SKRIPSI
PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN KANAK-KANAK
WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015
OLEH
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI
1102105046
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
i
PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN
BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TAMAN
KANAK-KANAK WIDYA KUMARA SARI DENPASAR TAHUN 2015
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH
KOMANG TATIS YUNNY WULANDARI
1102105046
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi berjudul
“Pengaruh Terapi Bercerita Terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia
Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan trimakasih penulis berikan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K).,M.Kes, sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan
untuk menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana serta memberikan pengarahan dalam proses
pendidikan.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS. AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan
pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.
3. Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, sebagai pembimbing utama yang
telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
tepat waktu.
4. Ns. Ni Ketut Ari Kumarawati, S.Kep, selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan bantuan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
vi
5. Ns. Francisca Shanti, M.Kep, Sp.Kep.An selaku penguji skripsi yang telah
memberikan koreksi ataupun masukan-masukan sehingga dapat
menyempurnakan skripsi ini.
6. Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di sekolahnya.
7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan pembuatan skripsi.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana Program A Angkatan Tahun 2011 atas
dukungan yang telah ditunjukkan selama menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena iu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang
membangun.
Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Denpasar, Juni 2015
vii ABSTRAK
Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari. S. Kumarawati, S.Kep.
Anak usia prasekolah dapat mengalami keterlambatan perkembangan, salah satunya adalah keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar dan pencapaian akademik yang kurang maksimal. Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa adalah kurangnya pemberian stimulasi. Stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan perkembangan bahasa adalah terapi bercerita. Kegiatan bercerita dapat membantu perkembangan bahasa anak berkomunikasi secara aktif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar. Jenis penelitian ini adalah pre-experimental design (one group pretest-postest design). Sampel terdiri dari 42 anak yang dipilih dengan teknik non probability purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mengobservasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah menggunakan lembar observasi DDST II. Dari hasil pretest didapatkan 25 anak perkembangan bahasa normal dan 17 anak perkembangan bahasa suspect. Hasil observasi posttest
didapatkan bahwa terjadi peningkatan perkembangan bahasa menjadi 32 orang dengan perkembangan bahasa normal dan 10 orang dengan perkembangan bahasa
suspect. Hasil dari uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan signifikan secara statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,008 ( p ≤0,05) artinya ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk menggunakan terapi bercerita sebagai alternative dalam menstimulasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah.
viii ABSTRACT
Wulandari, Komang Tatis Yunny. 2015. The Effect of Storytelling Therapy on
Preschoolers’ Language Development in TK Widya Kumara Sari Denpasar
Year 2015. Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of Medicine, Udayana University. Supervisors (1) Ns. Ni Made Aries Minarti S.Kep.M.Ng, (2) Ns. NLK Ari. S. Kumarawati, S.Kep.
The preschool age children had a lot of problems with their development, one of the developmental delays is language development. Delays in language development can cause learning difficulties and a low academic achievement. The cause of the delay in language development is the lack of stimulation. Stimulus that can be provided by parents to improve language development is storytelling therapy. Storytelling can improve children’s language development in order to be able to communicate actively and efficiently. This study aims to investigate the effect of storytelling therapy on the preschoolers’ language development in TK Widya Sari Kumara Denpasar. This research was a pre-experimental design (one group pretest-posttest design). The sample consists of 42 children who were selected by non-probability sampling technique with purposive sampling. The data was collected with observation sheet DDST II for observe the language development of preschool age children. From the result pretest showed that 25 children had normal language development and 17 children had suspect language development. From the observation posttest showed that 32 children had normal language development and 10 children had suspect language development. The data was collected by observing preschoolers’ language development using observation sheet DDST II. The results of the Wilcoxon test showed there was significant difference with a significance level p = 0.008 (p≤0,05). It means that there was a significant effect of storytelling therapy on preschoolers’ language development. Based on the results, it is suggested to the nurse to use storytelling as an alternative therapy in stimulating language development of preschoolers.
