ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN INTERNET MNC PLAY MEDAN DITINJAU DARI UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
TOMMY CASTELL MANULLANG NIM : 170200346
DEPARTEMEN HUKUM PERDATA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini saya
Nama : Tommy Castell Manullang
NIM : 170200346
Fakultas/Departemen/ : Hukum/ Hukum Perdata
Judul Skripsi :Analisis Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Layanan Internet MNC Play Medan Ditinjau Dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Medan, 25 April 2021 Saya yang menyatakan,
Tommy Castell Manullang
NIM. 170200346
iii
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang membahas mengenai
“ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA
LAYANAN INTERNET MNC PLAY MEDAN DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”.
Dalam skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat dinantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik terutama kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
iv
4. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring,SH.M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum., selaku Sekretaris departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah peduli dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;
7. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah peduli dan memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini;
8. Bapak Nazaruddin,SH.MA.,selaku Dosen Penasehat Akademik selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Seluruh Dosen Pengajar dan Pegawai pada Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
10. Instansi terkait dalam hal ini PT. MNC Play,dimana penulis mendapat data-data mengenai PT. MNC Play tersebut;
11. Sahabat-sahabat Penulis yang juga mendukung dalam segala hal selama
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yakni,
Fera, Martha, Tiodora, Brigita dan Wem Five, Yogi, Irfan, dan teman-
teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
v
Kepada Ayah Bidner Manullang dan Ibu Selmi Manurung, yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta, pengertian, semangat, bimbingan dan memberikan segala kebutuhan penulis, serta kepada kakak dan adik-adik penulis Feberson, William, Michael dan Lisette yang senantiasa memberi semangat.
Demikianlah Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar dan kiranya Tuhan memberikan yang terbaik bagi kita semua.
Hormat Penulis,
Tommy Castell Manullang
NIM : 170200346
vi DARTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .. ... i
DAFTAR ISI .. ... iv
ABSTRAK .. ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .. ... 1
B. Rumusan Masalah .. ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .. ... 9
D. Metode Peneltian .. ... 11
E. Keaslian Penulisan .. ... 15
F. Tinjauan Pustaka .. ... 16
G. Sistematika Penulisan Hukum ... 18
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNAAN LAYANAN INTERNET DI INDONESIA A. Telekomunikasi Indonesia .. ... 21
B. Penyelenggaraan Telekomunikasi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku di Indonesia .. ... 27
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ... 27
vii
5. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor 13 Tahun 2019 ... 44 C. Hukum Perlindungan Konsumen .. ... 46 D. Asas, Tujuan, dan Prinsip Perlindungan Konsumen .. ... 56
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK MNC TERHADAP
KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN INTERNET MNC PLAY A. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Pelaku Usaha ... 69 B. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha ... 72 C. Pertanggungjawaban Pihak MNC Terhadap Konsumen Pengguna
Layanan Internet MNC Play ... 87
BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN INTERNET MNCPLAY MEDIA DITINJAU DARI
UU NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Profil PT MNCPlay Media ... 93
B. Penyebab Terjadinya Gangguan Jaringan Internet ... 99
viii
C. Perlindungan Konsumen Terhadap Pengguna Layanan Internet MNC Play Menurut UU NO.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Kontrak Berlangganan Antara MNC Play Dengan Konsumen ... 103 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
PT. MNC Play Media merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi. Salah satu jasa yang ditawarkan oleh perusahaan ini adalah penyediaan layanan internet, sewa TV kabel, telepon rumah dan sebagainya.
Perlindungan hukum konsumen jasa layanan internet ( telekomunikasi) berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, diketahui bahwa di dalam PT. MNC Play Media banyak menimbulkan permasalahan dalam hal pemberian pelayanan kepada pelanggan yang menimbulkan ketidakpuasan dan konsumen sebagai pengguna jasa internet karena tidak mendapatkan jasa sesuai dengan yang diharapkan. Permasalahan yang dibahas yakni mengenai bagaimana pengaturan perlindungan konsumen terhadap penggunaan layanan internet di Indonesia, bagaimana pertanggungjawaban pihak MNC terhadap konsumen pengguna layanan internet MNC Play, dan perlindungan hukum terhadap pengguna layanan internet berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan kontrak berlangganan antara MNC Play dengan konsumen.
Metode penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yaitu mengacu pada norma-norma hukum, penelitian ini bersifat deskriptif.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data adalah studi kepustakaan, yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan, seperti perundang undangan, buku-buku, internet yang nilainya relevan dengan permasalahan yang dibahas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 13 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran. Pertanggungjawaban MNC selaku pelaku usaha dalam ganti rugi terhadap kerugian yang dialami konsumen. Dalam hal perlindungan hukum terhadap konsumen berdasarkan UU Perlindungan Konsumen dan kontrak berlangganan antara MNC Play dengan Konsumen terdapat beberapa bentuk perlindungan yang ditetapkan MNC dalam kontrak berlangganan dengan konsumen untuk melindungi hak-hak konsumen dan melaksanakan kewajibannya
sebagai pelaku usaha.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perdagangan Nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi.
1Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus barang dan jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi. Kemajuan teknologi komunikasi dan informatika juga menghasilkan produk salah satu diantaranya yaitu jasa telekomunikasi.
Penggunaan jasa telekomunikasi baik untuk kegiatan bisnis maupun untuk kegiatan sehari-hari sudah merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi ini tidak lepas dari adanya penyelenggara telekomunikasi, yaitu penyedia jaringan dan jasa telekomunikasi.
Layanan jaringan dan jasa telekomunikasi ini kian beragam dan semakin kompleks serta melibatkan banyak pihak di dalam penyediaan jaringan telekomunikasi sebelum jasa dan jaringan itu dipergunakan oleh pengguna. Adanya kerusakan atau gangguan dalam jaringan yang disebabkan oleh beberapa hal, dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen yang menggunakannya.
1 Zulham,Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta:Kencana,2013). Hlm. 1
Internet sebagai salah satu sarana telekomunikasi merupakan penemuan yang sangat berpengaruh di dunia saat ini dan sudah menjadi salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan. Akses internet pun kini semakin mudah, tidak hanya melalui komputer atau laptop saja, namun smartphone dan gadget lainnya pun bisa untuk mengakses internet. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Internet yaitu jaringan komunikasi elektronik yang menghubungkan jaringan komputer dan fasilitas komputer yang terorganisasi di seluruh dunia melalui telepon atau satelit berinternet atau melakukan hubungan melalui jaringan internet.
2Hampir seluruh masyarakat Indonesia merupakan konsumen dari layanan internet. Secara sederhana konsumen adalah pengguna atau pemakai suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah,dan undangan.
3Pengertian lain mengenai konsumen dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka (2) tentang Perlindungan Konsumen :
“konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan”.
4PT. MNC Mediacom merupakan sebuah perusahaan informasi, komunikasi dan jasa penyedia jaringan telekomunikasi di Indonesia yang menjadi fokus utama
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Selanjutnya disebut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1), Pengertian Internet, https://kbbi.web.id/internet, di akses pada tanggal 10 Maret 2021
3Op.cit, Zulham, hlm. 16.
4 Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
3
dalam penulisan ini yaitu MNC Play Media. MNC Play merupakan layanan digital dengan teknologi fiber optik yang merupakan sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik yang besarnya tidak lebih dari sehelai rambut dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain.
5Transmisi yang digunakan berasal dari sinar laser atau LED (light emitting diode), yang memilki indeks bias yang lebih besar sehingga menghasilkan kecepatan yang maksimal.
6Layanan MNC Play terdiri dari High Speed Internet dengan kecepatan tinggi,
Interactive Cable yaitu layanan Televisi Interaktif dan berteknologi tinggi dan Crystal Clear Telephony yaitu telepon rumah.7Saat ini jumlah konsumen MNC Play pada lingkup nasional telah mencapai sekitar 290 ribu konsumen.
8Konsumen yang ingin berlangganan MNC Play, dapat mendaftar langsung melalui kantor MNC Play Media, melalui Call Center MNC Play, melalui karyawan dan juga melalui website resmi MNC Play yang dapat di akses secara online melalui perangkat handphone maupun perangkat telekomunikasi lainnya.
9Layanan internet MNC Play ini ditawarkan kepada masyarakat berdasarkan kontrak baku berlangganan internet MNC Play Media. Dalam sebuah perjanjian, masing-masing pihak yaitu, pihak pengguna jasa dan pihak penyelenggara jasa yaitu PT MNC play mempunyai hak dan kewajiban.
5 Purba Kuncara, Mengenal Teknologi Fiber Optik (Serat Optik), https://klikhost.com/mengenal- teknologi-fiber-optik-serat-optik/, diakses pada 10 Maret 2021.
6 Ibid.
7 https://www.mncplay.id/about/ di akses pada 10 Maret 2021
8 Ibid.
9 https://www.oolean.id/cara-berlangganan-mnc-play/ di akses pada 11 Maret 2021
Hubungan antara PT MNC Play dengan konsumennya adalah hubungan kontraktual yang berisi pasal-pasal yang sudah ditetapkan oleh pihaknya yang ditawarkan kepada konsumen, atau lebih dikenal juga dengan Klausula Baku.
10PT MNC Play telah menetapkan klausula baku dan dituangkan dalam bentuk formulir yang kemudian akan ditandatangani oleh konsumen apabila ingin berlangganan.
