• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Penelitian Terdahulu

Menurut Irfan (2000), skripsi yang berjudul “Pengaruh pemberian kompensasi terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja pada PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumut”, menjelaskan bahwa pemberian kompensasi berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja sebesar = 40,96 % sedangkan sisanya 59,04 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Menurut Syahrina, Diah (2001), skripsi yang berjudul “Pengaruh pemberian insentif terhadap semangat dan kegairahan kerja karyawan pada PT.

Sinar Sosro Wilayah Medan”, menjelaskan bahwa pemberian insentif berpengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja karyawan sebesar 48,07 % sedangkan sisanya 51,93 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

2.2. Program Pensiun

2.2.1. Pengertian Program Pensiun

Pemensiunan pegawai (karyawan) tidak seluruhnya sama dengan pemberhentian pegawai (karyawan). Memang ada persamaan di antara keduanya, yaitu pemutusan hubungan kerja karena sesuatu sebab tertentu. Pada pemensiunan sebagaimana pada pemberhentian, terdapat juga soal ganti rugi meskipun sifatnya lain daripada ganti rugi pada pemberhentian. Ganti rugi pada pemberhentian

(2)

jaminan hari tua bersifat pembayaran berulang-ulang. (Sastrohadiwiryo, 2002:213)

Menurut Wursanto (2001:134) menyatakan bahwa :

“Program pensiun adalah pembayaran dana pensiun yang diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan kepada karyawan atas jasa-jasanya selama bekerja”.

Menurut Mathis dan Jackson (2002:214) menyatakan bahwa :

“Program pensiun adalah tunjangan pensiun yang ditetapkan dan didanai oleh pengusaha dan karyawan”.

Hasibuan (2000:209) mendefenisikan program pensiun senagai berikut :

“Program pensiun berupa pembayaran dana pensiun adalah pengakuan atau penghargaan atas pengabdian seseorang kepada organisasi dan memberikan sumber kehidupan pada usia lanjut”

Berdasarkan definisi beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa program pensiun berarti perusahaan memberikan sejumlah uang tertentu kepada karyawan yang telah berhenti bekerja setelah bekerja dalam waktu yang lama, atau setelah mencapai suatu batas usia tertentu. Adanya uang pensiun akan memberikan ketenangan bagi karyawan sehingga turnover karyawan relatif rendah.

2.3. Program-Program Pensiun

Menurut Mathis dan Jackson (2002:215), ada dua program pensiun dilihat dari segi tunjangan pensiun, yaitu:

(3)

2.3.1. Program dengan kontribusi yang ditentukan (define-contribution plan)

Merupakan program pensiun dengan pengusaha melakukan pembayaran berkala kedalam rekening pensiun karyawan. Tunjangan pensiun karyawan ini tergantung pada kontribusi yang ditentukan dan tingkat pendapatan karyawan.

Program ini bergantung pada pengembalian modal investasi dari kontribusi sebelumnya yang dapat bervariasi sesuai dengan tingkat keuntungan dan faktor lainnya sehingga tunjagan pensiun karyawan menjado agak kurang aman dan kurang dapat diprediksi.

2.3.2. Program dengan tunjangan yang telah ditentukan (define-benefit plan)

Merupakan program pensiun dengan seorang karyawan dijanjikan pensiun dengan jumlah yang berdasarkan usia dan masa kerja. Program dengan tunjangan yang telah ditetapkan memberikan karyawan suatu kepastian yang lebih besar pada tunjangan ini dan lebih dapat diprediksi dalam hal besar tunjangan yang akan tersedia ketika pensiun.

Menurut Manulife

2.4. Tujuan Program Pensiun

Menurut Wursanto (2001:134), tujuan program pensiun yaitu : a. Memberikan perangsang kerja kepada karyawan

b. Meningkatkan kesetiaan/loyalitas karyawan

(4)

c. Memberikan ketenangan hidup kepada karyawan yang bersangkutan maupun keluarganya.