ix
x
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1Kerangka Konsep ……….. 50
3.2Variabel Penelitian ……… 52
3.3Definisi Operasional ………. 53
3.4Hipotesis ……… 54
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ……… 55
4.2 Kerangka Kerja ……….. 56
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 57
4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………. 57
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ……….. 60
4.6 Pengolahan dan Analisa Data ………. 67
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian ……….. 70
5.2Pembahasan Hasil Penelitian ………. 76
5.3Keterbatasan Penelitian ……….. 87
BAB VI PENUTUP 6.1Simpulan ……… 89
6.2Saran ……….. 89
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak
Tabel 2. Definisi Operasional Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Sebelum Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari
Denpasar Tahun 2015
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar
Tahun 2015
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa
Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Bercerita di TK Widya Kumara
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Gambar 2 Rancangan Pre-Eksperimental dengan One Group Pre-Test and Post-Test
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Anggaran Biaya Penelitian
Lampiran 3 Penjelasan Penelitian
Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Standar Operasional Pelaksanaan Terapi Bercerita
Lampiran 6 Lembar Observasi DDST II
Lampiran 7Lembar Uji Numerator Penelitian
Lampiran 8 Hasil Uji Numerator Penelitian
Lampiran 9 Tabel Master Data
Lampiran 10 Hasil Analisis Deskriptif
Lampiran 11 Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
xiv
DAFTAR SINGKATAN
DDST : Denver Developmental Screening Test
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
NCHS : National Center for Health Statistic
SDKI : Sensus Demografi Kesehatan Indonesia
SEM : Structural Equation Modelling
SP : Sensus Penduduk
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah
anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah,
dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori
harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik, proses belajar pada
masa ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006).
Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari
populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk
2010 (SP 2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta
jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah
tersebut, sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak
berumur di bawah 18 tahun. Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra
sekolah 0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012).
Jumlah penduduk Provinsi Bali berdasarkan Hasil SP 2010 pada kelompok umur
4-6 tahun yaitu berjumlah 202.212 anak dan jumlah anak usia 4-6 tahun di
Denpasar yaitu sebanyak 41.783 anak (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014).
Dari hasil kajian neurologi, pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-5
2
mendapat perhatian khusus keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan guna
mengoptimalkan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2008). Perkembangan adalah
perubahan yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses
maturasi dan pembelajaran (Supartini, 2004). Tumbuh kembang anak merupakan
proses yang kontinu, yang dimulai sejak di dalam kandungan sampai dewasa.
Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan stimulasi yang
berguna agar potensi berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi
sosial sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya
(Adriana, 2013).
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai
yang diharapkan. Ada yang mengalami keterlambatan perkembangan sehingga
tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini disebabkan karena banyak faktor
yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah, maupun faktor yang tidak
dapat diubah. Berbagai masalah perkembangan anak yaitu keterlambatan motorik,
berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif. Penyebab keterlambatan perkembangan
umum antara lain gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down;
gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebra; riwayat bayi risiko
tinggi seperti bayi prematur, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit
berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya
(Medise, 2013). Angka kejadian keterlambatan ini beberapa tahun terakhir
3
Thailand 24%, dan Argentina 22%, di Indonesia antara 13%-18% (Dhamayanti
M, 2006).
Salah satu keterlambatan yang bisa terjadi pada anak adalah keterlambatan
perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa adalah
ketidakmampuan anak untuk menggunakan simbol linguistik untuk
berkomunikasi secara verbal (Zuhriah, 2009). Data menunjukkan angka kejadian
anak yang mengalami keterlambatan, salah satunya dalam bentuk keterlambatan
berbahasa cukup tinggi. Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2011, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta, dari jumlah
tersebut 12,6 juta diantaranya berusia 4-5 tahun dan sekitar 384.800 orang
(3,05%) anak mengalami keterlambatan perkembangan (Badan Pusat Statistik,
2010). Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2011 di Provinsi Bali sebanyak
25.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang (51,8%) orang
diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1.054 orang (8,1%) anak
mengalami keterlambatan perkembangan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2010).
Perkembangan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya, sebab melibatkan perkembangan kognitif, motorik, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar anak. Permasalahan keterlambatan perkembangan bahasa pada
anak usia prasekolah adalah terutama dalam penguasan kosa kata (Taningsih,
2006). Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dapat
berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca, menulis dan serta
4
sampai usia dewasa. Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah
yang sering terdapat pada anak-anak. Menurut National Center for Health
Statistic (NCHS), data gangguan bicara dan bahasa yang berdasarkan atas laporan
orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) angka
kejadiannya adalah 0,9% pada anak dibawah umur. Dari hasil evaluasi langsung
kepada anak sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang
berdasarkan wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan
bahasa pada anak adalah sekitar 4-5% (Soetjningsih, 2012).
Suryawan (2012) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami keterlambatan
perkembangan bahasa 90% dikarenakan adanya gangguan input yakni kurangnya
pemberian stimulasi, seperti kurangnya mengajak anak berbicara, berinteraksi dan
bermain. Anak sangat membutuhkan stimulasi yang adekuat untuk menunjang
tahap perkembangannya. Otak sebagai pusat pengatur perkembangan terus
mengalami perubahan sesuai dengan stimulus yang diterima anak melalui panca
inderanya. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi
perkembangan anak (Soetjiningsih,2012). Melalui stimulasi, anak dapat mencapai
perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa,
sosial, kognitif, gerakan kasar, halus, keseimbangan, koordinasi, dan kemandirian.
Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulus. Apalagi jika stimulus
tersebut diberikan secara terus menerus (Nursalam, 2005). Sedangkan anak anak
5
sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan
kognitif anak menjadi terhambat, anak menjadi kesulitan dalam menyerap
pelajaran sehingga prestasi anak juga berkurang. Stimulasi yang kurang juga dapat
menyebabkan hambatan dalam perkembangan anak yaitu menimbulkan
penyimpangan perilaku sosial dan motorik pada anak, yaitu anak akan menjadi
malu pada teman-temannya (Soetjiningsih, 2012).
Salah satu stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan
perkembangan bahasa anak adalah dengan terapi bercerita. Mendengarkan cerita
yang baik dan menceritakannya kembali dapat mengasah perkembangan bahasa,
penambahan kosa kata, dapat mendorong motivasi, membantu perkembangan
kognitif, membantu berkembangnya interpersonal dan berkembangnya aspek
sosial. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak
secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga
anak akan mampu mengembangkan aspek perkembangan lain dengan modal
perkembangan bahasa yang sudah baik.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK)
Widya Kumara Sari Denpasar, jumlah anak usia 4-6 tahun yaitu sebanyak 47
anak, yang terdiri dari kelas A, B1 dan B2. Dari hasil wawancara dengan Kepala
Sekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar didapatkan data bahwa sekitar 45%
anak perkembangan bahasanya kurang. Dari data raport didapatkan bahwa
anak-anak sudah mampu meniru 4-5 kata, mampu berkata-kata sederhana, cara bicara
6
namun anak-anak masih kurang dalam mengungkapkan pendapat dan informasi,
menjawab pertanyaan, membedakan suku kata awal dan akhir serta 40% anak
masih kurang mampu untuk mengungkapkan dan menceritakan pengalaman
secara sederhana dan berurutan. Berdasarkan penilaian menggunakan lembar
observasi Denver Developmental Screening Test (DDST) didapatkan data bahwa
5 anak dari 8 anak, yang peneliti observasi dari 47 orang jumlah keseluruhan
anak pada TK tersebut diketahui bahwa anak-anak tersebut belum optimal dalam
mengartikan lima kata, mengerti tiga kata sifat, menyebut dua lawan kata dan
mengartikan tujuh kata.
Upaya yang telah dilakukan sekolah dalam mengembangkan kemampuan bahasa
pada anak pra-sekolah yaitu dengan kegiatan bernyanyi dan berbagi cerita
mengenai pengalaman anak tersebut. Penilaian perkembangan bahasa pada TK
Widya Kumara Sari Denpasar adalah dengan penilaian deksripsi mengenai
pemahaman anak dalam mengartikan pembelajaran bahasa tersebut. Ada juga cara
lain dalam menilai perkembangan bahasa anak, yaitu dengan melakukan
pengukuran perkembangan bahasa menggunakan lembar observasi DDST. DDST
adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan
anak umur 0-6 tahun (Adriana, 2013).
Pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak sebagai perkembangan berbahasa yang
akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan
teman, guru, dan orang yang ada disekitarnya, maka peneliti tertarik untuk
7
pada anak-anak usia pra-sekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari
Denpasar Tahun 2015”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa
anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015?”
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan
bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah sebelum
dilakukan terapi bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
2. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah setelah
dilakukan terapi bercerita di TKWidya Kumara Sari Denpasar Tahun
2015.
3. Menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa
8
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan anak dalam pemberian terapi
bercerita untuk perkembangan bahasa pada anak.
2. Dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya dalam
mengembangkan perkembangan berbahasa anak usia prasekolah
dengan sampel yang lebih banyak.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Hasil penelitian ini dapat membantu anak-anak mengembangkan
perkembangan bahasanya.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru dan orang tua
sebagai salah satu metode pembelajaran untuk mengembangkan
tumbuh kembang anak khususnya perkembangan bahasa.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi perawat dan tenaga
kesehatan agar menggunakan terapi bercerita untuk mengetahui
perkembangan pada anak khususnya perkembangan bahasa.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari
penelitian ini adalah
1. Yuniartini, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bercerita terhadap
Kualitas Tidur Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di
pre-9
experimental dengan rancangan one group pre-test and post-test design.
Jumlah sampel yaitu sebanyak 21 orang. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Rank Test diperoleh nilai asymp sig (2-tailed) 0,000 (kurang dari nilai α =
0,05) (asymp sig (2-tailed) < α) sehingga ada pengaruh terapi bercerita
terhadap kualitas tidur anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi di
Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar.
