• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS TENDENSI KONSUMEN D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR 110,47"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

No. 45/08/34/Th.XV, 2 Agustus 2013

INDEKS

TENDENSI

KONSUMEN

D.I.

YOGYAKARTA

TRIWULAN

II

TAHUN

2013

SEBESAR

110,47

1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan II-2013

Indeks Tendensi Konsumen D.I.Yogyakarta pada triwulan II 2013 sebesar 110,47; artinya kondisi ekonomi konsumen mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Membaiknya persepsi ekonomi konsumen pada triwulan ini terutama didorong oleh peningkatan pendapatan rumah tangga dengan nilai indeks 112,46. Inflasi yang relatif rendah selama April s.d

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

A. Penjelasan Umum

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui Survei Tendensi Konsumen (STK). ITK merupakan indeks yang menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan dan perkiraan pada triwulan mendatang.

Sebelum Triwulan I-2012, BPS melaksanakan STK di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan jumlah sampel 330 rumah tangga (secara nasional sebanyak 10.865 rumah tangga). Sejak Triwulan I-2012, sampel STK diperluas menjadi sebanyak 400 rumah tangga di DIY (secara nasional sebanyak 14.232 rumah tangga). Responden STK merupakan sub-sampel dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) khusus di daerah perkotaan. Pemilihan sampel dilakukan secara panel antar triwulan untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat mengenai perubahan persepsi konsumen antar waktu. Dengan adanya perluasan sampel, nilai ITK dapat disajikan sampai level provinsi. Upaya ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan data yang semakin beragam hingga tingkat regional (spasial antar provinsi).

B. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan II-2013

 Indeks Tendensi Konsumen D.I.Yogyakarta pada triwulan II-2013 tercatat sebesar 110,47; artinya kondisi ekonomi konsumen mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingkat optimis konsumen triwulan II 2013 lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2013 yang mencatat indeks 106,13. Membaiknya kondisi ekonomi masyarakat/konsumen D.I. Yogyakarta terutama didorong oleh peningkatan pendapatan konsumen dan relatif rendahnya pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi masyarakat mengalami kenaikan terutama pada kelompok non makanan (perumahan, transportasi dan komunikasi).

C. Perkiraan Ekonomi Konsumen Triwulan III-2013

 Nilai ITK DIY pada triwulan III-2013 diperkirakan sebesar 114,04; artinya kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan mengalami kenaikan dengan tingkat optimisme diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2013.

(2)

Juni 2013 yang mencapai 0,24 persen tidak terlampau berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas makanan dan non makanan seperti tercermin dari nilai indeks sebesar 109,22. Daya beli masyarakat selama triwulan II 2013 juga mengalami peningkatan meskipun tingkat optimis tidak sebesar dua komponen sebelumnya dengan indeks sebesar 102,52. Peningkatan daya beli terutama terjadi pada kelompok non makanan dibandingkan dengan kelompok makanan.

Dibandingkan dengan ITK triwulan sebelumnya yang sebesar 106,13, ITK triwulan II 2013 mengalami peningkatan indeks sebesar 4,34 poin. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan optimisme masyarakat terhadap kondisi perekonomian selama triwulan II-2013. Peningkatan tersebut diantaranya disebabkan oleh pola musiman dimana tingkat konsumsi masyarakat selama liburan sekolah dan menjelang pergantian tahun ajaran baru sekolah biasanya cenderung meningkat.

Dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, nilai ITK DIY berada pada peringkat ketiga setelah ITK Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta yang masing-masing mencapai 110,93 dan 110,87 (Tabel 1). Sementara, pada level nasional nilai ITK DIY berada di peringkat keempat setelah Provinsi Bali, Banten dan DKI Jakarta. Nilai ITK provinsi lainnya di Pulau Jawa selama triwulan II-2013 relatif merata dan berkisar antara 108,14 sampai 110,93.

Tabel 1.

Indeks Tendensi Konsumen Provinsi DIY menurut Variabel Pembentuknya dan Indeks Tendensi Konsumen Provinsi-provinsi di Pulau Jawa serta Nasional

Variabel Pembentuk Tw-II 2012 Tw III-2012 Tw IV-2012 Tw I-2013 Tw II-2013

(1) (3) (4) (5) (6) (6)

Pendapatan rumah tangga kini 107,52 111,46 106,38 107,58 112,46 Pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi 118,87 118,57 121,59 106,22 109,22 Tingkat konsumsi bahan makanan, makanan jadi di restoran dan

bukan makanan *) 104,33 109,37 100,46 102,54 107,36

Indeks Tendensi Konsumen

DIY 109,85 112,90 109,21 106,13 110,47 Jateng 109,50 111,29 107,70 104,68 108,14 Jabar 108,98 110,72 107,88 104,14 107,75 DKI 111,48 114,72 112,35 108,32 110,87 Jatim 108,71 111,85 107,51 105,50 108,07 Banten 109,47 110,15 108,24 108,34 110,93 Nasional 108,77 111,12 108,63 104,70 108,02

*) Bukan makanan: pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan rekreasi.

Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan III-2013

Nilai ITK DIY pada triwulan III 2013 diperkirakan sebesar 114,04; artinya kondisi ekonomi konsumen diperkirakan akan meningkat dengan tingkat optimis yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan II 2013 (nilai indeks 110,47). Tabel 2 mengilustrasikan bahwa pendapatan rumah tangga diperkirakan akan meningkat selama triwulan III (nilai indeks 115,52). Peningkatan pendapatan ini akan mendorong meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama (elektronik,

(3)

perhiasan, perangkat komunikasi, meubelair, peralatan rumah tangga, kendaraan bermotor, tanah, rumah), rekreasi dan pesta/hajatan akan meningkat pula (nilai indeks 111,40).

Tabel 2.

Indeks Tendensi Konsumen Provinsi DIY menurut Variabel Pembentuknya dan Indeks Tendensi Konsumen Provinsi-provinsi di Pulau Jawa serta Nasional

Variabel Pembentuk Tw III-2013

(1) (2)

Perkiraan pendapatan rumah tangga mendatang 115,52

Rencana pembelian barang-barang tahan lama (elektronik, perhiasan, perangkat komunikasi, meubelair, peralatan rumah

tangga, kendaraan bermotor, tanah, rumah), rekreasi, dan pesta/hajatan 111,40

Indeks Tendensi Konsumen

DIY 114,04 Jateng 112,47 Jabar 111,71 DKI 115,41 Jatim 112,76 Banten 113,40 Nasional 111,41

Jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, perkiraan nilai ITK DIY triwulan yang akan datang (nilai indeks 114,04) berada pada posisi kedua terbesar sesudah Provinsi DKI Jakarta (nilai indeks 115,41) dan berada di peringkat ketiga secara nasional di bawah Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Nilai ITK nasional selama triwulan III 2013 diperkiranan mencapai 111,41.

Gambar 1.

Indeks Tendensi Konsumen Riil dan Indeks Tendensi Konsumen Perkiraan DI Yogyakarta Triwulan I-2011 sampai Triwulan II-2013

109,85 112,90 110,47 110,45 109,47 112,59 110,67 109,21 106,13 109,71 110,02 111,91 105,64 102,79 109,54 110,23 108,46 111,56 106,64 100 102 104 106 108 110 112 114 Tw I‐ 2011 Tw II‐ 2011 Tw III‐ 2011 Tw IV‐ 2011 Tw I‐ 2012 Tw II‐ 2012 Tw III‐ 2012 Tw IV‐ 2012 Tw I‐ 2013 Tw II‐ 2013 ITK Terkini Perkiraan ITK 

Pola perbandingan antara ITK pada triwulan berjalan (ITK riil) dengan perkiraan ITK triwulan yang bersangkutan menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan (sekitar 1 poin), kecuali pada triwulan I 2013. Pada triwulan I 2013, persepsi konsumen di DIY secara riil pada triwulan berjalan lebih pesimis (106,13) dibandingkan dengan persepsinya yang diukur pada triwulan

(4)

sebelumnya (109,54). Pesimisme konsumen tersebut disebabkan oleh tingkat konsumsi makanan dan non makanan oleh masyarakat tidak sebesar yang sudah diperkirakan terlebih dahulu, karena adanya inflasi, meskipun tidak terlampau berpengaruh.

Tabel 3

Indeks Tendensi Konsumen1)Triwulan II-2013 dan

Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2013 Tingkat Nasional dan Provinsi