Menurut Hasibuan (2000:209), program pensiun bertujuan sebagai berikut:

a. Memberikan ketenangan hidup bagi karyawan dan keluarganya pada usia lanjut

b. Turnover karyawan relatif rendah karena karyawan tidak tertarik pada lapangan kerja yang lain

c. Sebagai daya tarik bagi tenaga skill dari luar yang diperlukan perusahaan d. Menjamin stabilitas dan kontinuitas perusahaan

e. Adanya semangat dan kegairahan kerja yang efektif untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.5. Kontribusi Program Pensiun

Menurut Mathis dan Jackson (2002:214-215), program pensiun dapat bersifat kontributif ataupun non-kontributif. Dalam program kontributif, uang untuk tunjangan pensiun dibayarkan baik oleh perusahaan maupun karyawan.

Dalam program non-kontributif, perusahaan menyediakan seluruh dana untuk tunjangan pensiun. Sebagaimana diharapkan, program non-kontributif ini lebih disukai oleh para karyawan.

Menurut Sastrohadiwiryo (2002:215-217), perusahaan yang sudah menganut sistem pemberian pensiun, umumnya kontribusi pensiun dilakukan dengan memilih salah satu dari tiga cara, yaitu :

1. Dibiayai oleh karyawan

(5)

2. Dibiayai oleh perusahaan

3. Dibiayai secara bersama oleh kedua belah pihak Ad.1. Dibiayai oleh karyawan/pegawai

Pembiayaan pensiun dapat dilakukan dengan sistem menabung, yaitu memotong beberapa persen upah karyawan tiap bulan yang dimasukkan pada dana jaminan hari tua karyawan. Bila sudah sampai pada masa tertentu, dana tersebut dikembalikan pada karyawan berupa cicilan tiap bulan. Pada dasarnya besarnya uang jaminan hari tua sama dengan tabungan karyawan yang bersangkutan. Ada pula perusahaan yang memberi tambahan bila karyawan yang bersangkutan sudah memenuhi syarat misalnya sudah bekerja dalam perusahaan sedikitnya lima belas tahun. Bila karyawan berhenti sebelum memenuhi saat minimal yang ditentukan, maka karyawan hanya dibayar sebesar uang yang ditabung oleh karyawan. Dengan cara ini ada dorongan bagi karyawan untuk terus bekerja dalam perusahaan untuk memenuhi masa minimal yang telah ditetapkan.

Dengan pembiayaan seperti ini sesungguhnya perusahaan tidak menanggung beban dalam pemberian jaminan hari tua, perusahaan hanya sekedar memberikan pertolongan saja.

Ad.2. Dibiayai oleh perusahaan

Pembayaran jaminan hari tua ada pula dengan cara memotong sebagian keuntungan perusahaan untuk disetor kepada dana jaminan hari tua. Dengan cara ini perusahaanlah yang menanggung beban dalam pemberian jaminan hari tua kepada karyawannya.

(6)

Ad.3. Dibiayai secara bersama oleh kedua belah pihak

Pembiayaan jaminan hari tua dapat pula dilakukan dengan cara menggabungkan kedua cara di atas. Dengan kata lain kedua pihak bersama-sama membiayai pemensiunan tersebut. Dengan cara ini karyawan dibebankan pemotongan upah beberapa persen dan perusahaan membayar sebesar yang dibayarkan oleh karyawan. Pengumpulan dana dengan cara terakhir ini lebih mudah dibandingkan dari kedua cara di atas.

2.6. Pengambil Inisiatif dalam Pemensiunan

Hasibuan (2000:209), pensiun adalah pemberhentian karyawan atas inisiatif perusahaan, undang-undang, ataupun karyawan sendiri.

Inisiatif perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaa, dan sebagainya.

Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Misalnya usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun.

Inisiatif karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan.

