• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Penelitian Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Makalah Penelitian Kimia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROSEDUR PENENTUAN KADAR ASAM CUKA SECARA TITRASI ASAM – BASA DENGAN BERBAGAI INDIKATOR ALAMI (SEBAGAI ALTERNATIF PRAKTIKUM TITRASI ASAM – BASA DI SMA)

Das Salirawati, M.Si dan Regina Tutik Padmaningrum, M.Si Jurdik Kimia FMIPA - UNY

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tepat tidaknya dan cermat tidaknya ketiga indikator alami (daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang) digunakan dalam penentuan kadar asam cuka. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa antara yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain tiga sampel dan dua variabel, yaitu sampel berupa tiga indikator alami yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah variabel bebas berupa jenis indikator yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi (terdiri dari tiga sub-variabel), variabel terikat berupa kadar asam cuka hasil titrasi, dan variabel kontrol berupa indikator pp. Populasi penelitian ini adalah indikator alami yang dibuat dari bahan alam, sedangkan sampel yang digunakan adalah tiga indikator alami, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang dibuat segar ketika akan digunakan. Data penelitian yang diperoleh berupa volum asam oksalat yang digunakan untuk standarisasi larutan NaOH dan volum NaOH yang digunakan untuk titrasi sampel asam cuka. Rerata volum NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi, baik yang menggunakan indikator pp maupun ketiga indikator alami tersebut digunakan untuk menghitung kadar asam cuka.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator alami, masing-masing indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang tepat dan cermat digunakan dalam penentuan kadar asam cuka. Tidak ada perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.

Kata kunci : indikator alami, titrasi asam basa, asam cuka PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang dalam pembelajarannya sangat memerlukan kegiatan penunjang berupa praktikum maupun eksperimen di laboratorium. Hal ini dikarenakan ilmu kimia dibangun dengan metode ilmiah. Melalui tahapan metode ilmiah, maka diperoleh produk-produk ilmiah ilmu kimia, seperti konsep, prinsip, aturan, hukum, dan teori. Dengan demikian ilmu kimia mencakup pengertian kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses.

Oleh karena itu proses pembelajaran ilmu kimia harus diusahakan mengarah kepada kegiatan yang mendorong siswa belajar lebih aktif, baik secara fisik, sosial, maupun psikis dalam memahami konsep. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai, yaitu pendekatan keterampilan proses (Conny Semiawan, dkk, 1986 : 16). Pendekatan ini menekankan pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.

Metode praktikum adalah salah satu bentuk pendekatan keterampilan proses yang bagi siswa SMA selain melatih bagaimana penggunaan alat dan bahan kimia yang tepat, juga membantu pemahaman siswa terhadap materi kimia yang diajarkan di kelas.

Selama ini praktikum kimia yang dilakukan di SMA tidak menyertai seluruh konsep kimia yang diajarkan di kelas. Hal ini karena keterbatasan alat dan bahan kimia yang dimiliki oleh setiap SMA, sehingga yang dipraktikkan hanya mengikuti apa saja bahan dan alat yang tersedia. Padahal setiap konsep kimia SMA sebenarnya dapat diikuti dengan suatu mata praktikum yang sesuai.

(2)

konsentrasi larutan asam atau basa”. Untuk melaksanakan praktikum titrasi asam-basa diperlukan suatu indikator sebagai penentu titik akhir titrasi. Pada umumnya indikator yang digunakan adalah indikator pp, tetapi seringkali ketiadaan indikator pp, praktikum titrasi asam-basa ini akhirnya tidak dilakukan.

Berdasarkan hal ini, maka perlu dicari indikator asam-basa lain yang sekiranya dapat diperoleh dan dibuat mudah, baik oleh guru maupun siswa itu sendiri. Indikator yang dimaksud adalah indikator alami, yaitu indikator yang dibuat dari bahan tanaman yang biasanya berasal dari tanaman yang berwarna. Untuk keperluan titrasi asam-basa, diperlukan indikator alami yang memiliki perubahan warna yang tajam ketika berada dalam suasana asam ke basa atau sebaliknya. Beberapa diantara indikator alami adalah daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang memiliki warna spesifik pada suasana asam dan basa, sehingga diharapkan mampu menentukan titik akhir titrasi.

Pada penelitian ini akan dilihat ketepatan dan kecermatan berbagai indikator alami, yaitu daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang sebagai indikator dalam menentukan kadar asam cuka dengan pembanding indikator pp. Bila ternyata semua indikator alami tersebut memiliki ketepatan dan kecermatan yang tinggi, maka dapat digunakan sebagai indikator alternatif pengganti indikator pp yang biasa digunakan dalam praktikum titrasi asam-basa di SMA.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi guru-guru kimia SMA dalam memperkenalkan indikator alami dan manfaatnya dalam pelaksanaan praktikum, khusus-nya pada materi titrasi asam-basa. Selain itu, diharapkan guru mampu mencari dan mengembangkan sendiri jenis-jenis bahan alami yang terdapat di sekitarnya yang mudah diperoleh untuk dapat digunakan sebagai indikator alami.