No. Provinsi Pendapatan Ruta Kini

Pengaruh Inflasi thd Tingkat Konsumsi Konsumsi Bahan Makanan, dan Non Makanan ITK Triwulan II-2013 Pendapatan Ruta Mendatang Rencana Pembelian Barang Tahan Lama, Rekreasi dan Pesta/Hajatan ITK Triwulan III-20132) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. NAD 105,70 105,17 103,39 105,05 110,85 106,81 109,40 2. Sumatera Utara 108,55 107,40 104,39 107,33 110,15 105,72 108,56 3. Sumatera Barat 108,56 107,53 104,86 107,48 114,99 106,02 111,78 4. R i a u 109,01 106,58 106,44 107,79 111,29 107,42 109,90 5. J a m b i 106,85 108,46 104,16 106,70 110,84 111,50 111,07 6. Sumatera Selatan 108,22 109,35 106,12 108,06 113,07 106,82 110,83 7. Bengkulu 108,09 108,80 105,77 107,78 109,55 107,36 108,77 8. Lampung 106,89 106,54 104,75 106,32 113,76 107,13 111,38

9. Kep. Bangka Belitung 108,97 107,16 104,64 107,54 112,12 107,48 110,46

10. Kep. R i a u 111,00 108,84 106,54 109,44 115,33 104,09 111,30 11. DKI Jakarta 112,98 110,36 106,51 110,87 117,52 111,63 115,41 12. Jawa Barat 109,16 106,82 105,61 107,75 116,69 102,78 111,71 13. Jawa Tengah 108,92 109,34 104,81 108,14 114,43 108,98 112,47 14. D.I. Yogyakarta 112,46 109,22 107,36 110,47 115,52 111,40 114,04 15. JawaTimur 109,29 108,37 104,83 108,07 114,81 109,10 112,76 16. Banten 114,10 107,47 107,77 110,93 115,74 109,20 113,40 17. B a l i 114,12 110,96 106,84 111,69 122,02 109,72 117,61

18. Nusa Tenggara Barat 108,76 106,85 104,20 107,25 115,14 103,27 110,88

19. Nusa Tenggara Timur 106,68 107,31 104,38 106,35 111,35 102,59 108,21

20. Kalimantan Barat 109,47 107,37 105,86 108,12 110,29 113,83 111,56 21. Kalimantan Tengah 108,34 108,17 104,88 107,54 112,03 107,14 110,28 22. Kalimantan Selatan 110,34 106,99 103,30 107,91 109,20 109,22 109,21 23. Kalimantan Timur 111,54 108,69 104,33 109,21 117,06 103,03 112,03 24. Sulawesi Utara 110,84 109,12 106,25 109,38 113,24 108,13 111,41 25. Sulawesi Tengah 109,26 106,68 104,41 107,50 115,85 108,63 113,26 26. Sulawesi Selatan 110,01 106,63 105,28 108,07 116,15 104,25 111,88 27. Sulawesi Tenggara 109,16 106,65 105,19 107,62 115,53 105,89 112,07 28. Gorontalo 110,12 107,70 103,55 108,04 117,52 107,16 113,80 29. Sulawesi Barat 109,13 108,64 104,29 107,95 114,23 106,72 111,54 30. Maluku 106,87 108,72 105,87 107,15 112,32 110,19 111,56 31. Maluku Utara 107,39 109,69 106,89 107,90 110,56 111,73 110,98 32. Papua Barat 108,32 108,05 103,64 107,23 109,89 107,57 109,06 33. Papua 106,66 106,65 104,34 106,15 108,16 107,17 107,80 Indonesia 109,26 107,95 105,20 108,02 113,55 107,57 111,41 Keterangan:

1) ITK berkisar antara 0 sampai dengan 200, dengan indikasi sebagai berikut:

a. Nilai ITK < 100, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya.

b. Nilai ITK = 100, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebelumnya.

c. Nilai ITK > 100, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi konsumen pada triwulan berjalan meningkat dibanding triwulan sebelumnya.

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabel 4.5 dari keempat variabel yang digunakan dalam penelitian ini, variabel yang signifikan adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanaman Modal Asing (PMA) dan Ang katan

Penelitian yang relevan dengan pembahasan kali ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mega Zenita Mufatir (2013) dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Metode

Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan Tahun 2011 Harvest Area, Average Production, and Total Production of Wetland Paddy per Districts

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan petunjuk, kekuatan, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hasil penelitian (Alifian &amp; Rahardjo, 2016) yang berjudul Analisis Pengaruh Job Insecurity, Kepuasan Kerja, Dan Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Berpindah

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Xu (2010) menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam proses belajar akan dapat mendukung self regulated learning

Sebelum dan sesudah dilakukan proses pembelajaran pada kelas eksperimen dilakukan pretest dan posttest pada kelas tersebut, dengan menggunakan soal yang telah diujicoba

Kebiasaan dalam pengelolaan pembuatan kue rumahan di Desa Lampanah memiliki kebiasaan kurang baik, hal ini di sebabkan karena pengelolaan kue rumahan oleh