(7)

2.7. Vesting

Beberapa hak dikaitkan dengan program pensiun karyawan. Hak karyawan untuk menerima tunjangan dari program pensiun disebut vesting (hak untuk mendapatkan). Biasanya hak ini memastikan karyawan akan pensiun tertentu jika karyawan telah bekerja untuk lama kerja minimum tertentu. Jika karyawan mengundurkan diri sebelum berhak mendapatkan (yaitu, sebelum dipekerjakan untuk jangka waktu tertentu), tidak ada hak pensiun yang diberikan kepada karyawan kecuali untuk dana yang telah dikontribusikan. Jika karyawan bertahan selama waktu yang ditetapkan, mereka berhak atas pensiun dan menerima tunjangan pensiun dari dana yang dikontribusikan baik oleh perusahaan maupun karyawan (Mathis dan Jackson, 2002:215).

2.3. Semangat Kerja

2.3.1. Pengertian Semangat Kerja

Manajemen personalia untuk mengembangkan karyawan dilaksanakan perusahaan untuk memenuhi tuntutan jabatan atau pekerjaan sebagai akibat perkembangan teknologi, juga akibat semakin tajamnya persaingan yang dihadapi perusahaan sehingga perlu karyawan yang berkualitas. Setiap karyawan perusahaan dipaksa untuk dapat bekerja secara efektif, efisiensi, kualitas serta kuantitas pekerjaan yang semakin baik. Untuk itu perusahaan perlu menciptakan semangat kerja karyawannya dalam batas-batas kemampuan perusahaan tersebut.

Dengan adanya semangat kerja yang tinggi maka produktivitas kerja pun dapat ditingkatkan.

(8)

Menurut Nitisemito (1996:97) menyatakan bahwa :

“Semangat kerja adalah kemauan atau kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan dengan cara mengetahui perilaku manusia, apa sebabnya orang mau bekerja dan kepuasan-kepuasan apa yang dinikmatinya.”

Menurut Guba pada Panggabean (2002:21), ada dua cara untuk mendefinisikan semangat kerja, yaitu sebagai berikut :

1. Semangat kerja adalah kondisi dari sebuah kelompok dimana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu dengan tujuan individu.

2. Semangat kerja adalah kepemilikan atau kebersamaan. Semangat kerja merujuk kepada adanya kebersamaan. Hal ini merupakan rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang, kondisi kerja, rekan kerja, penyelia, pimpinan, dan perusahaan.

Sastrohadiwiryo (2002:282) mendefinisikan semangat kerja sebagai berikut :

“Semangat kerja merupakan suatu kondisi rohaniah, atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan.”

Berdasarkan definisi beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan, melakukan pekerjaan dengan lebih giat sehingga pekerjaan diharapkan dapat lebih cepat selesai dan lebih baik.

(9)

Jadi apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja karyawannya, maka perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan. Dengan meningkatnya semangat kerja karyawan, pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan, kerusakan dapat dikurangi, absensi dapat diperkecil, kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil seminimal mungkin, dan sebagainya. Hal ini berarti bukan produktivitas kerja saja dapat ditingkatkan, tetapi juga ongkos per unit dapat diperkecil. (Nitisemito,1996:160)

2.3.2. Indikasi Turunnya Semangat Kerja

Indikasi turunnya semangat kerja ini penting diketahui oleh setiap perusahaan karena dengan pengetahuan tentang indikasi ini akan dapat diketahui sebab turunnya semangat kerja sehingga perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah seawal mungkin.

Meskipun indikasi yang akan dikemukakan dibawah ini bukan merupakan hal yang mutlak adanya penurunan semangat kerja, tapi karena indikasi ini merupakan kecendrungan secara umum maka perlu diketahui.