B. Titrasi Asam - Basa

Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu cara analisis kuantitatif volumetrik berdasarkan reaksi asam-basa secara titrasi. Titrasi asam asetat / asam cuka (CH3COOH)

dengan larutan natrium hidrok-sida (NaOH) sebagai larutan standar akan menghasilkan garam CH3COONa yang berasal dari sisa asam lemah dan basa kuat yang kemudian

terhidrolisis. Reaksi hidrolisis ini merupakan reaksi keseimbangan yang dapat ditulis :

CH3COOH (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + H2O (l)

Pada titrasi ini sebagian asam asetat (asam cuka) dan basanya akan tinggal dalam larutan. Saat titik ekivalen (titik akhir titrasi) terjadi, banyaknya asam asetat (asam cuka) dan NaOH bebas adalah sama, tetapi karena asam asetat termasuk elektrolit lemah maka ion H+ yang dibebaskan sangat sedikit, dan akan lebih banyak tinggal sebagai molekul

CH3COOH. Sedangkan basa bebasnya (NaOH) merupakan elektrolit kuat yang hampir

terionisasi sempurna, membebaskan ion hidroksil (OH-) dalam larutan. Hal ini

mengaki-batkan titrasi akan berakhir pada pH di atas 7.

C. Indikator Asam - Basa

Indikator asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya bergantung pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat asam, basa, dan netral. Sebagai contoh kertas lakmus merah atau biru, berwarna merah dalam larutan yang pHnya lebih kecil dari 5,5 dan berwarna biru dalam larutan yang pHnya lebih besar dari 8. Dalam larutan yang pHnya 5,5 sampai 8 warna lakmus adalah kombinasi warna merah dan biru. Batas-batas pH dimana indikator mengalami perubahan warna disebut trayek indikator. Jadi, trayek indikator lakmus adalah 5,5 – 8.

(3)

asam lemah yang dalam bentuk molekul tidak berwarna dan dalam bentuk terion berwarna merah. Dalam air pp bereaksi sebagai berikut :

Hind (aq) + H2O (l) Ind-(aq) + H3O+(aq)

tidak berwarna merah

Hind adalah untuk melambangkan molekul indikator, sedangkan Ind- untuk ion

indikator. Pada penambahan asam, reaksi kesetimbangan di atas akan bergeser ke kiri dan warna akan memudar (menjadi tidak berwarna). Sebaliknya pada penambahan basa, reaksi kesetimbangan bergeser ke kanan dan warna akan makin merah.

D. Indikator Alami

Indikator alami dapat dibuat dari bagian tanaman yang berwarna, misalnya kelopak bunga sepatu, daun kubis ungu, daun bayam merah, kayu secang, dan kunyit. Sebenarnya hampir semua tumbuhan berwarna dapat dipakai sebagai indi-kator tetapi terkadang perubahan warnanya tidak jelas. Oleh karena itu hanya beberapa saja yang sering dipakai, misalnya daun kubis ungu yang memberikan warna merah dan hijau, daun bayam merah yang memberikan warna merah dan kuning.

Daun kubis ungu (Brassica oleracea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang tidak banyak dikonsumsi, karena tidak semua orang menyukai rasanya yang sedikit berbeda dengan daun kubis biasa. Daun kubis ungu bila dilarutkan dalam air panas akan mengeluarkan zat kimia yang berwarna biru atau biru keunguan bila terlalu pekat. Zat kimia inilah yang bila bercampur dengan asam akan berubah warna menjadi merah dan bila bercampur dengan basa berubah menjadi hijau. Oleh karena ada perbedaan warna dalam suasana asam dan basa, maka ia dapat digunakan sebagai indikator alami.

Daun rhoeo discolor merupakan tanaman herba yang kuat dengan batang tegak, daun yang menghadap ke bawah berwarna ungu tua, dengan posisi antar daun saling menelungkup. Bila daun rhoeo discolor diiris-iris dan dikeringkan lalu dilarutkan dalam alko-hol, maka akan diperoleh larutan dengan warna kuning kemerahan. Dalam suasana asam warnanya berubah menjadi merah muda (pink) dan dalam suasana basa berubah menjadi hijau. Dengan demikian larutan daun rhoeo discolor juga dapat digunakan sebagai indikator alami.