2. Maysaroh, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Dengan
Bercerita Terhadap Tindakan Sosialisasi Anak Usia Prasekolah Dalam
Menjalani Perawatan Di Rumah Sakit RSUD Batang, jumlah sampel sebanyak
20 pasien menggunakan metode one group pretest-posttet design dengan uji
statistik yang digunakan yaitu Wilcoxon, hasil menunjukkan nilai ρ lebih kecil
dari dari nilai alpha (0,05) sehingga ada pengaruh terapi bermain dengan
bercerita terhadap tindakan sosialisasi anak usia prasekolah dalam menjalani
perawatan di rumah sakt RSUD Batang.
3. Widya Hastuti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara
Komunikasi dalam Keluarga dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Usia
Prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam, jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 54 orang, desain dalam penelitian ini adalah dengan
deskriptif korelasi. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa
adahubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan perkembangan bahasa
pada anak usia prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam tahun
10
4. Asri Rodiyah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Metode
Bercerita untuk Meningkatkan Kosakata Anak usia 3-4 Tahun pada Play
Group Tunas Bangsa Sooko Mojokerto, subyek penelitian berjumlah 15
orang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif didapatkan
kesimpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode bercerita dalam
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak
2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang
Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir hayatnya mengalami perubahan
ke arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara perkembangan. Istilah
tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya saling berbeda tetapi
saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pengertian mengenai pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat
sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriana, 2013).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill (kemampuan) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem
organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan
12
Pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat berupa perubahan ukuran
besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari kemampuan
secara simbolik maupun abstrak, seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca,
dan lain-lain.
2.1.2 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau
waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa
prenatal dan masa postnatal.
1. Masa prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa
embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu
pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu
organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9
minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi
peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan
terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
2. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah,
13
a. Masa neonatus
Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan
masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di
dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.
b. Masa bayi
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara
usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat
berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan
saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini
mulai menurun dan terdapat percepatan pada perkembangan motorik.
c. Masa usia prasekolah
Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas
fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori Erikson (dalam Nursalam,
2005), pada usia prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah
(initiative vs guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya
imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai
segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang tua
mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak merasa bersalah.
Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik,
dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan
14
tuanya sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa
disekitarnya.
Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan dalam pola
makan dimana pada umunya anak mengalami kesulitan untuk makan.
Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan
perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak
sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2008).
d. Masa sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan
kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
e. Masa remaja
Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan
laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam
tahap remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan
perkembangan ini ditunjukkan pada perkembangan pubertas.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut
Adriana, 2013 adalah
1. Faktor internal
Berikut ini adalah faktor-faktor internal yang berpengaruh pada tumbuh
15
a. Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak memiliki faktor
herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk, atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan, dan pada masa remaja.
d. Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak
laki-laki akan lebih cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
berpengaruh pada tumbuh kembang anak, contohnya seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan
seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
g. Faktor eksternal
Berikut ini adalah faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada tumbuh
16
1) Faktor prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan akan
memengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
dan hyperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental, dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata, serta kelainan
jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli,
17
g) Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah
antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody terhadap sel
darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolysis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kerniktus yang
akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau
kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
2) Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak
3) Faktor pasca persalinan
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital
Tuberculosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan mengakibatkan
18
c) Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut
hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider).
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
paparan sinar radioaktif dan zat kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok,
dan lain-lain) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa
tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangan.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid, akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosioekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta
kesehatan lingkungan yang jelek dan tidaktahuan, hal tesebut
menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat
19
h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, khususnya
dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan, sosialisasi anak, serta
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan.
2.1.4 Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek
perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan
bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara,
20
4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.
2.2Konsep Anak Usia prasekolah
2.2.1 Pengertian Anak Usia prasekolah
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/toddler (1-2,5 tahun), usia prasekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun). Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan
rasa identitas jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang
didefinisikan secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk
menirukan tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan
atau memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua (Potter &
Perry, 2005)
Anak usia prasekolah adalah anak usia 3-5 tahun saat dimana sebagian besar
sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stres dan
perubahan yang moderat (Wong, 2008). Anak usia prasekolah merupakan masa
kanak-kanak awal, yaitu berada pada usia tiga sampai enam tahun (Potter & Perry,
2005). Anak usia prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam
21
tersebut berkembang secara optimal. Di usia ini anak mengalami banyak
perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut,
berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi,
belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari
lingkungannya, berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan
berbahasa, dan munculnya perilaku (Wong, 2008).
2.2.2 Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah
Snowman (dalam Patmonodewo, 2008) mengemukakan ciri-ciri anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya berada di Taman Kanak-Kanak. Ciri-ciri
yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.
1. Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka memiliki penguasaan
(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat suka melakukan kegiatan yang
dilakukan sendiri. Setelah melakukan berbagai kegiatan, anak usia prasekolah
membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak usia prasekolah
lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu,
mereka biasanya belum terampil dalam melakukan kegiatan yang agak rumit
seperti mengikat tali sepatu. Anak usia prasekolah juga sering mengalami
kesulitan apabila harus memfokuskan perhatiannya pada objek-objek yang
kecil ukurannya. Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala
mereka masih lunak. Selain itu, walaupun anak laki-laki lebih besar, akan
22
2. Ciri sosial
Umumnya pada tahap ini mereka mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak
terlalu terorganisir dengan baik. Anak yang lebih muda sering kali bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih tua. Selain itu permainan mereka juga
bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. Sering terjadi perselisihan
tetapi kemudian berbaikan kembali. Pada anak usia prasekolah juga sudah
menyadari peran jenis kelamin dan sextyping.
3. Ciri emosional
Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan perasaan secara bebas dan
terbuka. Iri hati juga sering terjadi diantara mereka dan anak usia prasekolah
pada umumnya sering kali merebut perhatian guru.
4. Ciri kognitif
Anak usia prasekolah umumnya sudah terampil dalam berbahasa. Kompetensi
anak juga perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
memahami dan kasih sayang.
2.2.3 Karakteristik Anak Usia Prasekolah
1. Perkembangan Motorik
Pada saat anak mencapai tahapan usia prasekolah (4-6 tahun) ada ciri yang
jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak usia prasekolah. Perbedaannya
terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan
keterampilan yang mereka miliki. Bertambahnya usia, perbandingan antar
23
terorganisasi dalam pola-pola. Perkembangan lain yang terjadi pada anak usia
prasekolah , umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi
susu akan tanggal pada akhir masa usia prasekolah. Gigi yang permanen tidak
akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus
berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah
mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah.
Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar.
Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi
otot-otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan naik. Motorik
halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ;
menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi kognitif
merupakan tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara
anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara
berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai
tolok ukur pertumbuhan kecerdasan. Piaget (Patmonodewo, 2008)
menjelaskan perkembangan kognitif terdiri dari empat tahapan perkembangan
yaitu tahapan sensorimotor, tahapan praoperasional, tahapan kongkret
24
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan
dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan
sendiri yang berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan
jelas. Dalam membicarakan perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu
dibicarakan (Patmonodewo, 2008), yaitu:
a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya
dipahami sebagai sistem tata bahasa yang rumit dan bersifat semantik,
sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk
kata-kata. Walaupun bahasa dan kemampuan berbicara sangat dekat
hubungannya tapi keduanya berbeda.
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat
pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing).
Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan
kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang
ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)
menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan kepada orang lain.
c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan
berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat
merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka.
Anak usia prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan
25
menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya,
melakukan dialog dan menyanyi.
4. Perkembangan Psikososial
Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan
kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan
perkembangan kepribadian.
2.3 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
2.3.1 Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala yang berkaitan dengan
komunikasi tidak lepas dari bahasa, seperti berpikir sistematis dalam menggapai
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa memiliki kemampuan berbahasa,
seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur
(Setiawan, 2007). Bahasa adalah bentuk aturan atau system lambang yang
digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya
yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa
diekspresikan melalui bicara mengacu pada symbol verbal. Bahasa juga dapat
mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau
pantomime (Judarwanto, 2009). Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi,
baik yang digunakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak
tubuh, ekspresi wajah pantomime atau seni. Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan seorang anak karena bahasa memiliki pengaruh yang besar
terhadap komunikasi dan interaksi sosial, dan bahsa merupakan barometer yang
26
Perkembangan bahasa selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak
(Yusuf, 2005).
Laju perkembangan bahasa bervariasi dari satu anak ke anak lain dan berkaitan
langsung dengan kompetensi neurologik dan perkembangan kognitif. Kebanyakan
ahli di bidang perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan dan perilaku
anak ke dalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan kelompok
usia. Pengelompokkan ini merupakan cara yang baik untuk menjelaskan
karakteristik mayoritas anak-anak saat periode munculnya perubahan
perkembangan dan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai.
2.3.2 Tata Cara Melatih Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Suyanto (2005) dalam Susanto (2011), melatih anak belajar bahasa dapat
dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui berbagai setting berikut ini :
1. Kegiatan bermain bersama, biasanya anak-anak secara otomatis
berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.
2. Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.
3. Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli,guru dan murid, atau
orang tua dan anak.
4. Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan jari
(fingerplay), anak berbicara mewakili boneka ini.