Menurut Nitisemito (1996:161), indikasi-indikasi turunnya semangat kerja antara lain adalah:

a. Turun/rendahnya produktivitas kerja b. Tingkat absensi yang tinggi

c. Tingkat kerusakan yang tinggi d. Timbulnya kegelisahan e. Pemogokan

(10)

Ad.a. Turun/rendahnya Produktivitas Kerja

Turunnya produktivitas kerja dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang menurun ini dapat terjadi karena kemalasan, penundaan pekerjaan, dan sebagainya. Apabila terjadi penurunan produktivitas kerja, hal ini merupakan indikasi bahwa dalam perusahaan tersebut terjadi semangat kerja yang menurun. Seorang karyawan yang semangat kerjanya menurun akan cenderung malas dalam melaksanakan tugas-tugas, sengaja menunda-nunda pekerjaan, mungkin juga memperlambat siap pekerjaan, dan sebagainya.

Ad.b. Tingkat Absensi yang Tinggi

Pada umumnya bila semangat kerja menurun, karyawan akan malas untuk setiap hari datang bekerja. Untuk melihat apakah naiknya tingkat absensi tersebut merupakan indikasi turunnya semangat kerja, perusahaan tidak boleh melihat naiknya tingkat absensi secara perorangan tetapi harus melihat secara rata-rata.

Ad.c. Tingkat Kerusakan yang Tinggi

Indikasi lain yang menunjukkan turunnya semangat kerja adalah bila ternyata tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku, barang jadi, maupun peralatan yang digunakan meningkat. Naiknya tingkat kerusakan tersebut menunjukkan bahwa perhatian terhadap pekerjaan berkurang, terjadinya kecerobohan dalam pekerjaan, dan sebagainya.

Ad.d. Timbulnya Kegelisahan

Kegelisahan akan terjadi bila semangat kerja karyawan menurun. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui adanya kegelisahan-kegelisahan yang timbul.

(11)

Kegelisahan ini dapat terwujud dalam bentuk ketidaktenangan kerja, keluh kesah serta hal-hal lain.

Ad.e. Pemogokan

Pemogokan adalah tingkat indikasi yang paling kuat dalam mengukur turunnya semangat kerja. Hal ini disebabkan karena perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan, dan sebagainya. Bila hal ini telah memuncak dan tidak tertahan lagi, maka akan menimbulkan tuntutan dan bila tuntutan ini tidak berhasil, pada umumnya akan berakhir dengan pemogokan.

2.3.3. Sebab-sebab Turunnya Semangat Kerja

Pada prinsipnya turunnya semangat kerja disebabkan karena timbulnya ketidakpuasan karyawan terhadap perusahaan. Dengan ketidakpuasan yang dirasakan tersebut, hal ini akan menimbulkan kekurangbahagiaan bagi karyawan sehingga semangat kerja karyawan menurun.

Ada yang berpendapat bahwa sumber ketidakpuasan adalah hal-hal yang bersifat materil, misalnya upah yang diterima tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, fasilitas yang minim, dan sebagainya. Tetapi sebenarnya sumber ketidakpuasan itu tidak hanya bersifat materil, namun juga bersifat non materil, misalnya penghargaan sebagai manusiawi, kebutuhan untuk berpartisipasi, dan sebagainya.

Untuk mengetahui sebab-sebab turunnya semangat kerja karyawan, perusahaan perlu mencari sumber-sumber yang menimbulkan ketidakpuasan baik

(12)

yang bersifat materil maupun non materil sehingga dapat memecahkan masalah tersebut dengan tuntas.

(Nitisemito,1996:168)

2.3.4. Cara Meningkatkan Semangat Kerja

Menurut Nitisemito (1996:170), ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja baik bersifat materil maupun non materil, yaitu:

a. Gaji yang cukup

b. Memperhatikan kebutuhan rohani c. Perlu menciptakan suasana santai d. Harga diri perlu mendapat perhatian

e. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat f. Berikan kesempatan karyawan untuk maju

g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan h. Usahakan para karyawan mempunyai loyalitas

i. Karyawan perlu diajak berunding j. Pemberian insentif yang terarah k. Fasilitas yang menyenangkan Ad.a. Gaji yang Cukup

Setiap perusahaan seharusnya dapat memberikan gaji yang cukup kepada karyawannya. Pengertian cukup disini adalah jumlah yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut mampu meningkatkan semangat kerja karyawan.