Setiap bentuk perjanjian harus terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak dan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagai mana yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bunyinya :
11“Untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Kesepakatan dari para pihak. Akibatnya, pihak yang tidak sepakat dengan suatu kontrak dan (karenanya) tidak menanda tanganinya, tidak terikat oleh kontrak tersebut. Karena itu, pihak tersebut juga tidak mengemban suatu kewajiban yang ditetapkan oleh kontrak itu.
2. Kecakapan dari masing-masing pihak. Jadi, suatu pihak dapat terikat oleh suatu kontrak hanya jika dia cakap untuk mengikatkan dirinya
3. Suatu hal tertentu. Dalam hal suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa.
10 Karina Rahma Oktaviani, Jurnal, Analisis Yuridis Klausa Baku Dalam Perjanjian Baku Antara Konsumen Dengan MNC Play Tentang Perubahan Klausula Baku Dalam Perjanjian Yang Dibuat Secara Sepihak Oleh Pelaku Usaha Dikaitkan Dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,Jurnal Novum, Volume O5, Nomor 03 Juli 2018.
11 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
5
4. Suatu sebab yang halal. Dalam hal ini isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”
Unsur-unsur tersebut apabila dipenuhi, maka para pihak yang membuat kontrak kemudian juga akan tunduk pada Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya:
12“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Ditandatanganinya kontrak oleh konsumen MNC Play menyebakan perjanjian tersebut menjadi sah dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak, baik PT.
MNC Play sebagai pelaku usaha dan konsumennya. Pelaksanaan suatu perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan, sebagai pihak penyedia jasa, PT. MNC Play sudah semestinya memperoleh hak untuk menerima harga pembayaran jasa internet dari konsumen dan sebagai pengguna jasa internet, konsumen juga seharusnya mendapatkan haknya.
Kenyataannya, masih banyak pihak konsumen yang tidak terpenuhi haknya, salah satunya apabila terjadinya gangguan jaringan internet. Hal ini tentu saja mengganggu aktivitas konsumen yang menggunakan MNC Play, sehingga dapat menghambat aktivitasnya yang selama ini bergantung pada jaringan internet.
12Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Terjadinya gangguan jaringan internet dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen, namun tidak semua konsumen memahami dan mengetahui bahwa hak-hak mereka dilindungi oleh Hukum Perlindungan Konsumen. Saat melakukan perjanjian berlangganan MNC Play juga banyak Konsumen yang hanya langsung menandatangani kontrak, tanpa membaca terlebih dahulu isinya, sehingga mereka tidak mengetahui apa saja hal-hal penting bagi mereka selaku konsumen. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa masih sangat minimlah pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan konsumen, sehingga terkadang apabila konsumen mengalami kerugian, tidak mengambil tindakan apapun.
Perlindungan konsumen sangat menarik untuk diperbincangkan di tengah masyarakat, dikarenakan banyaknya masalah yang timbul antara pelaku usaha dengan konsumennya. Fenomena yang sering terjadi saat ini, dimana kedudukan konsumen dirasa masih sangat lemah di hadapan pelaku usaha, menimbulkan banyaknya konsumen yang dirugikan dalam transaksi jual beli barang ataupun jasa secara sadar maupun tidak sadar.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menyatakan bahwa: Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap konsumen.
13Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa setiap konsumen
13 Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
7
berhak atas kepastian hukum di dalam suatu perjanjian dengan para pelaku usaha, tidak terkecuali dengan kerugian yang dialaminya.
Adanya kerugian yang dialami oleh konsumen, dapat menimbulkan sengketa antara pihak pelaku usaha dan konsumen. Sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui pengadilan ataupun di luar pengadilan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam perjanjian berlangganan antara PT. MNC Play dengan konsumen, mengenai cara penyelesaian sengketa telah diatur terlebih dahulu secara sepihak dalam kontrak baku oleh PT. MNC Play, sehingga apabila konsumen menyetujuinya dapat langsung menandatangani kontrak tersebut, namun apabila tidak setuju, maka perjanjian tidak akan dilanjutkan.
Dalam penjelasan umum, undang-undang perlindungan konsumen tidak dimaksudkan pula untuk menjadi penghalang pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya.
14Pengaturan tentang perlindungan konsumen diharapkan dapat menumbuhkan iklim persaingan yang sehat dan ketat sehingga mereka akan mulai berkompetisi untuk menyajikan produk yang berkualitas.
15Kondisi konsumen yang dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun sebaliknya perlindungan kepada konsumen tetap tidak boleh mematikan pelaku usaha. Oleh
14 Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bagian I Umum, Alenia ketujuh.
15 Ibid.
karenanya perlindungan kepada konsumen juga harus diimbangi dengan ketentuan memberikan perlindungan kepada pelaku usaha.