5. Belajar dan bermain dalam kelompok (cooperative play dan cooperative
27
2.3.3 Tugas-tugas Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas
pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan (Yusuf, 2005). Keempat tugas
pokok perkembangan bahasa adalah :
1. Pemahaman
Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
2. Pengembangan perbendaharaan kata
Perbendaharaan kata anak-anak berkembang dimulai secara lambat pada usia
dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat
Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya
berkembang sebelum usia 2 tahun. Bentuk kalimat pertama kalimat tunggal
(kalimat satu kata) dengan disertai gesture (bahasa tubuh) untuk melengkapi
cara berfikirnya.
4. Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama
orang tua). ejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar 3 tahun. Hasil
studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami
kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah
28
m, n, p, dan t sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w,
s, g, dan huruf rangkap (diftong): st, str, sk, dan dr.
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Carl Roger (dalam Setiawan, 2007) dan Yusuf (2005) mengatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1. Faktor intelegensi
Anak yang intelegensinya tinggi akan memperlihatkan superioritas linguistik,
baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
2. Faktor jenis kelamin
Anak perempuan melebihi anak laki-laki dalam aspek bahasa. Namun,
perbedaan jenis kelamin ini akan berkurang selaras dengan bergulirnya fase
perkembangan dan bertambahnya usia, sehingga akhirnya perbedaan ini
hilang.
3. Faktor perkembangan motorik
Kemungkinan tertundanya perkembangan bahasa atau keterlambatan
merupakan hal yang lumrah pada saat anak mengalami perkembangan motorik
dengan cepat.
4. Faktor kondisi fisik
Kondisi fisik berhubungan dengan perkembangan anak serta gangguan
penyakit yang berpengaruh pada kelancaran kerja indera. Misalnya, anak
29
5. Faktor kesehatan
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua
tahun pertama, anak mengalami sakit terus-terusan, maka anak tersebut
cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan
bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak
secara normal, orang tua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya
yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang
bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara tetap memeriksakan
anak ke dokter atau puskesmas.
6. Status sosial ekonomi keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status
sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga
miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan
dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi
mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar
(keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa
anaknya), atau kedua-duanya.
7. Hubungan keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang
mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan
30
orang tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan
yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau
kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
2.3.5 Penyebab terjadinya Hambatan Perkembangan Bahasa pada Anak
Usia Prasekolah
Penyebab hambatan bicara dan bahasa bermacam-macam, melibatkan faktor yang
saling mempengaruhi seperti lingkungan, kemampuan pendengaran, fungsi saraf,
31
Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak
No Penyebab Efek pada Perkembangan Bicara
1 Lingkungan
d. Terlambat pemerolehan struktur bahasa
2 Emosi (Psychosocial deprivation) a. Ibu yang tertekan
b. Gangguan serius pada orang tua
c. Gangguan serius pada anak
a. Terlambat pemerolehan bahasa
b. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
3 Masalah pendengaran a. Kongenital
b. Didapat
a. Terlambat/gangguan bicara yang
permanen
b. Terlambat/gangguan bicara yang
permanen 4 Perkembangan terlambat (maturation
delay)
a. Perkembangan lambat
b. Perkembangan lambat, tetapi masih dalam batas rata-rata
a. Terlambat dan gangguan kemampuan bicara
a. Memengaruhi kemampuan mengisap,
menelan, menguyah dan akhirnya timbul gangguan biacar dan artikulasi
b. Memengaruhi kemampuan mengisap,
menelan, menguyah dan akhirnya timbul gangguan biacar dan artikulasi seperti dispraksia
c. Berpengaruh pada pernafasan, makan dan timbul juga masalah artikulasi yang dapat mengakibatkan disartia dan dispraksia d. Kesulitan membedakan suara, mengerti
bahasa, simbolisasi, mengenai konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di sekolah
32
2.3.6 Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah
Adriana (2013) memaparkan bahwa perkembangan bahasa anak usia prasekolah
umur lima tahun yaitu :
- Mempunyai perbendaharaan sampai 2100 kata
- Menggunakan kalimat dengan 6-8 kata
- Menyebutkan 4 atau lebih warna
- Menggambar atau melukis dengan banyak komentar dan menyebutkan satu
persatu
- Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan, dan kata yang
berhubungan dengan waktu lainnya
- Dapat mengikuti tiga perintah sekaligus.
Ciri khas perkembangan bahasa anak usia prasekolah menurut Dewi (2005)
adalah:
1) Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak
dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
2) Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan
kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi
satu kata yang mengandung arti contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis
(tata bahasa, misal saya memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”)
bahasa yang digunakan.
3) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat
mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
33
5) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak meliputi warna, ukuran, bentuk,
rasa, aroma, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak,
permukaan (kasar dan halus)
6) Mampu menjadi pendengar yang baik.
7) Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa
yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.
8) Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi.
