Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan

kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang

ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)

menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.

c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan

berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat

merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka.

Anak usia prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan

(40)

25

menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya,

melakukan dialog dan menyanyi.

4. Perkembangan Psikososial

Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan

kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan

perkembangan kepribadian.

2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

2.3.1 Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan

komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai

ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa,

seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur

(Setiawan, 2007). Bahasa adalah bentuk aturan atau system lambang yang

digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya

yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa

diekspresikan melalui bicara mengacu pada symbol verbal. Bahasa juga dapat

mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau

pantomime (Judarwanto, 2009). Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi,

baik yang digunakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak

tubuh, ekspresi wajah pantomime atau seni. Bahasa memiliki peranan penting

dalam kehidupan seorang anak karena bahasa memiliki pengaruh yang besar

terhadap komunikasi dan interaksi sosial, dan bahsa merupakan barometer yang

(41)

26

Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak

(Yusuf, 2005).

Laju perkembangan bahasa bervariasi dari satu anak ke anak lain dan berkaitan

langsung dengan kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Kebanyakan

ahli di bidang perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan dan perilaku

anak ke dalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan kelompok

usia. Pengelompokkan ini merupakan cara yang baik untuk menjelaskan

karakteristik mayoritas anak-anak saat periode munculnya perubahan

perkembangan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai.

2.3.2 Tata Cara Melatih Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Suyanto (2005) dalam Susanto (2011), melatih anak belajar bahasa dapat

dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui berbagai setting berikut ini :

1. Kegiatan bermain bersama, biasanya anak-anak secara otomatis

berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.

2. Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.

3. Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli,guru dan murid, atau

orang tua dan anak.

4. Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan jari

(fingerplay), anak berbicara mewakili boneka ini.

5. Belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative

(42)

27

2.3.3 Tugas-tugas Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas

pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2005). Keempat tugas

pokok perkembangan bahasa adalah :

1. Pemahaman

Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.

2. Pengembangan perbendaharaan kata

Perbendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara lambat pada usia

dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia

prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.

3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat

Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya

berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama kalimat tunggal

(kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi

cara berfikirnya.

4. Ucapan

Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi

(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama

orang tua). ejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil

studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami

kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah

(43)

28

m, n, p, dan t sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w,

s, g, dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.

2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) dan Yusuf (2005) mengatakan bahwa faktor

yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :

1. Faktor intelegensi

Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik,

baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.

2. Faktor jenis kelamin

Anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun,

perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase

perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini

hilang.

3. Faktor perkembangan motorik

Kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan

merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik

dengan cepat.

4. Faktor kondisi fisik

Kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan

penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak

(44)

29

5. Faktor kesehatan

Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan

bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua

tahun pertama, anak mengalami sakit terus-terusan, maka anak tersebut

cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan

bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak

secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya

yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang

bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara tetap memeriksakan

anak ke dokter atau puskesmas.

6. Status sosial ekonomi keluarga

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status

sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga

miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan

dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi

mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar

(keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa

anaknya), atau kedua-duanya.

7. Hubungan keluarga

Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan

berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang

mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan

(45)

30

orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan

yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau

kelambatan dalam perkembangan bahasanya.

2.3.5 Penyebab terjadinya Hambatan Perkembangan Bahasa pada Anak

Usia Prasekolah

Penyebab hambatan bicara dan bahasa bermacam-macam, melibatkan faktor yang

saling mempengaruhi seperti lingkungan, kemampuan pendengaran, fungsi saraf,

(46)