16Dari gambaran di atas maka terlihat jelas bahwa masih banyak yang harus digali dari perlindungan konsumen terkhususnya mengenai terjadinya gangguan jaringan internet bagi konsumen MNC Play, bagaimana sebenarnya bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen itu diterapkan oleh PT. MNC Play berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Saat ini seiring banyaknya pengguna layanan Internet, konsumen tidak banyak mengetahui mengenai hak dan kewajiban seluruhnya sebagai pengguna. Padahal sebagai pengguna harus mengetahui hak apa yang dimiliki dan kewajiban apa yang harus dilakukan, karena hal tersebut sangat berguna bagi kepentingan konsumen sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hak dan kewajiban dari pengguna serta mengenai perlindungan hukum yang diberikan, maka penulis mengambil judul skripsi : Analisis Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Layanan Internet MNC Play Medan Ditinjau Dari UU NO.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
16 Abd. Haris Hamid, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Makassar: Sah Media, 2017), hlm.5
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan perlindungan terhadap konsumen layanan internet di Indonesia?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pihak MNC Play terhadap Konsumen layanan internet di Indonesia?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen penggunaan layanan internet MNCPlay ditinjau dari UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Kontrak Baku Berlangganan?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Tujuan pembahasan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan konsumen di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. MNC Play sebagai pelaku usaha kepada konsumen apabila terjadi gangguan jaringan internet.
3. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban Pihak MNC Play terhadap
konsumen pengguna layanan internet.
2. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Diharapkan hasil penulisan skripsi ini dapat memberikan dan memperkaya bahan pustaka yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai perlindungan konsumen.
b. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian yang lebih lanjut pada masa yang akan datang.
2. Secara Praktis a. Bagi Konsumen
Dapat memberikan dorongan moral dan membangkitkan kesadaran akan hak dan kewajiban sehingga dapat tercipta iklim kerjasama yang sehat antara konsumen dan PT. MNC Play Medan.
b. Bagi PT. MNC Play
Penulisan ini dapat mengurangi permasalahan yang timbul dalam
perusahaan yang menyangkut pelaksanaan perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam perjanjian antara PT. MNC Play Medan dengan
Konsumen, khususnya terkait masalah adanya gangguan jaringan internet.
11
c. Bagi Masyarakat
Penulisan ini dapat memberikan pengetahuan dan penambahan wawasan sehingga dapat mendidik kita menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpikir dan bertindak kritis terhadap segalaketimpangan yang terjadi di lingkungannya dalam hal perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian antara PT. MNC Play Medan dengan konsumen sehingga dapat tercapai keadilan dan kedamaian dalam masyarakat.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri atas dua kata yaitu, kata metode dan kata
penelitian. Kata metode berasal dari bahasa yunani, yaitu methodos yang
berarti cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah
yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis ) untuk memahami
suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan
jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk
keabsahannya. Adapun pengertian penelitian adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis untuk
mencapai tujuan tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data dilakukan
secara ilmiah, baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif, eksperimental
maupun non eksperimental, interaktif maupun non interaktif. Dari
pengertian diatas kita dapat mengetahui bahwa metode penelitian adalah
suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.
17Dalam melakukan penulisan skripsi ini, data merupakan dasar utama, dan agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif. Jenis penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Penelitian dengan yuridis normatif ditujukan kepada penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, dan taraf sinkronisasi hukum.
18Jenis penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.
19
17 Jonaedi Efendi , Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris ,( Depok :Prenadamedia Group,2016), hlm. 13
18 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta :SinarGrafika, 1996), hal 13.
19 ibid
13
1. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah data sekunder dan data primer. Data-data sekunder, meliputi :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak terkodifikasikan (misalnya: hukum adat), yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari zaman penjajahan Belanda yang hingga kini masih berlaku.
20Dalam penulisan ini yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
b. Bahan Hukum Sekunder
Sumber sekunder yaitu sumber yang diperoleh dari bahan pustaka.
21Baik dari artikel, jurnal, serta internet yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan untuk memberi penjelasan mengenai sumber-sumber data primer.
c. Bahan Hukum Tersier.
20 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2015), hlm. 113
21 Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), 23
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), dan ensiklopedia
22.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penulisan ini adalah dengan cara Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian
23. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain artikel-artikel ilmiah baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan judul pembahasan.
3. Analisis Data
Analisis data pada penelitian hukum lazim dikerjakan melalui pendekatan kuantatif dan/atau pendekatan kualitatif atau kedua-duanya sekaligus.
24Analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif, yaitu analisis dengan menggunakan nalar si peneliti.
25Analisis data kualitatif ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang telah diperoleh, kemudian dihubungkan dengan literatur-literatur yang
22 Ibid
23 Tampil Ashari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum : Penulisan Skripsi, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2005), hlm.21
24 Ibid.,hlm 104
25 ibid
15
berhubungan dengan masalah yang diteliti, dicari pemecahannya dengan cara menganalisa, yang pada akhirnya akan dicapai kesimpulan untuk menentukan hasilnya sehingga kemudian dapat diperoleh gambaran yang aktual dan menyeluruh mengenai Perlindungan Hukum Konsumen MNC Play Akibat Terjadinya Gangguan Jaringan Internet.
E. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Analisis Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna layanan Internet MNCPlay Medan ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Penulisan skripsi ini diselesaikan berdasarkan data-data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri dari berbagai sumber, selain dari bacaan, juga berdasarkan pengetahuan penulis.
Skripsi ini telah lulus uji bersih perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan tidak ada ditemukan judul yang sama dengan judul yang digagas
oleh penulis. Oleh karena itu penulisan ini asli karya penulis dan dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah. Jika ada terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini,
substansi dan pembahasannya pastilah berbeda. Bila dikemudian hari ternyata
terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi
sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri.
F. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penulisan skripsi, diperlukan tinjauan kepustakaan sebagai penunjang pemikiran penulis melalui literatur-literatur maupun pendapat pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan skripsi.
1. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah perlindungan hukum terhadap konsumen MNC Play akibat terjadinya gangguan jaringan internet yang diselenggarakan oleh PT. MNC PLay sebagai penyedia jasa.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan.
dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.
262. Konsumen
Istilah konsumen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ”konsumen”
memiliki arti “Pemakai barang-barang hasil produksi (bahan makanan, pakaian dan sebagainya) ; penerimaan pesanan iklan; pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya)”.
27Pengertian konsumen berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah
26 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1984), hlm. 133
27 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Konsumen, https://kbbi.web.id/konsumen,di akses pada 11 Maret 2021
17
setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.
28Perlindungan konsumen itu sendiri menurut Pasal 1 angka (1) UndangUndang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
293. Pelaku Usaha
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
30Dalam hal ini yang menjadi pelaku usaha adalah PT. MNC Play.
28 Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
29 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 1.
30 Pasal 1 angka (3) Undag-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
PT. MNC PLay sebagai penyedia jasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menyebutkan bahwa telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
31G. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk lebih mempertegas penguraian dari skripsi ini oleh penulis Analisis Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Layanan Internet MNC Play Medan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, agar penulisan dapat mengarah pada tujuan yang diharapkan, maka perlu menyusun sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab dimana membahas permasalahan yang berbeda namun keterkaitan, secara rinci sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan skripsi, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, tinjauan kepustakaan, keaslian penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
31 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
19
BAB II PENGATURAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
Pada Bab ini memaparkan tentang pengaturan mengenai Telekomunikasi di Indonesia, perlindungan konsumen di Indonesia dimana di dalamnya diuraikan mengenai pengertian perlindungan konsumen, asas, tujuan, manfaat dan prinsip dalam perlindungan konsumen
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK MNC TERHADAP
KONSUMEN PENGGUNA LAYANAN INTERNET MNC PLAY
Pada Bab ini memaparkan tentang hubungan hukum antara konsumen dan MNCPlay sebagai pelaku usaha, menguraikan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha serta pertanggungjawaban pihak MNC terhadap kerugian yang dialami konsumen pengguna layanan internet MNC Play.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
MNCPLAY DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
KONTRAK BERLANGGANAN ANTARA MNC PLAY DENGAN
KONSUMEN
Pada Bab ini memamparkan tentang profil PT. MNCPLAY, penyebab- penyebab terjadinya gangguan jaringan internet, bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan PT. MNCPlay sebagai pelaku usaha serta perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan kontrak berlangganan antara MNC Play dengan konsumen itu sendiri.
BAB V PENUTUP
Pada Bab ini memaparkan tentang kesimpulan yaitu jawaban atas
permasalahan yang ada dalam skripsi ini serta saran, yaitu pendapat
baik yang diberikan atas kesimpulan.
21
BAB II
PENGATURAN MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN
DI INDONESIA
A. Telekomunikasi Indonesia 1. Pengertian Umum
Perkataan telekomunikasi terdiri dari dua kata yang disambungkan satu sama lain yaitu “tele” yang berarti “jauh” dan “komunikasi” yang dalam arti yang paling sederhana adalah “hubungan”, dengan demikian maka telekomunikasi berarti
“hubungan jarak jauh”.
32Telekomunikasi menurut defenisi resmi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1964 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Telekomunikasi sebagai berikut:
“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman atau setiap peneriamaan tiap jenis tanda-tanda, isyarat-isyarat, tulisan-tulisan, gambar- gambar dan suara-suara atau berita melalui kawat visuil, radio atau sistem elektromagnetik lain.”
33Kita lihat pula defenisi yang diberikan oleh undang-undang sesudahnya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi sebagai berikut:
32 Asri Sitompul,Hukum Telekomunikasi Indonesia,(Bandung:Books Terrace & library,2005).Hlm 18.
33 Pasal 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1964
“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara, dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.”