2.3.7 Cara Mengukur Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Prasekolah
Cara mengukur perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi adalah
lembar kerja yang berfungsi untuk mengobservasi dan mengukur tingkat
keberhasilan atau ketercapaian tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar
mengajar dikelas. Isi dari lembar observasi mengacu dari DDST II yang
mencakup anak usia prasekolah 4 - 5 tahun. DDST adalah sebuah metode
pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun.
DDST memenuhi semua persyaratan yang dapat diandalkan dan menunjukkan
validitas yang tinggi. DDST II merupakan revisi dan standarisasi dari DDST dan
Revised DDST Development Screening Test (DDST-R) oleh Frakenburg, revisi ini
terutama tugas perkembangan pada sektor bahasa (Soetjiningsih, 2012).
1. Deskripsi DDST II
DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai
34
lembar kertas dimana halaman depan berisi tentang tes dan halaman belakang
berisi tentang petunjuk pelaksanaannya.
a. Pada halaman depan terdapat skalam umur dalam bulan dan tahun pada garis
horizontal atas dan bawah.
1) Umur dimulai dari 0-6 tahun.
2) Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis tegak kecil) adalah 1
bulan.
3) Setelah umur 24 bulan, jarak antara 2 tanda adalah 3 bulan.
b. Pada halaman depan kiri atas terdapat neraca umur yang menunjukkan 25%,
50%, 75%, dan 90%.
c. Pada kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku. Tes perilaku ini
dapat digunakan untuk membandingkan perilaku anak selama tes dengan
perilaku sebenarnya.
d. Pada bagian tengah berisi 125 item yang digambarkan dalam neraca umur
25%, 50%, 75%, dan 90% dari seluruh sampel standar anak normal yang
dapat melaksanakan tugas tersebut.
2. Manfaat DDST
Manfaat DDST bergantung pada umur anak. DDST II dapat digunakan untuk
berbagai tujuan sebagai berikut :
a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya.
b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat.
c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak menunjukkan gejala
35
3. Prosedur DDST II
Prosedur DDST II dilakukan melalui dua tahap, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap I : secara periodic dilakukan pada anak yang berumur 3-6 bulan,
9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun.
b. Tahap II : dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami hambatan
perkembangan pada tahap I, kemudian dilakukan evaluasi diagnostic yang
lengkap.
4. Penentuan umur
Menentukan umur menggunakan patokan sebagai berikut.
a. 1 bulan = 30-31 hari.
b. 1 tahun = 12 bulan
c. Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah.
d. Umur lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas.
e. Apabila anak lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya
prematur 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.
f. Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan
penyesuaian umur.
5. Pelaksanaan tes
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Semua item harus diujikan dengan prosedur yang sudah terstandarisasi.
b. Perlu kerja sama aktif dari anak sebab anak harus merasa tenang, aman,
senang, dan sehat.
36
d. Tersedianya ruangan yang cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan
santai dan menyenangkan.
e. Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan tes untuk melihat
perkembangan anak secara keseluruhan.
6. Skoring penelitian item test
Pemberian skor untuk setiap item peneliti memiliki ketentuan sebagai berikut :
a. L = Lulus/Lewat (P = Pass).
Anak dapat melakukan item dengan baik atau orang tua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak dapat menyelesaikan item
tersebut.
b. G = Gagal (F = Fail).
Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau orangtua/pengasuh
melaporkan secara terpercaya bahwa anak tidak dapat melakukan dengan
baik.
c. M = Menolak (R = Refusal).
Anak menolak untuk melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya
lelah, menangis, mengantuk.
2.3.8 Intepretasi Nilai
a. Penilaian per item
1. Advanced
Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak disebelah kanan garis
37
2. Normal
Gagal/menolak tugas pada item yang ada dikanan garis umur dan lulus atau
gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%.
3. Peringatan
Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara
75-90%.
4. Keterlambatan
Bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.
5. Tidak ada Kesempatan
Pada item tes yang orang tuanya melaporkan bahwa anaknya tidak ada
kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.
b. Intepretasi tes DDST II
1. Normal
a. Tidak ada delayed (keterlambatan).
b. Paling banyak 1 caution (peringatan).
c. Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.
2. Suspect
a. Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).
b. Dan/atau terdapat 1 atau lebih delayed (keterlambatan).
c. Dalam hal ini delayed (terlambat) atau caution (peringatan) harus
disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/ refusal.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor
38
3. Untestable (tidak dapat diuji)
a. Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).
b. Dan/atau 2 atau lebih caution (peringatan).
c. Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan
(refusal), bukan oleh kegagalan.
d. Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian (Adriana, 2013).