(13)

Ad.b. Memperhatikan Kebutuhan Rohani

Selain kebutuhan materi yang berwujud gaji yang cukup, karyawan juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan ini antara lain menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan ketentraman jiwa, dan sebagainya.

Ad.c. Perlu Menciptakan Suasana Santai

Suasana kerja yang rutin seringkali menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindarkan hal tersebut perusahaan perlu menciptakan suasana santai dalam waktu tertentu.

Banyak cara yang dapat dijalankan oleh perusahaan, misalnya mengadakan rekreasi bersama-sama, pertandingan olah raga, dan sebagainya.

Tentu saja usaha ini harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan dijalankan dalam waktu tertentu saja. Hal ini akan meningkatkan semangat kerja karyawan, karyawan merasa dalam satu kesatuan dan satu naungan dibawah nama perusahaan.

Ad.d. Harga Diri perlu Mendapat Perhatian

Pihak perusahaan bukan saja perlu memperhatikan harga diri karyawan tetapi juga perlu membangkitkan harga diri karyawan.

Seorang pemimpin seharusnya tidak memarahi karyawan di depan umum, apalagi di depan anak buah karyawan tersebut karena hal ini akan menimbulkan perasaan malu dan jengkel. Harga dirinya merasa direndahkan dan dapat menurunkan semangat kerjanya.

(14)

Sebaliknya jika seorang karyawan berprestasi maka pimpinan memberikan pujian/penghargaan di depan rekan-rekannya secara wajar.

Ad.e. Tempatkan Karyawan pada Posisi yang Tepat

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan karyawan pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan karyawan dalam posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing. Ketidaktepatan menempatkan posisi karyawan akan menyebabkan jalannya pekerjaan menjadi kurang lancar dan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu, semangat kerja pun akan menurun.

Kadang-kadang memang sulit menempatkan seseorang pada posisi yang tepat secara langsung meskipun sebelumnya telah diadakan seleksi. Untuk itu perusahaan harus senantiasa mengawasi pekerjaan karyawannya sehingga dapat cepat diketahui tempat mana yang paling tepat bagi karyawan masing-masing.

Ad.f. Berikan Kesempatan Karyawan untuk Maju

Semangat karyawan akan timbul jika mempunyai harapan untuk maju.

Maka setiap perusahaan hendaknya memberikan kesempatan kepada karyawan.

Berikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa pengakuan yang disertai hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, pemindahan ke posisi yang lebih sesuai, dan sebagainya. Tentu jenis penghargaan harus disesuaikan dengan keadaan perusahaan dan prestasi karyawan yang bersangkutan.

Ad.g. Perasaan Aman Menghadapi Masa Depan

Semangat kerja karyawan akan terpupuk jika mempunyai perasaan aman terhadap masa depan pekerjaannya. Untuk menciptakan perasaan aman tersebut,

(15)

perusahaan perlu melaksanakan program pensiun bagi karyawannya. Jika pemberian tunjangan pensiun dirasakan sebagai suatu tindakan yang berat bagi perusahaan, maka ada jalan lain yang cukup baik. Misalnya dengan cara mewajibkan karyawan untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung dalam bentuk polis asuransi. Bagi perusahaan hal ini penting karena karyawan akan merasa enggan meninggalkan perusahaan jika telah terikat dengan asuransi yang menjamin perasaan aman di masa depan.

Ad.h. Usahakan para Karyawan Mempunyai Loyalitas

Kesetiaan/loyalitas karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan semangat kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas karyawan maka pimpinan harus mengusahakan agar karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Dengan perasaan senasib ini kemajuan dan kemunduran perusahaan akan dirasakan juga oleh karyawan. Pihak perusahaan biasanya mengusahakan agar kemajuan perusahaan dapat dirasakan oleh karyawan dengan cara membagikan laba perusahaan (membagikan bonus).