Kayu secang (Caesalpinia sappan) disebut juga kayu sapang, kebanyakan digu-nakan sebagai bahan pengecat. Saat ini kayu secang banyak diolah sebagai minuman yang berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit (Hembing, dkk., 1993 : 120). Bila kayu secang diiris tipis-tipis dan dikeringkan (sebaiknya di oven agar cepat keringnya), lalu dilarutkan dalam alkohol, maka akan diperoleh larutan berwarna merah orange. Dalam suasana asam akan berubah warna menjadi kuning, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Dengan demikian larutan kayu secang ini juga dapat digunakan sebagai indikator alami.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain tiga sampel dan dua variabel, yaitu sampel berupa tiga indikator alami yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Variabel pertama dalam penelitian ini adalah variabel bebas berupa jenis indikator yang digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi (terdiri dari tiga sub-variabel), variabel terikat berupa kadar asam cuka hasil titrasi, dan variabel kontrol berupa indikator pp. Populasi penelitian ini adalah indikator alami yang dibuat dari bahan alam, sedangkan sampel yang digunakan adalah tiga indikator alami, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang yang dibuat segar ketika akan digunakan.

(4)

cuka yang akan ditentukan kadarnya dengan cara mentitrasi menggunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi.

Data penelitian yang diperoleh berupa volum asam oksalat yang digunakan untuk standarisasi larutan NaOH dan volum NaOH yang digunakan untuk titrasi sampel asam cuka. Rerata volum NaOH yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi, baik yang menggunakan indikator pp maupun ketiga indikator alami tersebut digunakan untuk menghitung kadar asam cuka. Selain itu dilakukan pengujian tingkat kecermatan (presisi), ketepatan (akurasi), dan uji beda dua rerata hasil pengukuran.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Setelah ketiga jenis indikator alami selesai dibuat, yaitu indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, dan kayu secang, maka dilakukan uji warna dengan cara meneteskan ketiga jenis indikator pada larutan buffer dalam berbagai pH. Adapun pH larutan buffer berturut-turut 2,2; 3,2; 4,0; 5,0; 6,0; 6,4; 7,0; 7,8; 9,0; 10,2; dan 12,4.

Setelah dilakukan ujicoba warna ketiga indikator pada berbagai pH, maka selanjutnya dapat ditentukan warna yang akan dihasilkan pada titik akhir titrasi (titik ekivalensi). Untuk lebih jelasnya berikut ini gambar warna yang terbentuk pada suasana asam, netral, dan basa dari ketiga indikator alami tersebut.

Pada indikator daun kubis ungu, dalam suasana asam berwarna pink, semakin mendekati netral warna pink berubah ungu (warna asli daun kubis ungu), dan dalam suasana basa berwarna hijau. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna biru muda.

Pada indikator daun rhoeo discolor, dalam suasana asam berwarna pink, semakin mendekati netral warna pink berubah menjadi hijau, dan dalam suasana basa berwarna hijau kekuningan. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna hijau.

Pada indikator kayu secang, dalam suasana asam berwarna kuning, semakin mendekati netral warna kuning berubah menjadi kuning orange, dan dalam suasana basa mengarah ke warna merah. Dengan demikian titik akhir titrasi asam cuka dengan titran NaOH ditandai dengan terbentuknya warna kuning orange.

(5)

dilakukan titrasi dengan inidikator pp. Adapun rerata volum NaOH 0,1 M yang diperlukan untuk titrasi 5 mL asam cuka (asam asetat) sbb :

Tabel 1. Rerata Volum NaOH dalam Titrasi dengan Berbagai Indikator Indikator

VNaOH

pp Daun Kubis

Ungu

Daun Rhoeo Discolor

Kayu Secang

Rerata 1,70 1,65 1,70 1,60

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan, kecermatan, dan dapat tidaknya ketiga indikator alami dalam penentuan kadar asam cuka dengan indikator pp sebagai kontrol. Berdasarkan tujuan tersebut, maka setelah diketahui rerata volum NaOH 0,1 M yang diperlukan untuk titrasi asam cuka dengan volum yang sudah tertentu, selanjutnya dilakukan perhitungan kadar asam cuka yang dinyatakan dalam Molar dan hasilnya sebagai berikut :

Tabel 2. Kadar Asam Cuka Berdasarkan Titrasi dengan Berbagai Indikator

Indikator Kadar Asam Cuka (M)

pp 0,8228

Daun kubis ungu 0,7986

Daun rhoeo discolor 0,8228

Kayu secang 0,7744

Pada penelitian ini kadar asam cuka sebenarnya sudah ditentukan secara kuantitatif, yaitu sebesar 5% v/v atau 0,87427 M. Hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa tepatnya penentuan kadar asam cuka tersebut, baik menggunakan indikator pp sebagai kontrol, maupun ketiga indikator alami.