34Kita bandingkan lagi dengan definisi yang terdapat dalam undang- undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dicanangkan pada bulan September tahun 1999:
“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.”
35Dari defenisi-defenisi tersebut diatas tidak terdapat perbedaan besar dan hampir sama bunyinya, yaitu pada dasarnya telekomunikasi adalah penyampaian pesan dalam berbagai bentuk dan melalui berbagai media dari suatu pihak ke pihak lainnya.
361. Penyelenggara Telekomunikasi
Pihak-pihak yang melakukan kegiatan telekomunikasi dikenal dengan istilah penyelenggara telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi dapat merupakan perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara badan
34 Pasal 1 Undang-Undang No.3 Tahun 1989
35 Pasal 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999
36 Asril Sitompul,Op.cit.,Hlm .19
23
usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
Penyelenggara telekomunikasi dapat melakukan kegiatan penyelengaraan telekomunikasi berupa jasa telekomunikasi(telecomunications services); jaringan telekomunikasi ( telecomunications network); dan telekomunikasi khusus ( specific
telecommuniactions).37Penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); badan usaha swasta atau koperasi. Sedangkan telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh perseorangan dan instansi pemerintah.
382. Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi untuk pelaksanaan kegiatannya dengan memperhatikan ketentuan teknis dalam rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi wajib pula menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.
Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dapat juga menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya, dengan syarat jasa telekomunikasi dimaksud merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraam jaringan yang sudah ada dan memiliki izin penyelenggaraan jasa
37 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi,penyiaran &Teknologi Informasi: Regulasi &
kovergensi,( Bandung: PT Refika Aditama,2010),Hlm. 48
38 Ibid
telekomunikasi dari Menteri. Penyelenggara jaringan telekomunikasi terdiri dari penyelenggara jaringan tetap dan jaringan bergerak.
393. Penyelenggara Jasa Telekomunikasi
Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam melakukan kegiatannya menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Penyelenggara jasa telekomunikasi dapat berupa jasa telepon dasar, jasa nilai tambah telepon, dan jasa multimedia.
Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaran jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi termasuk di dalamnya antara lain penyelenggara jasa voice over internet protocol,internet dan intranet, komunikasi data, konferensi video dan jasa video hiburan.
404. Regulasi Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia
Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, yang berlaku pada tanggal 8 September 2000, dapat dipahami sebagai upaya untuk mensinergikan ketentuan-ketentuan yang termuat didalam GATS dan Annex Of Telecommunications termasuk pula Schedule Of Commitment. Undang-Undang Telekomunikasi 1999 merupakan pedoman kunci bagi reformasi di bidang industri telekomunikasi.
39 Ibid.,Hlm. 49
40 Ibid.,Hlm.50
25
Reformasi di bidang industri telekomunikasi termasuk liberalisasi industri, ketentuan bagi penyelenggara baru dan peningkatan struktur kompetitif industri.
41Menteri perhubungan pada tanggal 11 Juli 2003 melahirkan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ( BRTI) diharapkan mampu mengemban tugas yang berat menjadi Independent Regulatory Body ( IRB) untuk kegiatan telekomunikasi di tanah air.
Badan regulator teleomunikasi dapat dipahami dalam dua karakter. Badan Regulator yang sepenuhnya dipegang oleh pemerintah, dimana Pemerintah memiliki kewenangan tunggal untuk melakukan regulasi dalam kegiatan telekomunikasi.
Badan Regulator Independen yang beranggotakan wakil dari pelanggan dan pelaku telekomunikasi, berfungsi sebagai mitra aktif dan strategis bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan telekomunikasi.
42Badan ini menerima pelimpahan wewenang dari Menteri dalam melakukan pengaturan, pengawasan, dan pengadilan kegiatan telekomunikasi di Indonesia.
Pembentukan BRTI diharapkan dapat lebih menjamin adanya transparansi, independensi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi. BRTI dalam melaksanakan fungsinya memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
43
41 Ibid.,Hlm 45
42 Ibid.,Hlm. 67
43 Ibid.,hlm,68
a. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu
1. Perizinan penyelenggaraan jarangan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
2. Standar kinerja operasi;
3. Standar kualitas layanan;
4. Biaya interkoneksi;
5. Standar alat dan perangkat telekomunikasi.
b. Pengawasan, terhadap penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu:
1. Kinerja operasi;
2. Persaingan usaha;
3. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
c. Pengendalian, terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu:
1. Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomuikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
2. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
3. Penerapan standar kualitas layanan.
27
B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku di Indonesia
Pengaturan mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia saat ini adalah dituangkan dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri dan bahkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan. Di samping itu terdapat pula peraturan Internasional yang menjadi landasan peraturan penyelenggaraan telekomunikasi.