31

Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak

No Penyebab Efek pada Perkembangan Bicara

1 Lingkungan

d. Terlambat pemerolehan struktur bahasa

2 Emosi (Psychosocial deprivation) a. Ibu yang tertekan

b. Gangguan serius pada orang tua

c. Gangguan serius pada anak

a. Terlambat pemerolehan bahasa

b. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa

c. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa

3 Masalah pendengaran a. Kongenital

b. Didapat

a. Terlambat/gangguan bicara yang

permanen

b. Terlambat/gangguan bicara yang

permanen 4 Perkembangan terlambat (maturation

delay)

a. Perkembangan lambat

b. Perkembangan lambat, tetapi masih dalam batas rata-rata

a. Terlambat dan gangguan kemampuan bicara

a. Memengaruhi kemampuan mengisap,

menelan, menguyah dan akhirnya timbul gangguan biacar dan artikulasi

b. Memengaruhi kemampuan mengisap,

menelan, menguyah dan akhirnya timbul gangguan biacar dan artikulasi seperti dispraksia

c. Berpengaruh pada pernafasan, makan dan timbul juga masalah artikulasi yang dapat mengakibatkan disartia dan dispraksia d. Kesulitan membedakan suara, mengerti

bahasa, simbolisasi, mengenai konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di sekolah

(47)

32

2.3.6 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah

Adriana (2013) memaparkan bahwa perkembangan bahasa anak usia prasekolah

umur lima tahun yaitu :

- Mempunyai perbendaharaan sampai 2100 kata

- Menggunakan kalimat dengan 6-8 kata

- Menyebutkan 4 atau lebih warna

- Menggambar atau melukis dengan banyak komentar dan menyebutkan satu

persatu

- Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan, dan kata yang

berhubungan dengan waktu lainnya

- Dapat mengikuti tiga perintah sekaligus.

Ciri khas perkembangan bahasa anak usia prasekolah menurut Dewi (2005)

adalah:

1) Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak

dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.

2) Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan

kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi

satu kata yang mengandung arti contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis

(tata bahasa, misal saya memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”)

bahasa yang digunakan.

3) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat

mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.

(48)

33

5) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak meliputi warna, ukuran, bentuk,

rasa, aroma, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak,

permukaan (kasar dan halus)

6) Mampu menjadi pendengar yang baik.

7) Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa

yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.

8) Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi.

2.3.7 Cara Mengukur Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Prasekolah

Cara mengukur perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi adalah

lembar kerja yang berfungsi untuk mengobservasi dan mengukur tingkat

keberhasilan atau ketercapaian tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar

mengajar dikelas. Isi dari lembar observasi mengacu dari DDST II yang

mencakup anak usia prasekolah 4 - 5 tahun. DDST adalah sebuah metode

pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun.

DDST memenuhi semua persyaratan yang dapat diandalkan dan menunjukkan

validitas yang tinggi. DDST II merupakan revisi dan standarisasi dari DDST dan

Revised DDST Development Screening Test (DDST-R) oleh Frakenburg, revisi ini

terutama tugas perkembangan pada sektor bahasa (Soetjiningsih, 2012).

1. Deskripsi DDST II

DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai

(49)

34

lembar kertas dimana halaman depan berisi tentang tes dan halaman belakang

berisi tentang petunjuk pelaksanaannya.

a. Pada halaman depan terdapat skalam umur dalam bulan dan tahun pada garis

horizontal atas dan bawah.

1) Umur dimulai dari 0-6 tahun.

2) Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis tegak kecil) adalah 1

bulan.

3) Setelah umur 24 bulan, jarak antara 2 tanda adalah 3 bulan.

b. Pada halaman depan kiri atas terdapat neraca umur yang menunjukkan 25%,

50%, 75%, dan 90%.

c. Pada kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku. Tes perilaku ini

dapat digunakan untuk membandingkan perilaku anak selama tes dengan

perilaku sebenarnya.

d. Pada bagian tengah berisi 125 item yang digambarkan dalam neraca umur

25%, 50%, 75%, dan 90% dari seluruh sampel standar anak normal yang

dapat melaksanakan tugas tersebut.

2. Manfaat DDST

Manfaat DDST bergantung pada umur anak. DDST II dapat digunakan untuk

berbagai tujuan sebagai berikut :

a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya.

b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.

c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala

(50)

35

3. Prosedur DDST II

Prosedur DDST II dilakukan melalui dua tahap, yaitu sebagai berikut :

a. Tahap I : secara periodic dilakukan pada anak yang berumur 3-6 bulan,

9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.

b. Tahap II : dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami hambatan

perkembangan pada tahap I, kemudian dilakukan evaluasi diagnostic yang

lengkap.