Ad.i. Karyawan Perlu diajak Berunding

Jika karyawan diajak berunding, karyawan akan merasa ikut bertanggung jawab dan dengan perasaan tanggung jawab tersebut dapat meningkatkan semangat kerjanya. Namun bukan berarti bahwa dalam merundingkan sesuatu semua karyawan harus diajak. Karyawan yang diikutsertakan adalah karyawan yang mempunyai sangkut paut dengan masalah yang akan dirundingkan.

(16)

Ad.j. Pemberian Insentif yang Terarah

Sistem insentif adalah sistem yang paling efektif sebagai pendorong semangat kerja. Tetapi sistem ini harus disertai dengan kebijaksanaan yang tepat.

Misalnya pihak perusahaan menetapkan akan memberikan insentif kepada karyawan yang mampu menyelesaikan pekerjaannya melebihi target yang ditentukan. Namun dengan kebijaksanaan tersebut ternyata karyawan manjadi kurang berhati-hati. Karyawan semata-mata hanya mengejar target pekerjaan tanpa memikirkan hasilnya. Kebanyakan hasil pekerjaan menjadi banyak yang salah dan kurang bermutu. Maka pertimbangan-pertimbangan yang dapat merugikan perusahaan sebaiknya dihindarkan.

Ad.k. Fasilitas yang Menyenangkan

Setiap perusahaan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi karyawannya bila dengan fasilitas tersebut dapat menambah kesenangan karyawan dan meningkatkan semangat kerjanya. Fasilitas yang menyenangkan tersebut antara lain, sarana olahraga, balai pengobatan, tempat ibadah, kamar mandi yang bersih, pendidikan untuk anak, dan sebagainya.

Menurut Sastrohadiwiryo (2002:285), secara umum cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk meningkatkan semangat kerja karyawan adalah sebagai berikut;

1. Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan.

2. Menciptakan kondisi kerja yang menggairahkan semua pihak.

(17)

3. Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja.

4. Sarana penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan kerja dan memperkokoh rasa setia kawan antara tenaga kerja maupun perusahaan.

5. Penempatan tenaga kerja pada posisi yang tepat 6. Memperhatikan hari esok tenaga kerja

7. Peran tenaga kerja untuk menyumbangkan aspirasinya mendapatkan tempat yang wajar.

Ketujuh cara diatas bukanlah resep yang mujarab, akan tetapi dalam prakteknya banyak dianut perusahaan yang berkepentingan. Meskipun sebenarnya masih terdapat cara lain untuk meningkatkan semangat kerja karyawan, amatlah tergantung kepada motif masing-masing perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Penduduk, Investasi, Tingkat Upah, dan Inflasi di Indonesia secara bersama - sama memberikan

Pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) menunjukkan tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan daya berkecambah pada kondisi suboptimum, tetapi benih masih mampu

Perlu dilakukan pemetaan ancaman dan resiko, kerentanan dan kapasitas menghadapi bencana yang sensitif gender (Gender-Sensitive Risk Mapping). Melalui pemetaan resiko

Sebaliknya, diperlukan energi yang setara dengan energi yang dilepaskan pada proses pembentukan atom untuk menguraikan atom tersebut hingga proton, neutron dan elektron penyusun

Pada konteks tindakan berdasarkan Hermeneutik Kritis Jurgen Habermas dalam buku The Theory of Communication Action, ada empat tindakan yang dibagi oleh Habermas

Untuk mengukur tingkat akurasi dan error dari pemetaan beban trafo distribusi dengan menggunakan Self Organizing Map dilakukan dengan cara membandingkan hasil clustering masing-

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil tema dalam penelitian ini yang berjudul Pengaruh Intensitas Mengikuti Bimbingan Agama Islam Jum’at

[r]