Untuk menentukan kecermatan, maka dari data hasil titrasi dengan menggunakan ketiga indikator alami sebagai penentu titik akhir titrasi selanjutnya dicari besarnya simpangan baku maupun simpangan pukul rata. Berdasarkan perhitungan, ternyata harga simpangan baku dan simpangan pukul rata data volum NaOH untuk keempat indikator adalah 0 (nol). Hal ini menyatakan bahwa pengukuran mempunyai kecermatan yang tinggi dan hasil pengukuran tidak bervariasi.

[image:5.595.150.474.615.684.2]

Penentuan ketepatan / keakuratan hasil pengukuran dilakukan dengan menghi-tung nilai galat mutlak dan galat relatif. Galat mutlak adalah selisih antara harga kadar asam cuka dengan indikator pp dan harga kadar asam cuka dengan ketiga indikator alami. Adapun hasilnya sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Perhitungan Galat Mutlak dan Galat Relatif

Indikator Rata-rata

VNaOH (mL)

Galat Mutlak

Galat Relatif (%)

Daun kubis ungu 1,65 0,0242 2,9411

Daun rhoeo discolor 1,70 0,0000 0,0000

Kayu secang 1,60 0,0484 5,8824

(6)

ketiga indikator alami tersebut dapat digunakan sebagai pengganti indikator pp, khusus-nya pada penentuan kadar asam cuka secara titrasi asam-basa.

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi guru-guru kimia SMA khususnya, dan guru-guru kimia pada berbagai tingkat pendidikan tentang dapatnya indikator alami digunakan sebagai pengganti indikator pp, bukan hanya sekedar penentu sifat asam, basa, dan netral suatu larutan, tetapi lebih dari itu dapat digunakan sebagai penentu titik akhir titrasi. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membuka wawasan guru-guru kimia tentang pemanfaatan berbagai bahan alam yang ada dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber belajar. Dengan kata lain, sumber belajar kimia tidak harus yang ada di laboratorium, di kelas, tetapi dapat diambil dari alam sekitar.

Hasil penelitian ini sangat memerlukan pengembangan lebih lanjut dalam hal penentuan senyawa apa yang terkandung dalam ketiga indikator alami tersebut, sehingga ia dapat memberikan warna yang berbeda dalam suasana asam, basa, dan netral.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator alami, masing-masing indikator daun kubis ungu, daun rhoeo discolor, kayu secang tepat dan cermat digunakan dalam penentuan kadar asam cuka dan tidak ada perbedaan kadar asam cuka hasil pengukuran secara titrasi asam-basa yang menggunakan ketiga indikator alami dengan indikator pp.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan guru-guru kimia SMA (khususnya) muncul kreativitasnya dengan mencoba berbagai tanaman di sekitar yang paling mudah dijumpai yang mungkin dapat digunakan sebagai indikator alami dengan melakukan ujicoba ketepatan dan kecermatannya terlebih dahulu seperti langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk. (1986). Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta : Gramedia.

Day, Underwood. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Gramedia

H. M. Hembing Wijayakusuma, dkk. (1993). Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia. Jakarta : Pustaka Kartini.

J. Bassett. (1978). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis. Great Britain : Longman Group.

Janice van Cleave. (1991). Gembira Bermain dengan Ilmu Kimia. Jakarta : Temprint. Miller, JC & Miller, JN.(1991). Statistika untuk Kimia Analitik. Bandung : ITB

Gambar

Tabel 3. Hasil Perhitungan Galat Mutlak dan Galat Relatif

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.. Bahan tambahan makanan : pewarna, pemanis, penyedap dan pengawet. Bahan tambahan makanan ada yang berasal dari produk alami seperti pemanis dari gula,8. pewarna daun

Indikator Alami Titrasi Asam Basa pada tahun 2010 sebagai Ketua didanai oleh Dana DIPA FMIPA UNY 2010. Isolasi dan Karakterisasi Zat Warna Kayu Secang (Caesalpinia sappan)

Warna ungu yang terdapat pada daun miana adalah indikator keberadaan pigmen antosianin.Pemanfaatan daun miana sebagai sumber antosianin dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami

Berastagi 3.050 Kopi arabika, kayu manis, teh, ginseng, jagung, ubi jalar, wortel, bit umbi, kubis, tomat, selada, bawang prei, daun sop, arcis, bunga kol, markisa, biwa,

―Penentuan Trayek PH Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea L) Sebagai Indikator Asam Basa Dengan Variasi Konsentrasi Pelarut Etanol‖.. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas

Proses ekstraksi dilakukan terhadap 5 sampel simplisia bagian tanaman pepaya gantung (akar, pelepah, bunga, daun tua, dan daun muda).. Masing–masing simplisia

Bahan pemutih yang dapat kita gunakan secara alami untuk membersihkan pakaian, contohnya Jeruk lemon dan daun jeruk nipis. Penggunaan bahan pemutih

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,