Adapun pengaturan tentang penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dimaksudkan menjadi landasan
hukum yang kuat bagi usaha penyelenggaraan jasa Telekomunikasi, pemerintah dan
lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapatkan keuntungan
yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat
potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk
mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong lainnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.
Disamping itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya. Undang-Undang ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
a. Pembinaan
Sesuai dengan pasal 29 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pemerintah bertanggung jawab atas segala pembinaan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha itu sendiri. Adapun upaya pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yaitu meliputi :
44
44 Pasal 29 ayat (4) Undang-undang Perlindungan Konsumen
29
1) Terciptanya suatu iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat dan dinamis antara pelaku usaha dan konsumen;
2) Berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
3) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Dalam ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Pengawasan
Pada pasal 30 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah melalui menteri dan/atau menteri teknis terkait, masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Ketiga komponen tersebut saling bekerja sama dalam mengawasi adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.
45Terhadap hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada publik dan dapat disampaikan kepada pemerintah melalui Menteri dan/atau menteri teknis
45 Pasal 30 Undang-undang perlindungan konsumen
terkait. Ketentuan pelaksanaan maupun penyelenggaraan tugas pengawasan yang lain diatur dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
Kehadiran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 dapat diartikan sebagai cara baru dalam konsepsi penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia. Dengan disahkan/ ditetapkan undang-undang nomor 36 tahun 1999 tersebut telah dibuka pintu gerbang untuk penyelenggaraan telekomunikasi oleh penyelenggara. Oleh karena itu posisi-posisi menuju liberalisasi penyelenggaraan jasa telekomunikasi menuju kompetisi bisnis telekomunikasi, baik dalam lingkup nasional maupun Internasional dicanangkan pada saat undang-undang nomor 36 tahun 1999. Jasa telekomunikasi adalah jasa yang disediakan oleh badan penyelenggara atau badan lain bagi masyarakat untuk itu melalui telekomunikasi.
Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi memuat berbagai ketentuan, yang antara lain adalah ketentuan umum, tujuan dan asas penyelenggaraan Telekomunikasi, pembinaan Telekomunikasi, penyelenggaraan Telekomunikasi, dan ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Telekomunikasi.
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 ditentukan
bahan yang dimaksud dengan :
31
a. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari hasil informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;
46b. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan sarana dan atau fasilitas Telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya Telekomunikasi;
47c. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
48d. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
49e. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
50f. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara
51
46 Pasal 1 angka 1 UU NO. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
47 Pasal 1 angka 12 UU NO. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
48 Ibid
49 Ibid
50 Ibid
51 Ibid
g. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
52h. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
53Asas penyelenggaraan telekomunikasi menurut undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan beberapa asas
54:
a. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.
55b. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
56
52 Ibid
53 Ibid
54 Edmon makarim, Pengantar hukum telematika(Rajagrafindo:jakarta,2005)hlm.114
55 Penjelasan pasal 2 Undang-Undang Telekomunikasi
56Ibid
33
c. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum baik bagi investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
57d. Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisiensi serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergatungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global
.58e. Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
59f. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelengaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan dan pengoperasiannya.
60g. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dialndasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan dan keterbukaan.
61
57 Ibid
58 Ibid
59 Ibid
60 Ibid
Selanjutnya Undang-Undang telekomunikasi menyebutkan tujuan dalam penyelenggaraan telekomunikasi, yakni untuk mendukung kesatuan dan persatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
62Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi dalam ketentuan ini dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.
63Dalam melaksanakan tugasnya, penyelenggara Telekomunikasi memiliki hak dan kewajiban berdasarkan kewenangannya sebagai pihak yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Telekomunikasi.
a. Hak penyelenggara Telekomunikasi
Penyelenggara Telekomunikasi dapat menggunakan haknya, diatur dalam Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 13 Undang-Undang Telekomunikasi, selama menjalankan kewenangannya dalam menyelenggarakan Telekomunikasi, antara lain:
61 Ibid
62 Op.cit,Edmon Makarim,hlm.115
63 Ibid.,hlm.116
35
1. Dapat memanfaatkan atau melintasi tanah Negara dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah.
642. Dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan/atau bangunan milik perorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan Telekomunikasi setelah terjadi persetujuan antara para pihak.