2.4 Konsep Terapi Bercerita
2.4.1 Pengertian Bercerita
Bercerita adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat
sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak Prasasti (2005). Bercerita adalah
upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui
pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih
ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk
lisan (Mustakim, 2005). Bacrtiar (2005) menjelaskan bahwa bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian
dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan
sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan
dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa. Bercerita
merupakan aktivitas yang menarik dan boleh digunakan dalam mata pelajaran
bagi menghidupkan sesuatu pengajaran. Bercerita dapat meningkatkan
39
kanak-kanak melahirkan idea atau pendapat serta menjadikan pembelajaran
sebagai suatu pengalaman yang berguna. Bercerita juga dapat dijadikan sebagai
terapi. Terapi bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi
anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan dengan
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian
dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain (Moeslichatun, 2004; Bachtiar, 2005).
2.4.2 Manfaat Bercerita
Ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita menurut Musfiroh (2005) adalah
untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan kebutuhan
imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat
menulis anak, merangsang minat baca anak, membuka cakrawala pengetahuan
anak sedangkan menurut Bachtiar (2005), manfaat bercerita adalah dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak
mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan
fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Cerita juga
dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, yaitu melalui perbendaharaan kosa
kata yang sering didengarnya. Semakin banyak kosa kata yang dikenalnya,
semakin banyak juga konsep tentang sesuatu yang dikenalnya. Selain melalui kosa
kata, kemampuan berbahasa ini juga dapat diasah melalui ketepatan berbahasa
40
mengharukan, membahagiakan, dan sebagainya. Cerita juga memiliki manfaat
untuk melatih konsentrasi anak. Cerita dapat menjadi terapi bagi lemahnya
konsentrasi anak. Melalui aktivitas bercerita, anak terbiasa untuk mendengar,
menyimak mimik dan gerak si pencerita, atau memberi komentar di sela-sela
bercerita. Sebagai sarana melatih konsentrasi, hal ini juga harus diimbangi oleh
kemampuan si pencerita dalam menghidupkan cerita. Selain dengan cerita yang
menarik dan penampilan yang ekspresif, si pencerita juga dapat melibatkan anak
dalam aktivitas berceritanya, misalnya dengan memberi pertanyaan, berteriak,
menirukan suara binatang, atau menirukan gerak. Jika hal ini sering dilakukan
maka lambat laun konsentrasi anak pun menjadi terbentuk lebih stabil.
2.4.3 Jenis Cerita
Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Cerita lama
Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan
srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy
(dalam Taningsih, 2006) adalah sebagai berikut:
a.Dongeng
Dongeng adalah cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar
terjadi dan bersifat fantastis atau khayal. Macam-macam dongeng adalah
41
1) Mite
Adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus.
2) Legenda
Adalah dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib.
3) Fabel
Adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti
kehidupan manusia.
4) Sage
Adalah dongeng yang berisi kegagah beranian seorang pahlawan yang
terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.
Jenis cerita yang diberikan dalam penelitian proposal ini adalah jenis cerita
dongeng karena usia 4-6 tahun anak-anak masih menyukai cerita berjenis
dongeng. Cerita yang akan diberikan dalam proposal ini akan bervariasi di setiap
pertemuan, disesuaikan dengan materi ajar yang dijadwalkan oleh Taman
Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar dan disesuaikan dengan penilaian lembar
observasi DDST.
Kusmiadi dkk, (2008) menyebutkan “pembelajaran dengan menggunakan metode
dongeng di PAUD harus menyenangkan dan menarik, tidak kaku, tidak
membosankan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk aktif dan kreatif”.
Larkin (Marina & Sarwono, 2007) mengungkapkan bahwa mendongeng adalah
42
audiens, didasarkan pada interaksi dan kerjasama untuk membangun sebuah cerita
yang utuh.
Untuk itu dalam penelitian ini metode yang dipilih ialah dongeng interaktif.
Metode dongeng interaktif adalah menyampaikan karya seni berupa cerita yang
tidak benar-benar terjadi atau cerita prosa rakyat dengan melibatkan keterampilan
olah cerita yang baik dan melibatkan komunikasi yang interaktif, dimana
didasarkan pada interaksi timbal balik dan kerjasama untuk membangun sebuah
cerita yang utuh antara anak dan pendongeng.
Pemilihan dongeng harus memperhatikan beberapa aspek penting agar kegiatan
mendongeng menarik bagi anak. Kusmiadi, dkk (2008) menyebutkan kriteria
dalam pemilihan dongeng yaitu :
Harus menarik dan memikat perhatian pendongeng sendiri, apabila dongeng
menarik dan memikat perhatian maka pendongeng akan bersungguh-sungguh
dan mengemas dongeng dengan mengasikkan.
Dongeng harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya anak, dan bakat anak
supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif
dalam kegiatan mendongeng.
Dongeng sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi dongeng
anak usia dini.
Dongeng cukup pendek dalam rentang jangkau waktu perhatian anak. Anak
tidak dituntut untuk mendengarkan cerita dongeng diluar batas ketahanan