4. Penentuan umur

Menentukan umur menggunakan patokan sebagai berikut.

a. 1 bulan = 30-31 hari.

b. 1 tahun = 12 bulan

c. Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah.

d. Umur lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas.

e. Apabila anak lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya

prematur 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.

f. Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan

penyesuaian umur.

5. Pelaksanaan tes

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Semua item harus diujikan dengan prosedur yang sudah terstandarisasi.

b. Perlu kerja sama aktif dari anak sebab anak harus merasa tenang, aman,

senang, dan sehat.

(51)

36

d. Tersedianya ruangan yang cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan

santai dan menyenangkan.

e. Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan tes untuk melihat

perkembangan anak secara keseluruhan.

6. Skoring penelitian item test

Pemberian skor untuk setiap item peneliti memiliki ketentuan sebagai berikut :

a. L = Lulus/Lewat (P = Pass).

Anak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh

melaporkan secara terpercaya bahwa anak dapat menyelesaikan item

tersebut.

b. G = Gagal (F = Fail).

Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orangtua/pengasuh

melaporkan secara terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan dengan

baik.

c. M = Menolak (R = Refusal).

Anak menolak untuk melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya

lelah, menangis, mengantuk.

2.3.8 Intepretasi Nilai

a. Penilaian per item

1. Advanced

Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak disebelah kanan garis

(52)

37

2. Normal

Gagal/menolak tugas pada item yang ada dikanan garis umur dan lulus atau

gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%.

3. Peringatan

Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara

75-90%.

4. Keterlambatan

Bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.

5. Tidak ada Kesempatan

Pada item tes yang orang tuanya melaporkan bahwa anaknya tidak ada

kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.

b. Intepretasi tes DDST II

1. Normal

a. Tidak ada delayed (keterlambatan).

b. Paling banyak 1 caution (peringatan).

c. Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.

2. Suspect

a. Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).

b. Dan/atau terdapat 1 atau lebih delayed (keterlambatan).

c. Dalam hal ini delayed (terlambat) atau caution (peringatan) harus

disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/ refusal.

d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor

(53)

38

3. Untestable (tidak dapat diuji)

a. Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).

b. Dan/atau 2 atau lebih caution (peringatan).

c. Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan

(refusal), bukan oleh kegagalan.

d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian (Adriana, 2013).

2.4 Konsep Terapi Bercerita

2.4.1 Pengertian Bercerita

Bercerita adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat

sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak Prasasti (2005). Bercerita adalah

upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui

pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih

ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk

lisan (Mustakim, 2005). Bacrtiar (2005) menjelaskan bahwa bercerita adalah

menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian

dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan

pengetahuan kepada orang lain Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan

sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan

dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa. Bercerita

merupakan aktivitas yang menarik dan boleh digunakan dalam mata pelajaran

bagi menghidupkan sesuatu pengajaran. Bercerita dapat meningkatkan

(54)

39

kanak-kanak melahirkan idea atau pendapat serta menjadikan pembelajaran

sebagai suatu pengalaman yang berguna. Bercerita juga dapat dijadikan sebagai

terapi. Terapi bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi

anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan dengan

menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian

dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan

pengetahuan kepada orang lain (Moeslichatun, 2004; Bachtiar, 2005).

2.4.2 Manfaat Bercerita

Ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita menurut Musfiroh (2005) adalah

untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan kebutuhan

imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat

menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan

anak sedangkan menurut Bachtiar (2005), manfaat bercerita adalah dapat

memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak

mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya.

Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan

fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Cerita juga

dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, yaitu melalui perbendaharaan kosa

kata yang sering didengarnya. Semakin banyak kosa kata yang dikenalnya,

semakin banyak juga konsep tentang sesuatu yang dikenalnya. Selain melalui kosa

kata, kemampuan berbahasa ini juga dapat diasah melalui ketepatan berbahasa

(55)

40

mengharukan, membahagiakan, dan sebagainya. Cerita juga memiliki manfaat

untuk melatih konsentrasi anak. Cerita dapat menjadi terapi bagi lemahnya

konsentrasi anak. Melalui aktivitas bercerita, anak terbiasa untuk mendengar,

menyimak mimik dan gerak si pencerita, atau memberi komentar di sela-sela

bercerita. Sebagai sarana melatih konsentrasi, hal ini juga harus diimbangi oleh

kemampuan si pencerita dalam menghidupkan cerita. Selain dengan cerita yang

menarik dan penampilan yang ekspresif, si pencerita juga dapat melibatkan anak

dalam aktivitas berceritanya, misalnya dengan memberi pertanyaan, berteriak,

menirukan suara binatang, atau menirukan gerak. Jika hal ini sering dilakukan

maka lambat laun konsentrasi anak pun menjadi terbentuk lebih stabil.

2.4.3 Jenis Cerita

Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Cerita lama

Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan

srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy

(dalam Taningsih, 2006) adalah sebagai berikut:

a.Dongeng

Dongeng adalah cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar

terjadi dan bersifat fantastis atau khayal. Macam-macam dongeng adalah

(56)

41

1) Mite

Adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan

masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus.

2) Legenda

Adalah dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib.

3) Fabel

Adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti

kehidupan manusia.

4) Sage

Adalah dongeng yang berisi kegagah beranian seorang pahlawan yang

terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.

Jenis cerita yang diberikan dalam penelitian proposal ini adalah jenis cerita

dongeng karena usia 4-6 tahun anak-anak masih menyukai cerita berjenis

dongeng. Cerita yang akan diberikan dalam proposal ini akan bervariasi di setiap

pertemuan, disesuaikan dengan materi ajar yang dijadwalkan oleh Taman

Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar dan disesuaikan dengan penilaian lembar

observasi DDST.

Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode

dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak

membosankan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”.

Larkin (Marina & Sarwono, 2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah

(57)

42

audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama untuk membangun sebuah cerita

yang utuh.

Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif.

Metode dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang

tidak benar-benar terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan

olah cerita yang baik dan melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana

didasarkan pada interaksi timbal balik dan kerjasama untuk membangun sebuah

cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.

Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan

mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi, dkk (2008) menyebutkan kriteria

dalam pemilihan dongeng yaitu :

 Harus menarik dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng

menarik dan memikat perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh

dan mengemas dongeng dengan mengasikkan.

 Dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak, dan bakat anak

supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif

dalam kegiatan mendongeng.

 Dongeng sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi dongeng

anak usia dini.

 Dongeng cukup pendek dalam rentang jangkau waktu perhatian anak. Anak

tidak dituntut untuk mendengarkan cerita dongeng diluar batas ketahanan

Gambar

Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan, kepuasan kerja, dan motivasi merupakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan

Berdirinya Kecamatan Muara Bangkahulu dan Universitas Bengkulu tahun 1982 menjadi kutub pertumbuhan ( growth pole ) penduduk dan pembangunan fisik yang relatif lebih cepat

Oleh karena itu, berdasarkan grafik yang ada pada gambar 4.3, dapat disimpulkan bahwa kondisi stabilitas arah sepeda motor yang paling baik adalah ketika sepeda motor berbelok

cabang Bekasi yang berasal dari rumah sakit ataupun klinik untuk diproses lebih lanjut (1.0), kemudian PT Taspen (Persero) cabang Bekasi akan melanjutkan proses

dianutnya b€rsilal p€rtikularistik dengan msresidu HAM monjodi hak azasi warga negara yang itr-, pun masih harus dlresldu. melalui l,Ju yang dlbuat

Investasi mesin merupakan suatu hal yang perlu diperhitungkan secara matang, sehingga munculah alternatif-alternatif mesin baru guna menggantikan mesin yang lama

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan di lingkungan Sekretariat Daerah Kota Mataram, sumber daya keuangan merupakan salah satu faktor yang menentukan pencapaian target

Untuk mempertahankan keberlangsungan usaha Kopontren Fat-Hiyyah Kecamatan Cisayong dituntut untuk melakukan pengelolaan yang baik khususnya dalam hal pengelolaan