65Namun hak-hak penyelenggara Telekomunikasi ini baru dapat dilaksanakan apabila sudah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
66b. Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi
Dalam menjalankan kewenangannya, penyelenggara Telekomunikasi mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi, yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, dan Pasal 19 Undang-Undang Telekomunikasi, yaitu :
1. Memberikan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan haknya akibat penyelenggaraan Telekomunikasi, kecuali apabila penyelenggara Telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan akibat kesalahan dan/atau kelalaiannya,
67
64 Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
65 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
66 Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
67 Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
2. Memberikan kontribusi dalam pelayanan universal dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana Telekomunikasi dan/atau kompensasi lain,
683. Memberikan perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna,
694. Peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
705. Pemenuhan standar pelayanan serta penyediaan sarana dan prasarana,
716. Menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain
untukpemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
72Pelaksanaan hak dan kewajiban penyelenggara Telekomunikasi ini harus dilakukan dengan berdasarkan pada prinsip yang diatur dalam Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Telekomunikasi, yaitu :
731. Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien;
2. Keserasian sistem dan perangkat telekomunikasi;
3. Peningkatan mutu pelayanan;
4. Persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
68 Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
69 Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
70 Ibid
71 Ibid
72 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
73 Pasal 25 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
37
c. Hak masyarakat
Masyarakat sebagai pelanggan, pemakai, maupun pengguna memiliki hak- hak yang dapat dituntutnya selama ia ikut serta dalam penyelenggaraan Telekomunikasi, diatur dalam Pasal 14, dan Pasal 15 Undang-Undang Telekomunikasi, yaitu :
1. Setiap pengguna Telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan Telekomunikasi dan jasa Telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
742. Berhak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi yang timbul akibat penyelenggaraan telekomunikasi.
75Hak masyarakat sebagai konsumen untuk mengajukan ganti rugi yang diatur dalam Undang-Undang Telekomunikasi sama seperti yang terdapat dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen, namun dalam UndangUndang Telekomunikasi tidak disebutkan secara tegas pengajuan tuntutan ganti rugi tersebut ditujukan melalui badan peradilan atau di luar pengadilan melalui instansi yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi ini disebutkan bahwa telekomunikasi dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan
74 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
75 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
oleh pemerintah.
76Hal ini didasari atas argumentasi bahwa telekomunikasi merupakan salah satu cabang produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional sehingga penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya ditujukan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telkomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan dan pengendalian.
77Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi pemerintah melakukannya secara menyeluruh dan terpadu dengan memerhatikan pemikiran dan pandangan yang berekembang dalam masyarakat serta perkembangan global.
78Fungsi penetapan kebijakan antara lain mencakup perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan teknis dasar nasional. Sementara itu, fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan atau teknis operasional yang tercermin dalam peraturan perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Fungsi pengawasan mencakup pengawasan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan, pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit, serta alat perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi. Sementara itu,
76 Ibid
77 Ibid
78 Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Telekomunikasi
39
Fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dilaksanakan oleh Menteri. Sesuai dengan perkembangan keadaan, fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilimpahkan kepada suatu badan regulasi.
79Di samping hal-hal yang telah diatur diatas dalam Undang-Undang Telekomunikasi diatur pula mengenai sanksi-sanksi apabila pihak penyelenggara Telekomunikasi tidak dapat atau melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 45, dan Pasal 47 Undang-Undang Telekomunikasi, maka terhadapnya dapat dikenakan sanksi-sanksi yang berupa :
a. Sanksi administrasi yang berupa pencabutan izin usaha,
80b. Sanksi pidana.
813. Pasal 71 Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi diubah
82dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sehingga beberapa ketentuann dan peraturan telekomunikasi termuat dalam undang-undang cipta kerja pada paragraf ke 15 Undang-Undang ini yaitu mengenai Postelsiar ( Pos Telekomunikasi dan Penyiaran).
79 Penjelasan pasal 4 Undang-Undang Telekomunikasi
80 Pasal 45 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
81 Pasal 47 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
82 Pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Dalam pasal 71 Undang-Undang cipta kerja diatur mengenai penyelenggaraan telekomunikasi yang mana mengenai besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi oleh pemerintah pusat dapat ditetapkan tarif batas atas dan batas bawah yang mana hal ini bertujuan untuk memperhatikan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat.
83Kemudian dalam pasal yang sama pula juga diatur mengenai pembangunan infrastruktur telekomunikasi, Pemerintah baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berperan serta untuk menyediakan fasilitas bersama infrastruktur telekomunikasi untuk digunakan bersama oleh penyelenggara telekomunikasi dengan harga terjangkau.
84Hal ini tidak diatur dalam undang-undang sebelumnya dan ini jelas mempermudah pelaku usaha dalam menjalankan fungsinya dengan tujuan pengadaan jaringan telekomunikasi nasional.
Lebih lanjut mengenai sanksi yang diatur dalam undang-undang ini atas dasar pelanggaran yang dilakukan penyelenggara jaringan telekomunikasi seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dapat dikenakan sanksi sanksi administratif yang berupa:
85a. Teguran tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Denda administratif; dan/atau
83 Pasal 71 angka (20) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
84 Pasal 71 angka (7) Undang-Undang Cipta Kerja
85 Pasal 71 angka (8) Undang-Undang Cipta Kerja